BAB IV KRITERIA PERENCANAAN PLTM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV KRITERIA PERENCANAAN PLTM"

Transkripsi

1 BAB IV KRITERIA PERENCANAAN PLTM 4.1. KRITERIA PERENCANAAN BANGUNAN AIR Dalam mendesain suatu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) diperlukan beberapa bangunan utama. Bangunan utama yang umumnya dipakai adalah bendung, kolam olak, intake, pembilas, kantong lumpur, saluran penghantar, kolam penenang, pipa pesat, turbin, dan saluran pembuang (Tail Race). Uraian mengenai bangunan air yang didesain tersebut adalah sebagai berikut : Bendung Perencanaan hidrolis bendung meliputi kriteria hidrolis dari bagian-bagian bendung itu sendiri, yaitu meliputi : 1. Perencanaan Mercu Bendung Perhitungan untuk menentukan mercu bendung dan muka air rencana dilakukan dengan menggunakan persamaan tinggi energi-debit untuk bendung ambang pendek dengan pengontrol segi empat, yaitu : Q = C d 2/3 2 / 3gBeH...(4.1.) Q = debit rencana, m 3 /detik C d = koefisien debit (C 0 x C 1 ) Be = lebar efektif bendung, m H 1 = tinggi energi hulu, m Koefisien debit C d adalah hasil dari : C 0 yang merupakan fungsi H 1 /r (Gambar 4.1) C 1 yang merupakan fungsi p/h 1 (Gambar 4.2) 15 1 Harga-harga C 0 pada gambar 4.1 valid apabila mercu bendung tinggi di atas dasar rata-rata alur pengarah (p/h 1 sekitar 1,5). Utuk harga-harga p/h 1 yang kurang dari 1,5, maka gambar 4.1 dapat di pakai untuk menentukan faktor pengurangan C 1. Tekanan pada mercu adalah fungsi perbandingan antara H 1 dan r(h 1 /r) (Gambar 4.3). Untuk menghindari bahaya kavitasi lokal, tekanan minimum pada mercu bendung harus dibatasi sampai -1 m tekanan air jika mercu terbuat dari pasangan batu. Jari-jari mercu bendung pasangan batu akan berkisar antara 0,3 sampai 0,7 kali H 1 maks. BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 1

2 Gambar 4.1. Harga-harga Koefisien C 0 Untuk Bendung Gambar Bulat Sebagai Fungsi Perbandingan H 1 /r Gambar 4.2. Koefisien C 1 Sebagai Fungsi Perbandingan p/h 1 Gambar 4.3. Tekanan Pada Mercu Bendung Bulat Sebagai Fungsi Perbandingan H 1 /r BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 2

3 2. Lebar Bendung Lebar bendung, yaitu jarak antara pangkal-pangkalnya, diambil sama dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil. Lebar efektif mercu (Be) dihubungkan dengan lebar mercu yang sebenarnya (B), yakni jarak antara pangkal-pangkal bendung, ditentukan dengan persamaan berikut : Be = B 2(nKp + Ka)H 1...(4.2.) B = lebar bersih bendung N = Jumlah pilar Kp = Koefisien kontraksi pilar Ka = Koefisien kontraksi pangkal bendung Harga-harga koefisien kontraksi diperoleh dari tabel 4.1. Tabel 4.1. Harga Koefisien Kontraksi URAIAN - Pilar berujung segi empat dengan sudut-sudut dibulatkan pada jari-jari yang hampir sama dengan 0,1 dari tebal pilar. - Pilar berujung bulat. - Pilar berujung runcing. URAIAN - Pangkal tembok segi empat dengan tembok hulu pada 90 0 ke arah aliran. - Pangkal tembok bulat dengan tembok hulu pada 90 0 ke arah aliran dengan 0,5 H1 > r > 0,15 H1. - Pangkal tembok bulat, dimana r > 0,5 H1 dan tembok hulu tidak lebih dari 45 0 ke arah aliran. Kp 0,02 0,01 0 Ka 0,20 0, Pangkal Bendung Pangkal-pangkal bendung (abutment) menghubungkan bendung dengan tanggultanggul sungai dan tanggul-tanggul banjir. Pangkal bendung harus mengarahkan aliran air dengan tenang di sepanjang permukaannya dan tidak menimbulkan turbulensi. Gambar 4.4 memberikan dimensi-dimensi yang dianjurkan untuk pangkal bendung dan peralihan (transisi). Elevasi pangkal bendung di sisi hulu bendung sebaiknya lebih tinggi daripada elevasi air (yang terbendung) selama terjadinya debit rencana. Tinggi jagaan (freeboard) yang harus diberikan adalah 0,75 m sampai 1,5 m, tergantung kepada kurva debit sungai di tempat itu. Untuk kurva yang landai 0,75 m akan cukup, BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 3

4 sedangkan untuk kurva yang curam akan diperlukan 1,5 m untuk memberikan tingkat keamanan yang sama. Gambar 4.4. Pangkal Bendung Kolam Olak Karena banjir diperkirakan akan mengangkut batu-batu bongkah, maka akan digunakan peredam energi tipe bak tenggelam (Bucket Type). Parameter-parameter dasar sebagaimana diberikan oleh USBR (Peterka, 1974) sulit untuk diterapkan bagi perencanaan bendung dengan tinggi energi rendah. Oleh sebab itu, parameterparameter dasar ini sebagai jari-jari bak, tinggi energi, dan kedalaman air telah dirombak kembali menjadi parameter-parameter tanpa dimensi dengan cara membaginya dengan kedalaman kritis : h c = 3 2 q...(4.3) g h c = kedalaman kritis, m g = percepatan gravitasi, m/det 2 Q q = Debit satuan, q = Be Jari-jari minimum bak yang diizinkan (R min ) diberikan pada gambar 4.5, dimana garis menerus adalah garis asli dari kriteria USBR. Dibawah ΔH/h c = 2,5 USBR tidak memberikan hasil-hasil percobaan. Sejauh ini penyelidikan dengan model yang dilakukan oleh IHE, ditunjukkan bahwa garis putus-putus menghasilkan kriteria yang bagus untuk jari-jari minimum bak yang diizinkan bagi bangunanbangunan dengan tinggi energi rendah ini. BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 4

5 Gambar 4.5. Jari-Jari Minimum Bak Tenggelam Gambar 4.6. Batas Minimum Tinggi Air Hilir Bangunan Pengambilan (Intake) Bangunan pengambilan untuk mengelakan air dari sungai dalam jumlah yang diinginkan dan bangunan berfungsi untuk mengurangi sebanyak mungkin bendabenda terapung dan fraksi-fraksi sedimen kasar yang masuk ke saluran penghantar. Pengambilan sebaiknya dibuat sedekat mungkin dengan pembilas dan as bendung. Selain itu, adalah penting untuk merencanakan dinding sayap dan dinding pengarah sedemikian rupa, sehingga turbulensi dapat sebanyak mungkin dihindari dan dialirkan menjadi mulus. BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 5

6 Gambar 4.7. Sketsa Pintu Pengambilan Kebutuhan pengambilan rencana untuk bangunan pengambilan sama dengan debit yang direncanakan untuk saluran penghantar, yaitu 1,2 Q rencana. Tetapi dengan adanya kantong lumpur, debit rencana pengambilan ditambah 20%. Sehingga debit rencana pengambilan adalah 1,2 x Q saluran. Dengan kecepatan masuk sebesar 1,0-2,0 m/det yang merupakan besaran perencanaan normal. Dimensi bangunan pengambilan dapat dengan rumus sebagai berikut : V = μ 2 g z...(4.4.) dan Q = v b a...(4.5.) v = kecepatan pengambilan rencana, m/dt µ = koefisien debit. Untuk bukaan dibawah permukaan air dengan kehilangan tinggi energi kecil = 0,85 g = percepatan gravitasi, m/dt 2 = 9,81 m/dt 2 z = kehilangan tinggi energi pada bukaan, m Q = debit, m 3 /dt b = lebar bukaan, m a = tinggi bukaan, m Bangunan Pembilas Kriteria bangunan pembilas adalah operasi pembilasan tidak boleh terganggu atau mendapat pengaruh negatif dari lubang pembilas dan kecepatan pembilasan tetap dijaga. BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 6

