POTENSI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BETINA DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN, PURWOKERTO SKRIPSI ERNI SITI WAHYUNI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POTENSI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BETINA DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN, PURWOKERTO SKRIPSI ERNI SITI WAHYUNI"

Transkripsi

1 POTENSI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BETINA DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN, PURWOKERTO SKRIPSI ERNI SITI WAHYUNI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 i

2 RINGKASAN Erni Siti Wahyuni. D Potensi Genetik Produksi Susu Sapi Friesian Holstein Betina di BBPTU Sapi Perah Baturraden, Purwokerto. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si. Pembimbing Anggota : Ir. Anneke Anggraeni, M.Si., Ph.D Kebutuhan akan susu yang semakin meningkat belum bisa diimbangi oleh produksi susu dalam negeri. Sapi perah betina, khususnya sapi bangsa Friesian Holstein (FH), memegang peranan penting dalam memproduksi susu di dalam negeri. Seleksi terhadap sapi betina FH diharapkan akan mampu meningkatkan nilai pemuliaannya pada suatu peternakan. Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah (BBPTU-SP) Baturraden adalah balai pemerintahan yang khusus menangani pembibitan sapi perah betina atau indukan. Sebagai pusat sapi FH betina di Indonesia, BBPTU-SP harus memiliki indukan terbaik, sehingga dapat digunakan sebagai sapi bibit atau induk yang menghasilkan keturunan dengan kemampuan produksi susu yang baik. Potensi genetik sapi betina FH dapat dilihat berdasarkan catatan produksinya melalui pendugaan nilai parameter genetik, sehingga parameter genetik tersebut dapat digunakan sebagai dasar dilakukannya evaluasi terhadap nilai pemuliaan dan keunggulan genetiknya melalui metode MPPA dan PBV. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan mengetahui potensi genetik produksi susu dari sapi Friesian Holstein betina di BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto. Penelitian ini menggunakan catatan produksi susu harian yang terhitung sejak tahun Catatan tersebut merupakan catatan produksi susu dari 213 ekor sapi betina yang berjumlah 537 catatan. Catatan produksi susu harian kemudian selanjutnya diakumulasikan menjadi produksi susu per laktasi. Produksi susu per laktasi tersebut kemudian distandardisasi ke dalam lama laktasi 305 hari dan umur setara dewasa berdasarkan faktor koreksi DHIA-USDA. Perhitungan heritabilitas dilakukan dengan metode korelasi saudara tiri sebapak (paternal halfsib correlation), sedangkan ripitabilitas dihitung berdasarkan analisis sidik ragam klasifikasi satu arah. Daya pewarisan sifat dari sapi betina ini dihitung dengan menggunakan metode Predicted Breeding Value (PBV) sedangkan pendugaan keunggulan produksi susunya menggunakan metode The Most Probable Producing Ability (MPPA). Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai heritabilitas yang didapat tergolong sedang dengan nilai 0,40±0,36. Ripitabilitas produksi susu yang diperoleh di BBPTU-SP Baturraden tergolong tinggi dengan nilai 0,84±0,02. Sapi betina dengan peringkat terbaik berdasarkan nilai MPPA dan PBV adalah sapi dengan nomor identitas 125. Sapi ini memiliki nilai pendugaan MPPA sebesar kg yang artinya sapi ini diduga akan menghasilkan produksi susu sebesar kg pada laktasi berikutnya. Nilai pendugaan PBV yang diperoleh adalah sebesar kg, artinya sapi ini memiliki keunggulan genetik produksi susu sebesar kg. Kata-kata kunci: Sapi Friesian Holstein, potensi genetik, produksi susu. ii

3 ABSTRACT Genetic Ability of Friesian Holstein Cow s Milk Production in BBPTU-Sapi Perah Baturraden, Purwokerto. Wahyuni, E.S., Jakaria, A. Anggraeni Genetic ability improvement effort of dairy cattle s milk production can be done by selection of the cow. Friesian Holstein is the most popular dairy cow to be used. Inheritance ability and estimation of production traits can be evaluated according to the milk yield record. The objectives of this research were to estimated the genetic ability of the dairy cow in BBPTU-SP Baturraden by using two methods and to test rank of genetic superiority. Daily milk production collected 537 records of 213 dairy cows. Data collected from 2006 to 2011 which originated from BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto. The daily milk production was rearranged into milk yield per lactation. The real milk yield was standardized to 305 days and mature equivalent based on DHIA-USDA s correction factors. Repeatibility estimation was done by one way classification with unequal numbers of measurements per individual (unbalanced design). Meanwhile heritability estimation was done by using anysis of variance the interclass correlation between paternal halfsib. The methods were used to estimated the genetic ability, namely Most Probable Producing Ability (MPPA) and Predicted Breeding Value (PBV). Repeatibility and heritability value of milk production are recorded as 0.84±0.02 and 0,40±0,36. Based on the evaluation on 213 heads of HF cows, it was obtained that the average value of MPPA was 5,443±895 kg ( kg) and that for PBV was 5,462±425 kg ( kg). The best cow was identified for the ID 125 having the MPPA value by 7,701 kg and the PBV value by 6,533 kg. Keywords: Holstein Friesian, genetic ability, milk yield. iii

4 POTENSI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BETINA DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN, PURWOKERTO ERNI SITI WAHYUNI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 iv

5 Judul Nama NIM : Potensi Genetik Produksi Susu Sapi Friesian Holstein Betina di BBPTU-Sapi Perah Baturraden, Purwokerto : Erni Siti Wahyuni : D Menyetujui, Pembimbing Utama Pembimbing Anggota (Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si) NIP (Ir. Anneke Anggraeni, M.Si., Ph.D) NIP Mengetahui Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP Tanggal Ujian: 23 Juli 2012 Tanggal Lulus: v

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Maret 1990 di Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Dadang Jauhari dan Ibu Cucu Lusiani. Penulis pertama kali mengenyam pendidikan di TK Al Manar pada tahun Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Sirnagalih mulai tahun Pendidikan tingkat pertama dijalani di SMP Al Ma soem selama tahun yang dilanjutkan di SMA Al Ma soem pada tahun 2005 dan diselesaikan pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008 dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Penulis aktif di organisasi dan kepanitiaan. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Produksi Peternakan (Himaproter) sebagai sekretaris divisi Fotoproter pada periode 2010/2011. Penulis juga berkesempatan menjadi reporter di Majalah Emulsi ( ) dan menjadi Pimpinan Redaksi di majalah yang sama ( ). Selama kuliah, penulis juga menjadi salah satu pengajar di MSCollege ( ) dan menjadi pengajar privat ( ). Pada tahun 2012, penulis aktif menjadi reporter lepas di Majalah Food Review. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai bidang seni, antara lain Lises Gentra Kaheman ( ), paduan suara Graziono Symphonia ( ), dan tim perkusi d Ransum ( ). Penulis juga aktif sebagai salah satu atlet basket putri Fakultas Peternakan, IPB. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Balai Inseminasi Buatan, Lembang pada tahun Selama menjadi mahasiswa, penulis memperoleh beberapa prestasi antara lain Juara II Basket Putri Dekan Cup 2010, Juara II Aerobik Dekan Cup 2010, Juara I Lomba Tulis Puisi Fapet Show Time 2010, Juara I Fotografi Fapet Show Time 2010, Juara I Lomba Tulis Puisi Fapet Show Time 2011, Juara I Basket Putri Dekan Cup 2012, dan Mahasiswa Berprestasi Fakultas Peternakan Penulis juga berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar Teknologi Hasil Ternak pada tahun Penulis juga merupakan salah satu penerima beasiswa PPA pada tahun dan berhasil didanai dalam Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Penelitian sebanyak 2 proposal pada tahun vi

7 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim, Alhamdulillahirabbilalamiin, puji syukur senantiasa tercurah ke hadirat Sang Pencipta, Pemilik dan Maha Segala, Allah SWT atas segala nikmat, karunia, taufik dan hidayah-nya, sehingga Penulis diberikan kesempatan untuk menikmati hidup sejauh ini dan diberi kemudahan serta kelancaran selama penelitian dan pemulisan skripsi ini. Shalawat serta salam juga tak berhenti tercurah kepada Nabi Besar, junjungan umat Islam, Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, dan semua umat yang berjuang di jalan yang sama hingga akhir hayat. Penelitian ini berjudul Potensi Genetik Produksi Susu Sapi Friesian Holstein Betina di BBPTU Sapi Perah Baturraden, Purwokerto. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Februari 2012 di BBPTU-SP Baturraden, sedangkan pengolahan data sekunder dilakukan selama bulan Februari-April Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keunggulan genetik produksi susu sapi FH betina di BBPTU-SP Baturraden dengan metode MPPA dan PBV. Penulis berharap agar penelitian ini dapat menjadi acuan, informasi, dan rekomendasi bagi para peternak, peneliti maupun pemerintah dalam mengetahui sapi betina dengan keunggulan genetik terbaik di BBPTU-SP Baturraden. Dengan demikian, upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi susu dapat dilakukan dan didukung oleh semua pihak yang terkait. Semoga skripsi ini dapat menjadi suatu manfaat yang dimanfaatkan kembali oleh para pembaca. Selain itu, skripsi ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan untuk menambah ilmu mengenai evaluasi keunggulan genetik produksi susu sapi perah. Penulis berterimakasih kepada semua pihak yang telah memotivasi, membantu dan memberi kesempatan serta ijin untuk penggunaan berbagai materi selama penelitian dan penulisan skripsi ini dilakukan. Bogor, Agustus 2012 Penulis vii

8 DAFTAR ISI RINGKASAN. ABSTRACT LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP. KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN.. 1 Latar Belakang... 1 Tujuan 2 TINJAUAN PUSTAKA. 3 Perkembangan Sapi Perah di Indonesia. 3 Sapi Friesian Holstein... 4 Produksi Susu Sapi FH.. 5 Faktor Koreksi Susu.. 7 Ripitabilitas 8 Heritabilitas 9 Seleksi 10 The Most Probable Producing Ability (MPPA). 11 Predicted Breeding Value (PBV) MATERI DAN METODE.. 13 Lokasi dan Waktu.. 13 Materi. 13 Prosedur. 13 Rancangan dan Analisis Data 14 Ripitabilitas (r) Heritabilitas (h 2 ). 15 Pendugaan Nilai The Most Probability Producing Ability 16 Pendugaan Nilai Predicted Breeding Value HASIL DAN PEMBAHASAN.. 17 Keadaan Umum Lokasi.. 17 Produksi Susu. 18 Parameter Genetik.. 20 ii iii iv v vi vii viii x xi xii viii

