Penyusunan Faktor Koreksi Produksi Susu Sapi Perah

dokumen-dokumen yang mirip
PENGGUNAAN TAKSIRAN PRODUKSI SUSU DENGAN TEST INTERVAL METHOD (TIM) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN

Faktor Koreksi Lama Laktasi Untuk Standarisasi Produksi Susu Sapi Perah

PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI

PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DENGAN KETURUNANNYA (Studi Kasus di PT. UPBS Pangalengan)

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

E. Kurnianto, I. Sumeidiana, dan R. Yuniara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

EVALUASI PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESHOLLAND (FH) KETURUNAN SAPI IMPOR (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat)

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

MILK PRODUCTION CURVE MODEL ON FIRST AND SECOND LACTATION IN FRIESIAN HOLSTEIN COWS AT PT.ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

PENDAHULUAN. dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah FH berasal dari Belanda bagian utara, tepatnya di Provinsi Friesland,

PERFORMA REPRODUKSI SAPI DARA FRIESIAN-HOLSTEIN PADAPETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT SP CIKOLE DI LEMBANG

Ripitabilitas dan MPPA Sapi Perah FH di BBPTU HPT Baturraden...Deriany Novienara

PENGARUH STRES PANAS TERHADAP PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI PERAH BATURRADEN

Moch. Makin, dan Dwi Suharwanto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRAT... PERIODE LAKTASI TERHADAP BERAT JENIS, KADAR LEMAK DAN KADAR BAHAN KERING SUSU SAPI

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION

Evaluasi Penerapan Aspek Teknis Peternakan pada Usaha Peternakan Sapi Perah Sistem Individu dan Kelompok di Rejang Lebong

UJI PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU-HPT BATURRADEN

PERFORMANS PERTUMBUHAN DAN BOBOT BADAN SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND UMUR 0-18 Bulan

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

EFEKTIVITAS CATATAN TEST DAY UNTUK EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU PADA SAPI PERAH

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

Korelasi Genetik dan Fenotipik Produksi Susu Laktasi Pertama dengan Daya Produksi Susu Sapi Fries Holland

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

PENDUGAAN NILAI PEJANTAN SAPI PERAH DI BBTU SAPI PERAH BATURRADEN ( THE PREDICTION OF STUD DIARY CATTLE AT BBTU DAIRY CATTLE BATURRADEN )

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

Dugaan Produksi Susu 305 Hari pada Sapi Perah FH.Herman

Evaluasi Kecukupan Nutrien pada Sapi Perah Laktasi... Refi Rinaldi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

PERFORMA REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA DI PETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI OKTARIA DWI PRIHATIN

ESTIMASI POTENSI GENETIK SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DI TAURUS DAIRY FARM, CICURUG, SUKABUMI

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

EVALUASI PRODUKSI SUSU BULANAN SAPI PERAH FRIES HOLLAND DAN KORELASINYA DENGAN PRODUKSI TOTAL SELAMA 305 HARI DI BBPTU-HPT BATURRADEN

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN

PEMULIABIAKAN PADA SAPI PERAH

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

PROGRAM EVALUASI PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH UNTUK TINGKAT PETERNAK DAN KOPERASI MENGGUNAKAN MICROSOFT ACCESS SKRIPSI AKRAMUZZEIN

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH

PENAMPILAN PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BALAI PENGEMBANGAN PERBIBITAN TERNAK SAPI PERAH CIKOLE, LEMBANG

PEMANFAATAN CATATAN TEST DAY (HARI UJI) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI PT. TAURUS DAIRY FARM. Universitas Padjadjaran

The Influence of Body Condition Score in Late Pregnancy on Protein Colostrum Total and Content of Friesian Holstein Cows

Pengaruh Waktu Pemerahan dan Tingkat Laktasi terhadap Kualitas Susu Sapi Perah Peranakan Fries Holstein

EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND DI PT CIJANGGEL-LEMBANG

PENDUGAAN NILAI RIPITABILITAS DAN DAYA PRODUKSI SUSU 305 HARI SAPI PERAH FRIES HOLLAND DI PT. ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (UPBS)

PENGARUH MASA LAKTASI, MASA KERING, MASA KOSONG DAN SELANG BERANAK PADA PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT SP CIKOLE, LEMBANG

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

ESTIMATION OF GENETIC PARAMETERS, GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION ON MADURA CATTLE. Karnaen Faculty of Animal Husbandry University of Padjadjaran

