BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masuk.(sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02). potensial yang dapat diairi dari sungai yang bersangkutan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masuk.(sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02). potensial yang dapat diairi dari sungai yang bersangkutan."

Transkripsi

1 BAB II BAB II-Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA.1. Pengertian Bangunan Hidrolis Bangunan utama dapat didefinisikan sebagai : semua bangunan yang direncakan di sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan irigasi, biasanya dilengkapi dengan kantong lumpur agar bias mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan serta memungkinkan untuk mengukur dan mengatur air yang masuk.(sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-0)... Pengertian Debit..1. Debit Andalan Debit andalan dihitung berdasarkan data debit aliran rendah, dengan panjang data minimal 0 tahun, debit andalan dibutuhkan untuk menilai luas daerah potensial yang dapat diairi dari sungai yang bersangkutan. Perhitungan debit rendah andalan dengan periode ulang yang diperlukan (biasanya 5 tahun), dibutuhkan untuk menilai luas daerah potensial yang dapat diairi dari sungai yang bersangkutan. Adalah penting untuk memperkirakan debit ini seakurat mungkin. Cara terbaik untuk memenuhi persyaratan ini adalah dengan melakukan pengukuran debit (atau membaca papan duga) tiap hari. Jika tidak tersedia data mengenai muka air dan debit, maka debit rendah harus dihitung berdasarkan curah hujan dan data limpasan air hujan dari daerah aliran sungai. II-1

2 ... Perhitungan Curah Hujan Efektif BAB II-Tinjauan Pustaka Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian air adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan daerah (wilayah) dan dinyatakan dalam mm. Curah hujan daerah ini harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Metode perhitungan curah hujan rata-rata wilayah dari curah hujan pada pembahasan ini menggunakan metode tahun dasar perencanaan. Pemilihan tahun dasar perencanaan didasarkan pada teori dasar peluang peristiwa hidrologis. Dalam hal ini peluang diartikan sebagai ukuran mengenai kemungkinan objektif untuk terjadinya peristiwa sembarang. Peluang dinyatakan sebagai perbandingan antara peristiwa sebenarnya terhadap jumlah peristiwa seluruhnya yang mungkin terjadi. Untuk analisis frekuensi pada seri waktu yang relative pendek, yang merupakan suatu contoh terbatas dari populasi seluruhnya, rumusnya adalah: = 100%...(.1) (Sumber: Modul Irigasi dan Bangunan Air, Ir. Hadi Susilo, Jakarta:015) Dimana: P = peluang terjadinya peristiwa m = nomor urut angka pengamatan dalam susunan dari besar ke kecil n = banyaknya pengamatan Peluang terjadinya yang dipilih dalam pemilihan tahun dasar perencanaan dapat beragam antara lain 100%, 90%, 80%, dan sebagainya. II-

3 .3. Bangunan Intake BAB II-Tinjauan Pustaka Pembilas pengambilan dilengkapi dengan pintu dan bagian depannya terbuka untuk menjaga jika terjadi muka air tinggi selama banjir, besarnya bukaan pintu bergantung kepada kecepatan aliran masuk yang diizinkan. Kini bergantung kepada ukuran butir bahan yang dapat diangkut. Kapasitas pengambilan harus sekurang-kurangnya 10% dari ke pengambilan (dimension requirement) guna menambah fleksibilitas dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi selama umur proyek. Rumus dibawah ini memberikan perkiraan kecepatan yang dimaksud :.(.) di mana: v : kecepatan rata-rata, m/dt h : kedalaman air, m d : diameter butir, m Dalam kondisi biasa, rumus ini dapat disederhanakan menjadi :.(.3) Dengan kecepatan masuk sebesar 1,0,0 m/dt yang merupakan besaran perencanaan normal, dapat diharapkan bahwa butir-butir berdiameter 0,01 sampai 0,04 m dapat masuk...(.4) di mana: Q = debit, m3 /dt μ = koefisiensi debit: untuk bukaan di bawah permukaan air μ = 0,80 II-3

4 b = lebar bukaan, m BAB II-Tinjauan Pustaka a = tinggi bukaan, m g = percepatan gravitasi, m/dt ( 9,8) z = kehilangan tinggi energi pada bukaan, m Gambar.1 Tipe Pintu Pengambilan Elevasi mercu bendung direncana 0,10 di atas elevasi pengambilan yang dibutuhkan untuk mencegah kehilangan air pada bendung akibat gelombang. Elevasi ambang bangunan pengambilan ditentukan dari tinggi dasar sungai. Ambang direncana di atas dasar dengan ketentuan berikut: - 0,50 m jika sungai hanya mengangkut lanau - 1,00 m bila sungai juga mengangkut pasir dan kerikil - 1,50 m kalau sungai mengangkut batu-batu bongkah. Harga-harga itu hanya dipakai untuk pengambilan yang digabung dengan pembilas terbuka; jika direncana pembilas bawah, maka kriteria ini tergantung pada ukuran saluran pembilas bawah. Dalam hal ini umumnya ambang II-4

5 pengambilan direncanakan 0 < p < 0 cm di atas ujung penutup saluran pembilas bawah. Pengambilan hendaknya selalu dilengkapi dengan sponeng skot balok di kedua sisi pintu, agar pintu itu dapat dikeringkan untuk keperluan-keperluan pemeliharaan dan perbaikan. Guna mencegah masuknya benda-benda hanyut, puncak bukaan direncanakan di bawah muka air hulu. Jika bukaan berada di atas muka air, maka harus dipakai kisi-kisi penyaring. Kisi-kisi penyaring direncana dengan rumus berikut: Kehilangan tinggi energi melalui saringan adalah:..(.5) dimana: hf = kehilangan tinggi energi v = kecepatan aliran (approach velocity) g = percepatan gravitasi m/dt ( 9,8) c = koefisien yang bergantung kepada: β = faktor bentuk s = tebal jeruji, m L = panjang jeruji, m b = jarak bersih antar jeruji b ( b > 50 mm), m δ = sudut kemiringan dari horisontal, dalam derajat. II-5

6 Gambar.. Bentuk bentuk Jeruji Kisi-Kisi Penyaring.4. Kantong Lumpur Gambar.3. Tipe Tata Letak Kantong Lumpur Kantong lumpur itu merupakan pembesaran potongan melintang saluran sampai panjang tertentu untuk mengurangi kecepatan aliran dan memberi kesempatan kepada sedimen untuk mengendap. Untuk menampung endapan sedimen ini, dasar bagian saluran tersebut diperdalam atau diperlebar. Tampungan ini dibersihkan tiap jangka waktu tertentu (kurang lebih sekali seminggu atau setengah bulan) dengan cara membilas sedimennya kembali ke sungai dengan aliran terkonsentrasi yang berkecepatan tinggi. II-6

7 Perencanaan kantong lumpur yang memadai bergantung kepada tersedianya data-data yang memadai mengenai sedimen di sungai. Adapun data-data yang diperlukan adalah: pembagian butir penyebaran ke arah vertikal sedimen layang sedimen dasar volume Jika tidak ada data yang tersedia, ada beberapa harga praktis yang biasa dipakai untuk bangunan utama berukuran kecil. Dalam hal ini volume bahan layang yang harus diendapkan, diandaikan 0,60/00 (permil) dari volume air yang mengalir melalui kantong. Ukuran butir yang harus diendapkan bergantung kepada kapasitas angkutan sedimen di jaringan saluran selebihnya. Dianjurkan bahwa sebagian besar (60 70%) dari pasir halus terendapkan: partikel-partikel dengan diameter di atas 0,06 0,07 mm. Ada beberapa cara dalam perhitungan konsentrasi sedimen pada aliran yang masuk kejaringan irigasi, antara lain: a. Perhitungan dengan cara langsung Yang dimaksud perhitungan dengan cara langsung adalah perhitungan yang dilakukan dengan pengukuran angkutan sedimen secara langsung di lapangan, yang di ukur keadaan debit sungai sepanjang tahun. b. Perhitungan dengan cara asumsi Banyaknya sedimen yang terbawa oleh aliran masuk dapat ditentukan dari: Pengukuran langsung di lapangan. II-7