7 Agar aliran melalui pembilas bisa mulus, lebar total lubang pembilas termasuk pilar dibuat sama dengan lebar rata-rata kantong lumpur. Pintu bangunan pembilas dibuat kedap air dan mampu menahan tekanan air dari kedua sisi, dibuat dengan bagian depan tertutup. Oleh sebab itu, aliran pada pintu pembilas harus tidak tenggelam, keadaan ini selalu terjadi pada debit sungai dibawah Q 1/5. Penurunan kecepatan aliran akan berarti menurunnya kapasitas angkutan sedimen. Oleh karena itu kecepatan pembilasan di depan pintu tidak boleh berkurang. Bangunan pembilas direncanakan sebagai pembilas bawah dengan pertimbangan untuk mencegah masuknya angkutan sedimen dasar dan fraksi pasir ke dalam pengambilan. Mulut pembilas bawah ditempatkan di hulu pengambilan, dimana ujung pembilas membagi air menjadi dua lapisan, yaitu lapisan atas dan mengalir ke pengambilan dan lapisan bawah mengalir melalui saluran pembilas bawah lewat bendung. Pintu diujung pembilas bawah akan tetap terbuka selama aliran air rendah pada musim kemarau, pintu pembilas ditutup agar air tidak mengalir. Untuk membilas kandungan sedimen dan agar pintu tidak tersumbat, pintu tersebut akan dibuka setiap hari selama 1 jam. Lebar bersih bangunan pembilas (B sc ) adalah 0,6 x lebar total pengambilan. BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 7

8 Gambar 4.8. Grafik Pembilasan Sedimen Camp Untuk Aliran Turbulen (Camp, 1945) Bangunan Kantong Lumpur Untuk mencegah agar sedimen tidak mengendap di seluruh saluran penghantar, bagian awal dari saluran penghantar direncanakan untuk berfungsi sebagai kantong lumpur. Kantong lumpur merupakan pembesaran potongan melintang saluran sampai panjang tertentu untuk mengurangi kecepatan aliran dan memberi kesempatan kepada sedimen untuk mengendap. Untuk menampung endapan sedimen ini, dasar bagian saluran diperdalam atau diperlebar. Tampungan ini dibersihkan tiap jangka waktu tertentu dengan cara membilas sedimennya kembali ke sungai dengan aliran terkonsentrasi yang berkecepatan tinggi. 1. Ukuran Partikel Rencana Ukuran partikel rencana dapat dilihat pada tabel 4.2. sebagai berikut : Tabel 4.2. Ukuran Partikel Rencana Sedimen Diameter (mm) ,5 0,25 0,125 0,063 0,05 Kecepatan endap (m/det) 0,25 0,2 0,15 0,075 0,03 0,01 0,003 0,002 Sedangkan untuk melihat hubungan antara diameter endapan dengan kecepatan endap untuk air tenang dapat dilihat pada gambar 4.9. BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 8

9 Gambar 4.9. Hubungan Antara Diameter Ayak Dan Kecepatan Endap Untuk Air Tenang 2. Volume Kantong Lumpur Perhitungan volume kantong lumpur ini menggunakan rumusan : V = a.qn.t...(4.6.) a = Sedimen yang harus diendapkan Qn = Debit rencana 1.68 m 3 /det T = Periode pembilasan 1 bulan 3 Luas Permukaan Rata-rata Perhitungan untuk mengetahui luas permukaan rata-rata menggunakan rumusan : LB= Qn/w...(4.7.) Dengan persyaratan : L/B> 8...(4.8.) 4 Penentuan Kemiringan (i n ) Pada Saat Kantong Lumpur Hampir Penuh dan Kemiringan (i s ) Pada Saat Kantong Kosong/Pembilasan Kecepatan yang ditentukan sedimikian, sehingga dapat mencegah tumbuhnya vegetasi dan agar partikel-partikel yang lebih besar tidak langsung mengendap di BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 9

10 . hilir pengambilan. Koefisien kekasaran k s diambil untuk dasar dari pasangan batu. Penampang adalah berbentuk trapesium dengan kemiringan 1 : 1. 5 Efisiensi Kantong Lumpur Untuk mencek efisiensi kantong lumpur, digunakan grafik pembuangan sedimen dari Camp (Gambar 4.8.) yang memberikan efisiensi sebagai fungsi dari dua parameter. Kedua parameter itu adalah w/wo dan w/vo, dimana : w = kecepatan endapan partikel-partikel yang ukurannya di luar ukuran partikel yang direncanakan, m/det. w o = kecepatan endapan rencana, m/det. v o = kecepatan rata-rata aliran dalam kantong lumpur, m/det Saluran Penghantar Saluran penghantar ini terdiri dari dua bagian besar, yaitu: 1. Intake Bangunan pengambilan saluran penghantar dilengkapi dengan pintu untuk mencegah agar selama pembilasan air tidak mengalir kembali ke saluran penghantar dan mencegah masuknya air pembilas yang mengandung sedimen ke dalam saluran. Ambang intake di saluran penghatar = 0,1 m di atas muka kantong lumpur dalam keadaan penuh. 2. Saluran Saluran penghantar direncanakan sebagai saluran pasangan menggunakan pasangan batu kali. Aliran yang akan dilewatkan sebesar 120 % dari debit rencana. Saluran berbentuk trapesium dengan kemiringan talud 0.25 : 1. Perhitungan dimensi saluran menggunakan rumus Manning, yaitu : 1 2 / 3 V = R S...(4.9.) n Dan sesuai dengan hukum kekekalan massa, rumus diatas dikalikan dengan luas aliran menjadi persamaan aliran seragam : Q = A v = A 1 R 2/3 S...(4.10.) n Q = debit rencana saluran, m 3 /det V = kecepatan di saluran, m/det A = luas basah, m 2 R = jari-jari hidraulik, m BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 10

11 S = kemiringan saluran n = koefisien kekasaran Manning Untuk bentuk saluran trapesium, dimensinya ditentukan dengan rumus : A = (b + zy) y...(4.11.) P = b+2y z...(4.12.) R = P A...(4.13.) Kolam Penenang Bak penenang ditempatkan sebelum intake pipa pesat untuk memperoleh dan mengatur aliran yang stabil menuju pipa pesat. Kolam penenang direncanakan berbentuk segi empat. Dimensi kolam penenang ditentukan : B = 3b...(4.14) L = 2b...(4.15) B = lebar kolam penenang L = panjang kolam penenang b = lebar saluran penghantar Gambar 4.10 Penampang Kolam Penenang dan Intake ke Pipa Pesat Persamaan untuk menghitung kedalaman air di kolam penenang yang arah alirannya tegak lurus dengan arah aliran pipa pesat adalah : n = S + D...(4.16) S = 0.54 v D (4.17) BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 11

12 h = kedalaman air di kolam penenang S = kedalaman air di atas pipa pesat V = kecepatan aliran pipa pesat D = diameter pipa pesat Pipa Pesat Pipa pesat direncanakan terletak pada permukaan bertumpu pada pondasi dan pada belokan diperkuat dengan angker blok. Perhitungan meliputi dimensi pipa, kehilangan tinggi tekan, dan struktur pendukungnya. Diameter pipa pesat dihitung dengan persamaan yang hanya tergantung dari besarnya aliran (debit rencana) yang akan melewatinya, yaitu : D = 0,72 Q (4.18) Tabel pipa pesat dihitung menggunakan persamaan : t = (D+20)/400 (in)...(4.19) Untuk mengetahui stabilitas pondasi penstock dapat dibagi menjadi dua macam pondasi, yaitu pondasi tumpuan biasa dan pondasi angker blok Saluran Pembuang (Tail Race) Saluran pembuang direncanakan untuk menampung dan mengalirkan air yang keluar dari turbin kembali ke sungai. Oleh karena itu, dimensi saluran pembuang ditentukan oleh debit yang keluar dari turbin, yaitu debit rencana pembangkitan. Saluran pembuang direncanakan berbentuk segi empat diperkuat dengan pasangan batu. Persamaan hidraulik saluran segi empat : - Luas A = by...(4.20) - Keliling basah P = b + 2y...(4.21) - Jari-jari hidraulik R = A/P...(4.22) - Kecepatan v = (1/n)R 2/3 S 1/2...(4.23) - Debit Q = va...(4.24) Kehilangan Tinggi Tekan Pada bagian ini akan dibahas masalah kehilangan tinggi tekan atau kehilangan energi pada bangunan hidraulik PLTM, yang mencakup : - masukan intake - saringan intake - ambang intake - kantong pasir - sepanjang saluran pembawa BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 12