Nena Hilmia Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

DAFTAR PUSTAKA. Blakely, J dan D. H. Bade Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

EVALUASI KEUNGGULAN GENETIK SAPI PERAH BETINA UNTUK PROGRAM SELEKSI [Evaluation of Dairy Cow Genetic Superiority for Selection Program]

Korelasi Nilai Pemuliaan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Test Day Laktasi 1, Laktasi 2, Laktasi 3, dengan Gabungannya

KATA PENGANTAR. kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul. Ripitabilitas dan MPPA Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian

KAJI KOMPARATIF PENDAPATAN USAHA TERNAK SAPI PERAH BERDASARKAN SKALA PEMILIKAN TERNAK DI KABUPATEN REJANG LEBONG

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan

PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN SIFAT PRODUKSI SUSU PADA PEJANTAN SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN PURWOKERTO

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

Model Kurva Produksi dan korelasinya...kurniawan

PENDUGAAN KEMAMPUAN PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN (KASUS DI PT TAURUS DAIRY FARM) Ine Riswanti*, Sri Bandiati Komar P.

PARAMETER GENETIK: Pengantar heritabilitas dan ripitabilitas

EFEK SUPLEMEN PAKAN TERHADAP PUNCAK PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PADA LAKTASI PERTAMA

BIRTH WEIGHT AND MORPHOMETRIC OF 3 5 DAYS AGES OF THE SIMMENTAL SIMPO AND LIMOUSINE SIMPO CROSSBREED PRODUCED BY ARTIFICIAL INSEMINATION (AI) ABSTRACT

SISTEM PEMULIAAN INTI TERBUKA UPAYA PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI POTONG. Rikhanah

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

PARAMETER GENETIK BOBOT BADAN DAN LINGKAR DADA PADA SAPI PERAH

POTENSI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BETINA DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN, PURWOKERTO SKRIPSI ERNI SITI WAHYUNI

PROFIL REPRODUKSI SAP1 FRIES HOLLAND DI PT TAURUS DAIRY FARM

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI

PENINGKATAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI MELALUI PERBAIKAN PAKAN SKRIPSI. Disusun oleh: DEDDI HARIANTO NIM:

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

Estimasi Parameter Genetik Induk Babi Landrace Berdasarkan Sifat Litter Size dan Bobot Lahir Keturunannya

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini menggunakan catatan reproduksi sapi FH impor

PERFORMANS SAPI BALI INDUK SEBAGAI PENYEDIA BIBIT/BAKALAN DI WILAYAH BREEDING STOCK BPTU SAPI BALI

FIXED REGRESSION TEST DAY MODEL SEBAGAI SOLUSI PADA PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN SAPI PERAH. HENI INDRIJANI dan ASEP ANANG

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN

EVALUATION OF SLAUGHTERED FRIESIAN HOLSTEIN CROSSBREED DIARY COWS IN PRODUCTIVE AGE AT KARANGPLOSO SUB DISTRICT MALANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

Fixed Regression Test Day Model Sebagai Solusi pada Pendugaan Nilai Pemuliaan Sapi Perah

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

PENGEMBANGAN POTENSI SAPI PERAH DI PROVINSI JAMBI MELALUI PERBAIKAN GENETIK. ABSTRAK

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitan ini menggunakan catatan produksi susu 305 hari dari

ESTIMASI NILAI HERITABILITAS BERAT LAHIR, SAPIH, DAN UMUR SATU TAHUN PADA SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI BALI

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang hubungan antara paritas, lingkar dada dan umur

Transkripsi:

Penyusunan Faktor Koreksi Produksi Susu Sapi Perah (Creating milk production correction factors of dairy cattle) Setya Agus Santosa 1, Anjang Taruno Ari Sudewo 1 dan Agus Susanto 1 1 Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman ABSTRACT The aim of the research was to obtain the correction factors of non-genetic effects that have influence on milk production of dairy cows. The research used a survey method on milk records of dairy cows kept in Dairy Cattle Breeding Center (BBPTU) of Baturraden. The data taken was only those relevant with the research objective. The data examined were as many as 324 production records of 108 dairy cows which had completed first three lactation, originated from 36 sires. Non-genetic factors studied were season, lactation period, number of days in milk of a lactation and age at birth. The effects of non-genetic factors were estimated through Stepwise multiple regression method. Effect of the number of days in milk of a lactation was highly significant (P 0.01), age at birth was significant (P 0.05), and season and the lactation period were not significant (P>0.05) on milk production of dairy cows. Variables that have effect on milk production were then assigned the correction factors. Correction factors were derived from the least square mean (LSM) of the actual milk production. The correction factors were obtained by comparing the base LSM to the created LSM values on particular classes. The corrected milk production was obtained by multiplying the corresponding correction factor obtained with the actual milk production. Based on the study, the local correction factors lower the milk production variability of dairy cows. Key words: Correction factor, milk production, dairy cattle 2014 Agripet : Vol (14) No. 1 : 1-5 PENDAHULUAN 1 Penerapan teknologi pemuliabiakan pada sapi perah perlu ditunjang dengan pengetahuan mengenai faktor-faktor non genetik yang berpengaruh terhadap produksi susu. Pengetahuan tersebut diperlukan karena penilaian ternak didasarkan pada kemampuan genetiknya, sedang yang dapat diukur adalah penampilan produksinya. Pengetahuan mengenai faktor non genetik yang berpengaruh terhadap produksi susu diperlukan untuk mendapatkan angka koreksi dari faktor yang berpengaruh tersebut. Penggunaan faktor koreksi akan meningkatkan kecermatan pendugaan kemampuan genetik ternak. Meningkatnya kecermatan tersebut karena produksi sudah diseragamkan ke basis tertentu sehingga variasi yang disebabkan oleh faktor non genetik berkurang. Pengembangan faktor koreksi di Indonesia masih terbatas pada tingkat Corresponding author : setya.unsoed@gmail.com penelitian. Para pemulia sapi perah dalam evaluasi genetik masih menggunakan faktor koreksi dari Dairy Herd Improvement of America (DHIA) untuk menyeragamkan pengaruh faktor non genetik seperti umur, jumlah hari laktasi dan frekuensi pemerahan setiap hari. Menurut Warwick et al. (1995) faktor koreksi DHIA sangat berguna di negara tempat dikembangkannya faktor koreksi tersebut yaitu di Amerika, tetapi tidak dapat diterapkan pada kondisi di Indonesia atau negara Asia Tenggara yang lain. Untuk mengembangkan faktor koreksi yang sesuai dengan keadaan lingkungan diperlukan data nyata yang diambil secara langsung dari populasi tersebut. Penggunaan faktor koreksi penting dilakukan karena akan memperkecil kesalahan dalam penaksiran mutu genetik ternak. Agar kesalahan yang terjadi sekecil mungkin maka pengkoreksian diusahakan menggunakan faktor koreksi yang sesuai dengan kondisi daerah setempat. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan faktor koreksi yang disusun 1

