BAB IV ANALISA HASIL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV KRITERIA PERENCANAAN PLTM

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM

58. Pada tail race masih terdapat kecelakaan air 1m/det serta besarnya K = 0,1. Hitung : 1) Hidrolik Losses!

LAMPIRAN B BATASAN TEKNIS

Persamaan Chezy. Pada aliran turbulen gaya gesek sebanding dengan kuadrat kecepatan. Persamaan Chezy, dengan C dikenal sebagai C Chezy

ANALISIS SKEMA PLTM DAN STUDI OPTIMASI

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

GALIH EKO PUTRA Dosen Pembimbing Ir. Abdullah Hidayat SA, MT

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), 2. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), 3. Pembangkit Listrik Tenaga Angin,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

BAB VI STUDI OPTIMASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1.

LAMPIRAN A DESKRIPSI PROYEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

BAB III METODOLOGI III UMUM

TUGAS AKHIR PERENCANAAN DAN DISAIN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO ( PLTM ) CIMANDIRI SUKABUMI JAWA BARAT

BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA

PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO DI SALURAN IRIGASI MATARAM

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK

HYDRO POWER PLANT. Prepared by: anonymous

1.1 Latar Belakang Tujuan Lokasi proyek Analisis Curali Hujan Rata-rata Rerata Aljabar 12

Mekanika Fluida II. Tipe Saluran Terbuka Penampang Hidrolis Terbaik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

I Putu Gustave Suryantara Pariartha

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY)

BAB IV DESAIN STRUKTUR MEKANIKAL ELEKTRIKAL PLTMH JORONG AIA ANGEK

BAB III KOLAM PENENANG / HEAD TANK

BAB V STABILITAS BENDUNG

ANALISIS DAN PERENCANAAN PENGAMAN DASAR SUNGAI DIHILIR BENDUNG CIPAMINGKIS JAWA BARAT

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masuk.(sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02). potensial yang dapat diairi dari sungai yang bersangkutan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih

Desain Rehabilitasi Air Baku Sungai Brang Dalap Di Kecamatan Alas 8.1. DATA SISTEM PENYEDIAAN AIR BAKU LAPORAN AKHIR VIII - 1

PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN

4.2.4 Pintu. Gambar Grafik Pembilasan Sedimen Camp Untuk Aliran Turbulen (Camp, 1945) BAB IV KRITERIA PERENCANAAN

FLUIDA BERGERAK. Di dalam geraknya pada dasarnya dibedakan dalam 2 macam, yaitu : Aliran laminar / stasioner / streamline.

SESSION 8 HYDRO POWER PLANT. 1. Potensi PLTA 2. Jenis PLTA 3. Prinsip Kerja 4. Komponen PLTA 5. Perencanaan PLTA

Sambungan Persil. Sambungan persil adalah sambungan saluran air hujan dari rumah-rumah ke saluran air hujan yang berada di tepi jalan

STUDI PERENCANAAN TEKNIS BANGUNAN PENANGKAP SEDIMEN PADA BENDUNG INGGE KABUATEN SARMI PAPUA ABSTRAK

Survei, Investigasi dan Disain Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Kabupaten Sumba Tengah, Provinsi NusaTenggara Timur

ANALISA DAYA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO TUKAD BALIAN, TABANAN MENGGUNAKAN SIMULINK

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Lembar Pengesahan Dosen Pembimbing... ii. Lembar Pernyataan Keaslian... iii. Lembar Pengesahan Penguji...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR... i. SURAT KETERANGAN SELESAI TUGAS AKHIR...ii. ABSTRAK...iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI...

Gambar 1.1 Skema jaringan irigasi dan lokasi bangunan terjun di Saluran Primer Kromong

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET

BAB V ANALISIS HIDROLIS DAN STRUKTUR BENDUNG

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI

PERENCANAAN PUSAT LISTRIK TENAGA MINI HIDRO PERKEBUNAN ZEELANDIA PTPN XII JEMBER DENGAN MEMANFAATKAN ALIRAN KALI SUKO

DESAIN BANGUNAN IRIGASI

Kata Kunci : PLTMH, Sudut Nozzle, Debit Air, Torsi, Efisiensi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebutuhan listrik menjadi masalah yang tidak ada habisnya. Listrik menjadi

Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa

BAB V STUDI POTENSI. h : ketinggian efektif yang diperoleh ( m ) maka daya listrik yang dapat dihasilkan ialah :

