BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era ini, industri menggunakan mesin-mesin untuk melakukan proses produksi. Namun, setiap mesin memiliki umur masing-masing. Mesin-mesin tersebut tidak selamanya berada pada kondisi yang bagus karena ada kemungkinan mengalami kerusakan. Jika mesin rusak, maka akan berdampak buruk pada proses produksi. Dampak tersebut dapat berupa penurunan kualitas produk yang dihasilkan dan peningkatan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Dalam industri kompetitif, kualitas dan biaya merupakan dua hal yang sangat dipertimbangkan oleh perusahaan (Duffuaa dan Al-Sultan, 1997). Sistem produksi suatu perusahaan dipengaruhi oleh sistem perawatan yang diterapkan (Duffuaa dan Al-Sultan, 1997). Sistem perawatan akan beroperasi secara paralel dengan sistem produksi untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan biaya yang minimum. Seiring berjalannya waktu, manajemen perawatan semakin diperlukan karena perawatan memiliki fungsi yang penting dalam suatu sistem produksi. Aktivitas perawatan yang biasa dilakukan adalah perbaikan atau penggantian peralatan ataupun tools yang telah rusak. Jenis perawatan seperti itu disebut dengan corrective maintenance. Namun, perawatan seperti itu akan menghentikan kegiatan produksi dalam waktu yang lama karena memerlukan waktu perbaikan mesin yang lama juga sehingga mesin tidak beroperasi (downtime). Selain itu, jika biaya untuk melakukan perbaikan atau penggantian itu mahal, maka akan meningkatkan biaya perawatan. Hal tersebut akan merugikan perusahaan. Preventive maintenance adalah perawatan terjadwal untuk mencegah kerusakan mesin. Metode perawatan ini dapat membantu untuk melindungi dan memperpanjang umur dari suatu mesin, memperbaiki keandalan mesin, menurunkan biaya penggantian atau perbaikan, menurunkan downtime mesin, dan mengurangi cidera pekerja. Preventive maintenance perlu diterapkan pada 1
2 komponen-komponen dengan tingkat kekritisan yang tinggi untuk mencegah kerusakan (Sodikin, 2011). Komponen kritis memiliki karakteristik yaitu jika rusak dapat membahayakan, jika rusak proses produksi terganggu, investasi komponen mahal, biaya perbaikan mesin mahal, dan downtime lama. Penentuan komponen kritis ini dapat dilakukan dengan analisis pareto berdasarkan jumlah kerusakan terbesar yang telah terjadi (Dewi dan Endah, 2011). Dalam penelitian yang dilakukan Hartono dan Dewi (2003), diagram pareto juga digunakan dalam penentuan mesin kritis. Melalui diagram pareto tersebut dapat terlihat dengan jelas mesin yang merupakan mesin kritis. Namun demikian, preventive maintenance juga memiliki dampak negatif jika tidak dilakukan dengan tepat (Patton, 1995). Pertama, prosedur preventive maintenance yang tidak tepat dapat menimbulkan potensi kerusakan. Kedua, parts yang baru akan memiliki probabilitas cacat atau kegagalan yang lebih tinggi dibandingkan parts yang telah digunakan. Ketiga, penggantian parts akan menghentikan umur kegunaan suatu part yang mungkin masih berada pada kondisi part s useful life. Keempat, interval preventive maintenance yang terlalu sering akan menambah biaya maintenance. Penentuan interval preventive maintenance merupakan faktor yang penting karena akan berhubungan dengan biaya, downtime, availability, dan reliability (Lv dkk, 2008). Interval preventive maintenance harus tepat, tidak terlalu sering, tetapi jangan sampai terlalu lama. Reliability suatu mesin dapat berkurang karena interval preventive maintenance yang terlalu panjang. Di sisi lain, interval yang terlalu pendek dapat menimbulkan perawatan yang terlalu banyak sehingga berdampak pada meningkatnya biaya maintenance. Dalam penelitian yang dilakukan Dania dkk (2011), interval preventive maintenance yang semakin panjang menurunkan availability dan menaikkan downtime komponen. Dengan demikian, penentuan interval preventive maintenance yang optimum akan berdampak positif terhadap kesuksesan aktivitas perawatan. Penggantian komponen merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan dalam preventive maintenance. Penentuan interval preventive replacement yang optimum untuk komponen kritis perlu dilakukan. Kebijakan untuk menentukan
3 interval preventive replacement yang optimum dapat berdasarkan model block replacement atau age replacement (Jardine, 2011). Model age replacement memiliki keunggulan dibandingkan model block replacement karena penggantian komponen bergantung pada usia dari komponen tersebut. Model age replacement telah diterapkan pada beberapa penelitian yang dilakukan oleh Setiyanti (2006), Dania dkk (2006), Nugroho (2010), Grenadi (2010), dan Saragih (2011). Penelitian tersebut mengambil studi kasus di industri yang berbeda-beda yaitu pabrik gula, pabrik susu, industri tekstil, pabrik kelapa sawit, dan industri manufaktur kabel. Model age replacement yang dibangun oleh Jardine (2011) diselesaikan dengan metode konvensional yaitu dengan trial error hingga mendapatkan interval yang optimum (Bahrami-G, 2000). Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan Setiyanti (2006), Dania dkk (2006), Nugroho (2010), Grenadi (2010), dan Saragih (2011), metode pencarian interval preventive replacement menggunakan trial error. Namun, metode trial error merupakan cara konvensional yang membutuhkan upaya besar dengan waktu yang cukup lama untuk menentukan solusi optimum dari suatu permasalahan (Supriyadi dan Ariadji, 2012). Metode trial error tersebut dapat diganti dengan menggunakan metode optimasi non-konvensional. Algoritma genetika dapat dijadikan solusi untuk menggantikan cara trial error tersebut. Penelitian yang dilakukan Supriyadi dan Ariadji (2012) menggunakan algoritma genetika untuk menentukan posisi sumur yang optimal (X,Y) sehingga didapatkan perolehan minyak yang maksimal. Sebelum penelitian tersebut dilakukan, pencarian penempatan lokasi sumur dilakukan dengan cara konvensional (trial error). Selain itu, algoritma genetika juga digunakan untuk mencari konstanta parameter Kp, Ki, dan Kd yang digunakan pada metode tuning di suatu kontroler (Fakih dkk, 2012). Sebelum penelitian Fakih dkk (2012) dilakukan, prosedur pencarian ketiga parameter tersebut dilakukan secara manual yaitu dengan trial error. Di bidang maintenance, algoritma genetika juga telah diterapkan untuk menentukan interval preventive maintenance (a*mtbf) dengan variabel keputusan yang dicari adalah nilai a yang optimum (Nguyen dan Bagajewicz,
4 2008). Penelitian yang dilakukan Mahadevan dkk (2010) mengombinasikan metode algoritma genetika dengan simulated annealing untuk mendapatkan penjadwalan maintenance yang optimum. Algoritma genetika memiliki keunggulan yaitu mudah beradaptasi dan dapat memecahkan berbagai permasalahan (Tsai dkk, 2001). Berdasarkan uraian di atas, model age replacement dapat dikombinasikan dengan metode optimasi algoritma genetika sehingga pencarian interval preventive replacement tidak menggunakan metode manual yaitu trial error. Model yang telah dikembangkan pada penelitian ini juga telah diakomodasi dalam bentuk piranti lunak. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penentuan interval preventive replacement yang optimum berpengaruh pada kesuksesan aktivitas perawatan. Mesin-mesin yang masuk dalam kategori mesin kritis perlu mendapatkan preventive replacement. Model age replacement (Jardine, 2011) dapat digunakan untuk menentukan interval penggantian preventive replacement berdasarkan total expected replacement cost per satuan waktu yang minimum. Untuk mendapatkan interval preventive replacement, model tersebut dapat dikombinasikan dengan metode optimasi yaitu algoritma genetika. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dibangun sebuah model optimasi yang dikembangkan untuk menentukan interval penggantian dari suatu komponen dengan metode algoritma genetika. Selain itu, sebuah piranti lunak juga dibangun untuk mengakomodasi model tersebut. 1.3. Asumsi dan Batasan Masalah Untuk menjaga supaya pemecahan masalah tidak menyimpang dari tujuan yang akan dicapai serta menghindari pembahasan yang berada di luar penelitian ini, maka perlu diberikan batasan permasalahan, yaitu: 1. Pengujian model dilakukan pada mesin Stork yang terdapat di PT. MSP, namun komponen yang dicari interval preventive replacement yang optimum adalah komponen kritis.
5 2. Data kerusakan yang digunakan adalah data Januari 2009 sampai Januari 2013. 3. Fungsi tujuan menggunakan model age replacement berdasarkan minimasi cost. 4. Metode optimasi yang digunakan adalah algoritma genetika. 5. Komponen penyusun cost of preventive dan cost of failure terdiri dari biaya tenaga kerja, harga komponen, dan profit loss. 6. Distribusi yang diidentifikasi adalah distribusi eksponensial, normal, lognormal, dan weibull. 7. Confidence interval yang digunakan adalah 95%. Sedangkan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Penggantian komponen yang dilakukan bersifat as good as new. 2. Data diasumsikan independent dan identically distributed. 3. Mesin beroperasi sesuai dengan standar waktu operasi yang ditentukan. 4. Tidak ada perubahan nilai tukar mata uang asing. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Membangun model optimasi yang dikembangkan untuk menentukan interval preventive replacement yang optimum dengan menggunakan algoritma genetika serta membangun software untuk mengakomodasi model tersebut. 2. Melakukan pengujian terhadap model yang telah dikembangkan pada PT. MSP. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat untuk peneliti a. Mendalami pengetahuan tentang manajemen perawatan, khususnya preventive maintenance pada suatu perusahaan.
6 b. Mengaplikasikan ilmu tentang metode optimasi yang didapat di perkuliahan ke dalam praktik di lapangan. c. Memberikan pengetahuan baru untuk mengoptimalkan interval preventive replacement berdasarkan minimasi biaya. d. Menyelesaikan tugas akhir sebagai syarat kelulusan Strata-1 Program Studi Teknik Industri, Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. 2. Manfaat untuk perusahaan a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengevaluasi penjadwalan preventive maintenance, khususnya penggantian komponen, yang telah diterapkan oleh PT. MSP. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi usulan dalam menentukan interval penggantian komponen untuk komponen kritis mesin Stork di PT. MSP.