Pengaruh Grid Stasiun Pengukuran Gravitasi Terhadap Kedalaman Penetrasi dan Orde Polinomial Trend Surface Analysis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengaruh Grid Stasiun Pengukuran Gravitasi Terhadap Kedalaman Penetrasi dan Orde Polinomial Trend Surface Analysis"

Transkripsi

1 Pengaruh Grid Stasiun Pengukuran Gravitasi Terhadap Kedalaman Penetrasi dan Orde Polinomial Trend Surface Analysis Dwintha Zahrianthy, Syamsu Rosid, Eko Widianto Abstrak Dalam akuisisi metode gravitasi penentuan lebar grid merupakan hal yang penting, karena lebar grid ini akan menentukan jangkauan kedalaman benda anomali yang dapat tercapai dan mempengaruhi resolusinya. Jika grid yang digunakan terlalu kecil maka kedalaman penetrasinya tidak akan mencapai target, dan sebaliknya jika grid terlalu besar. Karena penetrasinya berhubungan dengan superposisi medan gravitasi dari masing-masing grid tersebut. Spektrum analisis dapat digunakan untuk mengestimasi kedalaman anomali dari suatu data gravitasi.. Untuk itu dilakukan simulasi dengan menggunakan data anomali Bouguer sintetik untuk menentukan besar grid yang sebaiknya digunakan (best gridd) dalam akuisisi gravitasi sehingga kedalaman yang dicapai sesuai dengan dengan target anomali yang diinginkan. best gridd. Dari hasil analisa spektrum didapatkan bahwa grid yang paling optimal adalah 9% dari target kedalaman yang diinginkan. Kemudian data anomali Bouguer ini diseparasi dengan Polynomial Trend Surface Analysis untuk memisahkan anomali regional dan lokal. Pada grid-to-depth-ratio 9% yang dihasilkan dari spektrum analisis, ditentukan best order yang direkomendasikan untuk memisahkan anomali regional dan lokalnya adalah orde 2. Jika grid yang digunakan lebih besar, maka kedalamam medan gravitasi yang terukur akan lebih dalam, sehingga orde polinomialnya juga semakin naik, dan sebaliknya. Aturan dalam penentuan hubungan grid, kedalaman dan orde ini akan sangat membantu dalam membuat suatu design akuisisi dan processing dalam survey metode gravitasi. Kata kunci : Anomali Bouguer sintetik, forward modeling, spektrum analisis, Polynomial Trend Surface Analysis The Effect of Grid Spacing of Gravity Stations Against Depth of Penetration and Order Polynomial Trend Surface Analysis Abstract Gridding is one of important things in the acquisition of gravity method due to its ability in determining the possible depth of anomaly objects and its effect in resolution. The depth of penetration will not be able to reach the target if the gridding range is too small, and vice versa. Because the penetration associated with superposition of gravitational field the grid respectively. Spectrum analysis can be used to estimate the depth of anomaly of such gravity data. As such, the simulation using anomaly Bouguer synthetic data is needed to determine the grid that should be applied in the acquisition (known as best grid), thus the target of depth anomaly can be reached. Results of spectral analysis showed that the most optimal gridd is 9% of the target depth. After that, this Bouguer anomaly is processed by using Polynomial Trend Surface Analysis (Polynomial TSA) to distinguish the regional and local anomaly. On the grid-to-depth-ratio 9% which had been determined by spectrum analysis, the best order which recommended to distinguish the regional and local anomaly is order 2 nd. If the grid is used larger then the depth of measured gravitational field will be deeper, thus the order of polynomial will be increased too, and vice versa. This methodology in determining the correlation between gridding and depth will help peoples in designing the better acquisition of gravity survey and its processing. Keywords : Bouguer synthetic anomaly, forward modeling, analysis spectrum, Polynomial Trend Surface Analysis 1

2 BAB I PENDAHULUAN Metode geofisika dilakukan untuk mengetahui kondisi di bawah permukaan bumi dengan melibatkan pengukuran di atas permukaan dari parameter-parameter fisika yang dimiliki oleh batuan di dalam bumi. Sehingga dari pengukuran ini dapat ditafsirkan bagaimana sifat-sifat dan kondisi bawah permukaan bumi baik itu secara vertikal maupun horizontal. Salah satu metode geofisika tersebut adalah metode gayaberat. Metode ini mengukur variasi medan gravitasi akibat variasi rapat massa batuan dibawah permukaan. Metode gayaberat ini merupakan salah satu metode geofisika pasif yang dapat diterapkan dalam berbagai bidang, baik geoteknik maupun eksplorasi. Perbedaan survey geoteknik dan eksplorasi terletak pada skala kedalaman. Terdapat skala kedalaman dangkal (misalnya survey geoteknik, 5-50 m), kedalaman sedang (misalnya survey mineral emas, m) dan dalam (survey geothermal, 3000 m). Ada tiga proses dalam eksplorasi geofisika, yaitu akuisisi, processing dan interpretasi. Proses akuisisi merupakan tahap awal, yaitu tahap pengambilan data. Proses akuisisi ini tidak bisa dilakukan sembarangan meskipun tidak ada aturan baku dalam membuat suatu design akuisisi. Design akuisisi yang baik adalah design yang dapat merencanakan ukuran titik-titik pengambilan data yang terbaik sehingga dapat mencapai target yang diinginkan. Dalam survey metode gayaberat, hal ini ditentukan oleh lebar grid (spasi) yang digunakan dalam akuisisi. Saat ini para surveyor umumnya menentukan grid akuisisi ini secara acak sehingga tidak jarang data yang dihasilkan dari lapangan kurang memuaskan karena tidak mencapai target kedalaman yang diinginkan. Untuk itu diperlukan suatu acuan yang dapat digunakan dalam memperkirakan suatu design akuisi dalam metode gayaberat ini, sehingga dapat mencapai target kedalaman yang diinginkan. Dalam penelitian ini, penulis mencoba mendapatkan solusinya dengan mencari bagaimana hubungan lebar grid dan kedalaman ini, sehingga dapat digunakan untuk membuat design akuisisi yang terbaik untuk metode gayaberat. Setelah akuisisi, tahapan selanjutnya adalah processing yaitu proses pengolahan data yang telah didapat dalam akuisisi. Processing dalam penelitian ini khusus menggunakan metode Trend Surface Analysis (Polynomial Fitting). Metode ini merupakan salah satu metode separasi regional-residual dengan menggunakan pendekatan persamaan polinomial. Karena selama ini tidak ada ketentuan khusus 2

3 dalam menentukan best order polynomial ini maka para interpreter biasanya menentukan orde polinomial hanya berrdasarkan coba-coba atau trial and error. Sehingga menimbulkan ambiguitas dalam interpretasi. Sehingga diperlukan suatu ketentuan dalam menentukan orde polinomial ini untuk menghindari ambiguitas tersebut. Hal ini juga menjadi salah satu dasar masalah dalam melakukan penelitian ini. Dalam penelitian ini data yang digunakan merupakan data sintetik yang dibuat dalam berbagai kedalaman (baik kedalaman dangkal, sedang maupun dalam). Tujuan akhir yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui lebar grid yang sebaiknya digunakan dalam akuisisi sehingga dapat menjangkau kedalaman benda anomali yang diinginkan dan orde polinomial yang paling optimum yang digunakan dalam prosesing selanjutnya sehingga mendapatkan anomali residual yang menjadi interest dalam metode gayaberat ini. BAB II TEORI DASAR 2.1 Pemodelan ke Depan Pemodelan kedepan dilakukan dengan menghitung respon model secara teoritis dari suatu parameter model tertentu. Proses trial and error dilakukan untuk mendapatkan model yang memberikan respon yang sesuai dengan data. Dan modifikasi model dilakukan dengan mengubah-ngubah nilai parameter model sehingga mendapatkan respon yang paling cocok atau fit dengan data pengamatan. Model sintetik yang digunakan dalam penelititan ini menggunakan pendekatan prisma rectangular. Suatu kumpulan prisma rectangular merupakan pendekatan sederhana yang mewakili suatu volume massa di bawah permukaan seperti pada Gambar 1 berikut dimana tiap satuan prisma (terkecil) diasumsikan mempunya rapat massa yang konstan. Kemudian dengan prinsip superposisi menyatakan bahwa potensial gravitasi dari suatu kumpulan massa merupakan jumlah dari gaya tarik gravitasi pada masing-masing massa tersebut (Blakely, 1995). Maka anomali gravitasi pada berbagai titik bisa diperoleh dengan menjumlahkan efek gravitasi dari semua prisma yang dibuat. 3