8 BAB II-Tinjauan Pustaka Rumus angkutan sedimen yang cocok ( Einstein Brown, Meyer Peter Mueller), atau kalau tidak ada data yang andal. c. Kantong lumpur yang ada di lokasi lain yang sejenis. Sebagai perkiraan kasar yang masih harus dicek ketepatannya, jumlah bahan dalam aliran masuk yang akan diendapkan adalah 0,50 0 / 00. Jadi rumus volume kantong lumpur yang diasumsikan adalah sebagai berikut: = 0,50...(.6) Dimana: V = Volume kantong lumpur yang diperlukan (m 3 ) Q = Besarnya debit perencanaan saluran (m 3 /detik) T = Jangka waktu pembilasan (detik) Dimensi-dimensi L (panjang) dan B (lebar) kantong lumpur dapat diturunkan dari Gambar.4. Partikel yang masuk ke kolam pada A, dengan kecepatan endap partikel w dan kecepatan air v harus mencapai dasar pada C. Ini berakibat bahwa, partikel, selama waktu (H/w) yang diperlukan untuk mencapai dasar, akan berjalan (berpindah) secara horisontal sepanjang jarak L dalam waktu L/v. Gambar.4. Skema Kantong Lumpur II-8

9 Jadi, =, dengan =.(.7) di mana: H = kedalaman aliran saluran, (m) w = kecepatan endap partikel sedimen, (m/dt) L = panjang kantong lumpur, (m) v = kecepatan aliran air, (m/dt) Q = debit saluran, (m3/dt) B = lebar kantong lumpur, (m) Ini menghasilkan : =.(.8) Karena sangat sederhana, rumus ini dapat dipakai untuk membuat perkiraan awal dimensi-dimensi tersebut. Untuk perencanaan yang lebih detail, harus dipakai faktor koreksi guna menyelaraskan faktor-faktor yang mengganggu seperti: turbulensi air pengendapan yang terhalang bahan layang sangat banyak Velikanov menganjurkan factor-faktor koreksi dalam rumus sebagai berikut : = (..), (.9) Dimana : L = panjang kantong lumpur (m) B = lebar kantong lumpur (m) Q = debit saluran (m 3 /det) W = kecepatan endap partikel sedimen (m/det) II-9

10 λ = Koefisien pembagian distribusi Gauss BAB II-Tinjauan Pustaka λ adalah fungsi D/T, dimana D adalah jumlah sedimen yang diendapkan dan T = jumlah sedimen yang diangkut. λ = 0 untuk D/T = 0,5 λ = 1, untuk D/T = 0,95 λ = 1,55 untuk D/T = 0,98 v = kecepatan rata-rata aliran (m/det) H = kedalaman air di saluran (m) Dimensi kantong lumpur sebaiknya sesuai dengan kaidah bahwa L/B > 8, untuk mencegah agar aliran tidak meander di dalam kantong lumpur. (Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama KP 0, 010:14) Kemiringan Dasar Saluran a. Kemiringan Energi di Kantong Lumpur Selama Eksploitasi Normal (In) Dalam menentukan kemiringan kantong lumpur, kecepatan aliran kantong lumpur pada waktu pengaliran diambil dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Kecepatan aliran hendaknya cukup rendah sehingga partikel yang telah mengendap tidak menghambur lagi.. Untuk mencegah turbulensi yang dapat mengganggu proses pengendapan. 3. Kecepatan hendaknya tersebar merata sehingga sedimentasi juga dapat tersebar merata di dalam kantong lumpur. II-10

11 4. Kecepatan tidak boleh kurang dari 0,30 m/detik untuk mencegah tumbuhnya vegetasi. 5. Transisi dari saluran ke kantong lumpur dan sebaliknya harus mulus untuk mencegah terjadinya turbulensi. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka kecepatan aliran pada kantong lumpur selama eksploitasi normal ditetapkan v = 0,30 m/detik sehingga kemiringan dasar saluran pada kantong lumpur (i) pada saat eksploitasi normal adalah: I Saluran h ds Gambar.5. Kemiringan kantong lumpur Untuk menentukan kemiringan energi di kantong lumpur selama eksploitasi normal, maka digunakan rumus Strickler sebagai berikut: = / / (.10) Sehingga, In = ( / ) (.11) Jika debit normal pengambilan adalah Qn, maka: Qn = Vn An (.1) Dimana: V n = Kecepatan rata-rata selama ekspolitasi normal (m/detik) II-11

12 In = Kemiringan energi selama ekspolitasi normal BAB II-Tinjauan Pustaka Ks = Koefisien kekasaran Strickler (m 1/ /detik), (lihat Tabel) R n = Jari-jari hidrolis selama eksploitasi normal (m) Qn = Kebutuhan pengambilan rencana (m 3 /detik) An = Luas basah eksploitasi normal (m ) b. Kemiringan Energi Di Kantong Lumpur Selama Pembilasan (Ib) dengan Kolam Dalam Keadaan Kosong Untuk menentukan kemiringan energi selama pembilasan dengan kolam dalam keadaan kosong, maka digunakan rumus Strickler sebagai berikut: Vb = Ks Rb /3 Ib ½ Sehingga, I b = ( / ) (.13) Jika debit pembilasan adalah Q b, maka: Q b = V b A b (.14) Dimana: V b = Kecepatan rata-rata selama pembilasan (m/detik) I b = Kemiringan energi selama pembilasan Ks = Koefisien kekasaran Strickler (m 1/ /detik) Rb = Jari-jari hidrolis selama pembilasan (m) Q b = Debit untuk membilas (m 3 /detik) Qb = 1, Qn Ab = Luas basah selama pembilasan (m ) II-1

13 Tabel.1. Koefisien Kekasaran Strickler BAB II-Tinjauan Pustaka Jenis Saluran Harga Ks Sat. Pas. Batu 60 m 1/3 /det Pas. Beton 70 m 1/3 /det Pas. Tanah m 1/3 /det Ferrocemen 70 m 1/3 /det Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi-03 (1986) Untuk keperluan perhitungan pendahuluan, kecepatan rata-rata yang diperlukan selama pembilasan dapat diandaikan sebagai berikut: 1,0 m/detik untuk pasir halus 1,50 m/detik untuk pasir kasar,0 m/detik untuk kerikil dan pasir kasar Jika kecepatan selama pembilasan semakin tinggi, maka operasi pembilasan menjadi semakin cepat. Namun demikian agar pembilasan dapat dilakukan dengan baik, maka kecepatan aliran harus dijaga agar tetap subkritis atau Fr < 1. Fr = (.15) Dimana : v = Kecepatan aliran dalam kantong lumpur (m/detik) g = Percepatan gravitasi, g = 9,8 m/detik h = Tinggi endapan sedimen (m) Kecepatan aliran selama pembilasan dibuat sedemikian tinggi untuk dapat menggeser atau menggerakkan partikel-partikel yang mengendap. Namun demikian kecepatan haruslah di bawah kecepatan superkritis, karena kecepatan superkritis dapat mengurangi efektifitas proses pembilasan. II-13

14 Untuk bahan endapan pasir kasar dengan Ø 0,06 0,07 mm ditetapkan kecepatan aliran di kantong lumpur pada saat pembilasan adalah 1,50 m/detik. Kantong lumpur dipisah dua dengan sebuah dinding penguras untuk efisiensi pembilasan dan kontinuitas pemberian air selama masa pembilasan..4.. Kecepatan Endapan (Settling Velocity) Ps = 650 kg/m ³ Pw = 1000 kg/m ³ F.B = faktor bentuk = C a.b (F.B = 0.7 untuk pasir alamiah) c kecil ; a besar ; b sedang a tiga sumbu yang saling tegak lurus Red = butir bilangan Reynolds = w.do/u Red = 1000 F.B=0.3 F.B=0.7 F.B=0.9 F.B= diameter ayak do dalam mm Red = Red = 0.01 Red = 0.1 Red = 1 Red = 10 Red = t= Gambar.6. Grafik hubungan diameter saringan dan kecepatan endap air tenang Pada umumnya ada dua cara yang dapat ditempuh dalam menentukan kecepatan endapan, yaitu: mm/dt = 0.1 m/dt kecepatan endap w dalam mm/dt-m/dt a. Kecepatan endap (w) dapat di baca dari gambar.6. b. Percobaan tabung pengendap (settling tube experiment). II-14