BAB II LANDASAN TEORI

MODEL BANGUNAN PENDUKUNG PINTU AIR PAK TANI BERBAHAN JENIS KAYU DAN BAN SEBAGAI PINTU IRIGASI

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM)

PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO DI BENDUNGAN SEMANTOK, NGANJUK, JAWA TIMUR

BAB 1 KATA PENGANTAR

PENERAPAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO DI DESA HUKURILA KOTA AMBON UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI

Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Sistem Kerja Pompa Torak Menggunakan Tenaga Angin. sebagai penggerak mekanik melalui unit transmisi mekanik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH SUDUT PIPA PESAT TERHADAP EFISIENSI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO ( PLTMH )

PENGARUH SEDIMENTASI TERHADAP SALURAN PEMBAWA PADA PLTMH

KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa

SOAL TRY OUT FISIKA 2

BAB II LANDASAN TEORI

FAKULTAS TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS 1.1 KETERSEDIAAN DEBIT AIR PLTM CILEUNCA

PERENCANAAN BENDUNG PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO DI KALI JOMPO SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Dasar Teori Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro

DAFTAR ISI Novie Rofiul Jamiah, 2013

6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

Abstrak BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN BENDUNG UNTUK DAERAH IRIGASI SULU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENYELIDIKAN OPERASI PINTU INTAKE EMBUNG SAMIRAN DENGAN UJI MODEL HIDROLIK. Dwi Kurniani *) Kirno **)

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE BAK TENGGELAM (CEKUNG) DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI

MASDIWATI MINATI PUTRI DOSEN PEMBIMBING : Ir. SOEKIBAT ROEDY SOESANTO Ir. ABDULLAH HIDAYAT, M.T.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB FLUIDA A. 150 N.

BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA

PRESENTASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG TETAP SEMARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR KHAIRUL RAHMAN HARKO DISAMPAIKAN OLEH :

Transkripsi:

BAB IV ANALISA HASIL 4.1 Bendung Tipe bendung yang disarankan adalah bendung pelimpah pasangan batu dengan diplester halus. Bagian bendung yang harus diperlihatkan adalah mercu bendung, bangunan pembilas, kolam olakan, apron bendung, tanggul pelindung, kepala bendung (abutment) dan bangunan pengambilan. Untuk meminimumkan harga bendung, maka bendung didisain serendah mungkin namun tetap dapat berfungsi untuk mengalihkan air ke intake dan aman terhadap bahaya banjir baik bendung sendiri maupun bangunan di sekitarnya. Didalam merencanakan lebar bendung dipengaruhi oleh lebar sungai yang akan dibendung dan debit banjir rencana yang dipakai, dalam hal ini memakai debit rencana periode 100 tahun untuk disain. Didalam perhitungan bendung hal-hal yang perlu diperhatikan ialah bagaimana kita mendisain bendung yang aman dan ifisien baik dari segi kekuatan dan materialnya tidak terlalu boros. 80

81 4.1.1 Dimensi Bendung Dalam hal ini menurut analisa kami dengan melihat lokasi dan kondisi topografi yang ada bendung yang akan kami rencanakan adalah bendung dengan tipe mercu bulat dengan satu jari-jari dan dengan menggunakan peredam energi tipe bak tenggelam. Diharapkan dengan desain seperti itu bendung aman terhadap gaya-gaya luar dan efisien tidak boros didalam pemakaian material sehingga dapat menghemat waktu dan biaya didalam proses pelaksanaan nanti. Sketsa tampak potongan melintang bendung dapat dilihat pada gambar dibawah dengan ukuran yang telah kami desain sedemikian rupa sehingga layak untuk diterapkan dilapangan. Gambar 4.1 Potongan Tubuh Bendung

82 4.1.2 Pengambilan Intake Bangunan pengambilan berfungsi untuk mengelakkan air dari sungai dalam jumlah yang diinginkan. Pengambilan sebaiknya dibuat sedekat mungkin dengan pembilas dan as Bendung. Lebih disukai jika pengambilan ditempatkan di ujung tikungan luar sungai atau pada ruas luar guna memperkecil masuknya sedimen. Dalam hal ini pengambilan dibuat pada bagian kiri bendung dengan arah 90 0 dari AS tengah sungai, agar penyadapan dapat berlangsung lancar, maka lengkung tembok pengambilan dibuat stream line dan diplester halus. Tinggi intake direncanakan 1,5 m atau elevasi intake adalah ± 384 m. gambar sketsa pintu pengambilan dapat dilihat dibawah ini. Gambar 4.2 Potongan Melintang Intake Bendung