9 Ripitabilitas (r) Heritabilitas (h 2 ). 21 Pendugaan Nilai MPPA. 21 Pendugaan Nilai PBV 22 KESIMPULAN DAN SARAN. 25 Kesimpulan 25 Saran UCAPAN TERIMA KASIH.. 26 DAFTAR PUSTAKA. 27 LAMPIRAN 29 ix

10 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Ripitabilitas Produksi Susu Sapi FH di Berbagai Wilayah Heritabilitas Produksi Susu Sapi FH di Berbagai Wilayah Daftar Analisis Sidik Ragam Ripitabilitas Daftar Analisis Sidik Ragam Heritabilitas Rataan Produksi Susu per Laktasi di BBPTU-SP Baturraden Nilai Heritabilitas dan Ripitabilitas di BBPTU-SP Baturraden Nilai MPPA dan PBV dari 10% Sapi FH Betina Terbaik di BBPTU-SP Baturraden Analisis Sidik Ragam Ripitabilitas Analisis Sidik Ragam Heritabilitas x

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Produksi Susu Nasional ( ) Populasi Ternak Sapi Perah ( ) Kurva Produksi Susu Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto Lahan Pastura Farm Tegalsari BBPTU-SP Baturraden Sapi Betina FH di BBPTU-SP Baturraden 19 xi

12 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Perhitungan Nilai Ripitabilitas Produksi Susu (Setelah Distandardisasi pada Faktor Koreksi Lama Laktasi 305 Hari dan Umur Dewasa) Perhitungan Nilai Heritabilitas Produksi Susu (Setelah Distandardisasi pada Faktor Koreksi Lama Laktasi 305 Hari dan Umur Dewasa) 3. Peringkat Sapi Friesian Holstein di BBPTU-SP Baturraden Berdasarkan Nilai MPPA dan PBV Data 50% Sapi FH Betina Sebagai Ternak Pengganti di BBPTU-SP Baturraden Faktor Koreksi Panjang Laktasi Kurang dari 305 Hari Menjadi Panjang Laktasi 305 Hari Faktor Koreksi Panjang Laktasi Lebih dari 305 Hari Menjadi Panjang Laktasi 305 Hari Faktor Koreksi untuk Menyesuaikan Umur Sapi ke Arah Umur Dewasa xii

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Susu merupakan salah satu produk hasil ternak yang sudah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Direktorat Jenderal Peternakan (2011) melaporkan bahwa konsumsi susu masyarakat Indonesia sudah mencapai 16,421 kg/kapita/tahun. Laju konsumsi ini diperkirakan akan semakin meningkat setiap tahunnya. Kenyataannya, produksi susu dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 35% saja dari kebutuhan susu nasional, sedangkan sebagian besar sisanya dipenuhi oleh susu impor. Ketersediaan susu sebagai salah satu bahan pangan menjadi hal yang mendapat perhatian, khususnya karena kualitas dan kuantitas susu yang belum memadai. Produksi susu dari sapi perah merupakan faktor penting yang menyangkut ketersediaan susu. Produksi susu menjadi hal utama pada suatu peternakan sapi perah berdasarkan faktor ekonomis. Peningkatan produksi susu ini dapat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas atau populasi dari sapi perah betina laktasi. Peningkatan produktivitas merupakan salah satu cara dalam meningkatkan produksi susu nasional. Pemuliaan memiliki fungsi dan peranan yang penting dalam usaha peningkatan produktivitas ternak karena dapat meningkatan potensi genetik ternak menjadi lebih baik lagi. Sapi perah betina mempunyai kemampuan produksi susu yang berbeda-beda. Produksi susu sapi perah merupakan sifat yang dikendalikan oleh banyak gen (kuantitatif), sehingga ekspresinya merupakan akumulasi dari pengaruh genetik, lingkungan, dan interaksi keduanya. Faktor genetik merupakan hal yang lebih penting dan lebih memperoleh perhatian pada program pemuliaan ternak karena unsur inilah yang diwariskan tetua kepada keturunannya (Falconer dan Mackay, 1996). Kegiatan pemuliaan mencakup dua hal, yaitu seleksi dan persilangan. Pemilihan sapi perah betina atau seleksi sangat penting untuk dilakukan. Seleksi memberikan hasil yang permanen dan berakumulasi. Kurnianto et al. (2008) menyatakan bahwa pelaksanaan seleksi didasari alasan untuk mempertahankan jumlah ternak yang ada, dikawinkan dengan pejantan unggul untuk memperoleh anak betina yang unggul dan dapat digunakan sebagai pengganti induk (replacement) dan akan memperoleh anak jantan yang akan digunakan sebagai pemacek dalam program 1

14 inseminasi buatan. Seleksi dilakukan untuk mengetahui sapi perah betina yang memiliki kemampuan produksi yang tinggi dan dapat mewariskan sifat tersebut kepada keturunannya. Berdasarkan alasan tersebut, perlu dilakukan evaluasi mengenai keunggulan genetik produksi susu. Prinsip evaluasi adalah dengan mengetahui parameter-parameter genetik yang kemudian digunakan untuk mengetahui produktivitas ternak tersebut. Metode yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap kemampuan produksi susu adalah MPPA (Most Probable Producing Ability) dan PBV (Predicted Breeding Value). Evaluasi genetik sifat produksi susu perlu dilakukan pada Balai Pembibitan Ternak Unggul yang menjadi acuan peternak di Indonesia untuk mendapatkan ternak unggul. Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi dan mengetahui potensi genetik sifat produksi susu sapi Friesian Holstein betina di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul-Sapi Perah (BBPTU-SP) Baturraden, Purwokerto, berdasarkan pendugaan nilai MPPA dan PBV. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Sapi Perah di Indonesia Usaha peternakan sapi perah yang diusahakan oleh pribumi diperkirakan berdiri sekitar tahun Usaha ini berlanjut secara bertahap sampai saat ini. Peternak-peternak kecil juga melakukan usaha sampingan untuk menghasilkan susu dengan kepemilikan sekitar 2-3 ekor sapi perah. Sapi-sapi perah tersebut berasal dari perusahaan-perusahaan susu yang telah mengalami kehancuran pada masa-masa Pemerintahan Penjajahan Jepang dan Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Peternak umumnya para petani di daerah dataran tinggi yang memelihara sapi dengan tujuan utama untuk mendapatkan pupuk kandang, sedangkan susu hanya menjadi tujuan kedua. Produksi Susu (ribu ton) Tahun Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011) Industri ini mulai berkembang dengan pesat sejak awal tahun Pemerintah mulai melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan kapasitas produksi susu dalam negeri untuk kebutuhan masyarakat. Produksi susu di dalam negeri saat ini baru memenuhi sekitar 35% dari kebutuhan susu nasional. Produksi susu tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat walaupun terjadi peningkatan produksi di setiap tahunnya. Jika populasi sapi laktasi di Indonesia diestimasi sekitar 60% dari jumlah populasi seluruhnya, maka produksi susu saat ini adalah sekitar ton dari ekor sapi FH. Rataan produksi susu per tahunnya adalah sekitar kg/tahun. Rataan produksi susu ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata 3

16 produksi susu pada tahun 2007, yaitu sekitar kg/tahun. Grafik produksi susu sejak tahun 2007 sampai 2011 dapat dilihat pada Gambar 1. Produksi susu nasional cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Laju peningkatan yang paling tinggi terjadi pada tahun 2009, yaitu sebesar 28%. Laju peningkatan produksi susu dari tahun 2007 sampai 2011 berturut-turut adalah 14%, 28%, 10%, dan 2%. Rataan laju peningkatan produksi susu di Indonesia sejak tahun 2007 sampai 2011 adalah sekitar 13,5%. Populasi ternak sapi perah juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Grafik populasi ternak sapi perah dapat dilihat pada Gambar 2. Populasi tersebut sebagian besar berada di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur (49,6%), Jawa Tengah (25,1%), dan Jawa Barat (23,4%). Laju peningkatan populasi paling tinggi yang sama terjadi pada tahun 2008 dan 2011 yaitu sebesar 22%. Laju peningkatan populasi sapi perah dari tahun 2007 sampai 2011 berturut-turut adalah 22%, 4%, 0,2%, dan 22%. Laju peningkatan populasi sapi perah di Indonesia sejak tahun 2007 sampai 2011 adalah sekitar 12%. 700 Jumlah Ternak (ribu ekor) Tahun Gambar 2. Populasi Ternak Sapi Perah ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011) Sapi Friesian Holstein Sapi perah termasuk ke dalam family Bovidae, sub family Bovinae dan genus Bos. Sapi perah yang dikembangkan di berbagai belahan dunia adalah jenis Bos taurus (sapi Eropa) yang berasal dari daerah sub tropis dan Bos indicus (sapi berponok di Asia) yang berasal dari daerah tropis, serta hasil persilangan dari 4