15 Untuk menentukan kecepatan endap (w), biasanya berhubungan dengan keadaan suhu di Indonesia dipakai suhu rata-rata 0 0 C Pembilasan Kantong Lumpur Selain faktor pengendapan partikel, dalam perencanaan dimensi kantong lumpur juga harus pula dipertimbangkan faktor pembilasan, yaitu pembersihan atau pembuangan endapan sedimen dari tampungan kantong. Jarak waktu atau interval pembilasan kantong lumpur tergantung pada eksploitasi jaringan irigasi. Banyaknya sedimen yang diendapkan, luas tampungan dan tersedianya debit air sungai yang dibutuhkan untuk pembilasan. Untuk tujuan-tujuan perencanaan biasanya diambil interval 1 (satu) atau (dua) minggu. Cara pembilasan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pembilasan secara hidrolis dan secara manual/mekanis. Pembilasan secara hidrolis lebih praktis dan ekonomis dibandingkan cara manual/mekanis. Cara manual/mekanis dipakai jika secara hidrolis tidak mungkin dilakukan. 1. Pembilasan Secara Hidrolis Pembilasan secara hidrolis membutuhkan kemiringan energi (beda tinggi muka air) dan debit yang memadai pada kantong guna menggerus atau menggelontor sedimen yang terendap. Kemiringan dasar kantong dan debit pembilasan hendaknya didasarkan pada besarnya tegangan geser yang diperlukan yang akan dipakai untuk menggerus sedimen yang terendap. Tegangan geser yang diperlihatkan tergantung pada tipe sedimen yang bisa berupa: a. Pasir lepas Dalam hal ini parameter yang terpenting adalah ukuran butiran sedimen. b. Partikel-partikel pasir, lanau dan lempung dengan kohesi tertentu. II-15

16 Jika bahan yang mengendap terdiri dari pasir lepas, maka untuk menentukan besarnya tegangan geser yang diperlukan dapat dipakai grafik Shield (lihat Gambar.7) BERGERAK cr :d cr = 800d d > U.cr :: d u.cr = g ( U C ) dalam m/dt U.cr SHIELDS cr TIDAK BERGERAK cr dalam N/m Ps =.650 kg/m d dalammilimeter Gambar.7. Tegangan geser kritis dan kecepatan geser kritis sebagai fungsi ukuran butiran untuk s = 650 kg/m 3 (pasir). Pembilasan Secara Manual/Mekanis Pembersihan kantong secara menyeluruh jarang dipakai secara manual. Dalam hal-hal tertentu, pembersihan manual dilakukan disamping pembilasan secara hidrolis terhadap bahan-bahan kohesif atau bahan-bahan yang sangat kasar. Pembersihan secara mekanis jarang dilakukan karena alat-alat yang digunakan relatif mahal, seperti mesin pengeruk, pompa pasir, backhoe dan sebagainya. II-16

17 Volume tampungan bergantung banyaknya sedimen (sedimen dasar maupun sedimen layang) yang akan tiba hingga saat pembilasan. Gambar.8. Potongan melintang dan potongan memanjang kantong lumpur yang menunjukkan metode pembuatan tampungan.4.4. Pengontrolan Terhadap Berfungsinya Kantong Lumpur Dalam perencanaan dimensi kantong lumpur harus mencakup pengontrolan terhadap efisiensi pengendapan dan efisiensi pembilasan. a. Efisiensi Pengendapan Pengontrolan terhadap efisiensi pengendapan perlu dilakukan untuk dua keadaaan yaitu: 1) Pengontrolan terhadap pengaruh proses pengendapan partikel-partikel dengan kecepatan endap yang berbeda-beda dari kecepatan endap II-17

18 partikel rencana. Untuk keadaan ini dapat dikontrol dengan grafik pembuangan sedimen dari Camp (lihat Gambar 1). Grafik ini memberikan efisiensi sebagai fungsi dari dua parameter. Kedua parameter tersebut adalah Dimana: dan (.16) w = Kecepatan endap partikel-partikel yang ukurannya di luar ukuran partikel yang direncana (m/detik) w 0 = Kecepatan endap rencana (m/detik) V 0 = Kecepatan rata-rata aliran dalam kantong lumpur (m/detik) Dari dari diagram Camp (lihat Gambar.9) efisiensi kantong lumpur untuk berbagai diameter sedimen dapat ditentukan. = Maka, w = (.17) Dimana: w = Kecepatan endap rencana (m/detik) h n = Kedalaman air rencana (m) v n = Kecepatan aliran (m/detik) L = Panjang saluran (m) II-18

19 b.efisiensi sedimentasi partikel-patikel individual untuk aliran turbulensi W Wo efisiensi W/vo Gambar.9. Grafik pembilasan sedimen Camp ) Pengontrolan terhadap pengaruh turbulensi dari air Turbulensi disebabkan oleh tidak tepatnya kecepatan air pada suatu titik aliran. Sedangkan derajat turbulensi merupakan fluktuasi kecepatan terhadap kecepatan rata-rata. Untuk aliran lamier, derajat turbulensi ini sangat kecil bahkan dapat diabaikan. Derajat turbulensi sangat mempengaruhi keadaan suspensi material yang ada dalam kantong lumpur (lihat Gambar.9). Shinohara Tsubaki telah meyelidiki dan memberikan kriteria bahwa material akan tetap dalam keadaan suspensi penuh, jika: > (.18) Dimana: v * = Kecepatan geser (m/detik), v * = (ghi) 0,5 g = Percepatan gravitasi), g = 9,8 m/detik II-19

20 h = Kedalaman air (m) BAB II-Tinjauan Pustaka I = Kemiringan energy w = Kecepatan endap sedimen (m/detik) Untuk keadaan ini sebaiknya dicek untuk dua kondisi yang berbeda, yaitu: Untuk kondisi kantong lumpur dalam keadaaan kosong Untuk kondisi kantong lumpur dalam keadaaan penuh. b. Efisiensi Pembilasan Efisiensi pembilasan tergantung pada dua hal, yaitu: 1) Terbentuknya gaya geser yang memadai pada permukaan sedimen yang telah mengendap. Untuk keadaan ini di cek dengan grafik Shield (lihat Gambar.7). Material bergerak bila τ 0 > τ cr τ0 = ρw g Rb Ib (.19) Dimana: τ0 = Tegangan geser dasar (N/m ) ρw = Kerapatan jenis air, ρw = 1000 kg/m 3 g = Percepatan gravitasi, g = 9,8 m/detik Rb = Jari-jari hidrolis selama pembilasan (m) Ib = Kemiringan energi selama pembilasan ) Kecepatan yang cukup untuk menjaga agar bahan tetap dalam keadaan suspensi sesudah pembilasan. Untuk keadaan ini dapat dicek dengan kriteria dari Shinohara Tsubaki. II-0

21 .5. Saluran Induk Pembawa BAB II-Tinjauan Pustaka Untuk membatasi biaya pelaksanaan bangunan pembawa subkritis, kecepatan aliran di bangunan tersebut dibuat lebih besar daripada kecepatan di ruas saluran hulu maupun hilir. Untuk menghindari terjadinya gelombang-gelombang tegak di permukaan air dan untuk mencegah agar aliran tidak menjadi kritis akibat berkurangnya kekasaran saluran atau gradien hidrolis yang lebih curam maka bilangan Froude dari aliran yang dipercepat tidak boleh lebih dari 0,5. Dengan istilah lain, = 0,5 (.0) ( ) Dimana : Fr = bilangan Froude va = kecepatan rata rata dalam bangunan, m/dt g = percepatan gravitasi, m/dt3 ( 9,8) A = luas aliran, m B = lebar permukaan air terbuka, m Kecepatan aliran rata rata di saluran pembawa terbuka dapat dihitung dengan persamaan Strickler/ Manning. Pengaliran dalam saluran dapat diperbedakan : Pengaliran dalam saluran terbuka Pengaliran dalam saluran tertutup Pengaliran dalam saluran, baik terbuka maupun tertutup, gerak air akan menurut hukum-hukum hidrolika, hanya karena beberapa keadaan akan terdapat perbedaanperbedaan dengan gerak yang harus ada pada air yang ideal (sempurna). II-1

