BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Rasio dan Analisis Rasio Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak diminati masyarakat saat ini. Menerbitkan saham merupakan salah

BAB II TINJAUAN TEORITIS. a. Pengertian Laporan Keuangan. mempunyai arti yang sangat penting terutama bagi pihak-pihak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. ketentuan perusahaan rokok masing-masing di setiap negara. Meskipun yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. mengetahui tingkat keuntungan dan tingkat risiko perusahaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS RASIO KEUANGAN

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. yang jumlahnya relatif lebih banyak. Tetapi jika dipandang dari sisi manajernen,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HARRIL BRIMANTYO TOPOWIJONO ACMAD HUSAINI

BAB I PENDAHULUAN. keuangan perusahaan. Dimana faktor terpenting untuk melihat perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi dunia yang dibarengi dengan peningkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berhasil memenangkan persaingan apabila dapat menghasilkan laba yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti saat ini, dimana persaingan usaha sangat ketat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA dalam Kartikawati, 2008). Financial distress juga didefinisikan sebagai

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Hasil akhir dari proses pencatatan keuangan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan cerminan dari prestasi manajemen pada satu periode

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN. Nurochman, SST,.Akt,.MT

BAB IV. ANALISA dan PEMBAHASAN. 4.1 Kinerja dan Posisi Keuangan PT. BAKRIE TELECOM Tbk beserta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN KEUANGNAN DAN ANALISIS LAPORAN KEUANGAN. Febriyanto, S.E., M.M.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. SURAT PERNYATAAN RIWAYAT HIDUP. KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR ISTILAH.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio akan

Bab II. Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia usaha saat ini semakin pesat, menimbulkan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan lebih baik dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keuangan perusahaan. ROA merupakan salah satu indikator untuk mengukur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia khususnya dalam bidang investasi saham. Pasar modal merupakan sarana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2: Analisis Laporan Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kebangkrutan tersebut yaitu terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebangkrutan adalah suatu kondisi disaat perusahaan mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. refrensi penulisan pada penelitian sekarang. Berikut ini adalah uraian penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. oleh para pelaku bisnis. Akuntansi mempunyai peran untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. maksimal seperti yang telah ditargetkan, perusahaan dapat berbuat banyak bagi

BAB I PENDAHULUAN. tujuan lainnya (Gitosudarmo, 2002:5). Perusahan harus terus memperoleh laba agar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. model Grover, Altman Z-Score, Springate, dan Zmijewski pada perusahaan Food

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya bagi pemegang saham sebagai pemilik perusahaan, dengan

I. PENDAHULUAN. Pada umumnya perusahaan yang go public memanfaatkan keberadaan pasar

BAB IV PEMBAHASAN. kewajiban lancar. Rasio ini menunjukkan sampai sejauh mana tagihan-tagihan jangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggabungan usaha (business combination) adalah pernyataan dua atau lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada laporan keuangan PT.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesulitan keuangan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya artinya perusahaan

BAB II LANDASAN TEORI

RASIO LAPORAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat (investor) yang kemudian disalurkan kepada sektor-sektor yang

BAB II TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan ringkasan dari transaksi-transaksi. keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan menggambarkan

II. LANDASAN TEORI. dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Menurut Brigham dan Houston,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan bertujuan untuk mencari profitabilitas. Profitabilitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang penganalisis untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungannya

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI. Manajemen keuangan adalah aktivitas pemilik dan manajemen perusahaan untuk

MEET 05 FOR E LEARNING ANALISA RASIO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penguji dari pekerjaan bagian pembukuan, tetapi untuk selanjutnya laporan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Perindustrian dan Perdagangan mengeluarkan target pertumbuhan sektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menerbitkan saham. Kismono (2001 : 416) menyatakan:

BAB 1 PENDAHULUAN. profitabilitas yang tinggi. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya yang mengambil topik mengenai Pengaruh Rasio Keuangan. Terhadap Perubahan Laba Perusahaan antara lain penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa pengertian mengenai analisis, yaitu : 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan prosedur-prosedur untuk mencatat, mengklasifikasikan, mengikhtisarkan dan melaporkan dalam bentuk laporan keuangan.

