BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN.


AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA DAN JASA KUNSTRUKSI

Aspek Perpajakan atas Aktiva Tetap

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

NERACA ASSET TETAP (LEASING) ASSET TIDAK BERWUJUD

BAB II LANDASAN TEORITIS. Leasing berasal dari kata lease yang berarti sewa atau lebih umum sebagai

KEPUTUSAN PEMBIAYAAN AKTIVA TETAP MELALUI LEASING DAN BANK KAITANNYA DENGAN PENGHEMATAN PAJAK

BAB 1 AKUNTANSI untuk SEWA GUNA USAA (LEASING)

PERUSAHAAN SEWAGUNAUSAHA (PerlakuanAkuntansi dan Pajak)

Bab 10 PERUSAHAAN MODAL ASING (PMA) YANG MENGGUNAKAN BAHASA ASING DAN MATA UANG SELAIN RUPIAH

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendukung kegiatan operasional agar

Modul ke: Manajemen Perpajakan 06FEB. Samsuri, SH, MM. Fakultas. Program Studi Akuntansi

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik

BAB I PENDAHULUAN. melalui penanaman barang modal. Dana yang diterima oleh perusahaan digunakan

ANALISIS PERENCANAAN PAJAK ATAS PEROLEHAN ALAT BERAT SERTA PENGARUHNYA TERHADAP LABA KENA PAJAK DAN PPh TERUTANG (STUDI KASUS PADA PT APMS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENTERI KEUANGAN S A L I N A N KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1169/KMK.01/1991 T E N T A N G KEGIATAN SEWA-GUNA-USAHA(LEASING)

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

SEWA GUNA USAHA. Statement of Financial Accounting Standards No. 13 mengelompokkan sewa guna usaha menjadi :

BAB III METODOLOGI ANALISIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 5.1. Daftar Jenis Kendaraan CV. METROPOLITAN HOME. Umur Manfaat. B. Perbandingan Perolehan Kendaraan melalui Pembelian Tunai, Kredit

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. administratif dan diharapkan akan digunakan lebih dari satu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORITIS. Aset tetap termasuk bagian yang sangat signifikan dalam perusahaan. Jika

BAB II AKUNTANSI SEWA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI

AKUNTANSI UNTUK LEASING

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA AKTIVA TETAP DENGAN METODE HAK OPSI (Studi Kasus Pada PT. Sinar Karya Cahaya Gorontalo) Oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

NAMA : SEPTIYANA NPM : JURUSAN : MANAJEMEN (KEUANGAN) PENGERTIAN LEASING

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pengertian aset tetap (fixed asset) menurut Reeve (2012:2) adalah :

Gerson Philipi Rianto F

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan. Umum dann Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan

PSAK 30 (REVISI 2007) ISAK 8 (REVISI 2007)

PERLAKUAN AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA DENGAN METODE CAPITAL LEASE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PSAK 30 SEWA (REVISI 2007) ISAK 8 Transaksi yang Mengandung Sewa. Ellyn Octavianty

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan pada BAB II, maka pada bab

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dewasa ini, perusahaan dituntut untuk selalu

Oleh Iwan Sidharta, MM.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pada bab ini akan dikemukakan teori-teori yang dikutip dari literatur

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan

kini dan pajak tangguhan yang sajikan telah benar sesuai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEASING (SEWA-GUNA-USAHA) Pengertian

ekonomi Sesi JURNAL PENYESUAIAN PERUSAHAAN DAGANG A. PENGERTIAN DAN FUNGSI JURNAL PENYESUAIAN B. AKUN YANG PERLU DISESUAIKAN a.

IKATAN AKUNTANSI INDONESIA LATIHAN AKUNTANSI PERPAJAKAN Oleh : Purno Murtopo, S.E., M.Si.

BAB 1 PENDAHULUAN. pasca krisis tahun 1997, dengan kebijakan tersebut pemerintah berusaha

Oleh Iwan Sidharta, MM.