22 Kita telah mempelajari pengaliran pada lobang, pada pelimpahan dan sebagainya, dan selalu memperumpamakan, bahwa air itu sempurna (ideal), akan tetapi untuk mempelajari pengaliran dalam saluran atau pipa, kita harus memperhitungkan dengan kenyalnya (viscositeit) air dan tentunya dengan sifat-sifat karenanya. Pengalaman menunjukkan pada kita, bahwa ada pengaliran dalam saluran atau pipa sangat dipengaruhi oleh tahanan dari dinding-dinding. Selanjutnya tahanan itu ada hubungannya dengan kecepatan jalannya air, dengan luasnya bidang yang bergeseran dengan air yang bergerak, dan juga temperaturnya zat cair dapat mempengaruhi gerak air. 1. Pada pengaliran saluran terbuka Permukaan air mengalir bebas : tekanan dipermukaan air adalah tekanan udara yang arahnya tegak terhadap muka air. Dibawah dan disisi-sisi dibatasi dengan bidang-bidang dinding, dimana pengaliran air mengalami geseran-geseran, sedang sisi bagian atas yang tidak dibatasi oleh dinding geseran-geseran dengan udara dapat kita hapuskan. Karena geseran-geseran itu maka kecepatan aliran pada tiap-tiap titik tidak akan sama (lihat gambar), karena itu kita suka mengambil untuk memudahkan perhitungan, kecepatan rata-rata. Demikian pula pengaliran dalam pipa jika tidak terisi penuh, karena bagian atas tidak dibatasi oleh bidang dinding, dengan udara dapat kita hapuskan.. Pengaliran dalam saluran tertutup, Misalnya pengaliran dalam pipa, air yang mengalir didalamnya dibatasi oleh bidang-bindang dinding dan jika pipa itu terisi penuh air, maka geserangeseran dan tekanan terhadap dinding akan sama besarnya. Kecepatan aliran dari zat cair yang berbatasan dengan dinding akan kecil, karena geseran- II-

23 geseran tersebut diatas dan akan bertambah cepat bilamana zat cair itu letaknya lebih jauh dari dinding. Jika pipa itu tidak terisi penuh, maka sifat-sifat pengalirannya akan sesuai dengan pengaliran dalam saluran terbuka Koefisien Pengaliran Dalam rumus v = C R i oleh beberapa sarjana dibuatnya rumus untuk mendapatkan harga C yang didasarkan atas pemeriksaan pada saluran dalam beberapa keadaan dinding, dan terdapat beberapa jenis rumus yang satu sama lain perbedaan bentuknya, misalnya : Ettelwein mengambil C = 50,9, rumusnya menjadi v = 50,9 R i. Rumus ini suka dipakai untuk menghitung ukuran saluran dari tanah sebagai perhitungan sementara. Akan tetapi besarnya koefisien ini tidak teliti, karena dinding-dinding saluran untuk beberapa keadaan mempunyai kekasaran yang berlainan, jadi juga harga koefisien geserannya tidak bisa diambil sama. Bazin mengambil C = 1 R yang mana harga-harga dan tergantung dari keadaan dinding. Koefisien tersebut diatas sekarang tidak suka dipakai lagi. Dalam pemeriksaan yang terakhir, tahun 1897, Bazin merubah koefisien C tersebut diatas menjadi C = 87 1 R Koefisien ini sekarang masih dipergunakan untuk menghitung ukuran saluran. Huruf adalah faktor dari kekasarannya dinding. II-3

24 Untuk lengkapnya dibawah ini dimuat harga dan dari rumus Bazin yang lama dan adalah faktor dari kekasarannya dinding. Untuk memudahkan perhitungan maka harga-harga C dalam rumus C = 87 1 R suka dibuat grafik atau daftar. Tabel. Tabel Koefisien Kekasaran dinding menurut rumus Bazin Keadaan dinding 1. Yang licin sekali (yang dipelester halus, kayu Harga 0, , ,06 yang diketam dsb). Yang licin (tembokan yang dipelester dsb) 0, , ,16 3. Yang kurang licin (tembokan, beton, dsb) 0,0004 0, ,46 4. Pakai batu kosong; dasar dan sisi-sisi - - 0,85 beraturan 4.a Dinding tanah yang terpelihara - - 1,00 5. Dinding tanah biasa (sungai, ditanah daftar 0,0008 0, ,30 dsb) 6. Dinding tanah kasar (banyak batu; ada - - 1,75 tanamannya dsb) Sumber : Modul Irigasi dan Bangunan Air Universittas Mercubuana (015) Ganguillet dan Kutter memberi harga C = 0, i 0, (3 ) i 1 n n R (.1) II-4

25 Harga n tergantung dari kekasarannya dinding. Kutter mendapatkan angka-angka harga n sebagai tercatat dalam daftar dibawah ini : Kutter mempermudah rumus diatas dengan C = 100 b R R (.) Tabel.3 Tabel Koefisien Kekasaran dinding menurut Rumus Manning Keadaan dinding n 1 n 1. Yang licin sekali (yang dipelester halus, kayu 0, yang di ketam dsb). Yang licin (tembokan yang dipelester dsb) 0, Yang kurang licin (tembokan, beton dsb) 0, Yang agak kasar (serongan batu kosong dsb) 0, Tanah biasa 0, Tanah yang serongannya ada tanamannya 0, Tanah yang tidak rata 0, , Tanah yang sama sekali tidak rata (banyak batubatu dsb) Sumber : Modul Irigasi dan Bangunan Air Universittas Mercubuana (015) Untuk dinding licin, misalnya besi, harga b = 0,0 sampai 0,7; Untuk perhitungan saluran air minum biasanya diambil b = 0,5. Untuk dinding beton atau tembokan b = 0,35 sampai 0,45; untuk perhitungan saluran pembuatan air kotor dari beton suka diambil b = 0,35. II-5

26 Rumus ini sering kali dipakai untuk membuat perhitungan saluran riool. Robert Manning membuat rumus = n 1 / / (.3) Rumus ini juga suka disebut Gauckler atau rumus Strikler. Strikler mengganti koefisien n 1 dengan huruf K dan rumus diatas ditulis v = K R /3 i 1/. Rumus itu di Indonesia suka disebut rumus Strikler walaupun sebenarnya kurang tepat. Koefisien K ada persamaannya dengan koefisien C dari rumus Chezy, yaitu; v = C RI = KR 3/ I 1/ = KR 1/6 RI atau c = K 6 R Rumus Strickler tersebut diatas seringkali dipakai. Rumus ini dapat dibuat persamaan logaritma jadi mudah dibuatnya grafik dan karena perhitungan ukuran-ukuran saluran dapat mudah dilakukan. Untuk memudahkan perhitungan dengan rumus ini telah ada beberapa bentuk grafik yang telah dibuat, antara lain sebagai tercantum dalam majalah Waterstaats-ingeneiur 1931 yang dibuat oleh Ir. Vweword Harga K dari rumus Strickler suka diambil untuk : 1. Saluran yang tak terpelihara K = 36 atau kurang. Pembuangan atau saluran tertiaire Pembuangan baru 43,50 4. Saluran dengan Q < 7,5 m /dt Pasangan batu atau saluran > 10 m 3 /dt Tembok batu kali atau betonan kasar Betonan atau tembokan yang dipelester Tembokan dan betonan yang dipelester halus 90 II-6