4 Gambar 1. Model volume massa tiga dimensi dengan pendekatan prisma rectangular (Blakely, 1995) Blakely (1995) menyatakan persamaan matematis untuk menghitung nilai respon gravitasi dari kumpulan volume massa prisma pada Gambar 1 di atas adalah: g N = ρψ m n mn n= 1 dimana g m adalah gaya tarik vertikal pada titik observasi ke-m, ρ n adalah densitas dari prisma n dan ψ mn adalah gaya tarik gravitasi pada titik m karena prisma n (dalam unit rapat massa). (1) 2.2 Analisis Spektrum Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui batas sinyal frekuensi rendah dan tinggi melalui nilai bilangan gelombangnya, sehingga batas kedalaman regional dan residual juga dapat diketahui. Untuk analisis spektrum 1D, dilakukan dengan mentransformasi Fourier pada lintasan tertentu pada peta kontur anomali Bouguer. Proses transformasi Fourier ini dilakukan dengan tujuan mengubah data dari domain waktu atau spasial menjadi domain bilangan gelombang. Transformasi Fourier F(k) pada umumnya merupakan suatu fungsi bilangan kompleks dengan bagian real dan imaginernya, yang dapat ditulis dalam persamaan:!! =!"!(!)! +!"!(!)!!! (2)!"!(!) Θ! =!"#$!%!" (!) Fungsi!! disebut amplitudo spectrum (A) dan Θ! disebut phase spectrum. Pada metode gayaberat persamaan analisis spektrum diturunkan dari potensial gayaberat (U = γµ/r) pada suatu titik masa µ dengan konstanta gravitasi γ yang teramati pada suatu bidang horizontal. Sehingga dengan transformasi Fourier untuk anomali gayaberat adalah sebagai berikut (Blakely, 1995) (3) 4

5 dengan:!!! = 2!"#!!!!!! (4) g z : anomali gayaberat z 0 : ketinggian titik amat z : kedalaman benda anomali k : bilangan gelombang persamaan diatas disederhanakan menjadi:! =!!!!!!! (5) Dengan A = amplitudo dan C = konstanta. Kemudian persamaan diatas dialgoritmakan sehingga menghasilkan persamaan linier. Komponen bilangan gelombang k menjadi berbanding lurus dengan amplitudo.!"! =!!!! (6) Dari persamaan diatas, dibuat grafik antara ln A terhadap k untuk mengklasifikasikan anomali (seperti gambar dibawah). Melalui regresi linier diperoleh nilai kedalaman regional dan residual. Gambar 2. Pembagian zona anomali melalui grafik ln A terhadap k (Sari, 2012) 2.3 Metode Metode Trend Surface Analysis Trend Surface Analysis adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan sebaran data observasi yang secara spasial terdistribusi menjadi komponen yang terkait dengan tren regional dari data tersebut dan komponen yang berasosiasi dengan efek lokalnya (Unwin, 1975). Jadi pada prinsipnya, metode ini mencari nilai anomali regional dan mengganggap bahwa anomali regional merupakan suatu fungsi dari persamaan polinomial orde ke-n yang persamaannya sebagai berikut (Abdelrahman et al., 1985): 5

6 p s n s s z( x, y) = gi = an s, sx y n= 0 n= 0 dimana a n-s,s adalah konstanta polinomial yang jumlahnya 1 / 2 (p+1)(p+2), koefisien p adalah orde pada persamaan polinomial 2D, s dan n merupakan indeks, sementara x dan y adalah kordinat spasialnya. Kemudian anomali residual didapat dengan menghitung selisih anomali Bouguer dengan anomali regional ini. (7) BAB III MODEL SINTETIK 3.1 Model Geoteknik dan Anomali Bouger Sintetik Model sintetik geoteknik yang dipakai dalam penelitian ini mengambil contoh model arca dalam kasus arkeologi. Arca adalah suatu bangunan seni rupa yang berbentuk tiga dimensi dan merupakan hasil kebudayaan pada zaman prasejarah. Karena telah melewati berbagai peristiwa alam, bangunan ini tertimbun oleh batuanbatuan sedimen yang menutupi dan menimbunnya dari permukaan tanah. Bangunan arca biasanya terbuat dari batu andesit dengan densitas 2.8 gr/cm 3. Arca ini berada pada lingkungan sedimen yang bercampur dengan soil pada kedalaman mencapai 22.5 m dengan densitas 2.0 gr/cm 3. Bangunan arca yang digunakan dalam model ini sengaja dibuat berbentuk simetris supaya mendekati bentuk geometri arca-arca pada umumnya. Yaitu dengan mempertimbangkan faktor sejarahnya, bangunan arca ini diasumsikan sebagai salah satu bangunan yang bersifat abstrak dan konseptual. Dalam model sintetik ini, puncak arca berada pada kedalaman 5 m di bawah permukaan dan dasarnya mencapai 22.5 m dengan ukuran masing-masing sebesar 5 x 5 m. ukuran besarnya hanya merupakan suatu pendekatan berdasarkan data statistik untuk ukuran arca secara umum. Dan anomali regionalnya secara teoritis dibuat pada kedalaman 22.5 dan dibatasi hingga 50 m yang terisi oleh dua lapisan sedimen yang discontinue, masing-masing dengan nilai densitas 2.2 gr/cm 3 dan 2.25 gr/cm 3. Respon gravitasi yang dihasilkan digambarkan sebagai kontur anomali Bouguer sintetik pada Gambar 3. Karena arcanya sengaja dibangun dan disusun secara simetris maka tidak heran jika kontur anomali Bougernya juga membentuk suatu cluster yang simeteris pula. Titik-titik anomali tingginya seolah tertarik ke pinggir area 6

7 sehingga hampir membentuk persegi. Anomali tinggi ini menunjukkan arah posisi keberadaan batuan andesit (pembentuk arca) yang memiliki densitas tinggi. Gambar 3. Model geoteknik arca dan respon anomali Bougernya. 3.2 Model Eksplorasi Mineral dan Anomali Bouger Sintetik Model eksplorasi mining dalam penelitian ini adalah model eksplorasi emas. Tipe deposit emas yang dipakai adalah model vein. Vein merupakan suatu struktur geologi yang bentuknya menyerupai urat-urat. Emas biasanya terdapat pada lingkungan vulkanik. Karena emas berasal dari cairan sisa magma yang membeku dan termineralisasi. Emas mempunyai densitas yang cukup tinggi. Dalam model sintetik yang dibuat, urat-urat emas nya terisi oleh mineral-mineral emas yang berasosiasi dengan silika, dengan nilai densitas yang digunakan untuk mengindikasikan vein dalam model ini adalah sebesar 2.79 gr/cm 3. Urat-urat emas berada pada rekahan-rekahan sedimen batu gamping. Densitas batu gamping diambil 2.4 gr/cm 3. Vein berada pada kedalaman m dengan ukuran 120 x 150 m. Urat-urat emas ini berasal dari intrusi batuan beku yang berada pada kedalaman m dibawah permukaan, dengan nilai densitas 2.9 gr/cm 3. Sementara basementnya memiliki densitas sebesar 2.45 gr/cm 3. Benda anomali (basement) pada kedalaman di bawah 200 m ini diasumsikan sebagai model regional teoritis. Sementara anomali yang berada pada kedalaman 200 m ke atas permukaan merupakan anomali residual teoritis. Gambar 4. Model mineral emas dan respon anomali Bougernya. 7

8 3.3 Model Geothermal dan Anomali Bouger Sintetik Metode gayaberat juga bisa digunakan pada kedalaman yang lebih dalam daripada survey geoteknik dan eksplorasi mineral, yaitu pada eksplorasi geothermal. Dalam penelitian ini, skala kedalamannya dikategorikan ke dalam skala kedalaman besar. Dimana reservoarnya merupakan suatu lapisan sedimen permeable dengan porositas rendah dan berbentuk graben yang patahannya menjadi jalan bagi masuknya fluida panas kedalam reservoir ini. Resevoar berada pada kedalaman m dengan densitasnya sebesar 2.1 gr/cm 3 dan diatasnya ditutup oleh suatu lapisan clay cap (impermeable) dengan ketebalan sekitar 500 m pada kedalaman 1500 m di bawah permukaan dengan densitas 2.3 gr/cm 3. Anomali-anomali pada kedalaman diatas 3000 m ini dikelompokkan kedalam anomali residual karena relatif lebih dangkal dibanding anomali regionalnya yang berada pada kedalaman m. Pada kedalaman regional terdapat intrusi yang densitasnya 2.8 gr/cm 3 yang menembus basement dengan nilai densitas sebesar 2.5 gr/cm 3, dimana top basementnya berada pada kedalaman 3000 m. Clay cap: 2.3 gr/cc Reservoar: 2.1 gr/cc Intrusi 2.8 gr/ccc Basement 2.5 gr/cc Ρ = 2.2 gr/cc Gambar 5. Model sistem geothermal dan respon anomali Bouger BAB IV UJI MODEL 4.1 PERHITUNGAN ANALISIS SPEKTRUM Perhitungan analisis spektrum ini dilakukan pada data anomali Bouguer sintetik dari tiga model eksplorasi pada kedalaman yang berbeda dimana masing-masing model diukur pada nilai grid yang bervariasi. Sehingga bisa didapatkan hubungan grid dan kedalaman yang menjadi tujuan akhir yang ingin dicapai dalam tahapan metode analisis spektrum ini. MODEL GEOTEKNIK ARCA 8