Analisis Laporan Keuangan PT. UNILEVER Indonesia, Tbk Periode Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan pemohon kredit (Firdaus 2009:184). Pengambilan keputusan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KEUANGAN. o o

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Laporan Keuangan Laporan keuangan perusahaan bertujuan untuk meringkas kegiatan dan hasil dari kegiatan perusahaan untuk jangka waktu tertentu. Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. (Munawir, 2007:2) Laporan keuangan adalah ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. (Baridwan, 2004:17) Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan adalah ringkasan dari proses pencatatan transaksi-transaksi keuangan sebagai alat komunikasi pihak-pihak yang berkepentingan dalam periode tertentu. 2.2. Analisis Laporan Keuangan Analisis laporan keuangan adalah suatu proses yang penuh pertimbangan dalam rangka membantu mengevaluasi posisi keuangan dan hasil operasi keuangan pada masa sekarang dan pada masa lalu, serta untuk menentukan estimasi dan prediksi yang paling mungkin mengenai kondisi dan kinerja perusahaan pada masa mendatang. (Prastowo, 2002:52) Analisis laporan keuangan perusahaan pada dasarnya merupakan perhitungan rasio-rasio untuk menilai keadaan keuangan perusahaan di masa lalu, saat ini dan kemungkinannya di masa depan. (Syamsuddin, 2009:37)

Jadi dapat disimpulkan bahwa analisis laporan keuangan adalah proses perhitungan rasio-rasio yang bertujuan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan pada masa sekarang dan masa lalu untuk memprediksi kondisi dan kinerja perusahaan di masa yang akan datang. 2.3. Rasio-Rasio Keuangan Analisis rasio adalah perhitungan rasio untuk mengevaluasi keadaan keuangan (financial) pada masa lalu, sekarang dan memproyeksikan hasilnya di masa yang akan datang. (Alwi, 1994:107) Menurut Hanafi (2010:38) di dalam analisis rasio terdapat lima kelompok rasio keuangan. Rasio keuangan tersebut adalah : 1. Rasio Likuiditas Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio) yaitu rasio yang menunjukan hubungan antara kas perusahaan dan aktiva lancer lainnya dengan hutang lancar. Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi berbagai kewajiban finasialnya yang harus segara dipenuhi atau kewajiban jangka pendek. Dalam menganalisis posisi likuiditas perusahaan dapat menggunakan 3 macam rasio, yaitu rasio lancar (current ratio), rasio cepat (quick ratio), dan rasio kas (cash ratio). a. Rasio Lancar (Current Ratio) Rasio lancar merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Current Ratio yang tinggi memberikan indikasi jaminan yang baik bagi kreditor jangka pendek dalam arti setiap saat perusahaan memiliki kemampuan untuk melunasi berbagai kewajiban jangka pendeknya. Current Ratio yang terlalu tinggi berpengaruh negatif terhadap kemampuan memperoleh laba, karena kurang efektif dan sebagian aktiva lancar menganggur. Secara sistematis, Current Ratio dihitung dengan formula sebagai berikut :

Aktiva lancar Current Ratio = 100% Hutang lancar Belum ada standar khusus untuk menentukan berapa besarnya current ratio yang paling baik, namun untuk prinsip kehati-hatian, maka besarnya current ratio sekitar 200% dianggap baik. b. Rasio Cepat (Quick or Acid Ratio) Quick Ratio merupakan alat ukur yang lebih akurat untuk mengukur tingkat likuiditas perusahaan. Quick Ratio merupakan rasio antara jumlah aktiva lancar dikurangi persediaan dengan jumlah hutang lancar. Persediaan tidak dimasukkan dalam perhitungan Quick Ratio karena persediaan merupakan komponen atau unsure aktiva lancar yang paling rendah tingkat likuiditasnya. Rumus Quick Ratio dituliskan sebagai berikut : Aktiva Lancar Persediaan Quick Ratio = 100% Hutang Lancar 2. Rasio Aktivitas Rasio Aktivitas (Activity Ratio) atau dikenal juga sebagai rasio efisiensi, yaitu rasio yang mengukur efisiensi perusahaan dalam menggunakan asset-asetnya. Rasio aktivitas dapat diukur dengan beberapa rasio yaitu perputaran piutang (Receivable Turnover), perputaran persediaan (Inventory Turnover) atau ITO, perputaran aktiva total (Total

Assets Turnover) atau TATO, dan perputaran aktiva tetap (Fixed Assets Turnover) atau FATO. a. Perputaran Piutang (Receivable Turnover) Receivable Turnover merupakan ukuran efektifitas pengelolaan piutang, sehingga semakin cepat perputaran piutang, berarti semakin efektif perusahaan dalam mengelola piutangnya. Receivable Turnover digunakan untuk menghitung berapa kali dana yang tertanam dalam piutang berputar dalam satu tahun. Perputaran piutang memberikan wawasan tentang kualitas piutang dan kesuksesan perusahaan dalam mengumpulkan piutang. Rumus untuk menghitung Receivable Turnover adalah sebagai berikut : Receivable Turnover = Penjualan Piutang b. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) ITO Inventory Turnover merupakan komponen utama dari barang yang dijual, oleh karena itu semakin tinggi tingkat perputaran persediaan semakin efektif perusahaan dalam mengelola persediaannya. Besar hasil perhitungan rasio perputaran persediaan menunjukan tingkat kecepatan persediaan menjadi kas atau piutang dagang. Rasio perputaran persediaan dihitung dengan rumus sebagai berikut : Harga Pokok Penjualan Inventory Turnover = Rata Rata Pesediaan c. Perputaran Aktiva Total (Total Assets Turnover) TATO