17 keturunan Bos taurus dan Bos indicus. Sapi yang berasal dari Bos taurus dan banyak dikembangkan antara lain adalah Holstein, Brown Swiss, Ayshire, Guernsey dan Jersey. Bangsa sapi perah yang umum dikembangkan di Indonesia adalah bangsa Friesian Holstein (FH). Sapi FH berasal dari provinsi Friesland, Belanda. Bangsa sapi ini adalah bangsa sapi perah yang tertua, terkenal, dan tersebar hampir di seluruh dunia (Sudono et al., 2003). Sapi perah Fries Holland berasal dari Belanda Utara atau Friesian Barat. Di Amerika dikenal antara lain sapi Friesian Holstein (FH) dan Holstein, sedangkan di Eropa dikenal sapi perah Friesian (Sudono et al., 2003). Sapi FH memiliki ciri-ciri seperti warna belang hitam (berwarna hitam putih), ujung ekor putih, bentuk kepala yang panjang, dahi seperti cawan, moncong luas dan ambing besar serta simetris (Dewan Standardisasi Indonesia, 1992). Menurut Blakely dan Blade (1994) sapi FH memiliki berat 675 kg dengan rata-rata produksi susu per tahun kg dan berat lahir anak 42 kg. Karakteristik lainnya adalah temperamen tenang, kemampuan merumputnya sedang dan masak kelamin lambat. Kadar lemak susu dari sapi FH umumnya 3,5% - 3,7% dengan warna lemak kuning membentuk butiran-butiran (globula) sehingga aman untuk konsumsi susu segar. Produksi susu sapi FH saat ini di Indonesia memiliki produksi rata-rata sekitar 10 liter/ekor/hari atau sekitar kg/laktasi (Anggraeni, 2012). Meskipun demikian bangsa sapi FH menghasilkan jumlah susu yang cukup tinggi dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi perah lainnya baik di daerah subtropis maupun tropis. Sifat Produksi Susu Produksi susu dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, dan interaksi keduanya. Musim, curah hujan, hari hujan, temperatur, kelembaban, tahun pemeliharaan, dan peternakan juga merupakan faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi produksi susu. Kenyataannya, faktor-faktor tersebut seringkali berkaitan satu sama lain dalam menimbulkan keragaman produksi susu (Anggraeni, 1995; Indrijani, 2001). Falconer dan Mackay (1996) menjelaskan bahwa pada program pemuliaan ternak, yang lebih penting dan mendapat perhatian adalah faktor genetik karena faktor inilah yang diwariskan tetua kepada keturunannya. Faktor lingkungan berupa iklim, pakan, dan pengelolaan merupakan faktor yang tidak diwariskan (Kurnianto et al., 2008). 5

18 Kurva produksi susu dalam satu masa laktasi dapat dilihat pada Gambar 3. Produktivitas sapi perah dapat dievaluasi dengan cara pengukuran produksi susu selama satu masa laktasi. Produksi susu biasanya cukup tinggi setelah enam minggu masa laktasi hingga mencapai produksi maksimum, setelah itu terjadi penurunan produksi secara bertahap sampai akhir masa laktasi. Penurunan produksi susu yang terjadi setelah mencapai puncak laktasi adalah sekitar 6% setiap bulannya (Tyler dan Ensminger, 2006). Gambar 3. Kurva Produksi Susu Sumber: Blakely dan Blade (1994) Puncak produksi tergantung pada kondisi induk saat melahirkan, keturunan, terbebasnya induk dari infeksi penyakit serta pakan setelah melahirkan. Induk yang mengalami penurunan produksi susu secara cepat setelah produksi berarti mempunyai persistensi yang rendah. Persistensi produksi adalah kemampuan induk sapi mempertahankan tingkat produksi selama masa laktasi. Persistensi ini dipengaruhi oleh umur sapi, kondisi sapi saat beranak, lama masa kering sebelumnya dan jumlah pakan (Akers, 2002). Umumnya lama masa laktasi adalah 10 bulan (305 hari) pada sapi-sapi yang mempunyai selang beranak 12 bulan. Produksi air susu tertinggi diperoleh pada periode laktasi keempat (Schmidt dan Van Vleck, 1974). Produksi susu total setiap laktasi bervariasi, namun umumnya puncak produksi dicapai pada umur 6-7 tahun, atau pada laktasi ke-3 dan ke-4. Mulai dari laktasi pertama, produksi susu akan 6

19 meningkat sampai umur dewasa. Umur sapi yang semakin bertambah menyebabkan penurunan produksi secara perlahan. Produksi susu pada laktasi pertama adalah 70%, laktasi kedua adalah 80%, laktasi ketiga 90% dan laktasi keempat 95% dari produksi susu pada umur dewasa dengan selang beranak 12 bulan dan beranak pertama pada umur dua tahun (Tyler dan Ensminger, 2006). Produksi susu secara umum dipengaruhi oleh faktor biologis atau internal dan factor eksternal. Faktor internal adalah faktor genetik, periode laktasi, frekuensi pemerahan, umur dan ukuran tubuh ternak, masa kering, siklus estrus dan kebuntingan, ketosis dan milk fever (Sudono et al., 2003), sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar tubuh ternak seperti iklim, jumlah dan kualitas pakan, penyakit dan parasit (Indrijani, 2001). Faktor Koreksi Produksi Susu Produksi susu dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Beberapa faktor internal seperti masa laktasi, umur beranak, dan masa kosong, ataupun faktor eksternal seperti kondisi perusahaan tempat berproduksi, tahun beranak dan musim beranak dapat memberikan kontribusi terhadap variasi produksi susu dalam satu laktasi. Keadaan ini akan menutupi keragaman produksi susu yang disebabkan oleh keragaman genetik (Anggraeni, 1995). Produksi susu dapat disesuaikan atau dikoreksi ke arah standar tertentu. Faktor koreksi yang paling umum digunakan adalah faktor koreksi produksi susu yang disesuaikan ke arah lama laktasi 305 hari, umur induk dewasa dan pemerahan 2 kali perhari. Standardisasi lama laktasi 305 hari didasarkan perhitungan bahwa seekor sapi perah paling optimal dapat beranak satu kali dalam satu tahun dengan lama pengeringan 6 8 minggu. Umur dewasa sapi perah dicapai pada umur bulan dan pada umur ini diharapkan telah mencapai produksi optimalnya (Hardjosubroto, 1994). Lama hari berproduksi atau masa laktasi antara sapi-sapi betina umumnya menunjukan keragaman yang besar. Hasil-hasil yang telah diperoleh menunjukan bahwa lama laktasi merupakan sumber keragaman yang perlu dipertimbangkan dalam mendapatkan faktor koreksi laktasi lengkap (Anggraeni, 1995). Sapi betina dengan lama laktasi kurang dari 305 hari akan memiliki faktor koreksi yang nilainya 7

20 lebih besar dibandingkan dengan lama laktasi yang lebih dari 305 hari, sebaliknya faktor koreksi untuk lama laktasi yang lebih dari 305 hari akan lebih kecil. Hal lain yang juga mempengaruhi produksi susu adalah umur beranak. Pendugaan nilai pemuliaan produksi susu perlu dilakukan penyesuaian produksi susu sapi betina yang dinilai terhadap produksi susu setara dewasa. Alasan mendasar dilakukan pengkoreksian dikarenakan umur beranak dapat menimbulkan bias dalam evaluasi mutu genetik sapi betina. Pembakuan menjadi satu hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisir bias dalam evaluasi tersebut. Miller et al. (2002) menyatakan beberapa alasan dilakukannya pengkoreksian produksi susu terhadap umur beranak adalah agar terpenuhinya beberapa tujuan seperti 1) menghilangkan bias ketika membandingkan sapi betina dengan umur yang berbeda, 2) menurunkan keragaman karena umur yang tidak sama, dan 3) guna mengestimasi produksi susu saat umur dewasa yang mungkin dapat dihasilkan seekor sapi betina dalam kondisi faktor lingkungan yang sama. Ripitabilitas Kurnianto (2009) menyatakan bahwa konsep ripitabilitas (r) digunakan untuk mempelajari bagian ragam total suatu sifat pada suatu populasi yang disebabkan oleh keragaman antar individu yang bersifat permanen pada periode produksi yang berbeda. Ripitabilitas merupakan suatu pengukuran kesamaan antara pengukuran suatu sifat yang diukur berkali-kali pada ternak yang sama selama ternak tersebut hidup (Noor, 2010). Konsep angka pengulangan (repeatability) berguna untuk sifatsifat yang muncul berkali-kali selama hidup ternak, misalnya produksi susu, produksi telur, produksi wool, dan lain-lain. Angka pengulangan (repeatibility) dapat didefinisikan sebagai korelasi fenotip antara performan sekarang dengan performan selanjutnya di masa yang akan datang pada satu individu. Noor (2010) menyampaikan bahwa ripitabilitas digolongkan ke dalam rendah jika nilainya kurang dari 0,2, sedang jika nilainya berkisar antara 0,2 dan 0,4, dan tinggi jika nilainya lebih besar dari 0,4. Nilai ripitabilitas yang tinggi menunjukan bahwa kemampuan ternak untuk mengulang sifat produksi susu pada periode laktasi berikutnya juga akan tinggi. Sebaliknya, nilai ripitabilitas yang rendah menunjukan bahwa ternak tersebut memiliki kemampuan yang rendah untuk mengulang sifat produksi susu pada periode laktasi berikutnya. 8

21 Nilai ripitabilitas berguna untuk memperkirakan produktivitas di masa yang akan datang dari ternak. Nilai ripitabilitas produksi susu sapi FH di berbagai wilayah dapat dilihat pada Tabel 1. Perbedaan nilai ripitabilitas yang berbeda dapat disebabkan oleh perbedaan cara mengambil sampel, jumlah sampel, serta metode yang digunakan. Tabel 1. Ripitabilitas Produksi Susu Sapi FH di Berbagai Wilayah No Lokasi Ripitabilitas Sumber 1 BPT-HMT Baturraden 0,25±0,05 Gushairiyanto (1994) 2 Yayasan Santa Maria Rawaseneng 0,40±0,05 Mekir (1982) 3 PT Baru Adjak 0,62±0,03 Gushairiyanto (1994) 4 PT Taurus Dairy Farm 0,64±0,03 Gushairiyanto (1994) 5 Sumber Susu Indonesia 0,56±0,06 Maylinda (1986) 6 Sekolah Peternakan Menengah Atas Malang 0,43±0,08 Maylinda (1986) Heritabilitas Hardjosubroto (1994) menyatakan bahwa angka pewarisan (heritability) dapat didefinisikan sebagai proporsi dari ragam genetik terhadap ragam fenotip. Heritabilitas (h 2 ) merupakan nilai yang mengukur kepentingan relatif antara pengaruh genetik dan lingkungan untuk suatu sifat pada suatu populasi. Heritabilitas juga dapat didefinisikan sebagai ukuran yang menunjukan tingkat kesamaan penampilan antara anak-anak dengan tetuanya. Selain itu, heritabilitas juga merupakan suatu ukuran yang menggambarkan hubungan antara nilai fenotipik dengan nilai pemuliaan (breeding value) untuk suatu sifat pada suatu populasi (Kurnianto, 2009). Nilai heritabilitas berselang antara 0 sampai 1. Kurnianto (2009) menyatakan bahwa heritabilitas dikategorikan rendah (lowly heritable) jika nilai berselang antara 0 dan 0,15, dikategorikan sedang (moderately heritable) jika nilai berselang antara 0,15 dan 0,30 dan dikategorikan tinggi (highly heritable) jika nilai heritabilitas yang didapat lebih dari 0,3. Nilai h 2 yang mendekati 1 menunjukan bahwa suatu sifat memberikan respon yang lebih baik terhadap perlakuan seleksi. Sebaliknya nilai h 2 yang rendah untuk suatu sifat menunjukan bahwa respon seleksi akan lambat. Seekor ternak yang menunjukan nilai heritabilitas yang tinggi pada suatu sifat diharapkan dapat mempunyai anak dengan keunggulan yang sama pada sifat tersebut. 9