9 Proses perhitungan analisis spektrum model geoteknik arca ini dilakukan dengan 9 variasi grid yaitu pada grid m dengan interval 0.2 m untuk melihat pengaruhnya terhadap estimasi kedalaman. Semua perhitungan pada variasi grid ini sengaja menggunakan slice yang sama sehingga hanya faktor grid yang mempengaruhi perbedaan hasil kedalamannya. Tabel 1. Tabel nilai kedalaman hasil analisis spektrum model geoteknik arca dengan variasi grid Grid (m) Kedalaman bidang batas regional-residual (m) True depth (m) Deviasi (%) Kemudian nilai kedalaman pada Tabel 1 diplot terhadap nilai deviasinya yang ditunjukkan pada Gambar 9. Dengan menggunakan titik-titik hasil perhitungan tersebut didapatkan suatu persamaan parabola baru yang merupakan persamaan garis dari kurva yang dihasilkan. Persamaan tersebut mempunyai titik ekstrem. Titik ekstrem ini merupakan titik dimana nilai x-nya mencapai nilai maksimum atau minimum. Secara fisis titik ekstrem ini menginformasikan titik dimana lebar grid (sumbu x) mempunyai deviasi minimum, sehingga kedalamannya paling mendekati nilai true depth. 9

10 Gambar 6. Kurva nilai deviasi kedalaman dari hasil analisis spektrum model geoteknik arca terhadap grid yang digunakan Maka hubungan grid dan kedalamannya digambarkan sebagai: b = = = a grid( Δx) = = depth( z) 22.5 x extrem (8) atau ± 9% (9) Dari Tabel 1 terlihat ketika gridnya diperbesar atau diperkecil menunjukkan deviasi yang semakin besar. Sementara itu, nilai deviasi terkecil dihasilkan pada grid 2 m, hal ini dibuktikan melalui persamaan (15) diatas. MODEL EKSPLORASI EMAS Variasi grid yang digunakan pada perhitungan analisa spektrum model emas ini adalah m dengan interval 2.5 m. Berikut ditampilkan trend anomali regional dan residual yang dihasilkan dari analisis spektrum pada model mineral emas. Tabel 2. Tabel nilai kedalaman hasil analisis spektrum model mineral emas dengan variasi grid Grid (m) Kedalaman bidang batas regional-residual (m) True depth (m) Deviasi (%)

11 Sama seperti pada model arca sebelumnya, nilai variasi kedalaman pada Tabel 2 diplot kedalam kurva seperti pada gambar 10 dibawah untuk mendapatkan nilai ekstrem atau best grid yang digunakan dalam persamaan rasio grid-to-depth nya. 15 Plot nilai deviasi kedalaman terhadap lebar grid (model mineral emas) deviasi grid (m) Gambar 7. Kurva nilai deviasi kedalaman dari hasil analisis spektrum model eksplorasi emas terhadap grid yang digunakan Dengan menggunakan rumus persamaan garis didapat nilai titik ekstremnya berada pada: b = = = a x extrem (10) Maka hubungan grid dan kedalamannya digambarkan sebagai: grid( Δx) = = depth( z) 200 atau ± 9 % (11) Persamaan diatas menghasilkan bahwa best grid yang sebaiknya digunakan adalah 9% dari target kedalaman. Dan untuk model sintetik mineral emas ini yang kedalamannya 200 m maka grid yang direkomendasikan adalah 18 m, yaitu 9% dari kedalaman 200 m. MODEL SISTEM GEOTHERMAL Variasi grid yang digunakan dalam model geothermal ini adalah berkisar m dengan interval m. Dengan proses perhitungan analisis spektrum yang sama dengan kedua model sebelumnya didapatkan hasil trend kedalaman anomali regional dan residual pada model sistem geothermal ini adalah sebagai berikut: Tabel 3. Tabel nilai kedalaman hasil analisis spektrum model system geothermal dengan variasi grid 11

12 Grid (m) Kedalaman bidang batas regional-residual (m) true depth (m) Deviasi (%) deviasi Plot nilai deviasi kedalaman terhadap lebar grid (model sistem geothermal) y = 0.001x x grid (m) Gambar 8. Kurva nilai deviasi kedalaman dari hasil analisis spektrum model sistem geothermal terhadap grid yang digunakan Dengan masih menggunakan rumus persamaan kuadrat yang sama dengan sebelumnya maka titik ekstremnya berada pada: b = = = a x extrem (12) Sehingga hubungan grid dan kedalamannya digambarkan sebagai: grid( Δx) = = depth( z) 3000 atau ± 9 % (13) Berdasarkan perhitungan nilai x (grid) ekstremnya, dihasilkan bahwa grid-to-depthratio adalah sebesar 9%. Hasil ratio ini konstan untuk ketiga model sintetik yang digunakan dalam penelitian ini. Sehingga hasilnya bisa diterima. 4.2 PEMISAHAN ANOMALI REGIONAL RESIDUAL DENGAN POLINOMIAL TREND SURFACE ANALYSIS Setelah dilakukan perhitungan dengan analisis spektrum, selanjutnya anomali Bouguer sintetik dari ketiga model kedalaman tersebut diseparasi untuk 12

13 memisahkan anomali regional dan anomali residualnya dengan menggunakan metode Polynomial Trend Surface Analysis (TSA). Proses yang dilakukan pada tahap separasi ini adalah menentukan orde yang paling baik dalam memisahkan anomalinya sehingga mendapatkan anomali residual yang paling mendekati keadaan bawah permukaan. Tidak hanya itu, dalam perhitungan ini juga dilakukan variasi grid untuk melihat pengaruhnya pada orde polinomial. Kemudian hasil separasi polinomial TSA dan hasil analisis spektrum ini digabung kedalam suatu grafik yang menghubungkan ketiga parameter yang digunakan dalam penelitian ini yaitu grid, kedalaman dan orde polinomial. Proses yang sama dilakukan pada ketiga model sintetik dari kedalaman yang berbeda tersebut. PENGUJIAN POLINOMIAL TSA PADA MODEL GEOTEKNIK ARCA Variasi lebar grid yang digunakan dalam proses separasi model arca ini dilakukan mulai dari lebar grid 1 m hingga 15.5 m. Untuk mendapatkan nilai grid yang lebih akurat mengingat model arca ini memiliki kedalaman yang sangat dangkal maka variasi gridnya dinaikkan dengan interval 0.5 m saja. Pada grid 1 m sampai 5 m dihasilkan best ordenya adalah orde 2. Ketika gridnya dinaikkan menjadi 5.5 m ternyata ordenya naik menjadi orde 3. Orde 3 ini terus berlanjut hingga lebar gridnya mencapai 9 m. Karena pada lebar grid 9.5 ternyata ordenya sudah naik menjadi orde 4 hingga gridnya mencapai 15 m. Tepat pada sat grid 15.5 m ordenya naik menjadi orde 5. Hasilnya seperti yang ditampilkan pada Gambar 12 dibawah. Dengan perhitungan dengan analisis spektrum sebelumnya dihasilkan bahwa best grid untuk mendapatkan kedalaman yang mendekati nilai kedalaman yang sebenarnya pada model arca ini adalah grid 2 m. Jika dilihat pada Gambar 12 dibawah, maka grid 2 m ini berada pada rentang orde 2. Proses penentuan orde ini dilakukan secara matematis berdasarkan nilai rms error pada masing-masing orde tersebut. Kemudian setiap nilai grid pada saat tepat kenaikan orde ini, dilakukan analisis spektrum lagi untuk mendapatkan nilai kedalamannnya. Sehingga ketika ordenya naik pada saat grid tertentu diketahui nilai kedalaman yang dicapai pada lebar grid tersebut yang kemudian diplot seperti terlihat pada Gambar 12 dibawah. Dari grafik ini didapat pola hubungan antara orde, grid dan kedalaman untuk model arca ini. 13

14 Gambar 9. Grafik pola hubungan lebar grid dengan kedalaman bidang batas anomali regional dan residual untuk setiap kenaikan orde Polynomial Trend Surface Analysis pada model geoteknik arca PENGUJIAN POLINOMIAL TSA PADA MODEL MINERAL EMAS Pada model mineral emas ini variasi lebar grid yang digunakan selama proses separasi adalah m, dengan interval gridnya naik setiap 5 m. Mulai dari grid m dihasilkan best ordenya adalah orde 2. Sedangkan orde 3 naik pada saat grid 70 m dan terus berlanjut hingga grid 115 m. Pada saat grid ditambah menjadi 120 m ordenya sudah naik ke orde 4 hingga grid 175 m. Dan naik menjadi orde 5 pada saat grid 180 m. Pada model emas ini best grid nya adalah 18 m (hasil analisis spektrum), maka pada grid ini orde yang sebaiknya digunakan untuk separasi adalah orde 2. Karena grid 18 masuk kedalam grid dalam rentang orde 2 (Gambar 13). Sama seperti model arca, pada saat kenaikan orde ini, dicari nilai estimasi kedalaman bidang kontinuitasnya sehingga bisa didapat pola hubungan ketiga faktor tersebut, yaitu grid, orde dan kedalaman pada model mineral emas ini. Seperti pada Gambar 13 berikut. Gambar 10. Grafik pola hubungan lebar grid dengan kedalaman bidang batas anomali regional dan residual untuk setiap kenaikan orde Polynomial Trend Surface Analysis pada model mineral emas 14

