14 BAB III. TEORI DASAR 3.1. Prinsip Dasar Metode Gayaberat 3.1.1. Teori Gayaberat Newton Teori gayaberat didasarkan oleh hukum Newton tentang gravitasi. Hukum gravitasi Newton yang menyatakan bahwa gaya tarik menarik antara dua buah benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding terbalik dengan jarak kuadrat antara pusat massa kedua benda tersebut diperlihatkan pada Gambar 6. Gambar 6. Gaya tarik menarik merarik antara dua benda m1 dan m2 (Anis, 2015) dengan: (1) F = gaya tarik menarik (Newton) G = konstanta universal gayaberat (6,67 x 10-11 m 3 kg -1 s -2 ) m 1 = massa benda 1 (kg)
13 m 2 r = massa benda 2 (kg) = jarak antar pusat massa (m) Untuk gaya gravitasi antara benda bermassa m dengan bumi bermassa M, adalah: (2) karena jarak benda ke permukaan bumi sangat kecil, maka nilai r sebanding dengan nilai jari-jari bumi (R), sehingga persamaan (2) menjadi: (3) 3.1.2. Percepatan Gravitasi Dalam pengukuran gayaberat yang diukur bukan gaya gravitasi F, melainkan percepatan gravitasi g. Hubungan antara keduanya dijelaskan oleh hukum Newton II yang menyatakan bahwa sebuah gaya adalah hasil perkalian dari massa dengan percepatan. Hukum Newton mengenai gerak Newton, yaitu: F = mg (4) Interaksi antara bumi (bermassa M) dengan benda di permukaan bumi (bermassa m) sejauh jarak R dari pusat keduanya juga memenuhi hukum tersebut, maka dari persamaan (3) dan (4) didapatkan: g = G (5) dimana satuan g adalah m/det 2 dalam SI, atau Gal (Galileo), yaitu 1 cm/det 2. Karena pengukuran dilakukan dalam variasi percepatan gravitasi yang begitu kecil, maka satuan yang sering digunakan adalah miligal (mgal). Persamaan (5) menunjukkan bahwa besarnya percepatan yang disebabkan oleh gravitasi di bumi (g) adalah berbanding lurus dengan massa bumi (M) dan berbanding terbalik dengan kuadrat jari-jari bumi (R).
14 Hal-hal yang dapat mempengaruhi nilai percepatan gravitasi adalah perbedaan derajat garis lintang, perbedaan ketinggian (topografi), kedudukan bumi dalam tata surya, variasi rapat massa batuan di bawah permukaan bumi, perbedaan elevasi tempat pengukuran, dan hal lain yang dapat memberikan kontribusi nilai gravitasi, misalnya bangunan. 3.2. Estimasi Densitas Permukaan Rata-Rata Dalam eksplorasi geofisika dengan metode gravitasi dimana besaran yang menjadi sasaran utama adalah rapat masa (kontras densitas), maka perlu diketahui distribusi harga rapat massa batuan baik untuk keperluan pengolahan data maupun interpretasi. Rapat massa batuan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah rapat massa butir atau matriks pembentuknya, porositas, dan kandungan fluida yang terdapat dalam pori-porinya. Namun demikian, terdapat banyak faktor lain yang ikut mempengaruhi rapat massa batuan, diantaranya adalah proses pembentukan, pemadatan (kompaksi) akibat tekanan, kedalaman, serta derajat pelapukan yang telah dialami batuan tersebut. Pada perhitungan anomali Bouguer diperlukan harga rapat massa rata-rata di daerah survei. Untuk itu nilai densitas rata-rata di daerah tersebut harus ditentukan dengan baik. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan rapat massa rata-rata, yaitu: 1. Analisis batuan daerah survey dari pengukuran di laboratorium 2. Metoda Nettleton 3. Metoda Parasnis
15 3.2.1. Metode Nettleton Metode ini didasarkan pada pengertian tentang koreksi Bouguer dan koreksi medan, dimana jika rapat massa yang digunakan sesuai dengan rapat massa permukaan, maka penampang atau profil anomali gayaberat menjadi smooth. Dalam aplikasi, penampang dipilih melalui daerah topografi kasar dan tidak ada anomali gayaberat target. Estimasi rapat massa dengan metode Nettleton diperlihatkan pada Gambar 7. Gambar 7. Estimasi rapat massa dengan metode Nettleton (Telford dkk., 1990) Anomali Bouguer titik amat pada suatu lintasan diplot dengan berbagai macam harga rapat massa ( ). Nilai densitas permukaan diperoleh apabila nilai anomali gayaberat yang dihasilkan tidak mempunyai korelasi dengan topografi di daerah tersebut.