Oleh : Tita Safitriawati. Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang ABSTRAK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

Universitas Tarumanagara 19 September 2014

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Akuntansi Leasing Pada PT. Puri Green Resources Pekanbaru

DAFTAR ISI ABSTRAK.. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Pengakuan, Pengukuran, dan Penyajian Pajak Tangguhan. beserta Akun-akun Lainnya pada Laporan Keuangan PT UG

AKUNTANSI INDUSTRI JILID 2 SMK. Ali Irfan

AKUNTANSI PERPAJAKAN. Akuntansi Pajak atas Piutang. Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Yayasan Dana Pensiun PT. Merpati Nusantara Airlines. Yayasan tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL PENYESUAIAN. Armini Ningsih Politeknik Negeri Samarinda

Pengeluaran yang Tidak Boleh Dibebankan Sekaligus Pasal 9 Ayat (2) UU PPh

By Afifudin PSP FE Unisma 2

BAB II LANDASAN TEORI

DEPRESIASI DAN AMORTISASI FISKAL

BAB III SISTEM AKUNTANSI PENYUSUTAN ASET TETAP BERWUJUD PADA PT HERFINTA FRAM AND PLANTATION

BAB III PEMBAHASAN 3.1. Pengertian Aktiva Tetap

RUGI LABA BIAYA FISKAL

Tinjauan Perencanaan Pajak Sehubungan Pembelian Aktiva Tetap Berwujud Secara Tunai, Kredit dan Leasing

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI DAN PERPAJAKAN ATAS KEPEMILIKAN ASET TETAP TERHADAP LABA KENA PAJAK DAN

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Aktiva Tetap Tanaman Menghasilkan. menghasilkan, ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. adalah bahasa bisnis(business language). Akuntansi menghasilkan informasi yang

BAB 5 Aktiva Tetap Berwujud (Tangible - Assets)

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proses mengidentifikasikan, mengukur, dan melaporkan informasi

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Aktiva Tetap 1. Pengertian Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam kedaan siap dipakai atau dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Aktiva tetap merupakan salah satu aset terpenting yang dimiliki oleh perusahaan. Aktiva tetap umumnya digunakan untuk mendukung kegiatan utama perusahaan dalam memperoleh pendapatan. Oleh karena itu, aktiva tetap harus dikelola dengan benar karena dapat mempengaruhi kondisi perusahaan secara signifikan baik dari sisi financial maupun accounting. Aktiva yang dapat digunakan oleh perusahaan dalam menjalankan aktivitas usaha dan sifatnya relatif tetap atau jangka waktu perputarannya lebih dari satu tahun. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009) : 6

7 Aktiva Tetap adalah aktiva berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu tahun. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa suatu aktiva tetap mempunyai beberapa sifat, yaitu : 1. Masa manfaatnya jangka panjang atau lebih dari satu tahun. 2. Dimiliki dan digunakan dalam operasi normal perusahaan untuk menghasilkan barang atau jasa. 3. Tidak ditujukan untuk dijual kembali atau diperdagangkan untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan aktiva tersebut. 4. Nilainya cukup tinggi. 5. Penurunan manfaat (penurunan dari nilai aktiva tetap) secara periodik disebut depreciation expense (penyusutan). 6. Memiliki umur ekonomis dan nilai residu. 7. Menurut SAK, biaya perolehan aktiva tetap adalah setara dengan nilai tunainya dan diakui pada saat terjadinya. Biaya perolehan diukur pada nilai wajar. (IAI; 2009; 16.5)

8 Menurut perpajakan, aktiva tetap harus memenuhi kriteria: 1. Dimiliki dan digunakan dalam usaha atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, dengan suatu masa manfaat yang lebih dari satu tahun. 2. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam kegiatan normal. Baik menurut akuntansi maupun menurut ketentuan perpajakan nilai aktiva tetap tidak boleh dibebankan sekaligus sebagai biaya. Pembebanannya dilakukan melalui alokasi secara berangsur-angsur dengan cara penyusutan atau amortisasi. 2. Jenis-Jenis Aktiva Tetap Secara garis besar aktiva tetap menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009) dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu : a. Aktiva Tetap Berwujud Aktiva tetap berwujud ini mempunyai sifat permanen atau dengan kata lain dapat digunakan dalam jangka waktu yang relatif lama. Aktiva tetap berwujud ini masih dibagi lagi menjadi : 1. Aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas, seperti tanah 2. Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya bisa diganti dengan aktiva aktiva sejenis, misalnya: bangunan, mesin, peralatan, kendaraan dan lain-lain.