13 - bak penenang, akibat ekspansi tiba-tiba dan akibat saringan pipa pesat Adapun penjelasan dari masalah di atas adalah sebagai berikut : a. Kehilangan Energi Akibat Masukan Intake Kehilangan energi akibat masukan (Intake) mempergunakan rumus : v 2 a H f1 = K e...(4.25) 2g H f = kehilangan energi Ke = koefisien, tergantung atas bentuk masukan untuk Circulat Bell Mounth koefisien untuk masukannya berharga 0,10. v a = kecepatan masuk = 1,58 m/det g = percepatan gravitasi = 9,81 m/dt 2 b. Kehilangan Energi Akibat Saringan Kehilangan energi akibat saringan mempergunakan rumus : v 2 h f2 = c...(4.26) 2g c = β s b 4/3 sin δ...(4.27) hf = kehilangan energi v = kecepatan awal = 1,58 m/dt g = percepatan gravitasi = 9,81 m/dt 2 C = koefisien saringan jeruji β = koefisien baja = 2,42 untuk jeruji persegi dan 1,80 untuk jeruji bulat s = tebal jeruji = 0,01 m b = jarak antar jeruji = 0,05 m δ = inklinasi saringan (sudut kemiringan dari horisontal) = 82 0 c. Kehilangan Energi Akibat Ambang Ada 2 (dua) ambang dari intake sampai ke pipa pesat, yaitu : - ambang intake - ambang kantong lumpur Kehilangan energi akibat ambang dihitung dengan persamaan : Q = μ b(h-z) 2gz...(4.28) BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 13

14 Q = debit desain (m 3 /dt) µ = koefisien debit = 0.80 b = lebar ambang (m). h = tinggi air di atas ambang (m) z = kehilangan energi (m) g = percepatan gravitasi (m/dt 2 ) d. Kehilangan Di Kantong Pasir Kehilangan energi di kantong pasir mempergunakan rumus : h f4 = (V intake -V desand ) 2 /2g...(4.29) e. Kehilangan Energi Pada Saluran Pembawa Kehilangan energi pada saluran pembawa mempergunakan rumus : 2 2 n v L h f5 =...(4.30) 4 / 3 R h f = kehilangan energi (m) n = angka kekasaran Manning V = kecepatan pada kanal L = panjang kanal (m) R = jari-jari hidrolik. f. Kehilangan Energi Akibat Bak Penenang Kehilangan energi akibat bak penenang terjadi akibat adanya ekspansi tiba-tiba dan akibat saringan. Rumus yang dipergunakan untuk memperhitungkan pengaruh kedua hal tersebut adalah : - akibat ekspansi tiba-tiba v 2 h f6a = k...(4.31) 2.g dimana k adalah koefisien ekspansi sebesar 1 - akibat saringan v 2 h f6b = c...(4.32) 2.g dimana c adalah koefisien saringan bak penenang sebesar 0,25 BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 14

15 Analisis Stabilitas 1. Gaya-Gaya yang bekerja pada bangunan Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pengelak dan mempunyai arti penting dalam perencanaan adalah : - tekanan air, dalam dan luar - tekanan lumpur (sediment pressure) - gaya gempa - berat bangunan - reaksi pondasi a. Tekanan Air Rumus gaya tekan ke atas untuk bangunan yang didirikan pada pondasi batuan adalah (lihat Gambar 4.11) : W u = c γw [h 2 + ½ x (h 1 h 2 )] A...(4.33) c = proporsi luas dimana tekanan hidrostatik bekerja (c = 1, untuk semua tipe pondasi) γ w = berat jenis air, kn/m 3 h 2 = kedalaman air hilir, m x = proporsi tekanan (proportion of net head) h 1 = kedalaman air hulu, m A = luas dasar, m 2 W u = gaya tekan ke atas resultante, kn Tabel 4.3. Harga-Harga x Tipe pondasi batuan berlapis horizontal sedang, pejal (massive) baik, pejal X (proporsi tekanan) 1,00 0,67 0,50 BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 15

16 Gambar Gaya Angkat Untuk Bangunan Yang Dibangun Pada Pondasi Batuan Gaya tekan keatas untuk bangunan pada permukaan tanah dasar (subgrade) lebih rumit. Gaya angkat pada pondasi itu dapat ditemukan dengan membuat jaringan aliran (flownet), atau dengan asumsi-asumsi yang digunakan oleh Lane untuk teori angka rembesan (weighted creep theory). P x = H x - L x H L Δ...(4.34.) P x = gaya angkat pada x, kg/m 2 L = panjang total bidang kotak bendung dan tanah bawah, m. L x = jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x, m. H = beda tinggi energi, m. H x = tinggi energi di hulu bendung, m. dan di mana L dan L x adalah jarak relatif yang dihitung menurut cara Lane, bergantung kepada arah bidang tersebut. Bidang yang membentuk sudut 45 0 atau lebih terhadap bidang horisontal, dianggap vertikal. BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 16

17 Gambar Gaya Angkat Pada Pondasi Bendung b. Tekanan lumpur Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu bendung atau terhadap pintu dapat dihitung sebagai berikut : 2 γs h 1 sinϕ P s =...(4.35) sinϕ P s = gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang bekerja secara horizontal. γ s = berat lumpur, kn H = dalamnya lumpur, m ϕ = sudut gesekan dalam, derajat Beberapa andalan/asumsi dapat dibuat seperti berikut : BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 17

18 Γ 1 γ s = γ '...(4.36) s g γ s = berat volume kering tanah 16 kn/m 3 (1.600 kgf/m 3 ) Γ = berat volume butir = 2,65 Menghasilkan g s = 10 kn/m 3 (1000 kgf/m 3 ) Sudut gesekan dalam, yang bisa diandaikan 30% untuk kebanyakan hal menghasilkan : P s = 1,67 h 2...(4.37) c. Gaya Gempa Harga-harga gaya gempa diberikan dalam bagian Parameter Bangunan. Harga-harga tersebut didasarkan pada peta Indonesia yang menunjukkan berbagai daerah dan risiko. Faktor minimum yang akan dipertimbangkan adalah 0,1 g perapatan gravitasi sebagai harga percepatan. Faktor ini hendaknya dipertimbangkan dengan cara mengalikannya dengan massa bangunan sebagai gaya horisontal menuju ke arah yang paling tidak aman, yakni arah hilir. d. Berat Bangunan Berat bangunan bergantung kepada bahan yang dipakai untuk membuat bangunan itu. Untuk tujuan-tujuan perencanaan pendahuluan, boleh dipakai harga-harga berat volume dibawah ini : - pasangan batu 22 kn/m 3 (2.200 kgf/m 3 ) - beton tumbuk 23 kn/m 3 (2.300 kgf/m 3 ) - beton bertulang 24 kn/m 3 (2.400 kgf/m 3 ) Berat volume beton tumbuk bergantung kepada berat volume agregat serta ukuran maksimum kerikil yang digunakan. Untuk ukuran maksimum agregat 150 mm dengan berat volume 2,65 berat volumenya lebih dari 24 kn/m 3 (2400 kgf/m 3 ). e. Reaksi Pondasi Reaksi pondasi boleh diandalkan berbentuk trapesium dan tersebar secara linier. BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 18