22 Sebaliknya, bila nilai heritabilitas dari sifat tersebut rendah maka keturunan dari ternak tersebut tidak dipastikan mempunyai keunggulan sifat yang sama, karena hanya sebagian kecil saja dari keunggulannya yang diwariskan kepada keturunannya. Beberapa nilai heritabilitas produksi susu sapi FH di berbagai wilayah dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai pendugaan heritabilitas umumnya bervariasi tergantung pada perbedaan cara pengambilan sampel, keterbatassan sampel, perbedaan metode yang digunakan, dan managemen pada waktu pengamatan dilakukan. Tabel 2. Heritabilitas Produksi Susu Sapi FH di Berbagai Wilayah No Lokasi Heritabilitas Sumber 1 BPT-HMT Baturraden 0,48±0,24 Gushairiyanto (1994) BPT-HMT Baturraden 0,32±0,34 Hidayat (2000) BPT-HMT Baturraden 0,23±0,08 Ekasanti et al. (2002) BBPTU-SP Baturraden 0,352±0,04 Indrijani (2008) 2 Yayasan Santa Maria Rawaseneng 0,23±0,25 Mekir (1982) 3 Sumber Susu Indonesia 0,43±0,74 Maylinda (1986) 4 Sekolah Peternakan Menengah Atas Malang 0,22±0,74 Maylinda (1986) 5 PT Baru Adjak 0,79±0,35 Kurnianto (1991) 0,67±0,22 Gushairiyanto (1994) 6 PT Surya Dairy Farm 0,19±0,53 Kurnianto (1991) 7 PT Taurus Dairy Farm 0,39±0,38 Kurnianto (1991) 8 BPPT Cikole 0,31±0,05 Indrijani (2001) 0,237±0,07 Indrijani (2008) 0,326±0,19 Indrijani (2008) 9 PT Bandang Dairy Farm 0,350±0,11 Indrijani (2008) Seleksi Seleksi diartikan sebagai suatu tindakan untuk membiarkan ternak-ternak tertentu bereproduksi, sedangkan ternak lainnya tidak diberi kesempatan untuk bereproduksi. Seleksi akan meningkatkan frekuensi gen-gen yang diinginkan dan menurunkan frekuensi gen-gen yang tidak diinginkan (Noor, 2010). Kurnianto (2009) menjelaskan bahwa seleksi dalam ilmu pemuliaan diartikan sebagai upaya memilih dan mempertahankan ternak-ternak yang dianggap baik untuk terus dipelihara sebagai tetua bagi generasi yang akan datang dan mengeluarkan (culling) ternak-ternak yang dianggap kurang baik. 10

23 Seleksi dapat dilakukan pada ternak jantan maupun betina. Seleksi terhadap sapi betina merupakan hal yang penting karena pemasukan utama bagi peternak adalah hasil dari penjualan susu, maka produktivitas sapi betina merupakan hal yang penting untuk diketahui. Sapi-sapi betina diurutkan berdasarkan produksi susunya dari yang tertinggi sampai yang terendah. Informasi mengenai silsilah juga merupakan salah satu hal yang harus diketahui khususnya untuk sapi dara yang dipilih dengan tujuan sebagai pengganti (replacement) (Ensminger, 1980). Produktivitas dari sapi betina tersebut juga dapat diturunkan kepada anaknya yang diharapkan memiliki produktivitas yang sama atau lebih tinggi lagi. Data sapi betina yang umumnya didapat saat akan melakukan seleksi antara lain produksi per laktasi, kadar lemak susu, lama laktasi dan umur beranak. Faktorfaktor yang harus diperhatikan dalam memilih sapi betina yang akan dijadikan bibit antara lain, bangsa sapi, umur sapi, silsilah (pedigree), penampakan luar (eksterior), produksi dan kesehatan (Zein dan Sumaprastowo, 1985). The Most Probable Producing Ability (MPPA) Lasley (1978) menyatakan bahwa MPPA adalah regresi dari pencatatan masa yang akan datang terhadap pencatatan saat ini, atau derajat dimana suatu catatan berulang akan menghasilkan seleksi yang lebih efektif untuk produksi yang berikutnya. MPPA digunakan untuk mengestimasi kemampuan produksi pada masa yang akan datang, sehingga berdasarkan nilai MPPA yang tertinggi akan dapat ditentukan induk-induk yang produktivitasnya tinggi sehingga dapat dipilih indukinduk yang akan dipertahankan. MPPA mencerminkan kemampuan berulang seekor sapi perah dalam produksi susu. Parameter genetik yang digunakan dalam metode ini adalah ripitabilitas. Kegunaan ripitabilitas diantaranya adalah untuk menduga nilai maksimum yang dapat dicapai heritabilitas, untuk menduga kemampuan produksi dalam masa produksi seekor ternak (MPPA) dan untuk meningkatkan ketepatan seleksi. Predicted Breeding Value (PBV) Nilai pemuliaan (breeding value) didefinisikan sebagai nilai seekor ternak sebagai tetua (the value of an individual as a parent) yang diperoleh dari perkawinan 11

24 acak. Nilai pemuliaan memberikan gambaran tentang dugaan kemampuan mewariskan sifat (Kurnianto, 2009). Pendugaan nilai pemuliaan sapi perah induk dapat dilakukan dengan pengamatan catatan produksinya sendiri dan dapat ditambah dengan catatan produksi kerabatnya. Induk yang memiliki nilai pendugaan PBV yang tinggi (di atas rata-rata populasi) diharapkan dapat menghasilkan keturunan dengan sifat produksi yang sama baiknya atau lebih baik dari produksi induknya, khususnya jika dikawinkan dengan pejantan unggul. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menduga nilai pemuliaan sapi induk adalah Predicted Breeding Value (PBV). PBV sering dinyatakan sebagai simpangan dari rata-rata populasi. Seleksi dengan dasar penampilan individu PBV dari seekor ternak yang dinyatakan sebagai simpangan dari rata-rata kelompok atau populasi. 12

25 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dan pengambilan data sekunder dilakukan selama bulan Januari- Februari 2012 di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul-Sapi Perah (BBPTU-SP) Baturradden, Purwokerto. Pengolahan data sekunder dilakukan pada bulan Februari- April Materi Materi yang digunakan adalah data sekunder produksi susu harian dari sapi betina Friesian Holstein terhitung sejak tahun Catatan produksi susu berjumlah 537 catatan dari 213 ekor sapi betina. Catatan ini terdiri dari 178 catatan periode laktasi pertama, 135 catatan periode laktasi kedua, 92 catatan periode laktasi ketiga, 81 catatan periode laktasi keempat, 39 catatan periode laktasi kelima, dan 12 catatan periode laktasi yang lebih dari lima (keenam dan ketujuh). Catatan tersebut lengkap dengan catatan individu berupa tanggal lahir dan identitas tetua baik induk maupun pejantan, serta catatan reproduksinya meliputi tanggal kawin dan tanggal beranak. Prosedur Data yang diperoleh merupakan data produksi susu harian dari individu yang diuji yang dilengkapi dengan data tetua (induk dan bapak), tanggal lahir, tanggal kawin, tanggal beranak dan tanggal kering. Data tersebut kemudian ditabulasikan berdasarkan individu yang diuji beserta seluruh informasi individu tersebut. Selanjutnya dari data tersebut masing-masing individu ditentukan lama laktasi, produksi susu per laktasi, dan lama masa kering yang ditabulasikan setiap periode laktasi. Umur beranak diketahui berdasarkan informasi tanggal lahir dan tanggal beranak. Produksi susu per laktasi dari masing-masing individu kemudian distandardisasi menggunakan faktor koreksi lama laktasi 305 hari dan umur dewasa induk berdasarkan DHIA-USDA. Faktor koreksi terhadap panjang laktasi 305 hari dan umur induk dewasa dapat dilihat pada Lampiran 5, 6, dan 7. Setelah data produksi susu terstandardisasi, nilai ripitabilitas dan heritabilitas dihitung. Nilai ripitabilitas dan heritabilitas yang didapat kemudian digunakan sebagai dasar 13

26 pendugaan nilai MPPA dan PBV. Nilai pendugaan MPPA dan PBV sapi betina yang telah didapat kemudian diurutkan berdasarkan nilai tersebut. Rancangan dan Analisis Data Analisis data dilakukan pertama kali dengan melakukan standardisasi data ke dalam faktor koreksi lama laktasi 305 hari dan umur dewasa induk. Data yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk analisis parameter genetik, yaitu ripitabilitas produksi susu. Nilai ripitabilitas yang didapatkan digunakan untuk pendugaan nilai MPPA yang selanjutnya diurutkan berdasarkan peringkat. Ripitabilitas (r) Perhitungan ripitabilitas produksi susu menggunakan metode sidik ragam klasifikasi satu arah dengan banyaknya pengukuran per individu yang tidak sama (Becker, 1975) dengan model statistiknya adalah sebagai berikut: Keterangan: : nilai produksi susu individu ke-k dari catatan pengukuran ke-m : rataan produksi susu populasi : pengaruh individu ke-k : deviasi karena pengaruh lingkungan yang tidak terkontrol pada individu kek dari catatan pengukuran ke-m Tabel 3. Daftar Analisis Sidik Ragam Ripitabilitas Sumber Keragaman db JK KT Komponen KT Antar Individu N-1 JK W KT W Pengukuran dalam Individu N(M-1) JK E KT E Keterangan: N : jumlah individu M : jumlah pengukuran per individu : koefisien komponen ragam k 1 m k m : : jumlah pengukuran individu ke-k : jumlah total pengukuran : komponen ragam antar individu : : komponen ragam antar pengukuran dalam individu 14