83 Elevasi ambang bangunan pengambilan ditentukan dari tinggi dasar sungai. Ambang direncanakan atas dasar dengan ketentuan berikut: 0,50 m jika sungai hanya mengangkut lanau 1,00 m bila sungai juga mengangkut pasir dan kerikil 1,50 m kalau sungai mengangkut batu-batu bongkah. 4.1.3 Kolam Pengendap Pasir (Desand) a. Umum Ukuran partikel minimum yang masih dapat diendapkan berupa partikel-partikel sedimen halus, sehingga nilai d = 0,50 mm dari tabel b. Perhitungan dimensi kolam pengendap pasir Kecepatan kritis pengendapan V = a x d 1/2 Dengan d = 0,50 mm, maka menurut tabel Camp dibawah ini.

84 Grafik 4.1 Hubungan diameter ayak dengan kecepatan endapan Didapat nilai a = 45 Maka V = a x d 1/2 = 45 x (0,50) 1/2 = 31,82 mm/det = 3,18 cm/det - Kecepatan pengendapan Partikel Untuk d = 0.50 mm, maka dari Grafik L. Sudry dibawah ini didapat nilai kecepatan pengendapan (W) = 6 cm/det di baca dari grafik.

85 Grafik 4.2 Hubungan gradasi butiran dengan kecepatan pengendapan - Panjang ideal kolam Untuk menghitung panjang ideal kolam digunakan rumus : p = h x Dimana : h = kedalaman kolam ( m ) V = kecepatan kritis pengendapan ( cm/det ) W = kecepatan pengendapan partikel ( cm/det ) - Kedalaman kolam

86 Direncanakan kedalaman kolam h = 4 m = 400 cm p = h x = 400 x = 212 cm = 2,12 m - Lebar kolam Lebar kolam dapat dihitung dengan rumus b = = = 10,15 m 10,50 m - Luas Kolam Luas kolam pengendap pasir dapat dihitung dengan rumus : A = p x L x h = 2,12 x 10,50 x 4 = 89, 04 m 2 Maka didapat dimensi kolam pengendap pasir Panjang kolam ( p ) = 2,12m Lebar kolam ( L ) = 10,50 m

87 Kedalaman kolam ( h ) = 4 m 4.1.4 Saluran Penghantar (Waterway) Bentuk saluran penghantar direncanakan trapesium dan kotak dengan lining adalah batu kali yang plester. Kecepatan aliran didalam saluran direncanakan 3,25 m³/det untuk trapezium yang diambil seperempat dari lebar sungai. Debit rencana saluran penghantar adalah 13m 3 /det. Kapasitas saluran direncanakan 120% debit rencana yaitu sebesar 15,6 m 3 /det. Hal ini untuk mengantisipasi berkurang debit karena sampah atau kotoran lain yang menggangu, mengingat panjang saluran penghantar adalah +1000 m. a. Saluran Trapesium Untuk dimensi saluran yang berbentuk trapesium yang sudah direncanakan dapat dilihat dari gambar dibawah ini. 0 0 Ganbar 4.3 Saluran Trapesium

88 Data : 1. Ditentukan lebar saluran bawah sebesar ( b ) = 2,70 m 2. Kemiringan dinding saluran kanan dan kiri diambil 1 : 2. 3. Tinggi air ( h ) = 2,00 m 4. Tinggi jagaan diambil ( w ) = 0,50 m Maka : Tinggi saluran = Tinggi air + Tinggi jagaan = 2 + 0,50 = 2,50 m Lebar saluran atas dapat dihitung dengan rumus : a = b + (2 x m x h) Dimana : a = lebar saluran atas ( m ) m = kemiringan horizontal saluran ( m ) h = tinggi air ( m ) b = lebar saluran bawah ( m ) maka : a = b + ( 2 x m x h ) = 2,70 + ( 2 x 0,50 x 2 )