9 3. Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya tidak dapat diganti dengan aktiva sejenis, misalnya: sumber-sumber alam seperti hasil tambang, hutan, dan lain-lain. b. Aktiva Tetap Tidak Berwujud Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009:19.2): Aktiva tidak berwujud adalah aktiva non moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif. Aktiva tetap tidak berwujud adalah aktiva-aktiva yang umumnya lebih dari satu tahun dan tidak mempunyai bentuk fisik. Pada umumnya aktiva tetap tidak berwujud merupakan hak-hak yang dimiliki yang digunakan lebih dari satu tahun. Aktiva tetap seperti ini mempunyai nilai karena diharapkan dapat memberikan sumbangan pada laba. 3. Metode Penyusutan Dalam standar akuntansi keuangan yang sudah diterima umum terdapat 4 metode yang paling sering digunakan dalam menghitung beban depresiasi (Ely, Sri; 2009):

10 a) Metode Garis Lurus (straight line method) 1. Metode garis lurus akan menghasilkan beban penyusutan yang sama setiap periode pada umur manfaatnya. Cara perhitungan penyusutannya dilakukan dengan menggunakan formulasi di atas. Metode penyusutan garis lurus ini, juga sering kali dinyatakan dalam bentuk presentasi. 2. Presentasi ini ditentukan dengan membagi 100% dengan lamanya umur manfaat. Rumus : Biaya penyusutan = Tarif Penyusutan x (HP-NR) HP NR UE b) Metode dengan Angka-angka Tahunan (sum of the year digit methods) Metode ini menghasilkan beban penyusutan periodik semakin menurun sepanjang umur estimasi aktiva. Rumus : Beban Penyusutan = Tarif x (HP-NR) x n 12 c) Metode Saldo Menurun (declining balance method) Dalam metode ini penyusutan dibebankan berdasarkan prosentase tetap dari nilai buku (saldo terakhir). Biasanya prosentasenya 2 (dua) kali dari prosentase berdasarkan garis lurus.

11 Di dalam menetapkan penyusutan ini, nilai residu tidak dapat diperhitungkan kecuali apabila disyaratkan bahwa nilai buku tidak kurang dari nilai residu yang di harapkan. Rumus : Beban Penyusutan = 2 x Metode Garis Lurus x Book Value Tarif = 2 x 100% / EU d) Metode Unit Produksi (unit productive method) Metode ini umumnya digunakan apabila umur manfaat aktiva tetap bergantung kepada tingkat pemakaiannya. Apabila kalau tingkat pemakaiannya sangat bervariasi dari tahun ke tahun, maka metode unit produksi ini paling cocok digunakan. Oleh sebab itu, metode unit produksi akan menghasilkan jumlah beban penyusutan yang sama dengan bagi setiap unit yang diproduksi. Untuk menerapkan metode ini, umur manfaat aktiva diekspresikan dalam istilah unit kapasitas produksi seperti jam. Rumus : Beban Penyusutan = HP NR x Produksi Tahun Berjalan Jam Mesin Metode penyusutan menurut peraturan perpajakan diatur dalam pasal 11 Undang-Undang No.17 Tahun 2000 sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Metode penyusutan yang diperbolehkan berdasarkan ketentuan ini adalah :

12 1. Metode Garis Lurus atau straight line method Dalam ketentuan fiskal metode ini disebut penyusutan dalam bagianbagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut. 2. Metode Saldo Menurun atau declining balance method Penyusutan atas harta berwujud dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan, dengan syarat dilakukan secara taat asas. Penggunaan metode penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat asas. Harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun. Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta Berwujud ditetapkan sebagai berikut :

13 Tabel 2.1 Tarif Penyusutan menurut Ketentuan Perpajakan Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat Tarif Penyusutan Berdasarkan Metode Garis Lurus Saldo Menurun I. Bukan bangunan Kelompok 1 4 tahun 25 % 50% Kelompok 2 Kelompok 3 8 tahun 16 tahun 12,5% 6,25% 25% 12,5% Kelompok 4 II. Bangunan 20 tahun 5% 10% Permanen 20 tahun 5% - Tidak permanen 10 tahun 10% - Sumber : Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 B. Sewa Guna Usaha 1. Pengertian Sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Dari definisi leasing yang telah dikemukakan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri leasing yang membedakannya dari transaksi sewamenyewa biasa, yaitu:

14 a. Obyek Leasing Barang-barang yang menjadi obyek perjanjian leasing meliputi segala macam barang modal seperti mesin atau komputer, sedangkan pada transaksi sewa-menyewa biasa obyeknya tidak harus barang modal. b. Adanya pembayaran secara berkala dalam waktu tertentu Dalam sewa-menyewa biasanya cara pembayarannya dilakukan sekali untuk suatu periode tertentu, sedangkan leasing pembayarannya dilakukan secara berkala dan bisa dilakukan setiap bulan, setiap kuartal, atau setiap setengah tahun sekali. c. Nilai sisa atau residual value Pada perjanjian leasing ditentukan suatu nilai sisa sedangkan perjanjian sewa-menyewa biasa tidak mengenal hal ini. d. Hak opsi bagi lessee Pada akhir dari masa leasing, lessee mempunyai hak untuk menentukan apakah dia ingin membeli barang tersebut dengan harga sebesar nilai sisa ataukah mengembalikan kepada lessor. Pada perjanjian sewamenyewa biasa jika masa sewa telah berakhir maka penyewa wajib mengembalikan barang tersebut kepada pihak yang menyewakan.