15 PENGUJIAN POLINOMIAL TSA PADA MODEL SISTEM GEOTHERMAL Karena kedalamannya lebih besar maka model geothermal ini juga menggunakan grid yang lebih besar. Variasi grid yang digunakan mulai dari 275 m hingga 1800 m dengan interval grid 50 m. Mulai dari grid 275 m hingga 750 m, best orde yang didapatkan adalah orde 2. Grid 275 m ini adalah grid yang disarankan untuk model geothermal ini berdasarkan analisis spektrum untuk mendapatkan kedalaman yang mendekati sebenarnya, sehingga pada grid ini, best orde nya adalah orde 2. Kemudian orde 3 naik pada saat grid 800 hingga 1500 m. Sedangkan orde 4 berada pada grid m. Dan orde 5 naik ketika gridnya 1800 m, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14. Nilai kedalamannya juga dihitung pada titik-titik kenaikan orde yang hasilnya diplot pada Gambar 14 sehingga dapat terlihat bagaimana grid, orde dan kedalaman saling berhubungan pada model geothermal ini. Gambar 11. Grafik pola hubungan lebar grid dengan kedalaman bidang batas anomali regional dan residual untuk setiap kenaikan orde Polynomial Trend Surface Analysis pada model sistem geothermal. BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI Dari hasil analisis spektrum dan polinomial TSA dihasilkan suatu hubungan yang saling berkorelasi antara grid, kedalaman dan orde polinomial. Korelasi ini dapat dimanfaatkan dalam survey metode gaya berat mulai dari tahap akuisisi hingga processing data. Dalam penelitian ini ketiga faktor tersebut saling divariasikan satu sama lain hingga terbentuk suatu pola korelasi tertentu. Pertama adalah variasi grid terhadap kedalaman. Grid dalam metode gayaberat berkorelasi dengan penetrasi medan gravitasinya. Jika grid yang digunakan lebih besar, kedalaman penetrasi medan gravitasi pun akan lebih dalam sehingga hasil 15

16 estimasi kedalaman dengan analisis spektrum juga menjadi lebih besar. Dan jika gridnya diperkecil maka kedalaman penetrasinya akan menjadi lebih dangkal, efeknya hasil estimasi kedalaman dengan analisis spektrum juga menjadi lebih dangkal. Kedalaman penetrasi medan gravitasi ini tidak akan mempengaruhi kedalaman bidang anomali yang sesungguhnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk mencapai kedalaman tertentu, lebar grid yang digunakan sebaiknya ± 9% dari target kedalaman. Jika grid yang digunakan lebih kecil maka penetrasinya tidak akan mencapai target kedalaman yang diinginkan, karena penetrasi medan gravitasinya terlalu kecil. Dan sebaliknya jika grid yang digunakan lebih besar. Selanjutnya adalah variasi grid terhadap orde polinomial. Lebar grid yang semakin besar mengakibatkan orde polinomialnya semakin naik. Sebaliknya jika gridnya terlalu kecil maka orde polinomialnya juga menjadi lebih kecil. Dan pertambahan lebar grid akan berefek pada kenaikan orde polinomial. Karena ketika gridnya diperbesar, penetrasi medannya menjadi lebih dalam, sedangkan kedalaman anomalinya tetap sehingga dibutuhkan orde yang lebih besar untuk memisahkan anomali regional dan residualnya. Pada kasus penggunaan grid yang sangat besar (relatif terhadap kedalaman), menyebabkan orde rendah tidak mampu untuk memisahkan anomali regional dan residualnya secara optimal sehingga diperlukan orde yang lebih besar. Berdasarkan hasil penelitian ini, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa grid, kedalaman dan orde polinomial ini saling berkorelasi satu sama lain seperti yang digambarkan pada Gambar 9, 10 dan 11. Jika grid yang digunakan terlalu besar, maka kedalaman penetrasinya akan menjadi lebih dalam (bahkan bisa melebihi target kedalaman) sehingga efeknya pada proses pengolahan data adalah orde polinomialnya juga menjadi lebih besar. Karena melebihi target kedalaman yang diinginkan maka hasilnya menjadi tidak efektif dan akan mempengaruhi resolusi. Sebaliknya, jika grid yang digunakan terlalu kecil, kedalamannya menjadi lebih dangkal dan orde polinomialnya juga menjadi lebih kecil. Sehingga hasilnya tidak representatif karena kedalamannya tidak mencapai target yang diinginkan. Sehingga akhirnya didapatkan suatu pola hubungan antara grid, kedalaman dan orde polinomial dengan mengintegrasikan hasil-hasil yang didapat dari kedua metode yang digunakan dalam penelitian ini. Dari kedua metode ini dihasilkan bahwa pada saat akuisisi, lebar grid yang disarankan adalah ± 9% dari target 16

17 kedalaman yang diinginkan dan selanjutnya pada tahap pengolahan dengan metode TSA orde polinomial yang direkomendasikan adalah orde ke-2. BAB VI KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini, grid yang sebaiknya digunakan dalam akuisisi metode gayaberat adalah ±9% dari target kedalaman yang diinginkan. Dalam processing dengan Polynomial Trend Surface Analysis untuk grid-todepth-ratio 9% maka orde yang direkomendasikan dalam proses separasi anomali regional dan residual adalah orde 2. Orde polinomial yang semakin besar merepresentasikan kedalaman yang semakin dangkal dan batuan yang semakin heterogen. Jika grid yang digunakan lebih besar, maka penetrasinya akan lebih dalam akibatnya orde yang digunakan dalam polinomial juga lebih besar. Dan sebaliknya jika grid lebih kecil. DAFTAR ACUAN 1. Abdelrahman, E. M., Riad. S., Refai, E., and Amin, Y., On The Least- Squares Residual Anomaly determination. Geophysics, 50, Blakely, R.J Potential Theory in Gravity & Magnetic Application. Cambride: Cambridge University Press. 3. Daud, Yunus., Geophysical Exploration I: DC resistivity, SP & MT/CSAMT. Lectures Notes. Depok: Geothermal & Environmental Geoscience Program. Department of Physics. University of Indonesia. 4. Grandis, Hendra Pengantar Pemodelan Inversi Geofisika. Jakarta: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia. 5. Jacoby, Wolfgang., Peter L Smilde Gravity Interpretation. Fundamentals and Application of Gravity Inversion and Geological Interpretation. Berlin: Springer. 6. Rosid. Syamsu Gravity Method in Exploration Geophysics. Lecture Notes. Depok: Geophysics Program Study. Department of Physics. University of Indonesia. 17

18 7. Sari, Indah P., Studi Komparasi Metode Filtering untuk Pemisahan Anomali Regional dan Residual Pada Data Anomali Bouguer. Depok: Geophysics Program Study. Departement of Physics. University of Indonesia. 8. Sherrif, R. E., Encyclopedic Dictionary of Applied Geophysics, 4 th Ed., SEG. 9. Supriyanto Analisis Data Geofisika: Memahami Teori Inversi. Lecture Notes. Geophysics, Program Study Department of Physics. Depok: University of Indonesia. 10. Telford, W. M., L.P. Geldart., and R.E. Sherrif Applied Geophysics, 2 nd ed. Cambride: Cambridge University Press. 11. UBC-Geophysical Inversion Facility, 2005, A Program Library for Forward Modelling and Inversion of Gravity Data Ovwer 3D Structures, Department of Earth and Ocean Science, University of British Columbia. 12. Unwin, D.J An Introduction to Trend Surface Analysis. Geo Abstract Ltd. 18

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding 14 BAB III. TEORI DASAR 3.1. Prinsip Dasar Metode Gayaberat 3.1.1. Teori Gayaberat Newton Teori gayaberat didasarkan oleh hukum Newton tentang gravitasi. Hukum gravitasi Newton yang menyatakan bahwa gaya

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Metode Gayaberat

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Metode Gayaberat BAB III TEORI DASAR 3.1 Metode Gayaberat Metode gayaberat adalah metode dalam geofisika yang dilakukan untuk menyelidiki keadaan bawah permukaan berdasarkan perbedaan rapat massa cebakan mineral dari daerah

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai dengan bulan Februari 2015 di Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG) Bandung dan Laboratorium

Lebih terperinci

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena

Lebih terperinci

Pemisahan Anomali Regional-Residual pada Metode Gravitasi Menggunakan Metode Moving Average, Polynomial dan Inversion

Pemisahan Anomali Regional-Residual pada Metode Gravitasi Menggunakan Metode Moving Average, Polynomial dan Inversion ISSN :89- Indonesian Journal of Applied Physics () Vol. No. halaman April Pemisahan Anomali Regional-Residual pada Metode Gravitasi Menggunakan Metode Moving Average, Polynomial dan Inversion Jarot Purnomo,