19 Gambar Unsur-Unsur Persamaan Distribusi Tekanan Pada Pondasi - Tekanan vertikal pondasi adalah : ( W ) ( W ) e p = + m...(4.38) A I p = tekanan vertikal pondasi. (W) = keseluruhan gaya vertikal, termasuk tekanan ke atas, tetapi tidak termasuk reaksi pondasi. A = luas dasar, m 2 e = eksentrisitas pembebasan, atau jarak dari pusat gravitasi dasar (base) sampai titik potong resultante dengan dasar. I = momen kelembaman atau moment of inertia dasar di sekitar pusat gravitasi. m = jarak dari titik pusat luas dasar sampai ke titik dimana tekanan dikehendaki. Untuk dasar segi empat dengan panjang I dan lebar 1,0 m, I = L3/12 dan A = 1, rumus tadi menjadi : BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 19

20 P = ( W) L 12e 1 + m L...( 4.39) 2 Sedangkan tekanan vertikal pondasi pada ujung bangunan ditentukan dengan rumus : P = ( W ) L 6e 1 + L...( 4.40) Bila harga e dari Gambar 4.13 lebih besar dari 1/6 L, maka akan dihasilkan tekanan negatif pada ujung bangunan. Biasanya tarikan tidak diizinkan, yang memerlukan irisan yang mempunyai dasar segi empat sehingga resultante untuk semua kondisi pembebanan jatuh pada daerah inti. 2. Kebutuhan Stabilitas Ada tiga penyebab runtuhnya bangunan gravitasi, yaitu : 1. Gelincir (sliding), : - sepanjang sendi horisontal atau hampir horisontal diatas pondasi - sepanjang pondasi, atau - sepanjang kampuh horisontal atau hampir horisontal dalam pondasi. 2. Guling (overtuning) - di dalam bendung - pada dasar (base), atau - pada bidang di bawah dasar 3. Erosi bawah tanah (piping). a. Ketahanan terhadap gelincir Tangen q, sudut antara garis vertikal dan resultante semua gaya, termasuk gaya angkat, yang bekerja pada bendung di atas semua bidang horisontal, harus kurang dari koefisien gesekan yang diizinkan pada bidang tersebut. ( H) f = tanθ < ( V - U) S...(4.41) (H) = keseluruhan gaya horisontal yang bekerja pada bangunan, kn (V-U) = keseluruhan gaya vertikal (V) dikurangi gaya tekan ke atas yang bekerja pada bangunan, kn. θ = sudut resultante semua gaya terhadap garis vertikal, derajat. f = koefisien gesekan S = faktor keamanan Harga-harga perkiraan untuk koefisien gesekan f diberikan pada tabel 4.4. BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 20

21 Tabel 4.4. Harga-harga Perkiraan Untuk Koefisien Gesekan Bahan F Pasangan batu pada pasangan batu Batu keras berkualitas baik Kerikil Pasir Lempung Untuk bangunan-bangunan kecil seperti bangunan-bangunan yang dibicarakan di sini, dimana berkurangnya umur bangunan, kerusakan besar, dan terjadinya bencana besar belum dipertimbangkan. Harga-harga faktor keamanan (S) yang dapat diterima adalah 2,0 untuk kondisi pembebanan normal dan 1,25 untuk kondisi pembebanan ekstrem. Kondisi pembebanan ekstrem dapat dijelaskan sebagai berikut : - Tak ada aliran di atas mercu selama gempa, atau - Banjir rencana maksimum. Apabila, untuk bangunan-bangunan yang terbuat dari beton, harga yang aman untuk faktor gelincir yang hanya didasarkan pada gesekan saja ternyata terlampaui, maka bangunan bisa dianggap aman jika faktor keamanan dari rumus itu yang mencakup geser, sama dengan atau lebih besar dari harga-harga faktor keamanan yang sudah ditentukan. f ( V U ) ( H ) + ca...(4.42) S C = satuan kekuatan geser bahan, kn/m 2 A = luas dasar yang dipertimbangkan, m 2 Harga-harga faktor keamanan jika geser juga dicakup, sama dengan harga-harga yang hanya mencakup gesekan saja, yakni 2,0 untuk kondisi normal dan 1,25 untuk kondisi ekstrem. b. Guling Agar bangunan aman terhadap guling, maka resultante semua gaya yang bekerja pada bagian bangunan di atas bidang horisontal termasuk gaya angkat harus memotong bidang ini pada teras. Tidak boleh ada tarikan pada bidang irisan manapun. BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 21

22 Besarnya tegangan dalam bangunan dan pondasi harus tetap dipertahankan pada harga-harga maksimal yang dianjurkan. Tiap bagian bangunan diandaikan berdiri sendiri dan tidak mungkin ada distribusi gaya-gaya melalui momen lentur (bending moment). Oleh sebab itu, tebal lantai kolam olak dihitung sebagai berikut : Px W d x > S x...(4.43) γ d x = tebal lantai pada titik x, m P x = gaya angkat pada titik x, kg/m 2 W X = kedalaman air pada titik x, m γ = berat jenis bahan, kg/m 2 S = faktor keamanan (1,5 untuk kondisi normal dan 1,25 untuk kondisi ekstrem) Gambar Tebal Lantai Kolam Olak c. Stabilitas terhadap erosi bawah tanah (piping) Bangunan-bangunan yang harus mengatasi beda tinggi muka air hendaknya dicek stabilitasnya terhadap erosi bawah tanah dan bahaya runtuh akibat naiknya dasar galian (heave) atau rekahnya pangkal hilir bangunan. Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dicek dengan jalan membuat jaringan aliran/flownet dan dengan beberapa metoda empiris, seperti : - Metode Bligh - Metode Lane, atau - Metode Koshla Metode Lane, yang juga disebut metode angka rembesan Lane (weighted creep ratio method), adalah cara yang dianjurkan untuk mencek bangunan guna mengetahui adanya erosi bawah tanah. Metode ini memberikan hasil yang aman dan mudah BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 22

23 dipakai. Untuk bangunan-bangunan yang relatif kecil, metode-metode lain mungkin dapat memberikan hasil-hasil yang lebih baik, tetapi penggunaannya lebih sulit. Metode Lane diilustrasikan pada Gambar 4.15 dan memanfaatkan tabel. Metode ini membandingkan panjang jalur rembesan di bawah bangunan di sepanjang bidang bangunan tanah bawah dengan beda tinggi muka air antara kedua sisi bangunan. Gambar Metode Angka Rembesan Lane Disepanjang jalur perkolasi ini, kemiringan yang lebih curam dari 45 0 dianggap vertikal dan yang kurang dari 45 0 dianggap horisontal. Jalur vertikal dianggap memiliki daya tahan terhadap aliran 3 kali lebih kuat daripada jalur horisontal. Oleh karena itu, rumusnya adalah : ΣLv + 1/ 3ΣLH C L =...(4.44) H C L = Angka rembesan Lane (lihat tabel 4.5) ΣL V ΣL H H = jumlah panjang vertikal, m = jumlah panjang horisontal, m = beda tinggi muka air, m BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 23

24 Tabel 4.5. Harga-Harga Minimum Angka Rembesan Lane (C L ) JENIS TANAH Nilai C L Pasir sangat halus atau lanau Pasir halus Pasir kasar Pasir kasar Kerikil halus Kerikil sedang Kerikil kasar termasuk berangkal Bongkah dengan sedikit berangkal dan kerikil Lempung lunak Lempung sedang Lempung keras Lempung sangat keras 4.2. KAJIAN TURBIN Turbin merupakan bagian utama yang mengkonversi gerakan aliran air menjadi gerakan mekanis putaran (rotasi), yang kemudian akan diteruskan kepada generator yang akan menghasilkan tenaga listrik. 8,5 7,0 6,0 5,0 4,0 3,5 3,0 2,5 3,0 2,0 1,8 1, Jumlah Pemakaian Turbin Dalam merencanakan jumlah turbin yang akan dipasang pada sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro sangat tergantung pada kondisi beban pekerjaan dan biaya proyek. Kriteria yang sangat penting dalam penentuan jumlah pemakaian turbin ini adalah sebagai berikut : 1. Tipe jaringan, interkoneksi atau isolasi 2. Kurva beban harian 3. Optimasi daya yang dihasilkan 4. Tingkat keandalan yang diinginkan dan ketersediaan sumber tenaga alternatif 5. Perkiraan kebutuhan listrik 6. Kondisi dan posisi aliran air yang tersedia 7. Batasan teknik, seperti pengaturan kestabilan dan dimensi mesin. 8. Ketersediaan turbin yang memenuhi standar 9. Biaya pemasangan berikut pekerjaan sipil 10. Transportasi Secara umum, pengurangan jumlah pemakaian turbin akan mengurangi total biaya keseluruhan, sedangkan penambahan unit turbin akan meningkatkan kualitas dan BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 24