15 2. Jenis-Jenis Sewa Guna Usaha Secara umum jenis leasing bisa dibedakan menjadi dua kelompok utama, yaitu: a. Capital Lease (Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi) Pada transaksi leasing jenis ini lessee yang membutuhkan barang menentukan sendiri jenis serta spesifikasi barang yang dibutuhkan. Lessee juga mengadakan negosiasi langsung dengan supplier mengenai harga, syarat-syarat perawatan serta lain-lain hal yang berhubungan dengan pengoperasian barang tersebut. Kemudian lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan setelah itu barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imbalan atas jasa penggunaan barang tersebut maka lessee akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama. Pada akhir masa lease, lessee mempunyai hak pilih untuk membeli barang tersebut seharga nilai sisanya, mengembalikan barang tersebut kepada lessor atau juga mengadakan perjanjian leasing lagi untuk tahap yang kedua atas barang yang sama. Capital lease sendiri sebenarnya dapat dikategorikan lagi menjadi dua macam :

16 a) Direct Capital Lease Transaksi ini terjadi jika lessee sebelumnya belum pernah memiliki barang yang dijadikan obyek lease. Pada dasarnya transaksi leasing jenis ini sama dengan transaksi capital lease yang telah diterangkan di atas. b) Sale and Lease Back Sesuai dengan namanya, dalam transaksi ini lessee menjual barang yang sudah dimilikinya kepada lessor. Atas barang yang sama ini kemudian dilakukan suatu kontrak leasing antara lessor dan lessee. b. Operating Lease (Sewa Guna Usaha tanpa Hak Opsi) Pada transaksi leasing jenis ini, lessor membeli barang dan kemudian menyewakannya kepada lessee untuk jangka waktu tertentu. Pada prakteknya lessee membayar uang secara berkala yang besarnya secara keseluruhan tidak meliputi harga barang serta biaya yang telah dikeluarkan oleh lessor. Disini secara jelas tidak ditentukan adanya nilai sisa serta hak opsi bagi lessee. Setelah masa lease berakhir, lessor merundingkan kemungkinan dilakukannya kontrak lease yang baru dengan lessee yang sama atau juga lessor mencari calon lessee yang baru. Pada operating lease ini biasanya lessor bertanggung jawab mengenai perawatan barang tersebut. Barang-barang yang sering digunakan dalam operating lease ini biasanya barang-barang yang

17 mempunyai nilai tinggi seperti alat-alat berat, traktor, mesin-mesin, dan sebagainya. 3. Perlakuan Akuntansi atas Sewa Guna Usaha Sewa adalah suatu perjanjian dimana lessor memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati. Sebagai imbalannya, lessee melakukan pembayaran atau serangkaian pembayaran kepada lessor. (IAI; 2009; 30.1) Perlakuan transaksi sewa guna usaha ditinjau dari aspek akuntansi lebih menekankan pada makna ekonomi (economic substance) dari suatu peristiwa atau transaksi dari pada bentuk hukumnya (legal form). Sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease) yaitu apabila dalam transaksi perusahaan lessor bertindak sebagai pihak yang membiayai barang modal dimana secara berkala lessor menerima pembayaran sewa guna usaha dari lessee dan di akhir masa sewa terdapat hak opsi bagi lessee. Hak opsi adalah hak lessee untuk membeli barang modal yang disewagunausahakan atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa guna usaha. Sedangkan sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) yaitu apabila dalam transaksi perusahaan lessor membeli barang modal dan kemudian menyewa guna usahakannya kepada