Lebih terperinci

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 63 INVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 63 INVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA ISSN No. 2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram 63 INVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA Oleh : Gusti Ayu Esty Windhari Dosen Tetap pada Fakultas

Lebih terperinci

INVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA

INVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA Jurnal Sangkareang Mataram 63 INVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA Oleh : Gusti Ayu Esty Windhari Dosen Tetap pada Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Leuwidamar, kabupaten Lebak, Banten Selatan yang terletak pada koordinat 6 o 30 00-7 o 00 00 LS dan 106 o 00 00-106 o

Lebih terperinci

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Monitoring dan Eksplorasi Hidrokarbon Oleh : Andika Perbawa 1), Indah Hermansyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi sumber daya alam umumnya memerlukan biaya sangat mahal. Oleh karena itu biasanya sebelum melakuka kegiatan eksplorasi dilakukan survey awal, survey

Lebih terperinci

2 1 2 D. Berdasarkan penelitian di daerah

2 1 2 D. Berdasarkan penelitian di daerah IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BENDUNGAN SUTAMI DAN SEKITARNYA BERDASARKAN ANOMALI GAYABERAT Elwin Purwanto 1), Sunaryo 1), Wasis 1) 1) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Lebih terperinci

PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANAS BUMI MG DENGAN METODE GRAVITASI. Magfirah Ismayanti, Muhammad Hamzah, Lantu

PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANAS BUMI MG DENGAN METODE GRAVITASI. Magfirah Ismayanti, Muhammad Hamzah, Lantu PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANAS BUMI MG DENGAN METODE GRAVITASI Magfirah Ismayanti, Muhammad Hamzah, Lantu Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin Kampus UNHAS

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR (3.1-1) dimana F : Gaya antara dua partikel bermassa m 1 dan m 2. r : jarak antara dua partikel

BAB III TEORI DASAR (3.1-1) dimana F : Gaya antara dua partikel bermassa m 1 dan m 2. r : jarak antara dua partikel BAB III TEORI DASAR 3.1 PRINSIP DASAR GRAVITASI 3.1.1 Hukum Newton Prinsip dasar yang digunakan dalam metoda gayaberat ini adalah hukum Newton yang menyatakan bahwa gaya tarik menarik dua titik massa m

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik)

Lebih terperinci

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satuan tektonik di Jawa Barat adalah jalur subduksi Pra-Eosen. Hal ini terlihat dari batuan tertua yang tersingkap di Ciletuh. Batuan tersebut berupa olisostrom yang

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR. Gambar 2.1. Sketsa gaya tarik dua benda berjarak R.

BAB 2 TEORI DASAR. Gambar 2.1. Sketsa gaya tarik dua benda berjarak R. BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Konsep Dasar Gayaberat Dasar teori dari metode gayaberat adalah Hukum Newton. Hukum umum gravitasi menyatakan bahwa gaya tarik-menarik antara dua buah benda sebanding dengan kedua

Lebih terperinci

TEORI DASAR. variasi medan gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di bawah. eksplorasi mineral dan lainnya (Kearey dkk., 2002).

TEORI DASAR. variasi medan gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di bawah. eksplorasi mineral dan lainnya (Kearey dkk., 2002). III. TEORI DASAR 3.1. Metode Gayaberat Metode gayaberat adalah salah satu metode geofisika yang didasarkan pada pengukuran medan gravitasi. Pengukuran ini dapat dilakukan di permukaan bumi, di kapal maupun

Lebih terperinci

PEMODELAN ANOMALI GRAVITASI MENGGUNAKAN METODE INVERSI 2D (DUA DIMENSI) PADA AREA PROSPEK PANAS BUMI LAPANGAN A

PEMODELAN ANOMALI GRAVITASI MENGGUNAKAN METODE INVERSI 2D (DUA DIMENSI) PADA AREA PROSPEK PANAS BUMI LAPANGAN A PEMODELAN ANOMALI GRAVITASI MENGGUNAKAN METODE INVERSI 2D (DUA DIMENSI) PADA AREA PROSPEK PANAS BUMI LAPANGAN A Rezki Amaliah, Dr. Muhammad Hamzah, S.Si, M.T, Dra. Maria, M.Si, Sabrianto Aswad, S.T, M.T

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dengan batas koordinat UTM X dari m sampai m, sedangkan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dengan batas koordinat UTM X dari m sampai m, sedangkan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Distribusi Data Gayaberat Daerah pengukuran gayaberat yang diambil mencakup wilayah Kabupaten Magelang, Semarang, Salatiga, Boyolali, Klaten dan Sleman,Yogyakarta. Dengan batas

Lebih terperinci

Metode Geolistrik (Tahanan Jenis)

Metode Geolistrik (Tahanan Jenis) Metode Geolistrik (Tahanan Jenis) Kata kunci : Pemodelan Inversi, Resistivitas, Tahanan Jenis. Metode geolistrik merupakan metode geofisika yang mempelajari sifat kelistrikan di bawah permukaan Bumi untuk

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER Tahapan pengolahan data gaya berat pada daerah Luwuk, Sulawesi Tengah dapat ditunjukkan dalam diagram alir (Gambar 4.1). Tahapan pertama yang dilakukan adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Metode dan Desain Penelitian Data variasi medan gravitasi merupakan data hasil pengukuran di lapangan yang telah dilakukan oleh tim geofisika eksplorasi Pusat Penelitian

Lebih terperinci

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG Muhammad Kholid dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber

Lebih terperinci

INVERSI GEOFISIKA (geophysical inversion) Dr. Hendra Grandis

INVERSI GEOFISIKA (geophysical inversion) Dr. Hendra Grandis INVERSI GEOFISIKA (geophysical inversion) Dr. Hendra Grandis Teknik Geofisika FTTM - ITB Tujuan kuliah Memberikan landasan teori dan konsep pemodelan inversi geofisika (linier dan non- linier) serta penerapannya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains MAULANA SOFYAN

UNIVERSITAS INDONESIA SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains MAULANA SOFYAN UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA DAN PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN METODE DATA GAYABERAT DI DAERAH PROSPEK PANASBUMI ARJUNO WELIRANG, JAWA TIMUR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA IDENTIFIKASI BASIN DAN PENENTUAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA GAYABERAT (STUDI KASUS CEKUNGAN SUMATERA SELATAN)

UNIVERSITAS INDONESIA IDENTIFIKASI BASIN DAN PENENTUAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA GAYABERAT (STUDI KASUS CEKUNGAN SUMATERA SELATAN) UNIVERSITAS INDONESIA IDENTIFIKASI BASIN DAN PENENTUAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA GAYABERAT (STUDI KASUS CEKUNGAN SUMATERA SELATAN) SKRIPSI INDRA GUNAWAN 0806399003 FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT Diah Ayu Chumairoh 1, Adi Susilo 1, Dadan Dhani Wardhana 2 1) Jurusan Fisika FMIPA Univ.

Lebih terperinci

Jurnal ILMU DASAR, Vol.15 No.1, Januari 2015: Filter Berbasis Model Satu Dimensi untuk Pemisahan Anomali Gayaberat Mikro Antar Waktu

Jurnal ILMU DASAR, Vol.15 No.1, Januari 2015: Filter Berbasis Model Satu Dimensi untuk Pemisahan Anomali Gayaberat Mikro Antar Waktu Jurnal ILMU DASAR, Vol.5 No., Januari 05:9-36 9 Filter Berbasis Model Satu Dimensi untuk Pemisahan Anomali Gayaberat Mikro Antar Waktu One Dimension Model Based Filter for Separation of Time-lapse Microgravity

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN PENGUKURAN GAYABERAT MENGGUNAKAN METODE GRID TERATUR DAN GRID ACAK

ANALISIS KETELITIAN PENGUKURAN GAYABERAT MENGGUNAKAN METODE GRID TERATUR DAN GRID ACAK DOI: doi.org/10.21009/03.snf2017.02.cip.16 ANALISIS KETELITIAN PENGUKURAN GAYABERAT MENGGUNAKAN METODE GRID TERATUR DAN GRID ACAK Herdiyanti Resty Anugrahningrum 1, a), Mahmud Yusuf 2), M. Rizha Al Hafiz

Lebih terperinci

BAB III PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN DATA. Penelitian dilakukan menggunakan gravimeter seri LaCoste & Romberg No.

