BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Relasi kerja antar pedagang barang bekas dibedakan berdasar pada tingkatan usahanya, yaitu pedagang keliling, pemilik lapak kecil, dan pemilik lapak besar. Semakin tinggi tingkatan usaha pedagang barang bekas maka memiliki relasi kerja yang semakin kompleks sedangkan semakin rendah tingkatan usahanya maka memiliki relasi kerja yang terbatas dan tingkat ketergantungan yang lebih tinggi terhadap pihak di atasnya, yaitu juragan. Pada tingkatan usaha pemilik lapak kecil dan pedagang keliling memiliki relasi sosial kultural yang lebih kuat didasari pada solidaritas, kekeluargaan, dan kepercayaan dalam mendukung relasi ekonomi yang terjalin diantara mereka. Pada tingkatan usaha pemilik lapak besar terjalin relasi ekonomi secara kontraktual sebagai landasan dalam kerjasamanya, sehingga kedekatan secara sosial dan kultural kurang terwujud. Berkenaan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian tentang relasi dan makna kerja pedagang barang bekas di ketiga kecamatan, meliputi Moyudan, Seyegan dan Godean dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Makna kerja pedagang barang bekas dilihat dalam tiga aspek, yaitu aspek sosial, ekonomi, dan kultural. Makna kerja pedagang barang bekas secara ekonomi memiliki kesamaan yaitu menjadi sumber penghasilan dan penghidupan. Makna kerja pemilik lapak besar secara sosial tidak dapat dilepaskan dari status sosial, kedudukan dan pengakuan dari masyarakat terhadap pekerjaannya. Pedagang keliling dan pemilik lapak kecil memaknainya yakni bekerja untuk mendapatkan 189
rejeki yang halal melalui ikatan kerjasama dan relasi pertemanan yang baik didasarkan pada ikatan kekeluargaan. Relasi kerja antara pemilik lapak kecil dengan pedagang keliling mewujudkan adanya hubungan patron-klien, melalui mekanisme hubungan bapak-anak yang saling membantu dan mendukung satu sama lain, serta ikut dikuatkan dengan perasaan senasib untuk bisa berjuang bersama. 2. Pedagang laki-laki dan perempuan memaknai pekerjaannya terkait dengan peran dan tanggungjawabnya dalam keluarga dan masyarakat. Pedagang laki-laki sebagai pencari nafkah utama, menempatkan pekerjaannya sebagai pekerjaan pokok untuk menyokong kelangsungan hidupnya dan keluarga. Pedagang perempuan bekerja untuk mendapatkan penghasilan tambahan dan bertanggungjawab dalam mengatur pengelolaan keuangan bagi keluarganya. Pedagang perempuan ingin menjadi contoh dan panutan bagi anaknya untuk bekerja keras sebagai wujud melawan rasa malas, dan tidak pasrah pada kondisi yang dialami. Bekerja dimaknai sebagai wujud tanggungjawab bersama, pengabdian, dan saling berbagi peran dalam keluarga. Pedagang perempuan cenderung bersikap menerima apa adanya (nrimo) terhadap hasil yang diperoleh dari pekerjaannya. Berbeda dengan pedagang laki-laki yang memiliki kekuatan modal lebih besar dan memiliki kemampuan negosiasi yang lebih, maka menjadikannya lebih percaya diri, memiliki ambisi, target penghasilan serta tujuan (orientasi) terhadap kemajuan perkembangan usahanya. Meskipun demikian, pedagang perempuan memiliki kelebihan pada segi kesabaran, ketelitian, dan ketekunan dalam bekerja. Pedagang perempuan cenderung mengutamakan relasi sosial di masyarakat, melalui wujud keterlibatan dalam kegiatan bersama di masyarakat sehingga seringkali mengganggu kestabilannya dalam bekerja. 190
3. Ikatan kerjasama yang terjalin antara pedagang keliling dan pemilik lapak kecil memiliki tingkat keterlekatan yang erat diantara mereka, mengarah pada keterlekatan yang bersifat relasional, dengan dilandasi saling percaya dan kekeluargaan. Pemilik lapak besar memiliki hubungan kerjasama yang bersifat transaksional dengan meletakkan prinsip untung rugi sebagai landasannya. 