27 Dalam merencanakan suatu saluran pengairan atau pembuangan biasanya debit Q telah ditetapkan; lalu diambil harga V dan t dengan mengingat kekuatan tanah. Setelah itu diambil perbandingan b dan h dengan mengingat besarnya debit Q. Ditanah datar ukuran-ukuran saluran sering dipengaruhi oleh i yang tersedia. Sebagai perkiraan ukuran itu dapat diambil untuk : Q < 1 m 3 /dt b/h = 1 ½ - V = 0,3 0,5 m/dt Q = 1,5 m 3 /dt b/h = ½ - 4 V = 0,4 0,6 m/dt Q = 5-10 m 3 /dt b/h = 4 5 V = 0,5 0,7 m/dt Q = m 3 /dt b/h = 5 6a7 V= 0,6 0,85 m/dt Rumus yang sering dipakai untuk menghitung saluran ialah rumus Bazin V = C Ri dengan C = 87 1 R dan Strickler (Manning) V= KR / 3 i ½. Untuk perhitungan riool suka dipakai rumus Kutter V = C Ri pakai C = 100 b R R dengan b = 0,35 untuk beton...(.4) Penampang yang paling menguntungkan untuk h yang tetap ialah jika garis singgung merupakan segi-segi beraturan karena itu sudut = Jika miringnya tepi (serongan) saluran kita nyatakan dengan nh maka, F = (b + nh) h atau b = F h nh....(.5) O = b + h n h II-7

28 b + h 1 n atau : BAB II-Tinjauan Pustaka O = F h nh h 1 n (.6) Penampang yang menguntungkan guna saluran yang miringnya serongan ditentukan, ialah jika kita mendapat R terbesar. R = O F akan terdapat harga terbesar, jika O mempunyai harga terkecil (minimum). Juga dapat dikatakan : harga h, supaya O mendapat harga minimum, akan terdapat, bilamana : do dh 0 do = F h nh h 1 n Jadi : O = nh ( F h nh ) 1 n h 1 n nh ( F nh ) h 1 n - nh + nh = F = (b + nh) h - nh + h 1 n = bh + nh h 1 n = bh + nh h 1 n = b + nh II-8

29 h (- n + b 1 n ) = b atau = (- n + 1 n h BAB II-Tinjauan Pustaka )....(.7) Jika miringnya serongan diketahui, jadi juga harga n diketahui, maka perbandingan h b dapat dihitung Tinggi Jagaan Tinggi jagaan berguna untuk menaikkan muka air diatas tinggi muka air maksimum, mencegah kerusakan tanggul saluran, meninggikan muka air sampai diatas tinggi yang telah direncanakan bisa disebabkan oleh penutupan pintu tibatiba disebelah hilir, variasi ini kan bertambah dengan membesarnya debit. Meningginya muka air dapat pula diakibatkan oleh pengaliran air buangan ke dalam saluran. Tinggi jagaan minimum yang diberikan pada saluran primer dan sekunder dikaitkan dengan debit rencana saluran seperti yang diperlihatkan dalam tabel berikut. Tabel.4. Tabel tinggi jagaan minimum dilihat dari debit. Q (m 3 /det) Tinggi Jagaan (m) < 0, ,5-1, , ,0-10, ,0-15, > 15,0 1 II-9

30 Untuk tujuan-tujuan eksploitasi, pemeliharaan dan ekspensi akan diperlukan tanggul sepanjang saluran dengan lebar minimum seperti yang disajikan dalam tabel berikut: Tabel.5. Tabel lebar minimum tanggul sepanjang saluran Debit Rencana Tanpa jalan inspeksi Dengan jalan inspeksi (m3/det) (m) (m) Q < Q < < Q < Q Q > Jalan inspeksi terletak di tepi saluran di sisi yang diairi agar bangunan sadap dapat dicapai secara langsung dan usaha penyadapan liar makin sulit dilakukan. Lebar jalan inspeksi dengan perkerasan adalah 5,0 m atau lebih dengan lebar perkerasan sekurang-kurangnya 3 meter. II-30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangunan Utama Bangunan utama merupakan suatu bangunan yang direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan aliran air ke dalam jaringan irigasi agar dapat

Lebih terperinci

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Sungai Cisadane 4.1.1 Letak Geografis Sungai Cisadane yang berada di provinsi Banten secara geografis terletak antara 106 0 5 dan 106 0 9 Bujur Timur serta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged Cabang Teluknaga Kabupaten Tangerang. Pemilihan tempat penelitian ini

Lebih terperinci

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase Bab III HIDROLIKA Sub Kompetensi Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase 1 Analisis Hidraulika Perencanaan Hidraulika pada drainase perkotaan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan penguapan suhu tanaman akan relatif tetap terjaga. Daerah Irigasi di Sumatera Utara adalah Daerah Irigasi Sungai Ular.

BAB I PENDAHULUAN. dengan penguapan suhu tanaman akan relatif tetap terjaga. Daerah Irigasi di Sumatera Utara adalah Daerah Irigasi Sungai Ular. BAB I PENDAHULUAN I. Umum Air mempunyai arti yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah dalam usaha pertanian. Di samping sebagai alat transportasi zat makanan untuk pertumbuhan, air memegang peranan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HIDROLIS DAN STRUKTUR BENDUNG

BAB V ANALISIS HIDROLIS DAN STRUKTUR BENDUNG BAB V ANALISIS HIDROLIS DAN STRUKTUR BENDUNG 5.1 Uraian Umum 5.1.1 Latar Belakang Pembangunan Bendung Kaligending menjadi bendung permanen untuk melayani areal seluas 948 ha, dengan tinggi mercu m dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air mempunyai arti yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Air mempunyai arti yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah sebagai BAB I Bab I-Pendahuluan PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air mempunyai arti yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah sebagai sumber air baku yaitu air yang dapat berasal dari sumber air

Lebih terperinci

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum . Umum Pada saat memilih suatu bangunan air, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, baik dari segi kriteria tujuan, tinjauan hidraulika, adanya sedimentasi, ketersediaan material pembuatnya, maupun

Lebih terperinci

GALIH EKO PUTRA Dosen Pembimbing Ir. Abdullah Hidayat SA, MT

GALIH EKO PUTRA Dosen Pembimbing Ir. Abdullah Hidayat SA, MT PEMANFAATAN KEHILANGAN ENERGI PADA BANGUNAN TERJUN SEBAGAI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (studi kasus bangunan terjun (BT2 BT4) pada saluran primer Padi Pomahan, D.I Padi Pomahan, Desa Padi, Kecamatan

Lebih terperinci

EVALUASI KANTONG LUMPUR DI.AEK SIGEAON PADA BENDUNG AEK SIGEAON KABUPATEN TAPANULI UTARA PROPINSI SUMATERA UTARA

EVALUASI KANTONG LUMPUR DI.AEK SIGEAON PADA BENDUNG AEK SIGEAON KABUPATEN TAPANULI UTARA PROPINSI SUMATERA UTARA EVALUASI KANTONG LUMPUR DI.AEK SIGEAON PADA BENDUNG AEK SIGEAON KABUPATEN TAPANULI UTARA PROPINSI SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI Perencanaan Sistem Suplai Air Baku 4.1 PERENCANAAN SALURAN PIPA Perencanaan saluran pipa yang dimaksud adalah perencanaan pipa dari pertemuan Sungai Cibeet dengan Saluran

Lebih terperinci

BAB IV KRITERIA PERENCANAAN PLTM

BAB IV KRITERIA PERENCANAAN PLTM BAB IV KRITERIA PERENCANAAN PLTM 4.1. KRITERIA PERENCANAAN BANGUNAN AIR Dalam mendesain suatu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) diperlukan beberapa bangunan utama. Bangunan utama yang umumnya

Lebih terperinci

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY)

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY) VIII-1 BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY) 8.1. Tinjauan Umum Bangunan pelimpah berfungsi untuk mengalirkan air banjir yang masuk ke dalam embung agar tidak membahayakan keamanan tubuh embung.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL l HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK jl1 v v111 x xi xu BAB I PENDAHULUAN1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM PERENCANAAN BENDUNG. Perencanaan Hidrolis Bendung. Lebar dan Tinggi Bendung Lebar bendung adalah jarak antara kedua pangkal bendung (Abutment). Lebar bendung sebaiknya diambil sama dengan lebar rata-rata

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Sungai adalah suatu alur yang panjang diatas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan dan senantiasa tersentuh air serta terbentuk secara alamiah (Sosrodarsono,

Lebih terperinci

PERTEMUAN 7 A. Kompetensi Mahasiswa memahami proses perencanaan saluran irigasi dan menghitung kapasitas saluran irigasi.