89 = 4,70 m Luas penampang basah saluran dapat dihitung dengan rumus : A = h x Dimana : A = luas penampang basah saluran b = lebar saluran bawah m = kemiringan horizontal saluran h = tinggi air maka : A = h x = 2 x = 7,4 m 2 Keliling basah saluran dapat dihitung dengan rumus : P = b + ( 2 x h ) x ( 1 + m 2 ) 1/2 = 2,70 + ( 2 x 2 ) x ( 1 + 0,50 2 ) 1/2 = 7,17 m²

90 Jari jari hidrolis dapat dihitung dengan rumus : r = = = 1,03 m Kehilangan energi saluran Panjang saluran trapesium hingga ke bak penenang sebesar ( p ) = 500 m, maka diperkirakan kehilangan energi sepanjang saluran adalah : V = x 13 m 3 /det = 3,25 m/det hf = Dimana : n = koefisien kekasaran manning ( 0,013 ) V = kecepatan aliran saluran ( 3,25 m³/det ) p = panjang saluran ( 500 m ) R = jari-jari hidrolis saluran ( 1,03 m ) Maka :

91 hf = = = 0,85 m³ Sepanjang saluran terdapat 5 tikungan, kehilangan energi karena tikungan tersebut adalah : hb = kb x x 5 = 0,3 x x 5 = 0,80 m³ Total kehilangan energi sepanjang saluran adalah : hs = hf + hb = 0,85 + 0,80 = 1,65 m³/det Pelimpah samping Pelimpah samping direncanakan terletak di hilir kantong pasir, yang berfungsi untuk megalirkan air berlebih dari saluran pada saat

92 terjadi banjir. Tinggi muka air dihulu bendung saat terjadi banjir 100 tahun adalah 388 m. Tinggi air diatas ambang intake waktu banjir h = 388 384 ½ x y = 388 384 ½ x 2 = 3 m Maka : V = µ x = 0,62 x = 4,7 m³/det Q = A x V = 3 x 4,7 =14,1 m 3 /det Maka debit yang harus dilimpahkan kedalam desand = 14,1 m 3 /det 13 m 3 /det = 1,1 m 3 /det Untuk menghitung dimensi pelimpah digunakan rumus : Q = 1,24 x L x H 3/2 Dimana :

93 Q = debit pelimpah (1,1 m 3 /det ) H = tinggi air yang akan melimpah diatas mercu pelimpah diambil sebesar 0,6 m Maka : Q = 1,24 x L x H 3/2 1,1 = 1,24 x L x (0,6) 3/2 L = 0,52 m 4.1.5 Kolam Penenang Lebar bak penenang direncanakan : = 3 x Lebar saluran = 3 x 4,7 m = 14,1 m Panjang bak penenang p = 2 x = 2 x 14 m = 28 m Kedalaman bak penenang ditentukan berdasarkan ukuran dan posisi pipa pesat. Kedalaman minimum pengambilan pipa pesat dari muka air ( S ) adalah : S = C x V x D 1/2 Dimana :

94 C V = 0,54 m = kecepatan pada pipa pesat ( 3 m/det) D = diameter pipa pesat ( 2 m ) Maka : S = ( C x V x D ) 1/2 = ( 0,54 x 3 x 2 ) 1/2 = 1.8 m Diambil kedalaman pengambila pipa pesat 4 m > S min = 1,8 m Lebar Kolam ( ) = 14 m Panjang Kolam ( p ) = 28 m Kedalaman Kolam ( h ) = 4 m 4.2 Pipa Pesat Pipa pesat adalah pipa yang melewatkan air dari pintu pengambilan pipa pesat ke gedung sentral. Pipa pesat didesain dengan pertimbangan sebagai berikut : - Pipa pesat dirancang sampai diperoleh panjang minimum - Aman terhadap momen lentur, baik vertikal maupun horizontal - Pipa pesat harus mempunyai tekanan hidrolik yang minimum untuk menghindari tekanan terhadap turbin juga harus dipertimbangkan - Kenaikan tekanan akibat katup dibuka dan ditutup