Total Assets Turnover digunakan untuk mengukur perputaran dari semua aktiva atau asset perusahaan dan dihitung dengan cara membagi penjualan dengan aktiva total. Total Assets Turnover merupakan ukuran efektivitas pemanfaatan total aktiva dalam menghasilkan penjualan. Besarnya hasil perputaran aktiva total menunjukan tingkat kecepatan seluruh aktiva perusahaan menjadi kas atau piutang. Total Assets Turnover dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : Penjualan Bersih Total Assets Turnover = Aktiva Total d. Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover) FATO Fixed Assets Turnover digunakan untuk mengukur tingkat efektivitas penggunaan aktiva tetap sebagai sarana menghasilkan barang yang dijual maupun dalam mendapatkan penghasilan. Rumus rasio perputaran aktiva tetap adalah sebagai berikut : Fixed Assets Turnover = Penjualan Bersih Aktiva Tetap 3. Rasio Hutang Rasio Hutang (Debt Ratio) disebut juga rasio solvabilitas, adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Rasio hutang dapat

menggunakan dua ukuran, yaitu rasio hutang total terhadap aktiva (Total Debt to Total Assets Ratio) dan rasio hutang terhadap ekuitas(debt to Equity Ratio) atau DER. a. Rasio Hutang Total terhadap Aktiva (Total Debt to Total Assets Ratio) Total Debt to Total Assets Ratio disebut juga rasio hutang atau leverage mengukur presentase dana yang disediakan oleh oleh kreditor terhadap aktiva total yang dimiliki perusahaan. Debt Ratio digunakan untuk mengukur berapa persen besarnya dana yang berasal dari hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang. Debt Ratio dirumuskan sebagai berikut : Hutang Total Total Debt to Total Assets Ratio = Aktiva Total b. Debt to Equity Ratio (DER) Debt to Equity Ratio merupakan rasio leverage yang menunjukkan besarnya hutang jangka panjang dibanding dengan ekuitas atau modal sendiri. DER diukur dengan cara membagi hutang jangka panjang dengan modal ekuitas. Secara sistemastis, DER dapat dihitung dengan formula sebagai berikut : Hutang Jangka Panjang Debt to Equity Ratio = Ekuitas Saham Besarnya hasil perhitungan DER menunjukan seberapa besar hutang jangka panjang yang dapat dijamin dengan ekuitas saham. Semakin tinggi DER, maka semakin besar hutang jangka panjang maupun resiko keuangan yang ditanggung perusahaan.

4. Rasio Keuntungan (Profitability Ratio) Profitability Ratio yaitu rasio yang menunjukan kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuantungan dari penggunaan modalnya. Dalam mengukur profitabilitas dapat dilakukan dengan beberapa macam rasio yaitu rasio pengembalian atas investasi atau return on investment (ROI) dan rasio pengembalian atas ekuitas atau return on equity (ROE). a. Rasio Pengembalian Atas Investasi (Return on Investment) Return on Investment merupakan rasio profitabilitas yang membahas hubungan laba bersih setelah pajak atau earning after tax (EAT) dengan seluruh investasi atau total asset juga masih bervariasi nama rasio dan formula menghitungnya. ROI menggunakan formula umum yang dipakai yaitu rasio earning after tax (EAT) dengan total asset, sehingga formula yang digunakan yaitu : Laba Setelah Pajak Return on Investment = Total Aset b. Rasio Pengembalian Atas Ekuitas atau (Return on Equity) Return on Equity merupakan pengembalian atas modal sendiri atau modal saham equity, yaitu rasio earning after tax (EAT) dengan modal sendiri atau modal saham atau equity. ROE dapat dihitung dengan formula sebagai berikut : Laba Setelah Pajak Return on Equity = Modal Saham