16 3.2.2. Metode Parasnis Metode Parasnis didasarkan pada persamaan anomali Bouguer dengan asumsi nilai anomali Bouguernya adalah nol. (6) dimana : CBA = Anomali Bouguer Lengkap = harga percepatan gravitasi observasi = harga percepatan gravitasi normal = koreksi udara bebas = koreksi Bouguer Dari asumsi tersebut diperoleh: (7) atau (8) Dari persamaan (8) bila ruas kiri dinyatakan sebagai variabel y dan ruas kanan sebagai variabel x, dan kedua variabel diplot sebaran datanya pada koordinat kartesian, maka dapat dicari suatu persamaan garis linier dengan metode kuadrat terkecil (least square). Persamaan regresi yang dihasilkan adalah: (9) Dimana nilai a adalah nilai rapat masa batuan rata-rata.
17 Gambar 8. Grafik yang menunjukkan hubungan antara dan (Sarkowi, 2011) 3.3. Analisis Spektrum Analisis spektrum merupakan proses Transformasi Fourier (transformasi dari domain waktu ke dalam domain frekuensi) untuk mengubah suatu sinyal menjadi penjumlahan beberapa sinyal sinusoidal dengan berbagai frekuensi. Hasil dari transformasi ini akan berupa spektrum amplitude dan spektrum phase sehingga dapat memperkirakan kedalaman dengan mengestimasi nilai bilangan gelombang (k) dan amplitudo (A) yang dapat digunakan untuk menghitung lebar jendela filter yang selanjutnya dijadikan sebagai input data dalam proses filtering, pemisahan anomali regional, dan anomali residual. Blakely (1995) menurunkan spektrum dari potensial gayaberat yang teramati pada suatu bidang horizontal. (10) Berdasarkan kedua persamaan diatas maka diperoleh: (11)
18 Sehingga TransFormasi Fourier anomali gayaberat pada lintasan yang diinginkan adalah: (12) dimana: = anomali gayaberat k = bilangan gelombang Z o = ketinggian titik amat Z = kedalaman benda anomali Bila distribusi densitas bersifat random dan tidak ada korelasi antara masingmasing nilai gayaberat, maka =1, sehingga hasil TransFormasi Fourier anomali gayaberat menjadi: (13) dimana: A = amplitudo C = konstanta Selanjutnya dengan melogaritmakan hasil TransFormasi Fourier tersebut di atas, maka akan diperoleh hubungan antara amplitudo (A) dengan bilangan gelombang (k) dan kedalaman : (14) Hasil logaritma ini menunjukkan bahwa kedalaman rata-rata bidang diskontinuitas rapat massa akan berbanding dengan kemiringan grafik spektrum. Kemudian dari hubungan itu pula, dengan menggunakan metode least square, maka estimasi kedalaman anomali adalah gradien dari masing-masing grafik spektrum pada tiap
19 lintasan. Hubungan panjang gelombang (λ) dengan k diperoleh dari persamaan Blakely (1995): (15) (16) dengan n adalah lebar jendela. Maka didapatkan estimasi lebar jendelanya yaitu : (17) Ilustrasi penentuan kedalaman proses regresi data logaritma hasil Transformasi Fourier ini akan ditunjukan pada Gambar 9. Gambar 9. Grafik hubungan antara amplitudo dan bilangan gelombang pada analisa spektrum (Sarkowi, 2011) 3.4. Pemodelan 3D Apabila suatu massa 3 dimensi bentuk sembarang terdistribusi secara kontinyu dengan rapat massa ρ(α,β.ϒ) seperti ditunjukan pada Gambar 10 potensial gayaberat di titik P (x, y, x) di atas dan di luar distribusi rapat massa tersebut diberkan oleh (Kadir, 1996):
20 (18) Komponen gayaberat vertikal akibat distribusi rapat massa diperoleh dengan mendiferensialkan persamaan 18 terhadap z: (19) (20) Gambar 10. Efek potensial gayaberat di titik P dan benda prisma tegak (Sarkowi, 2011) Pendekatan perhitungan respon gayaberat dengan menggunakan benda prisma sisi tegak dengan spasi x dan y merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan, kesesuaian benda di lapangan bergantung pada jumlah dan dimensi prisma yang disusun. Dengan mengambil lebar sisi horsontal a dan b pada arah α an β, kedalaman puncak dan dasar adalah h 1 dan h b, maka komponen gayaberat pada z=0 adalah: (21)
21 Dimana : = distribusi fungsi undak rectangular = 1 untuk dan (22) Plouf (1976), menghitung respon gayaberat yang disebabkan oleh model benda berbentuk prisma: (23) Dimana, (24) (25)