berdasarkan data produksi dari daerah setempat/lokal. METODE PENELITIAN Penelitian menggunakan metode survei. Materi penelitian adalah catatan produksi susu di BBPTU Sapi Perah Baturraden. Variabel yang diteliti adalah produksi susu, musim, periode laktasi, umur induk saat beranak dan jumlah hari laktasi. Produksi susu adalah total produksi susu harian setelah lepas kolostrum selama satu periode laktasi, dinyatakan dalam liter. Musim adalah musim ketika sapi beranak. Musim dikelaskan kedalam dua musim yang sudah berlaku umum di Indonesia yaitu musim hujan (Oktober Maret) dan musim kemarau (April September). Umur saat beranak adalah umur induk sapi pada saat beranak, dinyatakan dalam hari. Jumlah hari laktasi adalah jumlah hari selama induk sapi perah menghasilkan susu sampai dikeringkan dalam periode laktasi yang diamati, dinyatakan dalam hari. Data yang digunakan dalam penelitian sebanyak 324 catatan produksi susu dari 108 induk sapi perah yang telah menyelesaikan laktasi satu sampai tiga, keturunan dari 36 ekor pejantan. Pengaruh faktor non genetik dianalisis menggunakan regresi berganda metode Stepwise. Faktor-faktor non genetik yang berpengaruh terhadap produksi susu dilakukan penyusunan angka koreksinya dan dikelompokkan dalam kelas-kelas berdasarkan formula Sturgess (Sudewo et al., 2012). Analisis General Linier Model (GLM) digunakan untuk mendapatkan nilai Least Square Mean (LSM) dari masing-masing kelas. Faktor koreksi diturunkan dari LSM dengan formulasi seperti yang digunakan Chauhan (1988). Faktor koreksi didapatkan dengan membandingkan nilai LSM basis dengan nilai LSM pada kelas-kelas yang sudah dibuat. Produksi susu terkoreksi pada penggunaan faktor koreksi diperoleh dari perkalian antara nilai faktor koreksi dengan produksi susu harian nyata. Koefisien keragaman dihitung untuk membuktikan apakah penggunaan faktor koreksi yang disusun menggunakan data lokal lebih cermat bila dibandingkan dengan faktor koreksi dari DHIA. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Pengaruh Faktor-faktor Non Genetik terhadap Produksi Susu Hasil analisis regresi berganda metode Stepwise menunjukkan bahwa produksi susu dipengaruhi oleh jumlah hari laktasi dan umur saat beranak secara bersama-sama sebesar 39,4 persen. Musim dan periode laktasi tidak berpengaruh terhadap variasi produksi susu sapi perah. Musim tidak berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah diduga karena manajemen pemeliharaan sudah dijalankan dengan baik. Dugaan lain adalah karena curah hujan yang cukup tinggi di daerah tersebut sehingga hijauan pakan tersedia sepanjang tahun. Berdasarkan catatan di Dinas Perhutani Baturraden, rata-rata curah hujan setiap bulan selalu lebih dari 250 mm. Periode laktasi tidak berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah diduga karena adanya tumpang tindih antara umur dengan periode laktasi. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya korelasi positif yang cukup tinggi antara periode laktasi dengan umur beranak yaitu sebesar 0,83. Tabel 1. Variabel Rataan dan Simpang Baku Jumlah Hari Laktasi, Umur Saat Beranak dan Produksi Susu Rataan Simpang baku Koefisien Keragaman (%) Jumlah hari laktasi 312,7 63,7 20,4 (hari) Umur saat beranak 1.367,5 297,6 21,8 (hari) Produksi susu (liter) 3.847,6 1.142,8 29,7 Rata-rata jumlah hari laktasi dari sapisapi yang diteliti adalah 312,7 63,7 hari (Tabel 1). Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan jumlah hari laktasi di PT Sumber Susu Indonesia Malang yaitu 317,35 71,73 hari (Surjowardojo, 1993). Jumlah hari laktasi tersebut masih dalam kisaran yang disebutkan oleh Blakely dan Bade (1991) yaitu 270 400 hari. Kisaran jumlah hari laktasi yang normal adalah 10-12 bulan (Bath dkk., 1985). Menurut Hardjosubroto (1994) jumlah hari laktasi yang ideal adalah 305 hari dengan lama masa Penyusunan Faktor Koreksi Produksi Susu Sapi Perah (Setya Agus Santosa, S. Pt., M.P. et al) 2