95 Menurut penempatannya, pipa pesat dibagi tiga tipe yaitu : - Pipa pesat yang ditanam (burried penstock) - Pipa pesat permukaan (exposed penstock) - Sebagian ditanam dan sebagian dipermukaan Menurut kekakuan tumpuan dibagi tiga tipe yaitu : - Pipa kaku - Pipa fleksibel dengan sambungan ekspansi - Pipa semi kaku dengan sambungan pada masing-masing bagian pada tumpuan menerus atau tumpuan tetap Pada perencanaan ini yang digunakan adalah pipa pesat permukaan.pipa pesat dengan diameter ekonomis ditentukan berdasarkan kecepatan sebesar 2-3 m³/det. Bila debit pada pipa pesat akan dibagi sesuai dengan debit turbin, maka diperlukan pipa cabang. Biasanya cabang mempunyai bentuk yang simetris dan sudutnya harus kurang dari 90 0. Sudut pencabangan yang lebih kecil, mempunyai sifat hidrolik yang lebih baik. Sebelum memasuki gedung sentral, pipa pesat harus mendatar. Panjang bagian yang mendatar adalah 5 10 kali diameter pipa pesat. Syarat struktur pipa pesat adalah : - Blok angker diletakan pada jarak max 150 m pada pipa pesat jenis exposed. Fungsi blok angker selain untuk mengukur, mengakukan pipa pada saat pemasangan, juga untuk menahan gaya-gaya yang timbul akibat pergeseran pada tikungan.

96 - Diantara blok angker, dipasang tumpuan sadel pada setiap 6 m, masing-masing titik tumpuan dipasang cicin penopang. - Pipa pesat dengan sambungan kaku memerlukan sambungan ekspansi untuk antisipasi terhadap perubahan temperatur. - Data Desain - Jenis pipa baja di las - Panjang 53 m - Diameter pipa pesat 2 m (diameter dalam), tebal 2 cm. - Debit air : 13 m 3 /det. - head : 28 m 4.2.1 Pemilihan Diameter Pipa Pesat Untuk megalirkan air dengan debit andalan seperti yang direncanakan maka diperlukan dimensi yang tepat. Penentuan dimensi ini dihitung dengan persamaan kontinuitas : Q = A x v A = D = Dimana : Q = debit aliran (m 3 /det) v = kecepatan aliran (3 m/det) A = luas penampang pipa (m 2 )

97 D = diameter pipa (m) Maka : Q = 13m³/det v = 3m/det A = = 4,3 m² D = = = 2,34 m 2 m Maka direncanakan diameter pipa pesat sebesar 2 m dan panjang pipa 53 m berdasarkan conture tanah di lapangan. 4.2.2 Pressure Drop ( Kerugian Tekanan ) Kerugian tekanan terjadi akibat aliran fluida mengalami gesekan dengan permukaan saluran dapat juga terjadi ketika aliran melewati sambungan pipa,belokan,katup, difusor, dan sebagainya Besar Pressure Drop bergantung pada : Kecepatan aliran Kekasaran permukaan Panjang pipa Diameter pipa Persamaan matematis kerugian tekanan di dalam saluran sirkuler

98 Dimana : P = kerugian tekanan d = diameter pipa V 1 = kecepatan aliran Pipa awal 3m/det f = faktor friksi ( digram Moody ) l = panjang pipa g = grafitasi h = head maka : = 2385 N/m 3 Hubungan antara head dan tekanan P = = 1000 x 9,8 x 28 = 274400 N/m 3

99 Kerugian Head ( Head losses ) = = 0,24 m/det Persamaan matematis kerugian akibat sambungan (kerugian minor) dalam sistem pemipaan h m = = = 0,19 m/det 4.2.3 Pencabangan Pipa Pada lokasi gedung sentral pipa dicabang menjadi 2 bagian, dengan masing-masing cabang memiliki diameter dekat percabangan 100 cm. Dengan asumsi Q 1 = Q 2, maka kecepatan air di pipa cabang setelah di reduser atau di perkecil dapat dihitung dengan menggunakan rumus kontinuitas : V 2 = = =

100 V 2 = ( ) 2 x 3 = 12m/det Q 2 = = = 9,42 m 3 /det Dengan : Q 1 = debit di pipa ( m 3 /det ) Q 2 = debit dicabang ( m 3 /det ) V 1 = kecepatan didalam pipa ( 3m/det ) V 2 = kecepatan didalam cabang ( m/det ) d 1 = diameter pipa sebelum cabang ( 2 m ) d 2 = diameter pipa percabangan (1 m ) A = luas penampang ( m 2 ) a. Perbedaan Tekanan Perbedaan tekanan pada antara dua titik manapun pada ketinggian yang berbeda dalam suatu cairan dinyatakan dengan hukum tekanan Hidrostatis dan pesmaan Spesifik energi Benoulli. P 1 = p x g x h