27 Galat baku ripitabilitas dihitung berdasarkan rumus berikut: Estimasi ripitabilitas dihitung dengan cara, Keterangan: r : nilai ripitabilitas : komponen ragam antar individu : komponen ragam antar pengukuran dalam individu Heritabilitas (h 2 ) Pendugaan nilai heritabilitas dihitung berdasarkan metode korelasi saudara tiri (paternal halfsib correlation) dengan jumlah anak per pejantan yang tidak sama (unbalance design) menurut Becker (1975). Model statistiknya adalah sebagai berikut, Keterangan: : nilai produksi susu individu (anak) ke-k dari pejantan ke-i : rataan produksi susu populasi : pengaruh pejantan ke-i : deviasi karena pengaruh lingkungan yang tidak terkontrol pada individu (anak) ke-i dari pejantan ke-k Tabel 4. Daftar Analisis Sidik Ragam Heritabilitas Sumber Keragaman db JK KT Komponen KT Antar Pejantan S-1 JKs KTs Anak dalam Pejantan n-s JKw KTw Keterangan: S : jumlah pejantan n : jumlah anak (individu) : koefisien komponen ragam k 1 : ) : komponen ragam antar pejantan : : komponen ragam anak dalam pejantan 15

28 Estimasi heritabilitas dihitung berdasarkan rumus, Keterangan: : nilai heritabilitas : komponen ragam antar pejantan : komponen ragam anak dalam pejantan Galat baku heritabilitas dihitung berdasarkan rumus berikut, Keterangan: t : interclass correlation : Pendugaan Nilai The Most Probability Producing Ability (MPPA) Perhitungan MPPA dapat dilakukan berdasarkan pendekatan Warwick (1983) dengan rumus: Keterangan: : rataan produksi susu populasi : rataan produksi susu individu n : jumlah catatan produksi r : ripitabilitas Perhitungan Prediction Breeding Value (PBV) dengan rumus, Keterangan: b P Perhitungan PBV dapat dilakukan berdasarkan pendekatan Lasley (1978) : heritabilitas (untuk data tunggal) :, untuk sebanyak n catatan : produksi dari catatan tunggal pada ternak yang dihitung PBV-nya : rata-rata produksi ternak lain pada waktu dan tempat yang sama 16

29 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul-Sapi Perah (BBPTU-SP) Baturraden, Purwokerto, lebih tepatnya di Farm Tegalsari. BBPTU-SP Baturraden sendiri terdiri dari empat wilayah, yaitu Farm Tegalsari, Farm Limpakuwus, area Munggangsari, dan Farm Manggala. BBPTU-SP Baturraden berada di bagian selatan lereng kaki Gunung Slamet. Farm Tegalsari sendiri berada di Desa Kemutug Lor, Kecamatan Baturraden, tepatnya di dalam kawasan wisata Baturraden yang berjarak ±15 km ke arah Utara dari Purwokerto. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto Temperatur rata-rata di daerah ini adalah C dengan kelembaban berkisar antara 70% - 80%. Keadaan klimatik di BBPTU-SP Baturraden tergolong nyaman untuk hidup dan berproduksi bagi sapi perah yang berasal dari iklim sedang seperti Friesian Holstein. Kisaran temperatur udara yang baik untuk sapi perah yang berasal dari Eropa adalah sekitar 5-21 C dengan kelembaban relatif 50% - 70% (Ensminger, 1980). Daerah ini juga memiliki curah hujan yang cukup tinggi yaitu sekitar mm/tahun. Farm Tegalsari BBPTU-SP Baturraden memiliki ketinggian tempat sekitar ±675 m dpl yang tergolong ke dalam dataran sedang menurut Siregar (1990) karena berada pada kisaran ketinggian m dpl. Siregar (1990) menyatakan bahwa dataran rendah memiliki ketinggian di bawah 250 m dpl sedangkan dataran tinggi memiliki ketinggian di atas 750 m dpl. 17

30 Gambar 5. Lahan Pastura Farm Tegalsari BBPTU-SP Baturraden Area Farm Tegalsari memiliki luas sekitar 34,18 ha. Keadaan lahan permukaan relatif rata, kecuali di bagian Utara yang meninggi ke arah Utara sedangkan di bagian Selatan cenderung menurun (0-15 ) ke arah Selatan dimana hampir semuanya diperuntukan sebagai lahan tanaman pakan ternak. Lahan di bagian Utara diperuntukan sebagai lahan exercise atau penggembalaan sapi. Produksi Susu Sapi-sapi betina yang diamati memiliki periode laktasi yang berbeda. Periode laktasi tersebut berkisar antara laktasi pertama sampai laktasi ketujuh. Rataan produksi susu real dan produksi susu yang telah distandardisasi ke dalam lama laktasi 305 hari dan umur setara dewasa dari sapi Friesian Holstein betina di BBPTU-SP Baturraden dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Produksi Susu per Laktasi di BBPTU-SP Baturraden Periode Laktasi n Rataan Lama Produksi (hari) Rataan Produksi Susu per Laktasi (kg) Sebelum koreksi Setelah koreksi ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±1.619 > ± ±1.563 Rata-rata 3.859± ±1.362 n: jumlah catatan 18

31 Produksi susu real dari laktasi pertama sampai laktasi yang lebih dari lima bervariasi dari sampai kg/laktasi, dengan rataan produksi susu per laktasi sekitar 3.859±1.615 kg/laktasi. Lama produksi dalam satu laktasi memberi pengaruh yang sangat besar terhadap jumlah produksi susu. Produksi susu pada lama laktasi yang lebih panjang umumnya lebih besar dari jumlah produksi susu dengan masa laktasi yang lebih singkat. Lama produksi susu harus distandardisasi untuk meminimalisasi pengaruh lama laktasi terhadap jumlah produksi susu dalam satu periode laktasi. Produksi susu real tertinggi terdapat pada laktasi ketiga yaitu sekitar 4.048±1.460 kg/laktasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Philips (2002) bahwa produksi air susu tertinggi diperoleh pada periode laktasi ketiga. Rataan panjang laktasi pada periode laktasi ketiga adalah 300 hari. Hal ini menunjukan bahwa rataan produksi susu per hari pada periode laktasi ketiga adalah 13,5 kg/hari. Rataan produksi susu per hari secara keseluruhan di BBPTU-SP Baturraden adalah sekitar 15 kg/hari. Produksi susu real distandardisasi untuk menghilangkan pengaruh non genetik. Rataan produksi susu yang telah distandardisasi dari laktasi pertama sampai laktasi yang lebih dari lima bervariasi dari sampai kg/laktasi, dengan rata-rata produksi per laktasi sekitar 5.440±1.362 kg/laktasi. Gambar 6. Sapi Betina FH di BBPTU-SP Baturraden Faktor koreksi dilakukan terhadap lama laktasi 305 hari dan umur induk dewasa. Produksi susu rata-rata sebelum dikoreksi adalah sekitar 3.859±1.615 kg/laktasi dengan keragaman sekitar 41,8%. Produksi susu rata-rata setelah dilakukan koreksi adalah 5.440±1.362 kg/laktasi dengan keragaman sekitar 25%. 19

32 Adanya penurunan keragaman ini menunjukan bahwa koreksi data yang dilakukan dapat menurunkan variasi produksi antar individu sebesar 16,8%. Hasil penelitian Ekasanti et al. (2002) juga menunjukan bahwa penurunan keragaman variasi produksi antar induvidu sebesar 8,41%. Parameter Genetik Parameter genetik yang diamati adalah heritabilitas (h 2 ) dan ripitabilitas (r). Heritabilitas didasarkan pada metode korelasi saudara tiri sebapak (paternal halfsib correlation), sedangkan ripitabilitas dihitung berdasarkan analisis sidik ragam klasifikasi satu arah. Kedua parameter genetik ini selanjutnya digunakan untuk menentukan nilai MPPA dan PBV dari masing-masing ternak. Nilai heritabilitas dan ripitabilitas dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai Heritabilitas dan Ripitabilitas di BBPTU-SP Baturraden Parameter Genetik Nilai h 2 0,40±0,36 r 0,84±0,02 Ripitabilitas Hardjosubroto (1994) menyatakan bahwa konsep ripitabilitas menunjukan sejauh mana hubungan antara produksi pertama dengan produksi berikutnya pada individu. Nilai ripitabilitas produksi susu di BBPTU-SP Baturraden yang diperoleh adalah sekitar 0,84±0,02. Nilai ripitabilitas ini tergolong tinggi. Noor (2010) menyampaikan bahwa ripitabilitas tergolong ke dalam kategori rendah jika nilainya lebih rendah dari 0,2, tergolong sedang jika nilainya berkisar antara 0,2 0,4, dan tegolong tinggi jika nilainya lebih besar dari 0,4. Nilai ripitabilitas ini jelas lebih besar dari pernyataan Warwick dan Legates (1979) bahwa nilai ripitabilitas produksi susu berkisar antara 0,35 0,50. Lasley (1978) juga menyatakan bahwa nilai ripitabilitas produksi susu sapi perah adalah sekitar 0,41 0,64. Nilai ripitabilitas yang didapat juga lebih tinggi dari pernyataan Gushairiyanto (1994) yang menyatakan nilai ripitabilitas di BBPTU-SP Baturraden adalah sebesar 0,25±0,05. Hardjosubroto (1994) juga menyatakan bahwa nilai heritabilitas produksi susu umumnya adalah 0,4 0,6. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan cara mengambil sampel, jumlah sampel dan metode yang digunakan. 20