25 fleksibilitas serta mengoptimalkan energi yang dihasilkan sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro Pemilihan Jenis Turbin Pemilihan jenis turbin yang akan dipergunakan dalam suatu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro, ditentukan oleh beberapa kriteria, yaitu antara lain : 1. Karakteristik lokasi Kriteria lokasi ini menyangkut masalah desain aliran air yang tersedia pada lokasi yang dipilih. Dengan mengetahui jumlah pemakaian turbin, maka debit tiap-tiap turbin dapat dikalkulasi, yang pada akhirnya akan menentukan jenis turbin yang akan dipasang. 2. Tinggi jatuh (head) Tinggi jatuh (head) yang tersedia di lokasi sangat berperan penting dalam penentuan jenis turbin yang akan dipilih. Beberapa jenis turbin yang dapat diaplikasikan untuk keperluan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro berdasarkan ketinggian jatuh ini adalah sebagai berikut : - Head rendah (sampai 30 meter) Jika tinggi jatuh yang tersedia di lokasi kurang dari 30 meter, maka jenis turbin yang dapat dipergunakan adalah tipe Propeller, tipe Kaplan, tipe Bulb, tipe Axial dan tipe Francis. - Head medium (30 meter sampai dengan 150 meter) Sedangkan bila tinggi jatuh berkisar antara meter, maka jenis turbin yang mungkin dapat dipergunakan adalah tipe Axial, tipe Francis dan tipe Pelton. 3. Kecepatan spesifik dan rotasi. Kecepatan spesifik turbin merupakan faktor utama yang menentukan besarnya daya listrik yang dapat dihasilkan. Rumus yang digunakan untuk mencari harga kecepatan spesifik adalah : n N n s =...(4.45) 5/4 H Atau n Q n q =...(4.46) 3/4 H n s = kecepatan spesifik berdasarkan daya keluar n q = kecepatan spesifik berdasarkan laju aliran n = kecepatan putar turbin yang direncanakan (rpm) BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 25

26 N = daya turbin (HP) Q = laju aliran (m 3 /det) H = tinggi jatuh, head (m) Tabel berikut menunjukkan jenis turbin tertentu pada lingkup bilangan kecepatan spesifik tertentu. Tabel 4.6. Jenis-jenis Turbin Berdasarkan Putaran Spesifiknya NO JENIS TURBIN PUTARAN SPESIFIK (n s ) 1 Turbin Pelton 1 Nosel Turbin Pelton 2 Nosel Turbin Pelton 4 Nosel Turbin Francis kecepatan rendah Turbin Francis kecepatan menengah Turbin Francis kecepatan tinggi Turbin Francis kecepatan sangat tinggi Turbin Propeller dan Turbin Kaplan BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 26

Bab KRITERIA PERENCANAAN 4.1 PARAMETER BANGUNAN Tanah

Bab KRITERIA PERENCANAAN 4.1 PARAMETER BANGUNAN Tanah Bab 4 KRITERIA PERENCANAAN 4.1 PARAMETER BANGUNAN 4.1.1 Tanah Unified Soil Classification System diperkenalkan oleh US Soil Conservation Service (Dinas Konservasi Tanah di A.S). Sistem ini digunakan untuk

Lebih terperinci

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum . Umum Pada saat memilih suatu bangunan air, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, baik dari segi kriteria tujuan, tinjauan hidraulika, adanya sedimentasi, ketersediaan material pembuatnya, maupun

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM PERENCANAAN BENDUNG. Perencanaan Hidrolis Bendung. Lebar dan Tinggi Bendung Lebar bendung adalah jarak antara kedua pangkal bendung (Abutment). Lebar bendung sebaiknya diambil sama dengan lebar rata-rata

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL

BAB IV ANALISA HASIL BAB IV ANALISA HASIL 4.1 Bendung Tipe bendung yang disarankan adalah bendung pelimpah pasangan batu dengan diplester halus. Bagian bendung yang harus diperlihatkan adalah mercu bendung, bangunan pembilas,

Lebih terperinci

6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO

6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO 6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO 6.1 EVALUASI BENDUNG JUWERO Badan Bendung Juwero kondisinya masih baik. Pada bagian hilir bendung terjadi scouring. Pada umumnya bendung masih dapat difungsikan secara

Lebih terperinci

BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA

BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA 6.1 UMUM Bendung direncanakan untuk mengairi areal seluas 1.32700 ha direncanakan dalam 1 (satu) sistem jaringan irigasi dengan pintu pengambilan di bagian kiri bendung.

Lebih terperinci

BAB V STABILITAS BENDUNG

BAB V STABILITAS BENDUNG BAB V STABILITAS BENDUNG 5.1 Kriteria Perencanaan Stabilitas perlu dianalisis untuk mengetahui apakah konstruksi bangunan ini kuat atau tidak, agar diperoleh bendung yang benar-benar stabil, kokoh dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Bendung 1.1.1 Pengertian Bendung Bendung adalah bangunan melintang sungai yang berfungsi meninggikan muka air sungai agar bisa di sadap. Bendung merupakan salah satu dari bagian

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS 35 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS 4.1 Perencanaan Stabilitas Bendung 4.1.1 Perencanaan Tubuh Bendung Berdasarkan perhitungan elevasi dari Profil memanjang daerah irigasi maka di peroleh elevasi mercu

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Bangunan Pengatur Overflow Weir Side Weir PERENCANAAN HIDROLIS OVERFLOW WEIR Bangunan dapat digolongkan

Lebih terperinci

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU Sih Andayani 1, Arif Andri Prasetyo 2, Dwi Yunita 3, Soekrasno 4 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK STUDI PERENCANAAN TEKNIS BENDUNG DI SUNGAI INGGE DAERAH IRIGASI BONGGO KABUATEN SARMI PAPUA Stenly Mesak Rumetna NRP : 0721017 Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : 210049 ABSTRAK Daerah Irigasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan yang dikehendaki. Pada bendung gerak, elevasi muka air di hulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan yang dikehendaki. Pada bendung gerak, elevasi muka air di hulu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Uraian Teori 2.1.1 Pendahuluan Bendung gerak adalah jenis bendung yang tinggi pembendungannya dapat diubah sesuai dengan yang dikehendaki. Pada bendung gerak, elevasi muka air

Lebih terperinci

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Sungai Cisadane 4.1.1 Letak Geografis Sungai Cisadane yang berada di provinsi Banten secara geografis terletak antara 106 0 5 dan 106 0 9 Bujur Timur serta

Lebih terperinci

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI Perencanaan Sistem Suplai Air Baku 4.1 PERENCANAAN SALURAN PIPA Perencanaan saluran pipa yang dimaksud adalah perencanaan pipa dari pertemuan Sungai Cibeet dengan Saluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Mikrohidro dibangun berdasarkan kenyataan bahwa adanya air yang mengalir di suatu daerah dengan kapasitas dan ketinggian yang memadai.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. batu yang berfungsi untuk tanggul penahan longsor. Langkah perencanaan yang

BAB III LANDASAN TEORI. batu yang berfungsi untuk tanggul penahan longsor. Langkah perencanaan yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Talud Bronjong Perencanaan talud pada embung memanjang menggunakan bronjong. Bronjong adalah kawat yang dianyam dengan lubang segi enam, sebagai wadah batu yang berfungsi