PERTEMUAN 7 A. Kompetensi Mahasiswa memahami proses perencanaan saluran irigasi dan menghitung kapasitas saluran irigasi. PERTEMUAN 7 A. Kompetensi Mahasiswa memahami proses perencanaan saluran irigasi dan menghitung kapasitas saluran irigasi. B. Indikator Setelah selesai pembelajaran ini, mahasiswa mampu: Menghitung dimensi

Lebih terperinci

MODEL BANGUNAN PENDUKUNG PINTU AIR PAK TANI BERBAHAN JENIS KAYU DAN BAN SEBAGAI PINTU IRIGASI

MODEL BANGUNAN PENDUKUNG PINTU AIR PAK TANI BERBAHAN JENIS KAYU DAN BAN SEBAGAI PINTU IRIGASI MODEL BANGUNAN PENDUKUNG PINTU AIR PAK TANI BERBAHAN JENIS KAYU DAN BAN SEBAGAI PINTU IRIGASI TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan Memenuhi syarat untuk menempuh Colloquium Doctum/ Ujian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi Teknis Kriteria perencanaan jaringan irigasi teknis berisi instruksi standard dan prosedur bagi perencana dalam merencanakan irigasi teknis.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal 7 BAB III LANDASAN TEORI A. Gerusan Lokal Gerusan merupakan fenomena alam yang terjadi akibat erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau semakin

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG UNTUK DAERAH IRIGASI SULU

PERENCANAAN BENDUNG UNTUK DAERAH IRIGASI SULU PERENCANAAN BENDUNG UNTUK DAERAH IRIGASI SULU Vicky Richard Mangore E. M. Wuisan, L. Kawet, H. Tangkudung Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email: vicky_mangore@yahoo.com

Lebih terperinci

4.2.4 Pintu. Gambar Grafik Pembilasan Sedimen Camp Untuk Aliran Turbulen (Camp, 1945) BAB IV KRITERIA PERENCANAAN

4.2.4 Pintu. Gambar Grafik Pembilasan Sedimen Camp Untuk Aliran Turbulen (Camp, 1945) BAB IV KRITERIA PERENCANAAN Gambar 4. 16 Grafik Pembilasan Sedimen Camp Untuk Aliran Turbulen (Camp, 1945) Pintu diujung pembilas bawah akan tetap terbuka selama aliran air rendah pada musim kemarau, pintu pembilas ditutup agar air

Lebih terperinci

BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA

BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA 6.1 UMUM Bendung direncanakan untuk mengairi areal seluas 1.32700 ha direncanakan dalam 1 (satu) sistem jaringan irigasi dengan pintu pengambilan di bagian kiri bendung.

Lebih terperinci

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO 6309875 FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK 20 BAB I PENDAHULUAN.. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan

Lebih terperinci

I Putu Gustave Suryantara Pariartha

I Putu Gustave Suryantara Pariartha I Putu Gustave Suryantara Pariartha Open Channel Saluran terbuka Aliran dengan permukaan bebas Mengalir dibawah gaya gravitasi, dibawah tekanan udara atmosfir. - Mengalir karena adanya slope dasar saluran

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL

BAB IV ANALISA HASIL BAB IV ANALISA HASIL 4.1 Bendung Tipe bendung yang disarankan adalah bendung pelimpah pasangan batu dengan diplester halus. Bagian bendung yang harus diperlihatkan adalah mercu bendung, bangunan pembilas,

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana. BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Intensitas Curah Hujan Menurut Joesron (1987: IV-4), Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu. Analisa intensitas

Lebih terperinci

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang Kriteria Desain Kriteria Desain Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang Perancang diharapkan mampu menggunakan kriteria secara tepat dengan melihat kondisi sebenarnya dengan

Lebih terperinci

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 2006: 50-59 STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI Kustamar Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Peredam energi merupakan suatu bagian dari bangunan air yang berguna

Lebih terperinci

GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih

GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih BANGUNAN IRIGASI GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih DEFINISI GORONG-GORONG Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air (saluran irigasi atau pembuang)

Lebih terperinci

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU Sih Andayani 1, Arif Andri Prasetyo 2, Dwi Yunita 3, Soekrasno 4 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BED LOAD. 17-May-14. Transpor Sedimen

BED LOAD. 17-May-14. Transpor Sedimen 1 BED LOAD Transpor Sedimen Transpor Sedimen 2 Persamaan transpor sedimen yang ada di HEC-RAS Ackers and White (total load) Engelund and Hansen Laursen (total load) Meyer-Peter and Müller Beberapa persamaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Novie Rofiul Jamiah, 2013

DAFTAR ISI Novie Rofiul Jamiah, 2013 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Batasan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI

BAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI BAB V 5.1 DATA CURAH HUJAN MAKSIMUM Tabel 5.1 Data Hujan Harian Maksimum Sta Karanganyar Wanadadi Karangrejo Tugu AR Kr.Kobar Bukateja Serang No 27b 60 23 35 64 55 23a Thn (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No. 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pemeriksaan material dasar dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pasir Ynag digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 21 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya buturan tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin

Lebih terperinci

BAB X PEMBUATAN LENGKUNG ALIRAN DEBIT

BAB X PEMBUATAN LENGKUNG ALIRAN DEBIT BAB X PEMBUATAN LENGKUNG ALIRAN DEBIT 10.1 Deskripsi Singkat Lengkung aliran debit (Discharge Rating Curve), adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara tinggi muka air dan debit pada lokasi penampang

Lebih terperinci

BAB 1 KATA PENGANTAR

BAB 1 KATA PENGANTAR BAB 1 KATA PENGANTAR Sebagai negara agraria tidaklah heran jika pemerintah senantiasa memberikan perhatian serius pada pembangunan di sector pertanian. Dalam hal ini meningkatkan produksi pertanian guna

Lebih terperinci

Sub Kompetensi. Bab III HIDROLIKA. Analisis Hidraulika. Saluran. Aliran Permukaan Bebas. Aliran Permukaan Tertekan

Sub Kompetensi. Bab III HIDROLIKA. Analisis Hidraulika. Saluran. Aliran Permukaan Bebas. Aliran Permukaan Tertekan Bab III HIDROLIKA Sub Kompetensi Memberikan pengetauan tentang ubungan analisis idrolika dalam perencanaan drainase Analisis Hidraulika Perencanaan Hidrolika pada drainase perkotaan adala untuk menentukan

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN TEKNIS BANGUNAN PENANGKAP SEDIMEN PADA BENDUNG INGGE KABUATEN SARMI PAPUA ABSTRAK

STUDI PERENCANAAN TEKNIS BANGUNAN PENANGKAP SEDIMEN PADA BENDUNG INGGE KABUATEN SARMI PAPUA ABSTRAK STUDI PERENCANAAN TEKNIS BANGUNAN PENANGKAP SEDIMEN PADA BENDUNG INGGE KABUATEN SARMI PAPUA Agnes Tristania Sampe Arung NRP : 0821024 Pembimbing : Ir.Endang Ariani, Dipl. H.E. NIK : 210049 ABSTRAK Papua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bendung atau pelimpah adalah bangunan yang melintang sungai yang berfungsi untuk menaikkan elevasi muka air untuk keperluan irigasi, PLTA, dan air bersih dan keperluan

Lebih terperinci

Lengkung Aliran Debit (Discharge Rating Curve)

Lengkung Aliran Debit (Discharge Rating Curve) Lengkung Aliran Debit (Discharge Rating Curve) Lengkung aliran debit (Discharge Rating Curve) adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara tinggi muka air (TMA) dan debit pada lokasi penampang sungai

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Tujuan Lokasi proyek Analisis Curali Hujan Rata-rata Rerata Aljabar 12