33 Ripitabilitas yang didapatkan bernilai tinggi yang kemungkinan dikarenakan variasi produksi antar individu yang tinggi. Selain itu, variasi faktor lingkungan tetap yang tinggi juga dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap nilai ripitabilitas. Nilai ripitabilitas ini berguna untuk memperkirakan produktivitas di masa yang akan datang dari ternak. Heritabilitas Nilai heritabilitas produksi susu di BBPTU-SP Baturraden dihitung dengan menggunakan korelasi saudara tiri sebapak (paternal halfsib correlation) dari 78 ekor pejantan. Nilai heritabilitas yang diperoleh yaitu 0,40±0,36. Nilai ini tergolong ke dalam heritabilitas yang tergolong sedang sebagaimana yang dinyatakan oleh Noor (2010) serta Warwick dan Legates (1979) bahwa nilai heritabilitas yang lebih kecil dari 0,2 tergolong rendah, kisaran 0,2-0,4 tergolong sedang dan tergolong tinggi jika nilainya lebih dari 0,4. Hasil perhitungan heritabilitas ini sesuai dengan pernyataan Hardjosubroto (1994) bahwa nilai heritabilitas produksi susu sapi perah berkisar antara 0,2-0,4. Nilai heritabilitas ini juga lebih tinggi dari penelitian yang dilakukan Indrijani (2008) di tempat yang sama dengan nilai 0,352±0,04. Hal ini dapat dikarenakan beberapa faktor, antara lain perbedaan cara pengambilan sampel, keterbatasan sampel, perbedaan metode yang digunakan dan managemen pada waktu pengamatan. Pendugaan nilai heritabilitas ini diharapkan dapat mewariskan sifat produksi susu pada keturunannya dengan kemajuan genetik yang tinggi (Bourdon, 1997). Kecermatan perhitungan nilai heritabilitas akan lebih baik jika paling sedikit terdapat lima ekor penjantan dengan jumah anak sekitar 10 ekor per pejantan (Dalton, 1981). Penelitian ini mengggunakan lebih dari 10 ekor pejantan untuk pendugaan nilai heritabilitas, namun jumlah anak per pejantan tidak seluruhnya lebih dari 10 ekor. Hal ini dapat menjadi suatu kekurangan dalam kecermatan perhitungan heritabilitas. Pendugaan Nilai MPPA Kemampuan produksi individu sapi dapat diketahui dengan metode MPPA. Daya produksi susu yang diketahui dari perhitungan MPPA merupakan pendugaan produksi susu pada laktasi berikutnya. Ternak yang memiliki daya produksi yang 21

34 tinggi akan mempunyai peringkat MPPA yang tinggi dibandingkan dengan rataan populasi. Rata-rata pendugaan nilai MPPA yang didapatkan adalah kg. Nilai hasil pendugaan MPPA menunjukan bahwa sebesar 48% atau sekitar 102 ekor dari 213 ekor sapi betina yang diamati berada di atas nilai rataan, sedangkan sisanya berada di bawah nilai rataan. Pendugaan daya produksi susu tertaksir (MPPA) memperoleh hasil bahwa nilai tertinggi terdapat pada sapi dengan nomor identitas 125. Sapi ini mempunyai nilai pendugaan MPPA sebesar kg. Sapi tersebut diperkirakan dapat menghasilkan susu kg lebih tinggi pada laktasi-laktasi berikutnya. Hasil dari pendugaan ini menunjukan bahwa produksi susu sapi dengan nomor identitas 125 adalah kg lebih tinggi dibandingkan dengan rataan produksi susu dari sapi lain yang diamati di BBPTU-SP Baturraden. Nilai terendah pada pendugaan nilai MPPA adalah kg. Peringkat terendah ini terdapat pada sapi dengan nomor identitas Sapi dengan nomor identitas memiliki produksi susu kg lebih rendah dibandingkan dengan sapi lainnya dalam populasi. Peringkat MPPA digunakan untuk seleksi terhadap induk yang akan dipertahankan di peternakan berdasarkan produksinya yang tinggi. Umumnya ternak yang dipertahankan adalah sekitar 50% peringkat terbaik dari populasi (Direktorat Pembibitan, 2012). Data keseluruhan ternak beserta nilai MPPA dan PBV dapat dilihat pada Lampiran 3. Pendugaan Nilai PBV PBV atau dugaan nilai pemuliaan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu genetik ternak dalam menghasilkan susu. Ternak dengan nilai pemuliaan terbaik diharapkan dapat mewariskan gen kepada keturunannya, sehingga keturunannya memiliki kemampuan produksi yang baik pula. Perhitungan yang dilakukan dengan metode ini diharapkan dapat mengevaluasi ternak yang memiliki kemampuan mewariskan sifat produksi susu kepada keturunannya. Pendugaan nilai PBV dihitung sebagai estimasi dari nilai pemuliaan ternak. Nilai rata-rata pendugaan PBV dari 213 ekor sapi betina FH yang diamati adalah kg. Nilai hasil pendugaan PBV juga menunjukan bahwa sebesar 48% atau 22

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011) TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Sapi Perah di Indonesia Usaha peternakan sapi perah yang diusahakan oleh pribumi diperkirakan berdiri sekitar tahun 1925. Usaha ini berlanjut secara bertahap sampai saat ini.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul-Sapi Perah (BBPTU-SP) Baturraden, Purwokerto, lebih tepatnya di Farm Tegalsari. BBPTU-SP Baturraden

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ketersediaan susu sebagai salah satu bahan pangan untuk manusia menjadi hal

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN.1. Sapi Perah Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi kebutuhan konsumsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011) TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produksi Susu Sapi Perah Nasional Industri persusuan sapi perah nasional mulai berkembang pesat sejak awal tahun 1980. Saat itu, pemerintah mulai melakukan berbagai usaha

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah FH berasal dari Belanda bagian utara, tepatnya di Provinsi Friesland,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah FH berasal dari Belanda bagian utara, tepatnya di Provinsi Friesland, 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Sapi Perah FH Sapi perah FH berasal dari Belanda bagian utara, tepatnya di Provinsi Friesland, Belanda. Sapi tersebut di Amerika Serikat disebut Holstein Friesian atau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi susu sangat menentukan bagi perkembangan industri susu sapi perah nasional. Susu segar yang dihasilkan oleh sapi perah di dalam negeri sampai saat ini baru memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut : II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah FH Sapi perah Fries Holland (FH) sering dikenal dengan nama Holstein Friesian. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011).

Lebih terperinci

PENDUGAAN NILAI RIPITABILITAS DAN DAYA PRODUKSI SUSU 305 HARI SAPI PERAH FRIES HOLLAND DI PT. ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (UPBS)

PENDUGAAN NILAI RIPITABILITAS DAN DAYA PRODUKSI SUSU 305 HARI SAPI PERAH FRIES HOLLAND DI PT. ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (UPBS) PENDUGAAN NILAI RIPITABILITAS DAN DAYA PRODUKSI SUSU 305 HARI SAPI PERAH FRIES HOLLAND DI PT. ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (UPBS) REPEATABILITY ESTIMATES AND MOST PROBABLE PRODUCTION ABILITY OF FRIES

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. laktasi 2 sebanyak 100 ekor, laktasi 3 sebanyak 50 ekor, dan laktasi 4 sebanyak 40

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. laktasi 2 sebanyak 100 ekor, laktasi 3 sebanyak 50 ekor, dan laktasi 4 sebanyak 40 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah data catatan produksi susu harian pagi, sore, dan total periode laktasi 1, 2, 3, dan 4 dari tahun 2009

Lebih terperinci

PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI

PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI (Comparison of Two Methods for Estimating Milk Yield in Dairy Cattle Based on Monthly Record) E. Kurnianto

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi saudara tiri dan regresi anak-induk berturut turut 0,60±0,54 dan 0,28±0,52. Nilai estimasi heritabilitas

Lebih terperinci

Ripitabilitas dan MPPA Sapi Perah FH di BBPTU HPT Baturraden...Deriany Novienara

Ripitabilitas dan MPPA Sapi Perah FH di BBPTU HPT Baturraden...Deriany Novienara RIPITABILITAS DAN MPPA PRODUKSI SUSU 305 HARI SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN (FH) YANG DIHASILKAN DARI KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU HPT BATURRADEN REPEATABILITY AND MPPA 305 DAYS MILK YIELD ON CATTLE

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek

PENDAHULUAN. dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber kebutuhan protein hewani yang berasal dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek penting dalam usaha

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein

Lebih terperinci

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitan ini menggunakan catatan produksi susu 305 hari dari

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitan ini menggunakan catatan produksi susu 305 hari dari III MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Materi Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitan ini menggunakan catatan produksi susu 305 hari dari ternak sapi perah yang terdapat di BBPTU HPT Baturraden.

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah 24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

Lebih terperinci

PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN SIFAT PRODUKSI SUSU PADA PEJANTAN SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN PURWOKERTO

PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN SIFAT PRODUKSI SUSU PADA PEJANTAN SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN PURWOKERTO PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN SIFAT PRODUKSI SUSU PADA PEJANTAN SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN PURWOKERTO SKRIPSI IQBAL RIZQHIE YUSTISI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) Sapi Perah Baturraden, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Purwokerto, Jawa Tengah. Penelitian

Lebih terperinci

E. Kurnianto, I. Sumeidiana, dan R. Yuniara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

E. Kurnianto, I. Sumeidiana, dan R. Yuniara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI (Comparison of Two Methods for Estimating Milk Yield in Dairy Cattle Based on Monthly Record) E. Kurnianto,

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini yaitu catatan kadar lemak susu sapi perah FH laktasi 1

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini yaitu catatan kadar lemak susu sapi perah FH laktasi 1 19 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini yaitu catatan kadar lemak susu sapi perah FH laktasi 1 dan laktasi tahun 016 dan 017 di

Lebih terperinci

TATALAKSANA PEMELIHARAAN PEDET DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU HPT) BATURRADEN, JAWA TENGAH TUGAS AKHIR

TATALAKSANA PEMELIHARAAN PEDET DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU HPT) BATURRADEN, JAWA TENGAH TUGAS AKHIR TATALAKSANA PEMELIHARAAN PEDET DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU HPT) BATURRADEN, JAWA TENGAH TUGAS AKHIR Oleh : FOURY SURYA ATMAJA PROGRAM STUDI DIII MANAJEMEN USAHA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan dikenal sebagai Holstein di Amerika dan di Eropa terkenal dengan

TINJAUAN PUSTAKA. dan dikenal sebagai Holstein di Amerika dan di Eropa terkenal dengan II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Sapi Perah Fries Holland Sapi Fries Holland (FH) merupakan sapi yang berasal dari negeri Belanda dan dikenal sebagai Holstein di Amerika dan di Eropa terkenal dengan

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI KEUNGGULAN PRODUKSI SUSU DAN SIFAT REPRODUKSI SAPI PERAH BETINA DI PT NAKSATRA KEJORA ROWOSENENG TEMANGGUNG SKRIPSI.