BAB III PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN DATA. Penelitian dilakukan menggunakan gravimeter seri LaCoste & Romberg No. BAB III PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Pengukuran Gayaberat Penelitian dilakukan menggunakan gravimeter seri LaCoste & Romberg No. G-804. Nomor yang digunakan menunjukkan nomor produksi alat yang membedakan

Lebih terperinci

Berdasarkan persamaan (2-27) tersebut, pada kajian laporan akhir ini. dilakukan kontinuasi ke atas dengan beberapa ketinggian (level surface) terhadap

Berdasarkan persamaan (2-27) tersebut, pada kajian laporan akhir ini. dilakukan kontinuasi ke atas dengan beberapa ketinggian (level surface) terhadap Berdasarkan persamaan (2-27) tersebut, pada kajian laporan akhir ini dilakukan kontinuasi ke atas dengan beberapa ketinggian (level surface) terhadap data Anomali Bouguer Lengkap yang telah digrid, untuk

Lebih terperinci

Abstrak. Abstract. Kata kunci: Anomali Gravitasi; pemodelan ke depan; pemodelan Inversi

Abstrak. Abstract. Kata kunci: Anomali Gravitasi; pemodelan ke depan; pemodelan Inversi RANCANGAN PEMODELAN INVERSI NON-LINIER 2-D DAN GRADIEN HORISONTAL ANOMALI GRAVITASI BUMI BERBASIS MATLAB (STUDI KASUS: MODEL SEMI-INFINITE HORIZONTAL SHEET DAN FAULTED VERTICAL SHEET) Richard Lewerissa

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH Dian Erviantari, Muh. Sarkowi Program Studi Teknik Geofisika

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH Dian Erviantari dan Muh. Sarkowi Program Studi Teknik Geofisika

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pengukuran geofisika adalah usaha untuk mendapatkan kuantitas parameterparameter

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pengukuran geofisika adalah usaha untuk mendapatkan kuantitas parameterparameter BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Dekonvolusi Gayaberat Secara Umum Pengukuran geofisika adalah usaha untuk mendapatkan kuantitas parameterparameter fisis bumi dengan metode yang tidak langsung. Konsep

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi

Lebih terperinci

GEOFISIKA GEOFISIKA

GEOFISIKA GEOFISIKA Tujuan GEOFISIKA Memperkenalkan GEOFISIKA sebagai salah satu elemen / aspek dalam Ilmu Kebumian, dan perannya dalam dalam Teknologi Sumber Daya Bumi pemahaman fenomena alam mitigasi bencana kebumian Dr.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI Hasil pengolahan data yang didapat akan dibahas dan dianalisis pada bab ini. Analisis dilakukan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan secara geometri yang berdasarkan

Lebih terperinci

DESAIN SURVEI METODA MAGNETIK MENGGUNAKAN MARINE MAGNETOMETER DALAM PENDETEKSIAN RANJAU

DESAIN SURVEI METODA MAGNETIK MENGGUNAKAN MARINE MAGNETOMETER DALAM PENDETEKSIAN RANJAU DESAIN SURVEI METODA MAGNETIK MENGGUNAKAN MARINE MAGNETOMETER DALAM PENDETEKSIAN RANJAU Oleh : Subarsyah dan I Ketut Gede Aryawan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan No.

Lebih terperinci

STUDI PENERAPAN METODE ANALISIS DERIVATIF PADA DATA POTENSIAL GRAVITASI

STUDI PENERAPAN METODE ANALISIS DERIVATIF PADA DATA POTENSIAL GRAVITASI STUDI PENERAPAN METODE ANALISIS DERIVATIF PADA DATA POTENSIAL GRAVITASI Muhammad Amir Zain 1*), Muhammad Fahrur Rozi 1), Anisa Nur Septikasari 1), Muhammad Nuruddianto 2), Supriyanto 1), Ahmad Zarkasyi

Lebih terperinci

Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Daerah Potensial Mineral dengan Menggunakan Metode Gravitasi di Lapangan A, Pongkor, Jawa Barat

Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Daerah Potensial Mineral dengan Menggunakan Metode Gravitasi di Lapangan A, Pongkor, Jawa Barat JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 7, No. 1 (218) 2337-352 (231-928X Print) B32 Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Daerah Potensial Mineral dengan Menggunakan Metode Gravitasi di Lapangan A, Pongkor,

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 data geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Kedua metode ini sangat mendukung untuk digunakan dalam eksplorasi

Lebih terperinci

INTERPRETASI ANOMALI GAYA BERAT DAERAH LUWUK, SULAWESI TENGAH

INTERPRETASI ANOMALI GAYA BERAT DAERAH LUWUK, SULAWESI TENGAH INTERPRETASI ANOMALI GAYA BERAT DAERAH LUWUK, SULAWESI TENGAH TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNIK Pada Program Studi Teknik Geofisika Oleh : BAHARIANTO

Lebih terperinci

Metode Geofisika untuk Eksplorasi Panasbumi

Metode Geofisika untuk Eksplorasi Panasbumi 1 Metode Geofisika untuk Eksplorasi Panasbumi Pendahuluan 2 Pendahuluan (1) Metoda geofisika menyelidiki gejala fisika bumi dengan mengukur parameter-parameter fisik yang berkaitan. Beberapa metode geofisika

Lebih terperinci

APLIKASI METODE GAYABERAT UNTUK MEMPREDIKSI PROSPEK PANASBUMI DI DAERAH KUNINGAN, JAWA BARAT

APLIKASI METODE GAYABERAT UNTUK MEMPREDIKSI PROSPEK PANASBUMI DI DAERAH KUNINGAN, JAWA BARAT Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 3, Desember 2015 APLIKASI METODE GAYABERAT UNTUK MEMPREDIKSI PROSPEK PANASBUMI DI DAERAH KUNINGAN, JAWA BARAT Radinal J. Bahri 1 * ; Mimin Iryanti, 2 * ; Dadan Dani Wardhana 3 *

Lebih terperinci

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH 1. Tutik Annisa (H1E007005) 2. Desi Ari (H1E00700 ) 3. Fatwa Aji Kurniawan (H1E007015) 4. Eri Widianto (H1E007024) 5. Puzi Anigrahawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO. Abstrak

PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO. Abstrak PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO Eko Minarto* * Laboratorium Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

Pemodelan Inversi Data Geolistrik untuk Menentukan Struktur Perlapisan Bawah Permukaan Daerah Panasbumi Mataloko

Pemodelan Inversi Data Geolistrik untuk Menentukan Struktur Perlapisan Bawah Permukaan Daerah Panasbumi Mataloko JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 3, NOMOR JUNI 007 Pemodelan Inversi Data Geolistrik untuk Menentukan Struktur Perlapisan Bawah Permukaan Daerah Panasbumi Mataloko Eko Minarto Laboratorium Geofisika

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH BATUI DENGAN MENGGUNAKAN ANALISA SECOND HORIZONTAL DERIVATIVE DAN FORWARD MODELLING

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH BATUI DENGAN MENGGUNAKAN ANALISA SECOND HORIZONTAL DERIVATIVE DAN FORWARD MODELLING IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH BATUI DENGAN MENGGUNAKAN ANALISA SECOND HORIZONTAL DERIVATIVE DAN FORWARD MODELLING TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA

Lebih terperinci

APLIKASI FILTER KONTINUASI KEATAS DAN ANALISA SPEKTRAL TERHADAP DATA MEDAN POTENSIAL Oleh: N. Avisena M.Si ABSTRACT

APLIKASI FILTER KONTINUASI KEATAS DAN ANALISA SPEKTRAL TERHADAP DATA MEDAN POTENSIAL Oleh: N. Avisena M.Si ABSTRACT APLIKASI FILTER KONTINUASI KEATAS DAN ANALISA SPEKTRAL TERHADAP DATA MEDAN POTENSIAL Oleh: N. Avisena M.Si ABSTRACT Di antara sifat fisis batuan yang mampu membedakan antara satu macam batuan dengan batuan

Lebih terperinci

PEMODELAN 3-D SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT PERAIRAN LANGSA, SELAT MALAKA-SUMATERA UTARA

PEMODELAN 3-D SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT PERAIRAN LANGSA, SELAT MALAKA-SUMATERA UTARA PEMODELAN 3-D SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT PERAIRAN LANGSA, SELAT MALAKA-SUMATERA UTARA Oleh : B. Nhirwana dan Subarsyah Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Jl. Dr.