101 = 1000 x 9,8 x 1,8 = 17640 N/m 3 Tekanan Total : P 2 = P 1 + x V 2 = 17640 + x 12 = 23640 N/m 3 Dimana : P 1 = Tekanan Awal ( N/m 3 ) P 2 = Tekanan Total ( N/m 3 ) P = rho massa jenis air ( Kg/m 3 ) g = grafitasi ( m/det ) h = ketinggian dari pipa penstock dan kolam penenang ( m ) V 2 = Kecepatan pipa cabang ( m/det ) 4.3 Perencanaan Mekanikal dan Elektrikal a. Turbin Pemilihan turbin ditentukan oleh tinggi jatuh, debit sungai tersedia dan jumlah unit besarnya tinggi jatuh bersih (net head) yang tersedia pada PLTM Cimandiri adalah 28 m, debit sungai 13 m 3 /det serta jumlah unit pembangkit 2 unit, dalam hal ini turbin yang dipakai adalah turbin Francis. Kapasitas Turbin :

102 P = 9,8 x Q x H x t x g = 9,8 x 6,5 x 28 x 0,85 x 0,90 =1.364 kw E = Mw x 365 x 24 x 0,6 = 1,3 x 365 x 24 x 0,6 = 6832 Gwh 4.3.1 Penentuan Kecepatan Spesifik Turbin Pada turbin china untuk perkiraan awal kecepatan specific turbin bisa digunakan persamaan sebagai berikut : n s = = = 291 rpm Kecepatan putar turbin ditentukan sebagai berikut : n s = =

103 = 413 rpm Untuk PLTM ini dipilih kecepatan putar turbin 1000 rpm Kecepatan spesifik turbin adalah : n s = = = 705 rpm Penentuan D 3 (Diameter Runner) Rasio peripheral velocity to sprouting velocity 2/3 Φ 3 = 0,0211 n s = 0,0211 x 705 2/3 = 1,671 Diameter Runner D 3 = = = 0,747 m 0,8 m Cavitation Coeficient (plant sigma) = =

104 = 0,932 m b. Generator Generator yang digunakan adalah generator sinkron 6 fase 50 Hz, 380V dengan sistem eksitasi brushless rotating diode exitors. Tegangan out put yang digunakan untuk generator dengan kapasitas relatif kecil adalah tegangan rendah. Dengan digunakannya tegangan rendah maka penghematan bisa dilakukan pada isolasi generator. Kapasitas generator yang diperlukan dihitung dengan persamaan berikut P g = P t x g Dimana P g = kapasitas generator P t = kapasitas output turbin (836 kw) g = efisiensi generator 0.90 Kapasitas generator yang digunakan adalah 795 kw Isolasi belitan generator adalah isolasi kelas F (IEC 34) dengan kenaikan temperatur sesuai dengan kelas B. Hal ini diperlukan agar umur isolasi bisa lebih tahan lama. Selain itu juga agar generator bisa memikul beban lebih apabila pada suatu saat air yang tersedia cukup banyak.

105 Generator ditutup dengan sangkar generator (generator enclosure) dan menggunakan pendingin fan yang dipasang pada poros generator. Generator enclosure harus mempunyai kemampuan melindungi generator dengan proteksi indeks minimum sebesar IP 23. Tingkat ini mencegah masuknya partikel padat dengan diameter lebih besar dari 12 mm masuk dalam generator. Selain itu mencegah masuknya air yang jatuh dengan sudut 60 0 secara vertikal. Sedangkan proteksi indeks untuk box terminal generator adalah IP 54. Apabila dipergunakan saringan udara pada air intake maka saringan tersebut berupa saringan kering yang dapat dicuci. Short Circuit Ratio (SCR) generator dipilih dengan mengingat semakin kecil SCR, maka semakin besar perubahan yang diperlukan pada arus eksifasi untuk mempertahankan tegangan output konstan, pada suatu perubahan arus beban tertentu. Hal ini menyebabkan steady state stability berkurang sehingga diperlukan sistem eksifasi yang lebih cepat. SCR yang rendah akan menguntungkan karena akan mengurangi ukuran fisik generator. Kecepatan putar generator sebesar 1000 rpm. Generator akan dikopel secara langsung dengan turbin. Generator memiliki ketahanan terhadap overseed turbin paling sedikit 80% untuk periode 30 menit.