ESTIMASI NILAI KEUNGGULAN PRODUKSI SUSU DAN SIFAT REPRODUKSI SAPI PERAH BETINA DI PT NAKSATRA KEJORA ROWOSENENG TEMANGGUNG SKRIPSI. ESTIMASI NILAI KEUNGGULAN PRODUKSI SUSU DAN SIFAT REPRODUKSI SAPI PERAH BETINA DI PT NAKSATRA KEJORA ROWOSENENG TEMANGGUNG SKRIPSI Oleh CANDRA TRI UTOMO PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND DI PT CIJANGGEL-LEMBANG

EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND DI PT CIJANGGEL-LEMBANG EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND DI PT CIJANGGEL-LEMBANG NANIK RAIImAm1, PALLAwARuKKA 1, dan A 4NEKE ANGGRAENI2 Fakultas Peternakan JPB, Jalan Rasamala, Darmaga, Bogor a Balai Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. Sapi potong adalah sapi yang dibudidayakan untuk diambil dagingnya atau dikonsumsi. Sapi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul. Ripitabilitas dan MPPA Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian

KATA PENGANTAR. kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul. Ripitabilitas dan MPPA Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kepada Allah SWT penulis panjatkan atas segala Rahmat dan Karunia-Nya, yang telah memberikan kekuatan, kemampuan, dan kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

EVALUASI PRODUKSI SUSU BULANAN SAPI PERAH FRIES HOLLAND DAN KORELASINYA DENGAN PRODUKSI TOTAL SELAMA 305 HARI DI BBPTU-HPT BATURRADEN

EVALUASI PRODUKSI SUSU BULANAN SAPI PERAH FRIES HOLLAND DAN KORELASINYA DENGAN PRODUKSI TOTAL SELAMA 305 HARI DI BBPTU-HPT BATURRADEN Produksi Susu Bulanan Sapi Perah FH.... Sefyandy Adi Putra EVALUASI PRODUKSI SUSU BULANAN SAPI PERAH FRIES HOLLAND DAN KORELASINYA DENGAN PRODUKSI TOTAL SELAMA 305 HARI DI BBPTU-HPT BATURRADEN EVALUATION

Lebih terperinci

ESTIMASI POTENSI GENETIK SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DI TAURUS DAIRY FARM, CICURUG, SUKABUMI

ESTIMASI POTENSI GENETIK SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DI TAURUS DAIRY FARM, CICURUG, SUKABUMI Buletin Peternakan Vol. 35(1):1-10, Februari 2011 ISSN 0126-4400 ESTIMASI POTENSI GENETIK SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DI TAURUS DAIRY FARM, CICURUG, SUKABUMI GENETIC POTENTIAL ESTIMATION OF FRIESIAN HOLSTEIN

Lebih terperinci

Penyusunan Faktor Koreksi Produksi Susu Sapi Perah

Penyusunan Faktor Koreksi Produksi Susu Sapi Perah Penyusunan Faktor Koreksi Produksi Susu Sapi Perah (Creating milk production correction factors of dairy cattle) Setya Agus Santosa 1, Anjang Taruno Ari Sudewo 1 dan Agus Susanto 1 1 Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

UJI PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU-HPT BATURRADEN

UJI PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU-HPT BATURRADEN Produksi Susu Sapi Keturunan Pejantan Impor....Deden Dzul Fadil UJI PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU-HPT BATURRADEN MILK PRODUCTION TEST OF FRIESIEN HOLSTEIN DAIRY

Lebih terperinci

Korelasi Genetik dan Fenotipik Produksi Susu Laktasi Pertama dengan Daya Produksi Susu Sapi Fries Holland

Korelasi Genetik dan Fenotipik Produksi Susu Laktasi Pertama dengan Daya Produksi Susu Sapi Fries Holland ISSN 1978-3000 Korelasi Genetik dan Fenotipik Produksi Susu Laktasi Pertama dengan Daya Produksi Susu Sapi Fries Holland Genetic and phenotypic correlation between first lactating milk production and milk

Lebih terperinci

EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION

EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION Dwi Wahyu Setyaningsih 1) 1) Dosen Fakultas Pertanian Unsoer Ngawi Abstract Progeny test a study

Lebih terperinci

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak Suhardi, S.Pt.,MP NILAI PEMULIAAN Dalam pemuliaan ternak, pemilihan ternak ternak terbaik berdasarkan keunggulan genetik, karena faktor ini akan diturunkan pada anak anaknya.? Nilai Pemuliaan (NP) merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80--90 % dari seluruh sapi perah yang berada di sana. Sapi ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG SKRIPSI MUHAMMAD ARY SYAPUTRA 110306028 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016 PENDUGAAN PARAMETER GENETIK

Lebih terperinci

EVALUASI PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESHOLLAND (FH) KETURUNAN SAPI IMPOR (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat)

EVALUASI PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESHOLLAND (FH) KETURUNAN SAPI IMPOR (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat) EVALUASI PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESHOLLAND (FH) KETURUNAN SAPI IMPOR (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat) EVALUATION OF THE PERFORMANCE PRODUCTION OF PROGENY IMPORTED HOLSTEIN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN SKRIPSI NUR HAFIZAH TRISTY DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DENGAN KETURUNANNYA (Studi Kasus di PT. UPBS Pangalengan)

PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DENGAN KETURUNANNYA (Studi Kasus di PT. UPBS Pangalengan) PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DENGAN KETURUNANNYA (Studi Kasus di PT. UPBS Pangalengan) COMPARISON OF PRODUCTION PERFORMANCE OF IMPORTED HOLSTEIN DAIRY COWS WITH THEIR PROGENY

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang TINJAUAN PUSTAKA SistematikaTernak Kambing Ternak kambing merupakan ruminansia kecil yang mempunyai arti besarbagi rakyat kecil yang jumlahnya sangat banyak. Ditinjau dari aspek pengembangannya ternak

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CATATAN TEST DAY (HARI UJI) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI PT. TAURUS DAIRY FARM. Universitas Padjadjaran

PEMANFAATAN CATATAN TEST DAY (HARI UJI) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI PT. TAURUS DAIRY FARM. Universitas Padjadjaran PEMANFAATAN CATATAN TEST DAY (HARI UJI) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI PT. TAURUS DAIRY FARM Heni Indrijani (*), Paggi, Moch. Makin, Chalid Talib, Asep Anang Universitas Padjadjaran USED OF TEST

Lebih terperinci

CROSSBREEDING PADA SAPI FH DENGAN BANGSA SAHIWAL. Oleh: Sohibul Himam Haqiqi FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008

CROSSBREEDING PADA SAPI FH DENGAN BANGSA SAHIWAL. Oleh: Sohibul Himam Haqiqi FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008 CROSSBREEDING PADA SAPI FH DENGAN BANGSA SAHIWAL Oleh: Sohibul Himam Haqiqi 0710510087 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008 PENDAHULUAN Saat ini jenis sapi perah yang ada di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH)

Lebih terperinci

PEMULIABIAKAN PADA SAPI PERAH

PEMULIABIAKAN PADA SAPI PERAH PEMULIABIAKAN PADA SAPI PERAH SYARAT UTAMA : HARUS ADA PENCATATAN (RECORDING). RECORDING DALAM HAL :. 1. PRODUKSI SUSU, 2. IDENTITAS SAPI, 3. DATA REPRODUKSI 4. KESEHATAN TERNAK KEGUNAAN RECORDING ADALAH

Lebih terperinci

PEWARISAN SIFAT PRODUKSI SUSU PEJANTAN FH IMPOR PADA ANAK BETINANYA DI BBPTU BATURRADEN

PEWARISAN SIFAT PRODUKSI SUSU PEJANTAN FH IMPOR PADA ANAK BETINANYA DI BBPTU BATURRADEN PEWARISAN SIFAT PRODUKSI SUSU PEJANTAN FH IMPOR PADA ANAK BETINANYA DI BBPTU BATURRADEN (Ability of Imported FH Bulls in Transmitting Milk Yield Trait to Their Female Offspring at BBPTU Baturraden) Yustisi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TAKSIRAN PRODUKSI SUSU DENGAN TEST INTERVAL METHOD (TIM) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN

PENGGUNAAN TAKSIRAN PRODUKSI SUSU DENGAN TEST INTERVAL METHOD (TIM) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN Nurul Pratiwi dkk/jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):267-275, April 2013 PENGGUNAAN TAKSIRAN PRODUKSI SUSU DENGAN TEST INTERVAL METHOD (TIM) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN

Lebih terperinci

PERFORMA REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA DI PETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI OKTARIA DWI PRIHATIN

PERFORMA REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA DI PETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI OKTARIA DWI PRIHATIN PERFORMA REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA DI PETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI OKTARIA DWI PRIHATIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam dunia peternakan, program seleksi sangat penting sekali fungsinya, yaitu untuk memilih individu mana yang terbaik dan pantas untuk dikawinkan. Selain itu, seleksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. Walaupun demikian semuanya termasuk dalam genus Bos dari famili Bovidae (Murwanto, 2008).

Lebih terperinci

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 ANALISIS HERITABILITAS POLA REGRESI LAPORAN PRAKTIKUM Oleh Adi Rinaldi Firman 200110070044 LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Klasifikasi Ternak Kambing Kingdom Bangsa Famili Subfamili Ordo Subordo Genus Spesies : Animalia : Caprini : Bovidae :Caprinae : Artiodactyla : Ruminansia : Capra : Capra sp.

Lebih terperinci

PARAMETER GENETIK: Pengantar heritabilitas dan ripitabilitas

PARAMETER GENETIK: Pengantar heritabilitas dan ripitabilitas PARAMETER GENETIK: Pengantar heritabilitas dan ripitabilitas Pendahuluan: Timbulnya keragaman berbagai sifat kuantitatif Derajat keragaman yang dihitung ( Rataan, varians dan SD) BERAPA BAGIAN DARI PERBEDAAN

Lebih terperinci

PENDUGAAN KEMAMPUAN PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN (KASUS DI PT TAURUS DAIRY FARM) Ine Riswanti*, Sri Bandiati Komar P.