Lebih terperinci

SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH

SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH Oleh: Asep Sugianto, Yadi Supriyadi, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu BAB IV INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN GRAVITASI Salah satu metode geofisika yang digunakan dalam menentukan potensi suatu daerah panas bumi adalah metode gravitasi. Dengan metode gravitasi diharapkan dapat

Lebih terperinci

Analisa Resistivitas Batuan dengan Menggunakan Parameter Dar Zarrouk dan Konsep Anisotropi

Analisa Resistivitas Batuan dengan Menggunakan Parameter Dar Zarrouk dan Konsep Anisotropi JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X B-15 Analisa Resistivitas Batuan dengan Menggunakan Parameter Dar Zarrouk dan Konsep Anisotropi Fransiskha W. Prameswari, A. Syaeful

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENYEBARAN LIMBAH CAIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAHANAN JENIS 3D (MODEL LABORATORIUM)

IDENTIFIKASI PENYEBARAN LIMBAH CAIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAHANAN JENIS 3D (MODEL LABORATORIUM) IDENTIFIKASI PENYEBARAN LIMBAH CAIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAHANAN JENIS 3D (MODEL LABORATORIUM) ABSTRACT Karyanto Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung Jl. S. Brojonegoro No. 1, Bandar Lampung 35145

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORITIS PERMASALAHAN

BAB 2 LANDASAN TEORITIS PERMASALAHAN BAB LANDASAN TEORITIS PERMASALAHAN. PRINSIP DASAR GRAVITASI Gaya tarik-menarik antara dua buah partikel sebanding dengan perkalian massa kedua partikel tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak

Lebih terperinci

Analisis dan Pemodelan Inversi 3D Struktur Bawah Permukaan Daerah Panas Bumi Sipoholon Berdasarkan Data Gaya Berat

Analisis dan Pemodelan Inversi 3D Struktur Bawah Permukaan Daerah Panas Bumi Sipoholon Berdasarkan Data Gaya Berat Analisis dan Pemodelan Inversi 3D Struktur Bawah Permukaan Daerah Panas Bumi Sipoholon Berdasarkan Data Gaya Berat Jobit Parapat, Anik Hilyah, dan Widya Utama Departemen Teknik Geofisika, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN

SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN Oleh: Yadi Supriyadi, Asep Sugianto, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas

Lebih terperinci

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta Dian Novita Sari, M.Sc Abstrak Telah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode gravity di daerah Dlingo, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

INVERSI 1-D PADA DATA MAGNETOTELLURIK DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN METODE OCCAM DAN SIMULATED ANNEALING

INVERSI 1-D PADA DATA MAGNETOTELLURIK DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN METODE OCCAM DAN SIMULATED ANNEALING Inversi 1-D... INVERSI 1-D PADA DATA MAGNETOTELLURIK DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN METODE OCCAM DAN SIMULATED ANNEALING R. Aldi Kurnia Wijaya 1), Ayi Syaeful Bahri 1), Dwa Desa Warnana 1), Arif Darmawan 2)

Lebih terperinci

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Akusisi Data Akuisisi dilakukan di lapangan X daerah Sumatera Selatan sebanyak dua kali yaitu pada tanggal 10 Mei-5 Juni 2003 dan 20 September 11 Oktober 2003. Pengukuran

Lebih terperinci

Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan Gultaf 2.

Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan Gultaf 2. PEMODELAN KONFIGURASI BATUAN DASAR DAN STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA ANOMALI GRAVITASI DI DAERAH PACITAN ARJOSARI TEGALOMBO, JAWA TIMUR Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan

Lebih terperinci

TESIS PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH YAPEN DAN MAMBERAMO, PAPUA BERDASARKAN ANOMALI GRAVITASI

TESIS PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH YAPEN DAN MAMBERAMO, PAPUA BERDASARKAN ANOMALI GRAVITASI 59 TESIS PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH YAPEN DAN MAMBERAMO, PAPUA BERDASARKAN ANOMALI GRAVITASI NOPER TULAK 09/293146/PPA/03150 PROGRAM STUDI S2 ILMU FISIKA JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Pendugaan Zona Endapan Mineral Logam (Emas) di Gunung Bujang, Jambi Berdasarkan Data Induced Polarization (IP)

Pendugaan Zona Endapan Mineral Logam (Emas) di Gunung Bujang, Jambi Berdasarkan Data Induced Polarization (IP) Pendugaan Zona Endapan Mineral Logam (Emas) di Gunung Bujang, Jambi Berdasarkan Data Induced Polarization (IP) Ariski Juli Pramana 1 ; Muhammad Akbar K. S.Si. 2, Dr. Sunaryo, S.Si.M.Si. 3 (1) Mahasiswa

Lebih terperinci

commit to user 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

commit to user 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Dasar Metode Gravitasi Metode gravitasi merupakan salah satu metode survei geofisika yang memanfaatkan sebaran densitas di permukaan bumi sebagai bahan studi untuk

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan detail. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut, sedangkan

Lebih terperinci

Pendugaan Struktur Bawah Permukaan 2½ Dimensi di Kawasan Gunungapi Kelud Berdasarkan Survei Gravitasi

Pendugaan Struktur Bawah Permukaan 2½ Dimensi di Kawasan Gunungapi Kelud Berdasarkan Survei Gravitasi 221 NATURAL B, Vol. 2, No. 3, April 2014 Pendugaan Struktur Bawah Permukaan 2½ Dimensi di Kawasan Gunungapi Kelud M. Rahman 1)*, Sunaryo 2), Adi Susilo 2) 1) Program Studi Magister Ilmu Fisika, Jurusan

Lebih terperinci

PENDUGAAN ZONA MINERALISASI GALENA (PbS) DI DAERAH MEKAR JAYA, SUKABUMI MENGGUNAKAN METODE INDUKSI POLARISASI (IP)

PENDUGAAN ZONA MINERALISASI GALENA (PbS) DI DAERAH MEKAR JAYA, SUKABUMI MENGGUNAKAN METODE INDUKSI POLARISASI (IP) PENDUGAAN ZONA MINERALISASI GALENA (PbS) DI DAERAH MEKAR JAYA, SUKABUMI MENGGUNAKAN METODE INDUKSI POLARISASI (IP) Sapto Heru Yuwanto 1 1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral dan Kelautan,

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. Gambar 1. Peta Daerah Penelitian...3. Gambar 2. Peta Fisiografi Daerah Lampung...5. Gambar 3. Peta Mendala Geologi Sumatera...

DAFTAR GAMBAR. Gambar 1. Peta Daerah Penelitian...3. Gambar 2. Peta Fisiografi Daerah Lampung...5. Gambar 3. Peta Mendala Geologi Sumatera... DAFTAR GAMBAR halaman Gambar 1. Peta Daerah Penelitian...3 Gambar 2. Peta Fisiografi Daerah Lampung...5 Gambar 3. Peta Mendala Geologi Sumatera...7 Gambar 4. Peta Geologi Lembar Tanjung Karang...8 Gambar

Lebih terperinci

PEMODELAN SINTETIK GRADIEN GAYABERAT UNTUK IDENTIFIKASI SESAR

PEMODELAN SINTETIK GRADIEN GAYABERAT UNTUK IDENTIFIKASI SESAR PEMODELAN SINTETIK GRADIEN GAYABERAT UNTUK IDENTIFIKASI SESAR Ahmad Zaenudin 1, Muh Sarkowi 1, dan Suharno 1 1 Jurusan Teknik Geofisika, FT, Universitas Lampung Jl. Sumantri Brjonegoro No 1 Gedung Meneng

Lebih terperinci

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA Asep Sugianto, Tony Rahadinata, dan Yadi Supriyadi Kelompok Penyelidikan

Lebih terperinci

Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik

Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik Modul 1 Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik Di antara sifat fisis batuan yang mampu membedakan antara satu macam batuan dengan batuan lainnya adalah massa jenis dan suseptibiltas batuan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. amat Olahan Data Gayaberat Terlampir, lih. Lampiran III) dengan ketinggian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. amat Olahan Data Gayaberat Terlampir, lih. Lampiran III) dengan ketinggian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengolahan Data Pengukuran gayaberat di lapangan menghasilkan data sebanyak 169 titik data pengukuran gayaberat lapangan (yang terdiri dari 14 titik ikat

Lebih terperinci

MODEL SISTEM PANAS BUMI BERDASARKAN DATA GRAVITY PADA DAERAH SONGA - WAYAUA, PULAU BACAN, MALUKU UTARA

MODEL SISTEM PANAS BUMI BERDASARKAN DATA GRAVITY PADA DAERAH SONGA - WAYAUA, PULAU BACAN, MALUKU UTARA MODEL SISTEM PANAS BUMI BERDASARKAN DATA GRAVITY PADA DAERAH SONGA - WAYAUA, PULAU BACAN, MALUKU UTARA Oleh: Ahmad Zarkasyi dan Yuanno Rezky Pusat Sumber Daya Geologi Jln. Soekarno - Hatta No. 444 Bandung

Lebih terperinci

Unnes Physics Journal

Unnes Physics Journal UPJ 3 (1) (2014) Unnes Physics Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upj STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN SEKARAN DAN SEKITARNYA BERDASARKAN DATA GAYA BERAT S. Imam, Supriyadi Prodi Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berupa data gayaberat. Adapun metode penelitian tersebut meliputi prosesing/

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berupa data gayaberat. Adapun metode penelitian tersebut meliputi prosesing/ BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dari suatu data berupa data gayaberat. Adapun metode penelitian tersebut meliputi prosesing/ pengolahan,

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN : Pemodelan Zona Patahan Berdasarkan Anomali Self Potensial (SP) Menggunakan Metode Simulated Annealing Wilen ), Yudha Arman ), Yoga Satria Putra ) Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

INVERSI LINIER LEASTSQUARE DENGAN MATLAB ( Studi Kasus Model Gravitasi Bola Berlapis)

INVERSI LINIER LEASTSQUARE DENGAN MATLAB ( Studi Kasus Model Gravitasi Bola Berlapis) Berkala Fisika ISSN : 11-9 Vol. 1, No. 3, Juli 11, hal 93-1 INVERSI LINIER LEASTSQUARE DENGAN MATLAB ( Studi Kasus Model Gravitasi Bola Berlapis) M. Irham Nurwidyanto 1 dan Ari Setiawan 1 Jurusan Fisika