1.1 Latar Belakang Tujuan Lokasi proyek Analisis Curali Hujan Rata-rata Rerata Aljabar 12 DAI TAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI v DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xii DAFTAR LAMPIRAN xiv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 2 1.2 Tujuan 2 1.3 Manfaat

Lebih terperinci

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN Amelia Ester Sembiring T. Mananoma, F. Halim, E. M. Wuisan Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email: ame910@gmail.com ABSTRAK Danau

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Saluran Terbuka Saluran terbuka adalah salah satu aliran yang mana tidak semua dinding saluran bergesekan dengan fluida yang mengalir, oleh karena itu terdapat ruang bebas dimana

Lebih terperinci

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Kondisi aliran dalam saluran terbuka yang rumit berdasarkan kenyataan bahwa kedudukan permukaan

Lebih terperinci

6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO

6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO 6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO 6.1 EVALUASI BENDUNG JUWERO Badan Bendung Juwero kondisinya masih baik. Pada bagian hilir bendung terjadi scouring. Pada umumnya bendung masih dapat difungsikan secara

Lebih terperinci

RC MODUL 1 TEKNIK IRIGASI

RC MODUL 1 TEKNIK IRIGASI RC14-1361 MODUL 1 TEKNIK IRIGASI PENDAHULUAN PENGERTIAN DAN MAKSUD IRIGASI Irigasi: Berasal dari istilah Irrigatie (Bhs. Belanda) atau Irrigation (Bahasa Inggris) diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-2 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

PERTEMUAN KE-2 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya PERTEMUAN KE-2 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Bangunan Ukur Debit Cypoletti Ambang lebar Flume tenggorok panjang BANGUNAN UKUR DEBIT Agar pengelolaan

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV KAJIAN DAN PEMBAHASAN 36 BAB IV KAJIAN DAN PEMBAHASAN A. DAERAH LAYANAN Daerah Irigasi Cipuspa memiliki area seluas 130 Ha, dengan sumber air irigasi berasal dari Sungai Cibeber yang melalui pintu Intake bendung Cipuspa. Jaringan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat penelitian Penelitian dilakukan di labolatorium hirolika pengairan jurusan teknik sipil fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

Cara Mengukur dan Menghitung Debit Saluran

Cara Mengukur dan Menghitung Debit Saluran Cara Mengukur dan Menghitung Debit Saluran Beberapa waktu lalu sudah dibahas mengenai cara menghitung debit rencana untuk kepentingan perencanaan saluran drainase. Hasil perhitungan debit rencana bukan

Lebih terperinci

ANALISIS SEDIMENTASI PADA SALURAN UTAMA BENDUNG JANGKOK Sedimentation Analysis of Jangkok Weir Main Canal

ANALISIS SEDIMENTASI PADA SALURAN UTAMA BENDUNG JANGKOK Sedimentation Analysis of Jangkok Weir Main Canal 08 Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 Vol. 3, No. : 08-14, September 016 ANALISIS SEDIMENTASI PADA SALURAN UTAMA BENDUNG JANGKOK Sedimentation Analysis of Jangkok Weir Main Canal I B. Giri Putra*, Yusron Saadi*,

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN OPERASI PINTU INTAKE EMBUNG SAMIRAN DENGAN UJI MODEL HIDROLIK. Dwi Kurniani *) Kirno **)

PENYELIDIKAN OPERASI PINTU INTAKE EMBUNG SAMIRAN DENGAN UJI MODEL HIDROLIK. Dwi Kurniani *) Kirno **) PENYELIDIKAN OPERASI PINTU INTAKE EMBUNG SAMIRAN DENGAN UJI MODEL HIDROLIK Dwi Kurniani *) Kirno **) Abstract A manual of intake gate operation for embung is an important tool it depends. One factor which

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), 2. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), 3. Pembangkit Listrik Tenaga Angin,

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), 2. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), 3. Pembangkit Listrik Tenaga Angin, BAB 2 LANDASAN TEORI Pusat listrik memiliki berbagai macam sumber tenaga, diantaranya adalah: 1. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), 2. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), 3. Pembangkit Listrik

Lebih terperinci

JARINGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

JARINGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Definisi Irigasi Irigasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring (Dalam Jaringan/Online) Edisi III, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA 7.1 UMUM Untuk dapat mengalirkan air dari bendung ke areal lahan irigasi maka diperlukan suatu jaringan utama yang terdiri dari saluran dan bangunan pelengkap di jaringan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhdadap

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Bangunan Pengatur Overflow Weir Side Weir PERENCANAAN HIDROLIS OVERFLOW WEIR Bangunan dapat digolongkan

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI

STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI Pudyono, IGN. Adipa dan Khoirul Azhar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong sawo No. 8 Surabaya. Tjia An Bing NRP

TUGAS AKHIR. Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong sawo No. 8 Surabaya. Tjia An Bing NRP TUGAS AKHIR Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong sawo No. 8 Surabaya Tjia An Bing NRP. 3109 100 112 Dosen Pembimbing : Mahendra Andiek M, ST.MT. Ir. Fifi Sofia Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH HUBUNGAN ANTAR PARAMETER HIDROLIS TERHADAP SIFAT ALIRAN MELEWATI PELIMPAH BULAT DAN SETENGAH LINGKARAN PADA SALURAN TERBUKA

KAJIAN PENGARUH HUBUNGAN ANTAR PARAMETER HIDROLIS TERHADAP SIFAT ALIRAN MELEWATI PELIMPAH BULAT DAN SETENGAH LINGKARAN PADA SALURAN TERBUKA KAJIAN PENGARUH HUBUNGAN ANTAR PARAMETER HIDROLIS TERHADAP SIFAT ALIRAN MELEWATI PELIMPAH BULAT DAN SETENGAH LINGKARAN PADA SALURAN TERBUKA Alex Binilang Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN IV.1 Menganalisa Hujan Rencana IV.1.1 Menghitung Curah Hujan Rata rata 1. Menghitung rata - rata curah hujan harian dengan metode aritmatik. Dalam studi ini dipakai data

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

DESAIN BANGUNAN IRIGASI

DESAIN BANGUNAN IRIGASI DESAIN BANGUNAN IRIGASI 1. JENIS JENIS BANGUNAN IRIGASI Keberadaan bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai

Lebih terperinci

Persamaan Chezy. Pada aliran turbulen gaya gesek sebanding dengan kuadrat kecepatan. Persamaan Chezy, dengan C dikenal sebagai C Chezy

Persamaan Chezy. Pada aliran turbulen gaya gesek sebanding dengan kuadrat kecepatan. Persamaan Chezy, dengan C dikenal sebagai C Chezy Saluran Terbuka Persamaan Manning Persamaan yang paling umum digunakan untuk menganalisis aliran air dalam saluran terbuka. Persamaan empiris untuk mensimulasikan aliran air dalam saluran dimana air terbuka

Lebih terperinci

Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya

Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (013) 1-6 1 Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya Tjia An Bing, Mahendra Andiek M, Fifi Sofia Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

FAKULTAS TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG LAPORAN PENELITIAN PENGGERUSAN DI HILIR BENDUNG DENGAN MERCU TYPE VLUGTER PENELITI / TIM PENELITI Ketua : Ir.Maria Christine Sutandi.,MSc 210010-0419125901 Anggota : Ir.KanjaliaTjandrapuspa T.,MT 21008-0424084901

Lebih terperinci

PROPOSAL. Strategi Pemanfaatan (Canal) Pampang Sebagai Transportasi air (Water Way) dan wisata Di Kota Makassar Sul-Sel OLEH : ALIMIN GECONG

PROPOSAL. Strategi Pemanfaatan (Canal) Pampang Sebagai Transportasi air (Water Way) dan wisata Di Kota Makassar Sul-Sel OLEH : ALIMIN GECONG PROPOSAL Strategi Pemanfaatan (Canal) Pampang Sebagai Transportasi air (Water Way) dan wisata Di Kota Makassar Sul-Sel OLEH : ALIMIN GECONG PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014 A.- Latar