5. Rasio Nilai Pasar Rasio Nilai Pasar (Market Ratio) merupakan rasio pasar mengukur harga pasar saham perusahaan, relatif terhadap nilai bukunya. Sudut pandang rasio ini lebih banyak berdasar pada sudut pandang investor atau calon investor, meskipun pihak manajemen juga berkepentingan terhadap rasio-rasio ini. Ada beberapa rasio yang bisa dihitung yaitu : a. Price Earning Ratio (PER) Price Earning Ratio melihat harga pasar saham relatif terhadap earning-nya. Rumus PER yaitu : Price Earning Ratio = Harga Pasar per Lembar Saham Earning per Lembar b. Dividend Yield Dari segi investor rasio ini cukup berarti, karena dividend yield merupakan sebagian dari total return yang akan diperoleh investor. Rumus rasio ini sebagai berikut : Dividen per Lembar Dividend Yield = Harga Pasar per Lembar c. Dividend Payout Ratio Rasio ini melihat bagian earning yang dibayarkan sebagai dividen kepada investor. Bagian lain yang tidak dibagikan akan diinvestasikan kembali ke perusahaan. Rasio pembayaran dividen ditung sebagai berikut :

Dividen per Lembar Dividend Payout Ratio = Earning per Lembar 2.4. Analisis Kebangkrutan 2.4.1. Pengertian Kebangkrutan (Failure) Pengertian kebangkrutan di Indonesia mengacu pada Undang- Undang No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan atas Pembayaran Hutang, yang menyebutkan : a. Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan tidak dapat ditagih dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya. b. Permohonan sebagaimana disebut dalam butir di atas, dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum. Adapun pengertian kebangkrutan menurut Sunarto (2006:37) kebangkrutan bisa diartikan sebagai kegagalan bisnis yang terjadi apabila kewajiban/hutang-hutang perusahaan lebih besar daripada nilai pasar yang wajar dari aktiva-aktivanya. 2.4.2. Faktor-Faktor Terjadinya Kebangkrutan Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya kebangkrutan menurut Jauch dan Glueck dalam Adnan (2011:139) pada perusahaan adalah : 1. Faktor Umum a. Sektor Ekonomi Faktor-faktor penyebab kebangkrutan dari sektor ekonomi adalah gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa., kebijakan seuangan, suku bunga, dan devaluasi, atau revaluasi

uang dalam hubungannya dengan uang asing serta neraca pembayaran, surplus atau defisit dalam hubungannya dengan perdagangan luar negeri. b. Sektor Sosial Faktor sosial sangat berpengaruh terhadap kebangkrutan cenderung pada perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk dan jasa ataupun cara perusahaan berhubungan dengan karyawan. Faktor sosial yang lain yaitu kerusuhan atau kekacauan yang terjadi di masyarakat. c. Teknologi Penggunaan teknologi informasi juga menyebabkan biaya yang ditanggung perusahaan membengkak terutama untuk pemeliharaan dan implementasi.pembengkakan terjadi, jika penggunakan teknologi informasi kurang terencana oleh pihak manajemen, sistemnya tidak terpadu dan para manajer kurang profesional. d. Sektor Pemerintah Pengaruh dari sektor pemerintah berasal dari kebijakan pemerintahan terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri,, pengenaan tarif ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-undang baru bagi perusahaan atau tenaga kerja dan lain-lain. 2. Faktor Eksternal Perusahaan a. Faktor Pelanggan Perusahaan harus bisa mengidentifikasi sifat pelanggan, karena berguna untuk menghindari kehilangan konsumen, juga untuk menciptakan peluang untuk menemukan konsumen baru dan menghindari menurunnya hasil penjualan dan mencegah konsumen berpaling ke pesaing. b. Faktor Kreditur

Kekuatannya terletak pada pemberian pinjaman dan mendapatkan jangka waktu pengembalian hutang yang tergantung kepercayaan kreditur terhadap kelikuiditasan suatu perusahaan. c. Faktor Pesaing Faktor ini merupakan hal yang harus diperhatikan karena menyangkut perbedaan pemberian pelayanan kepada konsumen, perusahaan juga jangan melupakan pesaingnya karena jika produk pesaingnya lebih bisa diterima oleh masyarakat perusahaan tersebut akan kehilangan konsumen dan mengurangi pendapatan yang diterima. 3. Faktor Internal Perusahaan Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga akan menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayaran sampai akhirnya tidak dapat membayar. a. Manajemen tidak efisien yang disebabkan karena kurang adanya kemampuan, pengalaman, keterampilan, sikap inisiatif dari manajemen. b. Penyalahguanaan wewenang dan kecurangan dimana sering dilakukan oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun sangat merugikan apalagi yang berhubungan dengan keuangan perusahaan. 2.5. Metode-Metode untuk Memprediksi Terjadinya Kebangkrutan Analisis rasio keuangan yang dapat dihasilkan oleh akuntansi keuangan bermanfaat untuk melakukan klasifikasi atau prediksi dalam kebangkrutan. Tingkat kesehatan sangat penting bagi setiap perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dalam menjalankan usahanya, sehingga kemampuan untuk memperoleh keuntungan dapat ditingkatkan dan pada akhirnya terhindar dari kemungkinan terjadinya kebangkrutan. Analisis kebangkrutan ini dilakukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan (tanda-tanda awal kebangkrutan). Semakin awal