Lebih terperinci

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET Bendung karet adalah bendung gerak yang terbuat dari tabung karet yang mengembang sebagai sarana operasi pembendungan air. Berdasarkan media pengisi tabung karet, ada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Daerah penelitian merupakan daerah yang memiliki karakteristik tanah yang mudah meloloskan air. Berdasarkan hasil borring dari Balai Wilayah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL l HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK jl1 v v111 x xi xu BAB I PENDAHULUAN1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB V DESAIN RINCI PLTM

BAB V DESAIN RINCI PLTM BAB V DESAIN RINCI PLTM 5.1. UMUM Dalam Bab ini akan dibahas mengenai perencanaan dan perhitungan untuk setiap bangunan utama pada pekerjaan sipil yang membentuk PLTM Santong serta penentuan spesifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masuk.(sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02). potensial yang dapat diairi dari sungai yang bersangkutan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masuk.(sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02). potensial yang dapat diairi dari sungai yang bersangkutan. BAB II BAB II-Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA.1. Pengertian Bangunan Hidrolis Bangunan utama dapat didefinisikan sebagai : semua bangunan yang direncakan di sungai atau aliran air untuk membelokkan air

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN TEKNIS BANGUNAN PENANGKAP SEDIMEN PADA BENDUNG INGGE KABUATEN SARMI PAPUA ABSTRAK

STUDI PERENCANAAN TEKNIS BANGUNAN PENANGKAP SEDIMEN PADA BENDUNG INGGE KABUATEN SARMI PAPUA ABSTRAK STUDI PERENCANAAN TEKNIS BANGUNAN PENANGKAP SEDIMEN PADA BENDUNG INGGE KABUATEN SARMI PAPUA Agnes Tristania Sampe Arung NRP : 0821024 Pembimbing : Ir.Endang Ariani, Dipl. H.E. NIK : 210049 ABSTRAK Papua

Lebih terperinci

BAB VI PERENCANAAN CHECK DAM

BAB VI PERENCANAAN CHECK DAM VI- BAB VI PERENCANAAN CHECK DAM 6.. Latar Belakang Perencanaan pembangunan check dam dimulai dari STA. yang terletak di Desa Wonorejo, dan dilanjutkan dengan STA berikutnya. Dalam perencanaan ini, penulis

Lebih terperinci

4.2.4 Pintu. Gambar Grafik Pembilasan Sedimen Camp Untuk Aliran Turbulen (Camp, 1945) BAB IV KRITERIA PERENCANAAN

4.2.4 Pintu. Gambar Grafik Pembilasan Sedimen Camp Untuk Aliran Turbulen (Camp, 1945) BAB IV KRITERIA PERENCANAAN Gambar 4. 16 Grafik Pembilasan Sedimen Camp Untuk Aliran Turbulen (Camp, 1945) Pintu diujung pembilas bawah akan tetap terbuka selama aliran air rendah pada musim kemarau, pintu pembilas ditutup agar air

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

FAKULTAS TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG LAPORAN PENELITIAN PENGGERUSAN DI HILIR BENDUNG DENGAN MERCU TYPE VLUGTER PENELITI / TIM PENELITI Ketua : Ir.Maria Christine Sutandi.,MSc 210010-0419125901 Anggota : Ir.KanjaliaTjandrapuspa T.,MT 21008-0424084901

Lebih terperinci

GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih

GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih BANGUNAN IRIGASI GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih DEFINISI GORONG-GORONG Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air (saluran irigasi atau pembuang)

Lebih terperinci

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang Kriteria Desain Kriteria Desain Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang Perancang diharapkan mampu menggunakan kriteria secara tepat dengan melihat kondisi sebenarnya dengan

Lebih terperinci

Tinjauan Perencanaan Bandung Seloromo Pada Anak Sungai Kanatan Dengan Tipe Ogee

Tinjauan Perencanaan Bandung Seloromo Pada Anak Sungai Kanatan Dengan Tipe Ogee Tinjauan Perencanaan Bandung Seloromo Pada Anak Sungai Kanatan Dengan Tipe Ogee Oleh : Tati Indriyani I.8707059 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY)

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY) VIII-1 BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY) 8.1. Tinjauan Umum Bangunan pelimpah berfungsi untuk mengalirkan air banjir yang masuk ke dalam embung agar tidak membahayakan keamanan tubuh embung.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Mikrohidro adalah istilah yang berarti mikro adalah kecil, dan hidro adalah air. Jadi mikrohidro adalah

Lebih terperinci

BAB VI STUDI OPTIMASI

BAB VI STUDI OPTIMASI BAB VI STUDI OPTIMASI 6.1. PENENTUAN SKEMA PLTM SANTONG Dalam studi kelayakan ini ditetapkan satu skema PLTM terpilih berdasarkan tinjauan topografi, geologi, debit yang tersedia, dan besarnya daya yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi pada Proyek Detail Desain Bendung D.I.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi pada Proyek Detail Desain Bendung D.I. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi pada Proyek Detail Desain Bendung D.I. Bajayu Kabupaten Serdang Bedagai yang berada di Kabupaten Serdang

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERENCANAAN PENGAMAN DASAR SUNGAI DIHILIR BENDUNG CIPAMINGKIS JAWA BARAT

ANALISIS DAN PERENCANAAN PENGAMAN DASAR SUNGAI DIHILIR BENDUNG CIPAMINGKIS JAWA BARAT ANALISIS DAN PERENCANAAN PENGAMAN DASAR SUNGAI DIHILIR BENDUNG CIPAMINGKIS JAWA BARAT Prima Stella Asima Manurung Nrp. 9021024 NIRM : 41077011900141 Pembimbing : Endang Ariani, Ir, Dipl, HE FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 5 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Microsoft Excel dan Bendung Microsoft Excel atau Microsoft Office Excel adalah sebuah program aplikasi lembar kerja spreadsheet yang dibuat dan didistribusikan oleh Microsoft

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA 7.1 UMUM Untuk dapat mengalirkan air dari bendung ke areal lahan irigasi maka diperlukan suatu jaringan utama yang terdiri dari saluran dan bangunan pelengkap di jaringan

Lebih terperinci

58. Pada tail race masih terdapat kecelakaan air 1m/det serta besarnya K = 0,1. Hitung : 1) Hidrolik Losses!

58. Pada tail race masih terdapat kecelakaan air 1m/det serta besarnya K = 0,1. Hitung : 1) Hidrolik Losses! TURBIN AIR 1. Jelaskan secara singkat tentang sejarah diketemukannya turbin air sebagai tenaga penggerak mula? 2. Jelaskan perbedaan antara pembangkit tenaga listrik dengan tenaga air dan tenaga diesel?

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

HYDRO POWER PLANT. Prepared by: anonymous

HYDRO POWER PLANT. Prepared by: anonymous HYDRO POWER PLANT Prepared by: anonymous PRINSIP DASAR Cara kerja pembangkit listrik tenaga air adalah dengan mengambil air dalam jumlah debit tertentu dari sumber air (sungai, danau, atau waduk) melalui

Lebih terperinci

GALIH EKO PUTRA Dosen Pembimbing Ir. Abdullah Hidayat SA, MT

GALIH EKO PUTRA Dosen Pembimbing Ir. Abdullah Hidayat SA, MT PEMANFAATAN KEHILANGAN ENERGI PADA BANGUNAN TERJUN SEBAGAI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (studi kasus bangunan terjun (BT2 BT4) pada saluran primer Padi Pomahan, D.I Padi Pomahan, Desa Padi, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG. dapat memutar turbin generator. Dari pernyataan diatas maka didapat : - Panjang Sungai (L) = 12.