Lebih terperinci

PENGARUH SEDIMENTASI TERHADAP SALURAN PEMBAWA PADA PLTMH

PENGARUH SEDIMENTASI TERHADAP SALURAN PEMBAWA PADA PLTMH PENGARUH SEDIMENTASI TERHADAP SALURAN PEMBAWA PADA PLTMH Irma Wirantina Kustanrika, S.T, M.T Jurusan Teknik Sipil, Sekolah Tinggi Teknik PLN irma_wirantina@yahoo.com ABSTRAK Saat ini perkembangan Pembangkit

Lebih terperinci

BAB VI PERENCANAAN CHECK DAM

BAB VI PERENCANAAN CHECK DAM VI- BAB VI PERENCANAAN CHECK DAM 6.. Latar Belakang Perencanaan pembangunan check dam dimulai dari STA. yang terletak di Desa Wonorejo, dan dilanjutkan dengan STA berikutnya. Dalam perencanaan ini, penulis

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhadap perbedaan

Lebih terperinci

2015 ANALISIS SEDIMEN DASAR (BED LOAD) DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA PADA SUNGAI CIKAPUNDUNG BANDUNG, JAWA BARAT INDONESIA

2015 ANALISIS SEDIMEN DASAR (BED LOAD) DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA PADA SUNGAI CIKAPUNDUNG BANDUNG, JAWA BARAT INDONESIA DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Identifikasi

Lebih terperinci

ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN

ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN R.A Dita Nurjanah Jurusan TeknikSipil, UniversitasSriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan)

Lebih terperinci

IRIGASI AIR. Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

IRIGASI AIR. Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2013 PENGERTIAN TENTANG IRIGASI Sejak ratusan tahun lalu atau bahkan ribuan

Lebih terperinci

NUR EFENDI NIM: PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN KABUPATEN ROKAN HULU RIAU/2016

NUR EFENDI NIM: PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN KABUPATEN ROKAN HULU RIAU/2016 ARTIKEL ILMIAH STUDI EXPERIMEN DISTRIBUSI KECEPATAN PADA SALURAN MENIKUNG DI SUNGAI BATANG LUBUH Disusun Oleh : NUR EFENDI NIM: 1110 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN

Lebih terperinci

PENGARUH ENDAPAN DI UDIK BENDUNG TERHADAP KAPASITAS ALIRAN DENGAN MODEL 2 DIMENSI

PENGARUH ENDAPAN DI UDIK BENDUNG TERHADAP KAPASITAS ALIRAN DENGAN MODEL 2 DIMENSI PENGARUH ENDAPAN DI UDIK BENDUNG TERHADAP KAPASITAS ALIRAN DENGAN MODEL 2 DIMENSI Wilman Noviandi NRP : 0021033 Pembimbing Utama: Endang Ariani, Ir.,Dipl.HE Pembimbing Pendamping : Robby Yussac Tallar,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA

BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA 5.1. TINJAUAN UMUM Analisis hidrolika bertujuan untuk mengetahui kemampuan penampang dalam menampung debit rencana. Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab II,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai untuk meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran sungai bisa bisa disadap dan

Lebih terperinci

KAJIAN PERILAKU ALIRAN MELALUI ALAT UKUR DEBIT MERCU BULAT TERHADAP TINGGI MUKA AIR

KAJIAN PERILAKU ALIRAN MELALUI ALAT UKUR DEBIT MERCU BULAT TERHADAP TINGGI MUKA AIR KAJIAN PERILAKU ALIRAN MELALUI ALAT UKUR DEBIT MERCU BULAT TERHADAP TINGGI MUKA AIR Abstrak Risman 1) Warsiti 1) Mawardi 1) Martono 1) Lilik Satriyadi 1) 1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik

Lebih terperinci

Gambar 2.1.Komponen Drainase Sistem Polder yang Ideal

Gambar 2.1.Komponen Drainase Sistem Polder yang Ideal DRAINASE POLDER Drainase sistem polder berfungsi untuk mengatasi banjir yang diakibatkan genangan yang ditimbulkan oleh besarnya kapasitas air yang masuk ke suatu daerah melebihi kapasitas keluar dari

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM)

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) M. Kabir Ihsan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh email: ikhsankb@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Daerah penelitian merupakan daerah yang memiliki karakteristik tanah yang mudah meloloskan air. Berdasarkan hasil borring dari Balai Wilayah

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI Pribadi Maulana NRP : 0121113 Pembimbing : Maria Christine S.,Ir. M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bendung Bendung adalah salah satu bangunan air yang berfungsi meninggikan muka air. Menurut Kriteria Perencanaan Standar Irigasi KP 01, Bendung (weir) dipakai untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Mikrohidro dibangun berdasarkan kenyataan bahwa adanya air yang mengalir di suatu daerah dengan kapasitas dan ketinggian yang memadai.

Lebih terperinci

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK STUDI PERENCANAAN TEKNIS BENDUNG DI SUNGAI INGGE DAERAH IRIGASI BONGGO KABUATEN SARMI PAPUA Stenly Mesak Rumetna NRP : 0721017 Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : 210049 ABSTRAK Daerah Irigasi

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN 5.1 Tinjauan Umum Sistem infrastruktur merupakan pendukung fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur

Lebih terperinci

KAJIAN PERILAKU DEBIT ALAT UKUR AMBANG LEBAR TERHADAP PROFIL ALIRAN

KAJIAN PERILAKU DEBIT ALAT UKUR AMBANG LEBAR TERHADAP PROFIL ALIRAN KAJIAN PERILAKU DEBIT ALAT UKUR AMBANG LEBAR TERHADAP PROFIL ALIRAN Risman ¹), Warsiti ¹), Mawardi ¹), Martono ¹), Liliek Satriyadi ¹) ¹) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang Jl.

Lebih terperinci

DISAIN SALURAN IRIGASI. E f f e n d y Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Sriwijaya Jln. Srijaya Negara Bukit Besar Palembang 30139

DISAIN SALURAN IRIGASI. E f f e n d y Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Sriwijaya Jln. Srijaya Negara Bukit Besar Palembang 30139 PILAR Jurnal Teknik Sipil, Volume 7, No., September 01 ISSN: 1907-6975 DISAIN SALURAN IRIGASI E f f e n d y Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Sriwijaya Jln. Srijaya Negara Bukit Besar

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Menurut Maryono (2007) disebutkan bahwa sungai memiliki aliran yang kompleks untuk diprediksi, tetapi dengan pengamatan dan penelitian jangka waktu yang panjang, sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bendung Kaligending terletak melintang di Sungai Luk Ulo, dimana sungai ini merupakan salah satu sungai yang cukup besar potensinya dan perlu dikembangkan untuk dimanfaatkan

Lebih terperinci

Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa

Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa Konstruksi dan Bangunan Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 360/KPTS/M/2004 Tanggal : 1 Oktober 2004 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Hidraulika Terapan. Energi di saluran terbuka

Hidraulika Terapan. Energi di saluran terbuka Hidraulika Terapan Energi di saluran terbuka oleh Ir. Djoko Luknanto, M.Sc., Ph.D. Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Djoko Luknanto 10/15/015 1 Konsep energi pada titik

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 17 BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal dan segala referensi yang mendukung guna kebutuhan penelitian. Sumber yang diambil adalah sumber yang berkaitan

Lebih terperinci

LAMPIRAN B BATASAN TEKNIS

LAMPIRAN B BATASAN TEKNIS LAMPIRAN B BATASAN TEKNIS UNTUK PLTM...... X... MW PROVINSI... LAMPIRAN B BATASAN TEKNIS DAFTAR ISI 1. Definisi 2. Ketersediaan Debit Sungai 3. Batasan Bangunan Sipil 4. Kapasitas Desain dan Produksi Energi

Lebih terperinci

HIDROLIKA SALURAN TERTUTUP -CULVERT- SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA TEKNIK PENGAIRAN

HIDROLIKA SALURAN TERTUTUP -CULVERT- SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA TEKNIK PENGAIRAN HIDROLIKA SALURAN TERTUTUP -CULVERT- SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA TEKNIK PENGAIRAN UMUM Culvert/ gorong-gorong adalah sebuah conduit yang diletakkan di bawah sebuah timbunan, seperti misalnya timbunan

Lebih terperinci