pengeringan 60 hari, pada kondisi tersebut diharapkan dalam 365 hari mendapatkan satu ekor anak atau dikenal dengan istilah one year one calf. Rata-rata umur beranak sapi yang diteliti adalah 1.367,5 297,6 hari (Tabel 1). Diperoleh informasi pula bahwa umur beranak pertama adalah 927,3 187,3 hari (31 bulan 6 bulan). Menurut Hardjosubroto (1994) umur beranak pertama pada sapi perah FH yang baik adalah 28 bulan, hal ini berdasarkan pada kondisi sapi perah yang berumur 18 bulan (umur kawin) telah mencapai ukuran siap bunting dengan bobot badan normal sesuai dengan ukurannya. Menurut Akramuzzein (2009) umur beranak pertama sapi FH adalah 2-2,5 tahun, tetapi harus diimbangi dengan manajemen dan pemberian pakan yang baik. Berdasarkan data yang diteliti, ratarata produksi susu sapi perah di BBPTU Sapi Perah Baturraden adalah 3.847,6 1.142,8 liter (Tabel 1). Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan di BPPT Cikole Bandung sebesar 3.938,6 ± 1.160,8 liter (Mustofa, 2003). Menurut Kamayanti et al., (2006) rataan produksi susu di BBPTU Baturraden adalah 4728,7 kg, sedangkan di peternakan binaan 3361,1 kg. Produksi susu rata-rata sapi perah FH yaitu 5.550-6.080 liter/tahun (Blakely and Bade, 1994), di daerah tropis sebesar ± 2.974 liter/laktasi (Williamson dan Payne, 1993). Blakely dan Bade (1994) menyatakan peningkatan produksi susu dapat dilakukan melalui manajemen pakan, kandang, kesehatan dan reproduksi yang baik. Menurut Anggraeni (2012) sapi FH yang dikenal sebagai salah satu sapi perah Bos taurus berkemampuan produksi susu tinggi di daerah asalnya, ternyata cukup sulit mempertahankan potensi genetiknya untuk berproduksi susu pada kondisi cekaman tropis Indonesia. b. Penyusunan Faktor Koreksi Berdasarkan hasil analisis, faktor non genetik yang perlu dikoreksi adalah jumlah hari laktasi dan umur saat beranak. Koreksi diperlukan karena kedua faktor non genetik tersebut berpengaruh terhadap variasi produksi susu. Jumlah hari laktasi dikoreksi ke jumlah hari laktasi ideal selama satu laktasi yaitu 305 hari. Kelas jumlah hari laktasi yang digunakan sebagai basis koreksi adalah kelas keempat yaitu 270 319 hari. Kelas tersebut digunakan sebagai basis koreksi karena angka 305 berada pada kisarannya. Least Square Mean (LSM) produksi susu nyata dari kelas 270 319 hari adalah 2974,76. Nilai LSM tersebut dijadikan sebagai basis untuk mendapatkan faktor koreksi. Faktor koreksi jumlah hari laktasi didapatkan dari membandingkan nilai LSM basis dengan nilai LSM pada kelas-kelas yang sudah dibuat. Faktor koreksi jumlah hari laktasi selengkapnya dapat dibaca pada Tabel 2. Tabel 2. Kelas Jumlah Hari Laktasi dan Faktor Koreksinya No. Kelas Jumlah Hari Laktasi (hari) Faktor Koreksi 1 120-169 1,93 2 170-219 1,43 3 220-269 1,15 4 270-319 1,00 5 320-369 0,89 6 370-419 0,80 7 420-469 0,74 8 470-519 0,70 9 520-569 0,67 10 570-619 0,58 Umur dikoreksi ke arah setara dewasa. Kelas umur yang digunakan sebagai basis koreksi adalah kelas umur ketujuh yaitu umur 2000 2249 hari (5 tahun 6 bulan 6 tahun 2 bulan). Pemilihan basis pada kelas tersebut didasarkan pada pendapat Morales et al., (1989) yang menyatakan bahwa sapi yang dipelihara di daerah tropis lebih cepat mencapai puncak produksi yaitu pada umur 5 6 tahun. Puncak produksi lebih awal dari sapisapi di daerah tropis dibandingkan dengan daerah empat musim diduga karena adanya cekaman panas. Kelas tersebut juga masih dalam kisaran yang digunakan oleh DHIA yaitu umur setara dewasa adalah 6 8 tahun. Least Square Mean produksi susu nyata dari kelas umur ketujuh adalah 3.477,44. Nilai LSM tersebut dijadikan sebagai basis untuk mendapatkan faktor koreksi. Faktor koreksi umur saat beranak didapatkan dari membandingkan nilai LSM basis dengan nilai LSM pada kelas-kelas yang sudah dibuat. Hasil perhitungan faktor koreksi umur saat beranak yang diperoleh dicantumkan dalam Tabel 3. 3