18 lessee, lessee tidak mempunyai hak opsi untuk membeli atau memperpanjang transaksi sewa guna usaha tersebut. Pembayaran jumlah angsuran bulanan atas transaksi sewa guna usaha oleh perusahaan dapat dihitung dengan 2 (dua) metode, yaitu pembayaran sewa di depan dan pembayaran di belakang. Penggunaan metode pembayaran tersebut ditentukan dalam perjanjian sewa guna usaha yang dilakukan oleh perusahaan. Metode pembayaran sewa guna usaha di depan dihitung dengan rumus sebagai berikut : Leased Payment = C [ i ( 1 + i ) n-1 ] ( 1 + i ) n-1 1 Sedangkan metode pembayaran sewa guna usaha di belakang dihitung dengan rumus sebagai berikut : Leased Payment = C [ i ( 1 + i ) n ] Keterangan : ( 1 + i ) n 1 C = Harga perolehan aktiva leasing setelah dikurangi simpanan jaminan i = Suku bunga n = periode leasing

19 Jurnal yang dibuat oleh lessee untuk mencatat transaksi sewa guna usaha dengan menggunakan metode Capital Lease adalah sebagai berikut: a) Pada saat transaksi sewa guna usaha : Aktiva sewa guna XXXX Hutang sewa guna usaha Nilai sisa XXXX XXXX b) Pembayaran simpanan jaminan : Jaminan kontrak sewa guna usaha XXXX Kas XXXX c) Pembayaran angsuran : Hutang sewa guna usaha Biaya bunga sewa guna usaha XXXX XXXX Kas XXXX d) Penyusutan aktiva sewa guna usaha : Biaya amortisasi Akumulasi amortisasi XXXX XXXX

20 Jurnal yang dibuat oleh lessee untuk mencatat transaksi sewa guna usaha dengan metode Operating Lease adalah sebagai berikut : a) Pada saat kontrak ditandatangani : Tidak ada jurnal b) Pada saat pembayaran leasing : Biaya sewa XXXX Kas XXXX C. Sewa Guna Usaha menurut Perpajakan 1. Ketentuan Umum a. Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran tertentu secara berkala. b. Lessor adalah perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa guna usaha yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan melakukankan kegiatan sewa guna usaha. c. Lessee adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari lessor.

21 d. Opsi adalah hak lessee untuk membeli barang modal yang disewa-guna-usaha atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa guna usaha. 2. Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi (Finance Lease) Menurut ketentuan pajak kegiatan SGU akan digolongkan sebagai SGU dengan hak opsi (Finance Lease) (PMK-255/PMK.03/2008 jo PMK 208/PMK.03/2009) apabila memenuhi kriteria berikut (Teguh,Sapto; 2009): a) Jumlah pembayaran SGU selama masa SGU pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor; b) Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 tahun untuk barang modal Golongan I, 3 tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 tahun untuk Golongan Bangunan; Dalam hal lessor dan lessee membuat perjanjian Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi (Capital Lease) namun masanya tidak memenuhi ketentuan tersebut di atas, maka perlakuan Pajak Pertambahan Nilai yang diberikan terhadap perjanjian tersebut sama dengan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai terhadap perjanjian Sewa Guna Usaha tanpa Hak Opsi (Operating Lease) c) Perjanjian Sewa Guna Usaha memuat ketentuan mengenal opsi bagi lessee (KMK No. 1169/KMK.01/1991 Tanggal 7 November 1991 serta SE- 10/PJ.42/1994 Tanggal 22 Maret 1994).

22 Ketiga syarat diatas harus dipenuhi seluruhnya agar suatu SGU dapat digolongkan sebagai SGU dengan Hak Opsi (Capital Lease). Ketiga syarat diatas menunjukkan bahwa ketentuan Pajak menggolongkan SGU sebagai Capital Lease jika lessor sebenarnya berniat menjual barang. Hal itu ditunjukkan dengan jumlah seluruh angsuran yang diterima pada periode leasing pertama lebih besar dari harga pokok barang plus laba dan harus adanya opsi pada akhir periode leasing. Perlakuan Perpajakan bagi Lessor 1. Penghasilan. Lessor yang menjadi objek PPh adalah seluruh pembayaran SGU-angsuran pokok (bunga + administration fee). Dalam hal Sewa Guna Usaha sindikasi yaitu SGU yang dibiayai oleh beberapa perusahaan leasing, imbalan jasa bagi masing-masing anggota dihitung secara proposional sesuai dengan perjanjian antar anggota yang bersangkutan. Penghasilan tersebut tidak dipotong PPh Pasal 23 oleh lessee. Pengenaan pajaknya dilakukan dengan penghitungan akhir tahun dalam SPT Tahunan. 2. Lessor tidak boleh menyusutkan barang modal yang di SGU-kan. Sejak berlakunya KMK No.1169/KMK.01/1991 Pajak menganut aliran bahwa tidak ada yang memiliki barang leasing sampai berakhirnya periode leasing dan diketahui dengan pasti siapa pemilik barang tersebut. Bila lessee menggunakan hak opsinya, maka barang tersebut menjadi milik lessee