PENDUGAAN KEMAMPUAN PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN (KASUS DI PT TAURUS DAIRY FARM) Ine Riswanti*, Sri Bandiati Komar P. PENDUGAAN KEMAMPUAN PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN (KASUS DI PT TAURUS DAIRY FARM) Ine Riswanti*, Sri Bandiati Komar P., Heni Indrijani *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2012

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Bobot Lahir HASIL DAN PEMBAHASAN Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Rataan dan standar deviasi bobot lahir kambing PE berdasarkan tipe kelahiran dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden berada pada wilayah yang meliputi 3 (tiga) area, yaitu

Lebih terperinci

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT Erwin Jatnika Priyadi*, Sri Bandiati Komar Prajoga, dan Deni Andrian Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Friesien Holstein Sapi perah adalah jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu (Blakely dan Bade, 1992) ditambahkan pula oleh Sindoredjo (1960) bahwa

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN DI PT TAURUS DAIRY FARM SKRIPSI RISSA FAYUMA

EVALUASI POTENSI PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN DI PT TAURUS DAIRY FARM SKRIPSI RISSA FAYUMA EVALUASI POTENSI PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN DI PT TAURUS DAIRY FARM SKRIPSI RISSA FAYUMA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 i RINGKASAN

Lebih terperinci

PARAMETER FENOTIPIK DAN GENETlK PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI-SAP1 PERAH DI PT TAURUS DAIRY FARM

PARAMETER FENOTIPIK DAN GENETlK PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI-SAP1 PERAH DI PT TAURUS DAIRY FARM PARAMETER FENOTIPIK DAN GENETlK PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI-SAP1 PERAH DI PT TAURUS DAIRY FARM Anastasia Birgitta Lindawati Padmadewi PAKULTAS PETERNAKAN ANSTITUT PERTANIAN BOGOR 1993 RINGKASAN ANASTASIA

Lebih terperinci

PARAMETER FENOTIPIK DAN GENETlK PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI-SAP1 PERAH DI PT TAURUS DAIRY FARM

PARAMETER FENOTIPIK DAN GENETlK PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI-SAP1 PERAH DI PT TAURUS DAIRY FARM PARAMETER FENOTIPIK DAN GENETlK PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI-SAP1 PERAH DI PT TAURUS DAIRY FARM Anastasia Birgitta Lindawati Padmadewi PAKULTAS PETERNAKAN ANSTITUT PERTANIAN BOGOR 1993 RINGKASAN ANASTASIA

Lebih terperinci

Nena Hilmia Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Nena Hilmia Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2005, VOLUME 5 NOMOR 2, (80 87) Pendugaan Nilai Pemuliaan Produksi Susu Sapi Fries Holland Berdasarkan Catatan Bulanan Tunggal dan Kumulatif di Taurus Dairy Farm (Estimated

Lebih terperinci

PROFIL REPRODUKSI SAP1 FRIES HOLLAND DI PT TAURUS DAIRY FARM

PROFIL REPRODUKSI SAP1 FRIES HOLLAND DI PT TAURUS DAIRY FARM PROFIL REPRODUKSI SAP1 FRIES HOLLAND DI PT TAURUS DAIRY FARM SKRIPSI LULUK KHOIRlYAH PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI PRODUICSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LULUK KHOIRIYAH.

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI LANDRACE

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI LANDRACE PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI LANDRACE SKRIPSI MARIDA S. NABABAN 110306014 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing TINJAUAN PUSTAKA Kambing Kambing merupakan hewan yang pertama kali didomestikasi dan dipelihara oleh manusia untuk memproduksi daging, susu, kulit, dan serat (Gall, 1981). Kambing telah didomestikasi sejak

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Sistem Pemeliharaan Domba di UPTD BPPTD Margawati

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Sistem Pemeliharaan Domba di UPTD BPPTD Margawati III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Sistem Pemeliharaan Domba di UPTD BPPTD Margawati Sistem perkandangan menggunakan kandang panggung terdiri atas dua sistem, yaitu kandang individu (individual system)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi North Holland dan West Friesland negeri Belanda yang memiliki temperatur lingkungan kurang

Lebih terperinci

POLA DAN PENDUGAAN SIFAT PERTUMBUHAN SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA BERDASARKAN UKURAN TUBUH DI KPSBU LEMBANG SKRIPSI RIVA TAZKIA

POLA DAN PENDUGAAN SIFAT PERTUMBUHAN SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA BERDASARKAN UKURAN TUBUH DI KPSBU LEMBANG SKRIPSI RIVA TAZKIA POLA DAN PENDUGAAN SIFAT PERTUMBUHAN SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA BERDASARKAN UKURAN TUBUH DI KPSBU LEMBANG SKRIPSI RIVA TAZKIA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN BOBOT BADAN KAWIN PERTAMA SAPI PERAH FRIES HOLLAND DENGAN PRODUKSI SUSU HARIAN LAKTASI PERTAMA DAN LAKTASI KEDUA DI PT. ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (UPBS) PANGALENGAN JAWA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Boer

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Boer II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Boerawa Kambing Boerawa merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Boer jantan dan PE betina. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, kambing Boer merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Balai Pengembangan Ternak Domba Margawati merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas

Lebih terperinci

Korelasi Nilai Pemuliaan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Test Day Laktasi 1, Laktasi 2, Laktasi 3, dengan Gabungannya

Korelasi Nilai Pemuliaan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Test Day Laktasi 1, Laktasi 2, Laktasi 3, dengan Gabungannya Karnaen dan J Arifin/Animal Production 11 () 135 14 Korelasi Nilai Pemuliaan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Test Day Laktasi 1, Laktasi, Laktasi 3, dengan Gabungannya (Correlation of Breeding Values

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Peranakan Etawah Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo Ruminansia, Famili Bovidae, dan Genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burns,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : RINALDI

SKRIPSI OLEH : RINALDI PENDUGAAN PARAMETER GENETIK KAMBING BOERKA (F2) BERDASARKAN BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH DAN BOBOT UMUR 6 BULAN DI LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH : RINALDI 100306003 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DANKOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI YORKSHIRE

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DANKOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI YORKSHIRE PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DANKOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI YORKSHIRE SKRIPSI Oleh: EKANI PUTRI GURUSINGA 110306027 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Faktor Koreksi Lama Laktasi Untuk Standarisasi Produksi Susu Sapi Perah

Faktor Koreksi Lama Laktasi Untuk Standarisasi Produksi Susu Sapi Perah Faktor Koreksi Lama Laktasi Untuk Standarisasi Produksi Susu Sapi Perah Edy Kurnianto, Sutopo, Seno Johari dan Irene Sumeidiana Fakultas Peternakan Univesitas Diponegoro Kampus Tembalang-Semarang 50275

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CATATAN TEST DAY UNTUK MENGEVALUASI MLTTU GENETIK SAP1 PERAH OLEH : HEN1 INDRIJANI

PENGGUNAAN CATATAN TEST DAY UNTUK MENGEVALUASI MLTTU GENETIK SAP1 PERAH OLEH : HEN1 INDRIJANI PENGGUNAAN CATATAN TEST DAY UNTUK MENGEVALUASI MLTTU GENETIK SAP1 PERAH OLEH : HEN1 INDRIJANI PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2001 ABSTRAK HEM INDRIJANI. Penggunaan Catatan Test Day untuk

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION BETWEEN BIRTH WEIGHT AND WEANING WEIGHT ON MADURA CATTLE Karnaen Fakulty of Animal Husbandry Padjadjaran University, Bandung ABSTRACT A research on estimation of genetic

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

PROGRAM EVALUASI PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH UNTUK TINGKAT PETERNAK DAN KOPERASI MENGGUNAKAN MICROSOFT ACCESS SKRIPSI AKRAMUZZEIN

PROGRAM EVALUASI PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH UNTUK TINGKAT PETERNAK DAN KOPERASI MENGGUNAKAN MICROSOFT ACCESS SKRIPSI AKRAMUZZEIN PROGRAM EVALUASI PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH UNTUK TINGKAT PETERNAK DAN KOPERASI MENGGUNAKAN MICROSOFT ACCESS SKRIPSI AKRAMUZZEIN PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR. SKRIPSI Ardhana Surya Saputra

PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR. SKRIPSI Ardhana Surya Saputra PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR SKRIPSI Ardhana Surya Saputra PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH Lusty Istiqomah Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia (BPPTK)-LIPI Jln. Jogja Wonosari Km. 31, Gading, Playen, Gunungkidul,

Lebih terperinci

PERFORMANS PERTUMBUHAN DAN BOBOT BADAN SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND UMUR 0-18 Bulan

PERFORMANS PERTUMBUHAN DAN BOBOT BADAN SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND UMUR 0-18 Bulan PERFORMANS PERTUMBUHAN DAN BOBOT BADAN SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND UMUR 0-18 Bulan Didin S. Tasripin ; Asep Anang ; Heni Indrijani Fakultas Peternakan Universitas Padjadjarani Disampaikan pada Ruminant

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

ESTIMATION OF GENETIC PARAMETERS, GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION ON MADURA CATTLE. Karnaen Faculty of Animal Husbandry University of Padjadjaran

ESTIMATION OF GENETIC PARAMETERS, GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION ON MADURA CATTLE. Karnaen Faculty of Animal Husbandry University of Padjadjaran ESTIMATION OF GENETIC PARAMETERS, GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION ON MADURA CATTLE Karnaen Faculty of Animal Husbandry University of Padjadjaran ABSTRACT A research on estimation of genetic parameters

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan

Lebih terperinci

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at : On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENDUGAAN KEUNGGULAN PEJANTAN KAMBING PERANAKAN ETTAWA BERDASARKAN BOBOT LAHIR DAN BOBOT SAPIH CEMPE DI SATKER SUMBEREJO KENDAL (Estimation of

Lebih terperinci

MANAJEMEN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH

MANAJEMEN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH MANAJEMEN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH (Kajian Pemeliharan Sapi Perah Kering Kandang) TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu Sapi Friesian Holstein(FH) memiliki ciri badan menyerupai baji, terdapat belang berbentuk segitiga putih di dahi, warna tubuhbelang

Lebih terperinci