Tabel 3. Kelas Umur Beranak dan Faktor Koreksinya No Kelas Umur Beranak (hari) Faktor Koreksi 1 500-749 1,29 2 750-999 1,15 3 1000-1249 1,05 4 1250-1499 1,03 5 1500-1749 1,02 6 1750-1999 1,01 7 2000-2249 1,00 8 2250-2499 0,96 9 2500-2749 0,92 10 2750-2999 0,84 Faktor koreksi yang dibuat merupakan faktor koreksi perkalian (multiplicative), yaitu untuk menghitung produksi susu terkoreksi dilakukan dengan cara mengalikan angka koreksi jumlah hari laktasi dan umur saat beranak terhadap produksi susu nyata. Untuk membuktikan pendapat Warwick et al., (1985) bahwa faktor koreksi yang baik adalah yang didapatkan dari daerah setempat maka dilakukan perbandingan penggunaan faktor koreksi. Perbandingan deskriptif statistik antara produksi susu nyata dan terkoreksi pada penggunaan faktor koreksi hasil penelitian dengan faktor koreksi DHIA tercantum pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-Rata, Simpang Baku dan Koefisien Keragaman Produksi Susu Nyata dan Terkoreksi Rata-rata (liter) Simpang Baku (liter) Koefisien Keragaman (%) Produksi nyata 3.847,6 1.142,8 29,7 PT Lokal 3.795,4 827,3 21,8 PT DHIA 3.989,7 1.009,4 25,3 PT = Produksi Terkoreksi Data dalam Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan koreksi data terhadap jumlah hari laktasi dan umur saat beranak mampu menurunkan variasi produksi susu, baik pada penggunaan faktor koreksi hasil penelitian yang menggunakan data lokal maupun faktor koreksi DHIA sebagai pembanding. Bila dibandingkan dengan faktor koreksi DHIA, faktor koreksi lokal mempunyai koefisien keragaman yang lebih rendah (21,8% vs 25,3%). Hal ini menunjukkan bahwa faktor koreksi lokal telah mampu menurunkan (menyeragamkan) pengaruh lingkungan lebih baik dibanding DHIA. Produksi susu terkoreksi pada penggunaan faktor koreksi DHIA cenderung diperoleh hasil lebih tinggi. Hal tersebut disebabkan faktor koreksi DHIA dibuat berdasarkan performan sapi-sapi di Amerika yang memiliki produksi susu lebih tinggi dibanding sapi-sapi di Indonesia. Kondisi tersebut menunjukkan pula bahwa penggunaan faktor koreksi DHIA cenderung menyebabkan over estimate pada produksi susu terkoreksi dibanding pada penggunaan faktor koreksi hasil penelitian yang menggunakan data lokal. KESIMPULAN Kesimpulan penelitian adalah produksi susu dipengaruhi oleh jumlah hari laktasi dan umur saat beranak., dan faktor koreksi lokal menurunkan keragaman produksi susu sapi perah. DAFTAR PUSTAKA Akramuzzein., 2009. Program Evaluasi Pemberian Pakan Sapi Perah Untuk Tingkat Peternak dan Koperasi Menggunakan Microsoft Access. Thesis. Program Pascasarjana IPB, Bogor. Anggraeni, A., 2012. Perbaikan Genetik Sifat Produksi Susu dan Kualitas Susu Sapi Friesian Holstein Melalui Seleksi. Wartazoa. Vol. 22. No. 1 Bath, D. L., Dickerson, F. N., Tucker, H. A. dan Appleman, R. D, 1985. Dairy Cattle: Principles, Practices, Problems, Profits. Lea and Febiger. Philadelphia. Blakely, J. dan Bade, D. H, 1991. The Science of Animal Husbandry. Reston Publishing, Co., Inc. Prentice Hall, Virginia. Chauhan, V.P., 1988. Additive Versus Multiplicative Precorection of Dairy Records for Some Environmental Effect in Sire Evaluation. J. Dairy Sci. 71 : 195 203. Penyusunan Faktor Koreksi Produksi Susu Sapi Perah (Setya Agus Santosa, S. Pt., M.P. et al) 4

Hardjosubroto, W, 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Grasindo, Jakarta. Kamayanti, Y. D., Palawarukka dan Anggraeni, A., 2006. Pemeriksaan Interaksi Genetik Dan Lingkungan Dari Daya Pewarisan Produksi Susu Pejantan Friesian-Holstein Impor yang Dipakai Sebagai Sumber Bibit pada Perkawinan IB. Pros. Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumberdaya Genetik di Indonesia. Bogor, 20 Desember 2006. Badan Litbang Pertanian. hlm. 149 56. Morales, F., Blake, R.W., Stanton, T. L. and Hanh, M.V., 1989. Effect of Age, Parity, Season of Calving, and Sire on Milk Yield of Carora Cows in Venezuela. J. Dairy Sci. 72 : 2161 2169. Mustofa, Z., 2003. Analisis Hubungan Antara Umur Beranak, Days Open dan Calving Interval dengan Produksi Susu Sapi Perah FH di BPPT Sapi Perah Cikole Bandung. Skripsi. Fapet Unsoed. Purwokerto. Sudewo, A.T. A., Santosa, S.A. dan Susanto, A., 2012. Statistika. Fakultas Peternakan UNSOED, Purwokerto Surjowardojo, P., 1993. Parameter Genetik dan Pengaruh Faktor Non Genetik terhadap Produksi Susu di PT Sumber Susu Indonesia Kabupaten Malang. Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Warwick, E. J., Hardjosubroto, W. dan Astuti, J. M., 1995. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Williamson, G. and Payne, W.J.A,1993. An Introduction to Animal Husbandry in the Tropics. 3 rd Ed. Longman Group Limited, London. 5