5.2. Saran 1. Bagi pedagang barang bekas Bagi pelaku usaha yang bergerak dan menggantungkan hidupnya dalam kegiatan ekonomi jual beli barang bekas, diantaranya pedagang keliling, pemilik lapak kecil, maupun pemilik lapak besar dapat semakin meningkatkan ikatan kerjasama yang sudah terjalin sebelumnya. Meskipun, masing-masing tingkatan usaha dan kemampuan ekonominya (modal) berbeda, tetapi setiap pedagang barang bekas tidak bisa memandang rendah ataupun meremehkan satu sama lain. Pedagang barang bekas hendaknya menumbuhkan suasana kerja dalam persaingan yang sehat dan tidak saling menjatuhkan. Hal ini disebabkan pedagang barang bekas memiliki ketergantungan dan saling membutuhkan dalam menjalankan kegiatan usahanya. 2. Bagi masyarakat umum Sebagian masyarakat masih memberikan pandangan rendah terhadap keberadaan pekerjaan pedagang barang bekas. Masyarakat diharapkan bisa secara perlahan mengubah pandangannya terhadap keberadaan pekerjaan ini. Mengingat, pada dasarnya pekerjaan ini hampir sama dengan jenis pedagang lainnya, hal yang berbeda terletak pada barang yang diperjualbelikan saja. Keberadaan pekerjaan ini justru dapat membantu masyarakat dalam 191
memanfaatkan barang bekas yang sebelumnya dianggap sudah tidak berguna menjadi barang yang bernilai ekonomi. 3. Bagi Pemerintah Daerah, khususnya Kecamatan Moyudan, Seyegan, dan Godean, selaku struktur pemerintahan dan birokrasi sebagai lokasi lapak dan wilayah kerja pedagang barang bekas Pedagang barang bekas perlu diberi ruang untuk semakin berkembang, meskipun pekerjaan ini digolongkan sektor informal yang penuh dengan ketidakpastian dan belum memiliki ijin usaha. Pekerjaan ini membutuhkan perhatian serius untuk dapat semakin maju dan berkembang. Langkah yang bisa dilakukan dalam upaya memberikan proteksi atau perlindungan usaha dan tempat kerja bagi pelaku usaha jual beli barang bekas, pemberian iklim dan suasana usaha yang sehat kondusif, serta melaksanakan peran pengawasan terhadap jalannya usaha perdagangan barang bekas Lebih dari itu, pekerjaan yang dianggap masih memiliki produktivitas rendah ini, ternyata justru mampu meningkatkan partisipasi kerja perempuan, khususnya perempuan dari segala kalangan, tanpa memandang latar belakang pendidikan, usia, status, keahlian, dan sebagainya untuk bisa memperoleh penghasilan dalam menyokong ekonomi keluarganya. Pekerjaan ini mampu membuka kesempatan kerja yang memadai tanpa menuntut adanya keterampilan dan tingkat pendidikan tertentu. 5.3. Limitasi Penelitian Peneliti secara teoritis dan metodologis berusaha menjelaskan realitas dalam pendekatan etnografi tentang relasi dan makna kerja pedagang barang bekas. Penelitian ini tidak luput dari keterbatasan dan hambatan, baik teknis maupun non teknis yang ikut 192
berpengaruh terhadap realitas yang dijelaskan oleh peneliti. Tanpa mengurangi substansi dalam upaya memberikan kontribusi pemikiran dan pengetahuan untuk menganalisis realitas fenomena relasi dan makna kerja pedagang barang bekas, peneliti menyadari adanya limitasi dalam penelitian ini, meliputi: 1. Aspek metodologis Penelitian ini masih memiliki keterbatasan dalam mengikuti tahap-tahap pendekatan etnografi secara utuh, dapat dikategorikan menggunakan pendekatan semi etnografi. Di samping itu, penelitian ini memiliki kelemahan, khususnya pada komposisi jumlah informan dari masing-masing tingkatan usaha, pedagang barang bekas keliling, pemilik lapak kecil, dan pemilik lapak besar. Penggunaan metode kualitatif didasarkan pada pendekatan etnografi tidak dapat dilepaskan dari sifat dan kebutuhan data yang ingin diungkapkan oleh peneliti. Data mengenai makna dan relasi kerja diharapkan dapat memperoleh kedalaman analisis untuk mengungkapkan fenomena kehidupan pedagang barang bekas. 2. Aspek teknis Pada proses pengumpulan data dari informan dalam penelitian ini. Peneliti harus bisa mengikuti dan menyesuaikan waktu bekerja pedagang barang bekas. Peneliti mewawancarai informan di sela-sela mereka bekerja maupun di tengah kesibukan mereka tanpa bermaksud mengganggu suasana kerja mereka. Peneliti tidak bisa mengikuti aktivitas kerja informan selama seharian penuh dan melihat kehidupan informan dalam keluarganya terlalu dekat. Meskipun demikian, peneliti tetap berusaha menjalin hubungan dekat dengan informan, sehingga bisa mengenal dari dekat kehidupan informan serta informan tidak merasa asing dengan kehadiran peneliti. 193