tanda-tanda kebangkrutan tersebut ditemukan, semakin baik bagi pihak manajemen, karena dapat melakukan perbaikan sejak awal (Hanafi, 2003:263). Kebangkrutan bisa diartikan sebagai kegagalan bisnis yang terjadi apabila kewajiban/hutang-hutang perusahaan lebih besar daripada nilai pasar yang wajar dari aktiva-aktivanya (Sunarto, 2006:37). Kebangkrutan atau kepailitan dapat dideteksi sedini mungkin agar perusahaan selalu berhati-hati dalam menjalankan usahanya. Ada beberapa metode untuk memprediksi kebangkrutan atau kepailitan yaitu : 2.5.1. Metode Altman Z-Score Model prediksi kebangkrutan sudah dikembangkan ke beberapa Negara. Altman (1983-1984) melakukan survey model-model yang dikembangkan di Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Swiss, Brazil, Australia, Inggris, Irlandia, Kanada, Belanda, dan Perancis. Model prediksi kebangkrutan dengan metode Altman disajikan dengan Z-Score (Zi), nilai tersebut dicari dengan persamaan diskriminan yaitu : Zi = 1,2 X 1 + 1,4 X 2 + 3,3 X 3 + 0,6 X 4 + 1,0 X 5 Dimana : X 1 = (aktiva lancar hutang lancar) / Total aktiva X 2 = Laba yang ditahan / Total aktiva X 3 = Laba sebelum bunga dan pajak / Total aktiva X 4 = Nilai pasar saham biasa dan preferen / Nilai buku total hutang X 5 = Penjualan / Total Aktiva Interpretasi dari perhitungan nilai Z-Score dapat dijelaskan sebagai berikut : Z < 1,81 berarti perusahaan mengalami masalah keuangan yang serius dan cenderung mengarah pada kebangkrutan.

1,81< Z < 2,99 biasa disebut sebagai daerah abu-abu dimana perusahaan dalam kondisi rawan yang mengalami sedikit masalah keuangan dan jika pihak perusahaan tidak melakukan tindakan yang berarti baik dari segi manajemen maupun struktur keuangan, perusahaan akan terancam kebangkrutan dalam beberapa tahun ke depan. 2,99 < Z berarti perusahaan tidak mengalami masalah keuangan atau dapat disebut dalam kondisi sehat. (Sumber Hanafi dan Halim, 2003:275) 2.5.2. Model Y-Score Ohlson Penelitian prediksi kebangkrutan yang lain dilakukan oleh Ohlson (1980:114). Model multivariat yang dibangun oleh Ohlson memiliki 9 variabel yang terdiri dari beberapa rasio keuangan dari variabel dummy. Persamaan Y-Score dirumuskan sebagai berikut (Ohlson, 1980:117-118) : Y-Score = -1,32 0,407X 1 + 6,03X 2 1,43X 3 + 0,0757X 4 2,37X 5 1,83X 6 + 0,285X 7 1,72X 8 0,521X 9 Keterangan : X1 = SIZE (LOG total assets / GNP level index) X2 = Total Liabilites / Total Assets X3 = Working Capital / Total Assets X4 = Current Liabilities / Current Assets X5 = 1 jika Total Liabilites > Total assets; 0 jika sebaliknya X6 = Net Income / Total Assets X7 = Cash flow from operations / Total Liabilities X8 = 1 jika Net Income negatif; 0 jika sebaliknya X9 = (Nit NI-1) / (Nit + NI-1), di mana NIt adalah Net Income untuk periode sekarang.