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG. dapat memutar turbin generator. Dari pernyataan diatas maka didapat : - Panjang Sungai (L) = 12. BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG 5.1 Perencanaan Hidrolis Bendung 5.1.1 Menentukan Elevasi Mercu Bendung Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung Mongango disesuaikan dengan kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISIS SKEMA PLTM DAN STUDI OPTIMASI

ANALISIS SKEMA PLTM DAN STUDI OPTIMASI Bab 5 ANALISIS SKEMA PLTM DAN STUDI OPTIMASI 5.1 UMUM Studi optimasi pada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro ini dimaksudkan untuk mendapatkan skema PLTM yang paling optimal ditinjau dari

Lebih terperinci

Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa

Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa Konstruksi dan Bangunan Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 360/KPTS/M/2004 Tanggal : 1 Oktober 2004 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged Cabang Teluknaga Kabupaten Tangerang. Pemilihan tempat penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dasar-dasar teori yang telah kami rangkum untuk perencanaan ini adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dasar-dasar teori yang telah kami rangkum untuk perencanaan ini adalah : TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Umum Dalam suatu perencanaan pekerjaan, diperlukan pemahaman terhadap teori pendukung agar didapat hasil yang maksimal. Oleh karena itu, sebelum memulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro adalah bentuk Pembangkit Listrik Tenaga Air dalam skala kecil dimana daya yang dihasilkan < 1 Mega Watt, yang merupakan bentuk

Lebih terperinci

BAB III KOLAM PENENANG / HEAD TANK

BAB III KOLAM PENENANG / HEAD TANK BAB III KOLAM PENENANG / HEAD TANK 3.1 KONDISI PERENCANAAN Kolam penenang direncanakn berupa tangki silinder baja, berfungsi untuk menenangkan air dari outlet headrace channel. Volume tampungan direncanakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PUSAT LISTRIK TENAGA MINI HIDRO PERKEBUNAN ZEELANDIA PTPN XII JEMBER DENGAN MEMANFAATKAN ALIRAN KALI SUKO

PERENCANAAN PUSAT LISTRIK TENAGA MINI HIDRO PERKEBUNAN ZEELANDIA PTPN XII JEMBER DENGAN MEMANFAATKAN ALIRAN KALI SUKO TUGAS AKHIR RC 09 1380 PERENCANAAN PUSAT LISTRIK TENAGA MINI HIDRO PERKEBUNAN ZEELANDIA PTPN XII JEMBER DENGAN MEMANFAATKAN ALIRAN KALI SUKO Taufan Andrian Putra NRP 3109 100 078 Dosen Pembimbing: Prof.

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG. Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung cikopo

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG. Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung cikopo BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG 5.1 Perencanaan Hidrolis Bendung 5.1.1 Menentukan Elevasi Mercu Bendung Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung cikopo disesuaikan dengan kebutuhan

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG UNTUK DAERAH IRIGASI SULU

PERENCANAAN BENDUNG UNTUK DAERAH IRIGASI SULU PERENCANAAN BENDUNG UNTUK DAERAH IRIGASI SULU Vicky Richard Mangore E. M. Wuisan, L. Kawet, H. Tangkudung Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email: vicky_mangore@yahoo.com

Lebih terperinci

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Stabilitas Talud (Stabilitas Lereng) Suatu tempat yang memiliki dua permukaan tanah yang memiliki ketinggian yang berbeda dan dihubungkan oleh suatu permukaan disebut lereng (Vidayanti,

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERENCANAAN BENDUNG MRICAN KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERENCANAAN BENDUNG MRICAN KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN EVALUASI DAN PERENCANAAN BENDUNG MRICAN KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Disusun oleh : Apriyanti Indra.F L2A 303 005 Hari Nugroho L2A 303 032 Semarang, April 2006

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN 5.1 Tinjauan Umum Sistem infrastruktur merupakan pendukung fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dasar tentang turbin air Turbin berfungsi mengubah energi potensial fluida menjadi energi mekanik yang kemudian diubah lagi menjadi energi listrik pada generator.

Lebih terperinci

Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam

Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam Perancangan saluran berarti menentukan dimensi saluran dengan mempertimbangkan sifat-sifat bahan pembentuk tubuh saluran serta kondisi medan sedemikian

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN KONTRUKSI BENDUNG. Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung Cimandiri

BAB V PERENCANAAN KONTRUKSI BENDUNG. Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung Cimandiri BAB V PERENCANAAN KONTRUKSI BENDUNG 5.1 Perencanaan Hidrolis Bendung 5.1.1 Menentukan Elevasi Mercu Bendung Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung Cimandiri disesuaikan dengan kebutuhan

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO DI KALI JOMPO SKRIPSI

PERENCANAAN BENDUNG PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO DI KALI JOMPO SKRIPSI PERENCANAAN BENDUNG PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO DI KALI JOMPO SKRIPSI Oleh. ACHMAD BAHARUDIN DJAUHARI NIM 071910301048 PROGRAM STUDI STRATA I TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi Teknis Kriteria perencanaan jaringan irigasi teknis berisi instruksi standard dan prosedur bagi perencana dalam merencanakan irigasi teknis.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR... i. SURAT KETERANGAN SELESAI TUGAS AKHIR...ii. ABSTRAK...iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR... i. SURAT KETERANGAN SELESAI TUGAS AKHIR...ii. ABSTRAK...iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI... DAFTAR ISI SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR... i SURAT KETERANGAN SELESAI TUGAS AKHIR...ii ABSTRAK...iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN...viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL...xii

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Debit Banjir Rencana Debit banjir rencana adalah debit maksimum di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang (rata-rata) yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO DI KALI JOMPO SKRIPSI

PERENCANAAN BENDUNG PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO DI KALI JOMPO SKRIPSI PERENCANAAN BENDUNG PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO DI KALI JOMPO SKRIPSI Oleh. ACHMAD BAHARUDIN DJAUHARI NIM 071910301048 PROGRAM STUDI STRATA I TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI III UMUM

BAB III METODOLOGI III UMUM III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. UMUM Sebagai langkah awal sebelum menyusun Tugas Akhir secara lengkap, terlebih dahulu disusun metodologi untuk mengatur urutan pelaksanaan penyusunan Tugas Akhir. Metodologi

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO DI BENDUNGAN SEMANTOK, NGANJUK, JAWA TIMUR

PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO DI BENDUNGAN SEMANTOK, NGANJUK, JAWA TIMUR Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di Bendungan Semantok, Nganjuk, Jawa Timur PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO DI BENDUNGAN SEMANTOK, NGANJUK, JAWA TIMUR Faris Azhar, Abdullah

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Setiap kasus tanah yang tidak rata, terdapat dua permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sungai atau dengan memperlebar pengambilan di dasar sungai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sungai atau dengan memperlebar pengambilan di dasar sungai. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bendung 2.1.1 Tipe - tipe Bendung Bangunan bendung merupakan bangunan yang dipakai untuk mengatur elevasi air di sungai atau dengan memperlebar pengambilan di dasar sungai.

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI Pribadi Maulana NRP : 0121113 Pembimbing : Maria Christine S.,Ir. M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

MEKANIKA TANAH (CIV -205) MEKANIKA TANAH (CIV -205) OUTLINE : Tipe lereng, yaitu alami, buatan Dasar teori stabilitas lereng Gaya yang bekerja pada bidang runtuh lereng Profil tanah bawah permukaan Gaya gaya yang menahan keruntuhan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), 2. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), 3. Pembangkit Listrik Tenaga Angin,

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), 2. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), 3. Pembangkit Listrik Tenaga Angin, BAB 2 LANDASAN TEORI Pusat listrik memiliki berbagai macam sumber tenaga, diantaranya adalah: 1. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), 2. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), 3. Pembangkit Listrik

Lebih terperinci

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase Bab III HIDROLIKA Sub Kompetensi Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase 1 Analisis Hidraulika Perencanaan Hidraulika pada drainase perkotaan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HIDROLIS DAN STRUKTUR BENDUNG

BAB V ANALISIS HIDROLIS DAN STRUKTUR BENDUNG BAB V ANALISIS HIDROLIS DAN STRUKTUR BENDUNG 5.1 Uraian Umum 5.1.1 Latar Belakang Pembangunan Bendung Kaligending menjadi bendung permanen untuk melayani areal seluas 948 ha, dengan tinggi mercu m dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI...

BAB II LANDASAN TEORI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERNYATAAN... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii ABSTRAK... iv KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1.