Lebih terperinci

PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI)

PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI) Jurnal Fisika Vol. 3 No. 2, Nopember 2013 117 PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI) Munaji*, Syaiful Imam, Ismi Lutfinur

Lebih terperinci

ρ i = f(z i ) (1) V r = ρ ii 2π ρ a = K V AB 2

ρ i = f(z i ) (1) V r = ρ ii 2π ρ a = K V AB 2 JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 3, NOMOR 2 JUNI 2007 Pemodelan Inversi Data Geolistrik untuk menentukan Struktur Perlapisan Bawah Permukaan Daerah Panasbumi Mataloko Eko Minarto Laboratorium Geosika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di

BAB I PENDAHULUAN. Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di setiap tempat di permukaan bumi berbeda-beda, disebabkan oleh beberapa faktor seperti

Lebih terperinci

Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1)

Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1) Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1) 1) Program Studi Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

J.G.S.M. Vol. 15 No. 4 November 2014 hal

J.G.S.M. Vol. 15 No. 4 November 2014 hal J.G.S.M. Vol. 15 No. 4 November 2014 hal. 205-214 205 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYA BERAT SUBSURFACE GEOLOGICAL STRUCTURES INTERPRETATION

Lebih terperinci

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, M. Nurhadi Kelompok Program Penelitian Panas Bumi Pusat Sumber

Lebih terperinci

GEOMETRI BATUAN DASAR (BASEMENT) DAERAH SERANG BANTEN BERDASARKAN DATA GAYABERAT BASEMENT GEOMETRY OF SERANG BANTEN BASED ON GRAVITY DATA

GEOMETRI BATUAN DASAR (BASEMENT) DAERAH SERANG BANTEN BERDASARKAN DATA GAYABERAT BASEMENT GEOMETRY OF SERANG BANTEN BASED ON GRAVITY DATA GEOMETRI BATUAN DASAR (BASEMENT) DAERAH SERANG BANTEN BERDASARKAN DATA GAYABERAT BASEMENT GEOMETRY OF SERANG BANTEN BASED ON GRAVITY DATA Lina Handayani 1, Dadan D. Wardhana 1, Priyo Hartanto 1, Sudaryanto,

Lebih terperinci

Estimasi Arah Strike menggunakan Metode Resistivitas Konfigurasi Persegi

Estimasi Arah Strike menggunakan Metode Resistivitas Konfigurasi Persegi Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol 10., No.1, Januari 2007, hal 45-51 Estimasi Arah Strike menggunakan Metode Resistivitas Konfigurasi Persegi Agung Cahyono, Gatot Yuliyanto Laboratorium Geofisika Jurusan

Lebih terperinci

Estimasi Penyebaran Sedimen Cekungan Jawa Timur Dengan Metode Gravity

Estimasi Penyebaran Sedimen Cekungan Jawa Timur Dengan Metode Gravity Estimasi Penyebaran Sedimen Cekungan Jawa Timur Dengan Metode Gravity Muhamad Adib Hasan dan M. Irham Nurwidyanto Jurusan Fisika FMIPA Universitas Diponegoro Semarang Abstract This research is a reconnaissance

Lebih terperinci

ANALISIS REDUKSI TOPOGRAFI DATA GAYABERAT DENGAN PENDEKATAN METODE LA FEHR DAN WHITMAN PADA PENENTUAN ANOMALI BOUGUER

ANALISIS REDUKSI TOPOGRAFI DATA GAYABERAT DENGAN PENDEKATAN METODE LA FEHR DAN WHITMAN PADA PENENTUAN ANOMALI BOUGUER J. Sains Tek., Desember 006, Vol. 1, No., Hal.: 179-184 ISSN 085-7X ANALISIS REDUKSI TOPOGRAFI DATA GAYABERAT DENGAN PENDEKATAN METODE LA FEHR DAN WHITMAN PADA PENENTUAN ANOMALI BOUGUER ABSTRACT Syafriadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dieksplorasi adalah sumber daya alam di darat, baik itu emas, batu bara,

BAB I PENDAHULUAN. banyak dieksplorasi adalah sumber daya alam di darat, baik itu emas, batu bara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dengan 2/3 wilayahnya adalah lautan dan memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah baik di darat

Lebih terperinci

STUDI POTENSI ENERGI GEOTHERMAL BLAWAN- IJEN, JAWA TIMUR BERDASARKAN METODE GRAVITY

STUDI POTENSI ENERGI GEOTHERMAL BLAWAN- IJEN, JAWA TIMUR BERDASARKAN METODE GRAVITY STUDI POTENSI ENERGI GEOTHERMAL BLAWAN- IJEN, JAWA TIMUR BERDASARKAN METODE GRAVITY Oleh: Raehanayati 1, Arief Rachmansyah 2 dan Sukir Maryanto 3 ABSTRAK: Penelitian ini merupakan studi awal untuk menentukan

Lebih terperinci

Optimalisasi Desain Parameter Lapangan Untuk Data Resistivitas Pseudo 3D

Optimalisasi Desain Parameter Lapangan Untuk Data Resistivitas Pseudo 3D Optimalisasi Desain Parameter Lapangan Untuk Data Resistivitas Pseudo 3D Makhrani* * ) Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin E-mail : rani_anshar@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

PEMODELAN 3D RESISTIVITAS BATUAN ANDESIT DAERAH SANGON, KAB. KULONPROGO, PROVINSI DIY

PEMODELAN 3D RESISTIVITAS BATUAN ANDESIT DAERAH SANGON, KAB. KULONPROGO, PROVINSI DIY 20 ISSN 0854-2554 PEMODELAN 3D RESISTIVITAS BATUAN ANDESIT DAERAH SANGON, KAB. KULONPROGO, PROVINSI DIY Wrego Seno Giamboro 1, Wahyu Hidayat 1 1 Jurusan Teknik Geofisika, Fakultas Teknologi Mineral, UPN

Lebih terperinci

Abstrak

Abstrak PENENTUAN KARAKTERISTIK ENDAPAN MINERAL LOGAM BERDASARKAN DATA INDUCED POLARIZATION (IP) PADA DAERAH PROSPEK CBL, BANTEN Wahyu Trianto 1, Adi Susilo 1, M. Akbar Kartadireja 2 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

Aplikasi Transformasi Hartley pada Analisa Kontinuasi Data Gravitasi dan Geomagnet

Aplikasi Transformasi Hartley pada Analisa Kontinuasi Data Gravitasi dan Geomagnet 222 Prosiding Pertemuan Ilmiah XXV HFI Jateng & DIY Aplikasi Transformasi Hartley pada Analisa Kontinuasi Data Gravitasi dan Geomagnet Syamsu Rosid dan Benny Irawan Departemen Fisika, FMIPA Universitas

Lebih terperinci

PENERAPAN METODA TIE-LINE LEVELLING PADA DATA MAGNET LAPANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI KOREKSI HARIAN

PENERAPAN METODA TIE-LINE LEVELLING PADA DATA MAGNET LAPANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI KOREKSI HARIAN PENERAPAN METODA TIE-LINE LEVELLING PADA DATA MAGNET LAPANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI KOREKSI HARIAN TIE-LINE LEVELING METHOD APPLICATION ON FIELD MAGNETIC DATA AS AN ALTERNATIVE OF DIURNAL VARIATION

Lebih terperinci

ANALISA RESISTIVITAS BATUAN DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER DAR ZARROUK DAN KONSEP ANISOTROPI

ANALISA RESISTIVITAS BATUAN DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER DAR ZARROUK DAN KONSEP ANISOTROPI JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 ANALISA RESISTIVITAS BATUAN DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER DAR ZARROUK DAN KONSEP ANISOTROPI Fransiskha W. Prameswari, A. Syaeful Bahri, Wahyudi Parnadi Fisika,

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi Metode geologi yang dipakai adalah analisis peta geologi regional dan lokal dari daerah penelitian. Untuk peta geologi regional, peta yang dipakai adalah peta geologi

Lebih terperinci

PEMODELAN INVERSI DATA GRAVITASI 3-DIMENSI UNTUK MEREKONSTRUKSI STRUKTUR GEOLOGI DI DAERAH GEOTHERMAL SKRIPSI. Oleh Nendar Eko Waskito

PEMODELAN INVERSI DATA GRAVITASI 3-DIMENSI UNTUK MEREKONSTRUKSI STRUKTUR GEOLOGI DI DAERAH GEOTHERMAL SKRIPSI. Oleh Nendar Eko Waskito PEMODELAN INVERSI DATA GRAVITASI 3-DIMENSI UNTUK MEREKONSTRUKSI STRUKTUR GEOLOGI DI DAERAH GEOTHERMAL SKRIPSI Oleh Nendar Eko Waskito 0305020667 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)

PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG) ISSN: 1412-0917 Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 14 No. 2 Oktober 2009 PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)

Lebih terperinci