Ohlson (1980) menyatakan bahwa model ini memiliki cutoff point optimal pada nilai 0,38. Ohlson memilih cutoff ini karena dengan nilai ini, jumlah error dapat diminimalisasi. Maksud cutoff ini adalah bahwa perusahaan yang memiliki nilai Y-Score lebih dari 0,38 berarti perusahaan tersebut terprediksi mengalami kebangkrutan. Sebaliknya jika nilai Y- Score perusahaan kurang dari 0,38, maka perusahaan diprediksi tidak mengalami kebangkrutan. 2.5.3. Model G-Score Grover Model Grover merupakan model yang diciptakan dengan melakukan pendesainan dan penelitian ulang terhadap model Altman Z- Score. Jeffrey S. Grover menggunakan sampel sesuai dengan Z-Score pada tahun 1968 dengan menambahkan 13 rasio keuangan baru. Sampel yang digunakan sebanyak 70 perusahaan dengan 35 perusahaan yang bangkrut dan 35 perusahaan yang tidak bangkrut pada tahun 1982 sampai 1996. Grover (2001) dalam Prihanthini (2013) menghasilkan persamaan sebagai berikut : G-Score = 1,650X1 + 3,404X2 0,016ROA + 0,057 Keterangan : X1 = Working Capital / Total Assets X2 = Earning before interest and taxes / Total Assets ROA = Net Income / Total Assets Model Grover mengkategorikan perusahaan dalam keadaan bangkrut dengan skor kurang atau sama dengan -0,02 (G -0,02) sedangkan nilai untuk perusahaan yang dikategorikan dalam keadaan tidak bangkrut adalah lebih atau sama dengan 0,01 (G 0,01). Perusahaan dengan skor di antara atas dan bawah berada pada grey area.

2.5.4. Metode Springate Menurut Adriana (2012), metode springate ditemukan oleh Gordon L. V Springate pada tahun 1978. Springate menemukan terdapat 4 dari 19 rasio-rasio keuangan yang paling berkontribusi terhadap prediksi kebangkrutan perusahaan. Keempat rasio keuangan tersebut dikombinasikan dalam suatu formula yang bernama metode Springate. Selanjutnya, Springate juga menentukan batasan (standar) berupa nilai 0,862 untuk memprediksi perusahaan, berpotensi bangkrut atau berpotensi sebagai perusahaan yang sehat (tidak bangkrut). Metode yang dikembangkan oleh Springate dirumuskan dalam suatu formula sebagai berikut : S = 1,03(X1)+ 3,07(X2) + 0,66 (X3) + 0,4(X4) Keterangan : X1 = Working Capital/total Assets X2 = Net profit before interest and taxes/total assets X3 = Net profit before taxes/current liabilities X4 = Sales/total assets Metode Springate Konvensional memliki 3 kategori variable potensi kebangkrutan, yaitu: Tabel 2.1 Kriteria Penilaian Metode Springate Kriteria Penilaian Keterangan S < 0,862 Menunjukan indikasi perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan yang serius, hal ini perlu ditindaklanjuti oleh manajemen perusahaan agar tidak

terjadi kebangkrutan. 0,862 < S < 1,062 Menunjukan bahwa perusahaan berada dalam kondisi rawan. Dalam kondisi ini manajemen perusahaan harus berhatihati dalam mengelola aset-aset perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan. S > 1,062 Menunjukan perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat dan tidak mempunyai permasalahan dengan keuangan (non-bankrupt company) Pada penelitian ini kebangkrutan akan diprediksi menggunakan metode springate. 2.5.5. Metode Zmijewski Perluasan studi dalam prediksi kebangkrutan dilakukan oleh Zmijewski (1983) menambah validitas rasio keuangan sebagai alat deteksi kegagalan keuangan perusahaan. Zmijewski melakukan studi dengan menelaah ulang studi bidang kebangkrutan hasil riset sebelumnya selama 20 tahun. Rasio keuangan dipilih dari rasio-rasio keuangan penelitian terdahulu dan diambil sampel sebanyak 75 perusahaan yang bangkrut, serta 3573 perusahaan sehat selama tahun 1972 sampai dengan 1978, indikator F-test terhadap rasio-rasio kelompok, Rate of Return, liquidity, leverage, turnover, fixed payment coverage, trends, firm size, dan stock return volatility, menunjukan adanya perbedaan yang signifikan antara perusahaan yang sehat dan yang tidak sehat. Dengan kriteria penilaian semakin besar nilai X maka semakin besar kemungkinan / probabilitas perusahaan tersebut bangkrut. Model yang berhasil dikembangkan yaitu