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dapat dibangun apabila terdapat debit air dan tinggi jatuh yang cukup sehingga kelayakannya dapat tercapai.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangunan Utama Bangunan utama merupakan suatu bangunan yang direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan aliran air ke dalam jaringan irigasi agar dapat

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN SABO DAM DAN BENDUNG

BAB V PERENCANAAN SABO DAM DAN BENDUNG BAB V PERENCANAAN SABO DAM DAN BENDUNG 5.1. PERENCANAAN SABO DAM 5.1.1. Pemilihan Jenis Material Konstruksi Dalam pemilihan jenis material konstruksi perlu dipertimbangkan beberapa aspek sebagai berikut

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan Dicky Rahmadiar Aulial Ardi, Mahendra Andiek Maulana, dan Bambang Winarta Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG TETAP SEMARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR KHAIRUL RAHMAN HARKO DISAMPAIKAN OLEH :

PRESENTASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG TETAP SEMARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR KHAIRUL RAHMAN HARKO DISAMPAIKAN OLEH : PRESENTASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG TETAP SEMARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR DISAMPAIKAN OLEH : KHAIRUL RAHMAN HARKO PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN ANALISIS STABILITAS BENDUNG TETAP (STUDI KASUS BENDUNG NJAEN PADA SUNGAI BRAMBANGAN SUKOHARJO)

TINJAUAN ANALISIS STABILITAS BENDUNG TETAP (STUDI KASUS BENDUNG NJAEN PADA SUNGAI BRAMBANGAN SUKOHARJO) TINJAUAN ANALISIS STABILITAS BENDUNG TETAP (STUDI KASUS BENDUNG NJAEN PADA SUNGAI BRAMBANGAN SUKOHARJO) TUGAS AKHIR Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Program D-III Teknik

Lebih terperinci

LAMPIRAN B BATASAN TEKNIS

LAMPIRAN B BATASAN TEKNIS LAMPIRAN B BATASAN TEKNIS UNTUK PLTM...... X... MW PROVINSI... LAMPIRAN B BATASAN TEKNIS DAFTAR ISI 1. Definisi 2. Ketersediaan Debit Sungai 3. Batasan Bangunan Sipil 4. Kapasitas Desain dan Produksi Energi

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG TIPE MERCU BULAT UNTUK MENDUKUNG DAERAH IRIGASI PEMATANG GUBERNUR KOTA BENGKULU

PERENCANAAN BENDUNG TIPE MERCU BULAT UNTUK MENDUKUNG DAERAH IRIGASI PEMATANG GUBERNUR KOTA BENGKULU PERENCANAAN BENDUNG TIPE MERCU BULAT UNTUK MENDUKUNG DAERAH IRIGASI PEMATANG GUBERNUR KOTA BENGKULU Rizky Humaira Putri 1, Besperi 2), Gusta Gunawan 2) 2 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN

BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN Bangunan pelengkap jalan raya bukan hanya sekedar pelengkap akan tetapi merupakan bagian penting yang harus diadakan untuk pengaman konstruksi jalan itu sendiri dan petunjuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini lebih dari 90% pembangkit listrik di Indonesia masih mengandalkan bahan bakar minyak bumi, batu bara, dan gas yang merupakan sumber energi tidak terbarukan.

Lebih terperinci

KAJIAN ULANG PERENCANAAN PIPA PESAT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA) WONOGIRI

KAJIAN ULANG PERENCANAAN PIPA PESAT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA) WONOGIRI LAPORAN TUGAS AKHIR KAJIAN ULANG PERENCANAAN PIPA PESAT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA) WONOGIRI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil Disusun oleh : RUSWANTO

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Tujuan Lokasi proyek Analisis Curali Hujan Rata-rata Rerata Aljabar 12

1.1 Latar Belakang Tujuan Lokasi proyek Analisis Curali Hujan Rata-rata Rerata Aljabar 12 DAI TAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI v DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xii DAFTAR LAMPIRAN xiv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 2 1.2 Tujuan 2 1.3 Manfaat

Lebih terperinci

Detail Desain Bendung Karet Sungai Pappa Kabupaten Takalar BAB II

Detail Desain Bendung Karet Sungai Pappa Kabupaten Takalar BAB II BAB II 2.1. UMUM Bendung karet merupakan hasil pengembangan jenis bendung tetap menjadi bendung gerak dengan membuat tubuh bendung dari tabung karet yang dikembangkan. Pembukaan bendung bisa dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN Amelia Ester Sembiring T. Mananoma, F. Halim, E. M. Wuisan Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email: ame910@gmail.com ABSTRAK Danau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Turbin Air Turbin air adalah turbin dengan media kerja air. Secara umum, turbin adalah alat mekanik yang terdiri dari poros dan sudu-sudu. Sudu tetap atau stationary blade, tidak

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB VIII PERENCANAAN PONDASI SUMURAN

BAB VIII PERENCANAAN PONDASI SUMURAN BAB VIII PERENCANAAN PONDASI SUMURAN 8.1 IDENTIFIKASI PROGRAM Program/software ini menggunakan satuan kn-meter dalam melakukan perencanaan pondasi sumuran. Pendekatan yang digunakan dalam menghitung daya

Lebih terperinci

BAB VI EVALUASI BENDUNG KALI KEBO

BAB VI EVALUASI BENDUNG KALI KEBO VI 1 BAB VI 6.1 Data Teknis Bendung Tipe Bendung Mercu bendung : mercu bulat dengan bagian hulu miring 1:1 Jari jari mercu (R) : 1,75 m Kolam olak : Vlugter Debit rencana (Q100) : 165 m 3 /dtk Lebar total

Lebih terperinci

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 2006: 50-59 STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI Kustamar Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Peredam energi merupakan suatu bagian dari bangunan air yang berguna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Dasar Teori Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Dasar Teori Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro Pembangunan sebuah PLTMH harus memenuhi beberapa kriteria seperti, kapasitas air yang cukup baik dan tempat yang memadai untuk

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana. BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Intensitas Curah Hujan Menurut Joesron (1987: IV-4), Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu. Analisa intensitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA II - 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA.1. UMUM Dalam perencanaan pekerjaan selalu dibutuhkan kajian pustaka sebab dengan kajian pustaka dapat ditentukan spesifikasi - spesifikasi yang menjadi acuan dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 1 KATA PENGANTAR

BAB 1 KATA PENGANTAR BAB 1 KATA PENGANTAR Sebagai negara agraria tidaklah heran jika pemerintah senantiasa memberikan perhatian serius pada pembangunan di sector pertanian. Dalam hal ini meningkatkan produksi pertanian guna

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG TETAP DI DESA NGETOS KECAMATAN NGETOS KABUPATEN NGANJUK

PERENCANAAN BENDUNG TETAP DI DESA NGETOS KECAMATAN NGETOS KABUPATEN NGANJUK PERENCANAAN BENDUNG TETAP DI DESA NGETOS KECAMATAN NGETOS KABUPATEN NGANJUK Penyusun Triyono Purwanto Nrp. 3110038015 Bambang Supriono Nrp. 3110038016 LATAR BELAKANG Desa Ngetos Areal baku sawah 116 Ha

Lebih terperinci

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Kondisi aliran dalam saluran terbuka yang rumit berdasarkan kenyataan bahwa kedudukan permukaan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL STABILITAS TALUD DAN BENDUNG UNTUK EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU, KECAMATAN PLAYEN, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas

Lebih terperinci

Persamaan Chezy. Pada aliran turbulen gaya gesek sebanding dengan kuadrat kecepatan. Persamaan Chezy, dengan C dikenal sebagai C Chezy

Persamaan Chezy. Pada aliran turbulen gaya gesek sebanding dengan kuadrat kecepatan. Persamaan Chezy, dengan C dikenal sebagai C Chezy Saluran Terbuka Persamaan Manning Persamaan yang paling umum digunakan untuk menganalisis aliran air dalam saluran terbuka. Persamaan empiris untuk mensimulasikan aliran air dalam saluran dimana air terbuka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bangunan bendung merupakan bangunan yang dipakai untuk mengatur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bangunan bendung merupakan bangunan yang dipakai untuk mengatur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bendung 2.1.1 Tipe - tipe Bendung Bangunan bendung merupakan bangunan yang dipakai untuk mengatur elevasi air di sungai atau dengan memperlebar pengambilan di dasar sungai.

Lebih terperinci