(Margaretta Fanny dan Sylvia Saputra, 2000:4) dirumuskan dalam suatu formula sebagai berikut : X= - 4,3 4,5 X 1 + 5,7 X 2 0,004 X 3 Keterangan : X1 = ROA (Net Income/Total Assets) X2 = Leverage (Total Debt/Total Assets) X3 = Liquidity (Current Assets/Current Liabilities) Pada penelitian ini kebangkrutan juga akan diprediksi menggunakan metode Zmijewski. 2.6. Penelitian Terdahulu Terdapat banyak sekali penelitian terdahulu (jurnal) sebagai sumber juga sekaligus pembanding penulis dalam memprediksi kebangkrutan, antara lain : 2.6.1. Analisis Metode Altman (Z-Score) sebagai Alat Evaluasi guna Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan (Studi Pada Industri Rokok yang Terdaftar di BEI Periode 2007-2011) (JAB, Vol 4, No 1 (2013), Safitra).Hal 1-12 Di dalam penelitiannya bahwa hasil penelitian yang dilakukan terhadap 3 (tiga) perusahaan rokok menunjukan bahwa terdapat dua perusahaan yang menghasilkan nilai Z-Score di atas 2,99 yang dikategorikan sehat, sedangkan satu perusahaan menghasilkan nilai Z-Score di antara 1,81 2,9 yang dikategorikan rawan kebangkrutan. Pihak perusahaan yang terindikasi sehat harus bisa mempertahankan atau bahkan meningkatkan prestasi yang dicapai. Bagi perusahaan yang terindikasi rawan kebangkrutan perlu meningkatkan nilai pasar ekuitas. Serta, meningkatkan

penjualan, memperbesar laba, dapat dilakukan efisiensi biaya operasi seoptimal mungkin. 2.6.2. Analisis Penggunaan Model Zmijewski dan Altman untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan (Studi Pada Perusahaan Tekstil dan Garmen yang Terdaftar di BEI Periode 2009-2012) (JAB, Vol 12, No 2 Juli (2014), Zakkiyah).Hal 1-10 Di dalam penelitiannya bahwa, Model analisis Z-Score berbeda dengan model X-Score dalam hal penentuan titik cutoff untuk mengkategorikan apakah suatu perusahaan masuk dalam kondisi sehat, rawan bangkrut atau bangkrut dengan menggunakan nilai indeks Z, sedangkan model Zmijewski (X-Score) menggunakan nilai probabilitas nilai P dilihat dari tabel distribusi normal kumulatif. Namun dalam uji signifikan paired SampleT- Test menunjukkan ada perbedaan yang cukup signifikan antara kedua metode tersebut pada perusahaan yang listing di BEI. Perbedaan antara kedua metode analisis tersebut yaitu analisis Zmijewski menggunakan cumulative normal distribution dalam menghasilkan probabilitas kebangkrutan. Sedangkan, analisis Altman menggunakan multivariate discriminant analysis. Pada potensi prediksi kebangkrutan dengan menggunakan model Zmijewski dan Altman terlihat tanda-tanda kegagalan bisnis dari kondisi rawan hingga berpotensi pada kebangkrutan, hanya beberapa perusahaan saja dalam ke dua model prediksi yang menyatakan bahwa perushaan dalam kondisi sehat. Kondisi kegagalan bisnis padakondisi rawan hingga berpotensi prediksi kebangkrutan dapat terjadi karena persaingan ekspor produk tekstil dari China, bea masuk yang semakin mahal, dan kesulitan dalam mendapatkan bahan baku, bahan penunjang dan permesinan. 2.6.3. Analisis Tingkat Kebangkrutan Model Altman, Foster, dan Springate Pada Perusahaan Property dan Real Estate Go

Public di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2011 (JOM FEKON Vol. 1 No. 2 Oktober 2014).Rizky, Emrinaldi dan Julita.Hal 1-15 Di dalam penelitiannya bahwa, perbedaan antara metode Altman, Foster dan Springate dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan property and real estate yang go public di BEI pada periode 2008-2011, disebabkan karena adanya perbedaan dalam menggunakan perhitungan yang digunakan pada metode Altman, Foster dan Springate baik itu berupa rasio keuangan yang dipakai maupun angka dan nilai cutoff yang digunakan. Perbandingan metode analisis yang lebih baik digunakan dalam memprediksi tingkat kebangkrutan pada perusahaan property and real estate yang go public periode 2008-2011 adalah metode Springate. Tingkat kesesuaian prediksi yang dihasilkan metode Springate berdasarkan kondisi real perusahaan yang dilihat dari jumlah laba bersih lebih tinggi dibandingkan tingkat prediksi yang menggunakan Z-Score Altman dan Z-Score Foster, hal tersebut diperoleh karena tingkat akurasi metode Springate berdasarkan net income perusahaan dalam memprediksi tingkat kebangkrutan lebih tinggi daripada metode Altman dan Foster selama 4 tahun berturutturut. 2.6.4. Analisis Prediksi Kebangkrutan Menggunakan Metode Springate Pada Perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di BEI Periode 2006-2011. JURNAL REPOSITORI 1 : 1-15 (Andriana) Berdasarkan hasil analisa penelitian ini, terdapat 5 dari 12 perusahaan yang bakal berpotensi bangkrut.

2.6.5. Prediksi Kebangkrutan dengan Model Grover, Altman Z- Score, Springate dan Zmijewski Pada Perusahaan Food and Beverage di Bursa Efek Indonesia (E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 5.2 (2013): 417-435).Ni Made dan Maria. Hal 1-19 Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, analisis data menunjukan hasil yang mendukung hipotesis yang diajukan sebelumnya, yaitu terdapat perbedaan antara model Grover dengan model Altman dengan model Springate, dan model Grover dengan model Zmijewski dalam memprediksi kebangkrutan pada perusahan Food and Beverage yang terdaftar di BEI. Model Grover merupakan model prediksi yang aling sesuai di perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di BEI karena model ini memiliki tingkat keakuratan yang paling tinggi dibandingkan dengan model prediksi yang lainnya yaitu sebesar 100%. Sedangkan model Altman Z-Score memiliki tingkat akurasi sebesar 80%, model Springate 90% dan model Zmijewski sebesar 90%. 2.6.6. Analisis Kebangkrutan dengan Metode Z-Score Altman, Springate, dan Zmijewski Pada PT.Indofood Sukses Makmur Tbk Periode 2005-2009 (Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi Nomor 04 Tahun ke-2 Januari-April 2011).Peter dan Yoseph. Hal 1-20 Menurut penelitian ini, analisis kebangkrutan dengan menggunakan model Altman pada PT.Indofood Sukses Makmur Tbk. untuk tahun 2005-2009 berkesimpulan bahwa perusahaan berpotensi bangkrut sepanjang periode tersebut. Analisis kebangkrutan dengan menggunakan model Springate PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. pada tahun 2005,2006, dan 2009 perusahaan

diklasifikasikan sebagai perusahaan yang tidak berpotensi bangkrut sedangkan untuk tahun 2007 dan 2008 perusahaan di klasifikasikan sebagai perusahaan yang berpotensi bangkrut. Analisis kebangkrutan dengan menggunakan model Zmijewski PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. pada tahun 2005,2006, 2007, 2008, dan 2009 perusahaan diklasifikasikan sebagai perusahaan yang tidak berpotensi bangkrut. 2.6.7. Analisis Perbandingan Kebangkrutan Model Altman, Model Springate, dan Model Zmijewski Pada Perusahaan yang Tergabung Dalam Grup Bakrie yang Terdafatar di BEI Periode 2010-2012. (Muhammad Nur Rhomadhona). 2014. Vol 2. No 2. Jurnal Akuntansi UNESA. Hal 1-24. Perbandingan dari ketiga model yaitu Altman, Springate dan Zmijewski diketahui bahwa perusahaan-perusahaan yang ada dalam grup Bakrie masih bisa dikatakan ke dalam kategori sehat. Ini bisa dilihat dari rata-rata dari ketiga model yang digunakkan menunjukkan bahwa sebesar keadaan perusahaan sehat nantinya mempunyai nilai persentase yang besar yakni 56% daripada perusahaan tersebut dalam keadaan bangkrut yakni 44%. 2.6.8. A Study of the Aplication of Springate and Zmijewski Bankruptcy Prediction Models in Firms Accepted in Tehran Stock Exchange. (Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 5(11): 1546-1550,2011 ISSN 1991-8178). Peyman, Mehdi and Petro. Page 1-5 Dalam penelitian ini, peneliti mengatakan bahwa model model Springate lebih konservatif dibandingkan dengan model Zmijewski dalam prediksi kebangkrutan karena perusahaan yang diidentifikasikan sebagai perusahaan bangkrut berdasarkan data dari rasio keuangan.

2.6.9. Zmijewski Financial Distress Prediction Model and Its Predictabillity, A Case of Karachi Stock Exchange (Hamid Waqas, Nasir Hussain, Umair Anees) ISSN 2090-4304 Journal of Basic Applied Scientific Research. 2014. Page 1-9. Penerapan model Zmijewski diuji dengan cara memeriksa persentase perusahaan yang diprediksi dengan dengan kesalahan Tipe I dan Tipe II. Dalam penelitian ini probabilitas kebangkrutan diwakili oleh 3 rasio yaitu ekuitas, laba bersih dan arus kas. Jika rasio ini menunjukan nilai positif, maka menunjukan perusahaan itu sehat. 2.6.10. The Creation Of Bankruptcy Prediction Model Using Springate and SAF Models. (Vahdat Aghajani and Mohammad Jouzbarkand). 2012. DOI: 10.7763/IPEDR. V54. 2. Page 1-5 Hasil penelitian menunjukan bahwa model yang dibuat dapat memprediksi kebangkrutan tetapi tidak sama variabel. Penelitian ini menggunakan regresi logistik. 2.7. Hipotesis Terdapat perbedaan antara metode Springate dan metode Zmijewski dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.