23 sedangkan bila tidak maka barang tersebut menjadi milik lessor. Akibatnya selama periode leasing barang modal tersebut tidak boleh disusutkan baik oleh lessor maupun oleh lessee. 3. Lessor dapat membentuk Cadangan Piutang Ragu-ragu sebesar 2,5% dari rata-rata saldo awal dan akhir piutang Sewa Guna Usaha. Karena capital lease adalah transaksi pembiayaan maka pajak memperbolehkan lessor untuk membuat cadangan piutang ragu-ragu dan besarnya 2,5% dari rata-rata saldo awal dan akhir piutang Sewa Guna Usaha. Pencadangan tersebut dilakukan dengan mendebet biaya penyisihan piutang serta mengkredit akun Akumulasi Cadangan Penghapusan Piutang. Biaya Penyisihan Piutang tersebut dapat mengurangi penghasilan (Deductible Expenses). 4. Kerugian piutang Sewa Guna Usaha yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada akun Akumulasi Cadangan Penghapusan Piutang pada tahun yang bersangkutan. Apabila besarnya kerugian piutang yang nyata-nyata tidak tertagih lebih besar dari penyisihan yang dibuat maka selisihnya dapat menjadi biaya (Deductible Expenses). Sebaliknya jika besarnya kerugian piutang yang nyata-nyata tidak tertagih lebih kecil dari penyisihan yang dinuat maka selisihnya harus diakui sebagai penghasilan.

24 5. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 bagi lessor dihitung berdasarkan laporan triwulan yang disetahunkan. Perusahaan leasing, sebagaimana usaha pembiayaan lainnya (Bank, Asuransi, dan lainnya) diwajibkan membuat laporan keuangan tiwulanan yang harus disampaikan ke lembaga pemerintah terkait (BI dan Depkeu). Besarnya PPh Pasal 25 harus dihitung ulang setiap 3 bulan berdasarkan laba rugi triwulan bersangkutan yang disetahunkan. 6. Jasa pembiayaan sewa guna usaha dengan hak opsi tidak terutang PPN. Tetapi penyerahan barang dari lessor ke lessee terutang PPN. Perlakuan Perpajakan bagi Lessee 1. Lessee tidak boleh menyusutkan barang modal yang diterima dengan alasan yang sama seperti alasan mengapa lessor tidak boleh menyusutkan barang leasing, lessee-pun tidak boleh menyusutkan barang leasing. 2. Seluruh pembayaran leasing (angsuran plus bunga dan biaya administrasi) boleh menjadi pengurang (Deductible Expenses). 3. Lessee tidak boleh memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran angsuran leasing kepada lessor.

25 3. Sewa Guna Usaha tanpa Hak Opsi (Operating Lease) Suatu sewa guna usaha digolongkan sebagai Sewa Guna Usaha tanpa Hak Opsi (Operating Lease) apabila memenuhi semua kriteria berikut (Teguh, Sapto; 2009): a. Jumlah pembayaran Sewa Guna Usaha selama masa Sewa Guna Usaha pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang di Sewa Guna Usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor. b. Perjanjian Sewa Guna Usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. Kedua syarat diatas mengisyaratkan bahwa ketentuan pajak menggolongkan suatu Sewa Guna Usaha sebagai operating lease jika lessor benar-benar tidak berniat menjual barang dan hanya ingin menyewakan saja. Hal itu ditunjukkan dengan jumlah seluruh angsuran yang diterima lebih kecil dari harga pokok barang plus laba serta tidak termuatnya opsi pemilikan barang pada akhir periode leasing. Jadi, Operating Lease adalah transaksi sewa menyewa biasa. Karena hanya transaksi sewa menyewa biasa, maka kepemilikan barang masih berada di tangan pihak yang menyewakan (lessor) sehingga yang berhak menyusutkan barang adalah lessor.

26 Perlakuan Perpajakan bagi yang menyewa (Lessor) 1. Seluruh pembayaran sewa yang diterima/diperoleh oleh lessor, merupakan objek PPh Pasal 23. 2. Lessor berhak menyusutkan barang modal yang di Sewa Guna Usahakan karena kepemilikan barang ada ditangan lessor. 3. Lessor memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jasa sewa yang diberikan. Perlakuan Perpajakan bagi penyewa (Lessee) 1. Jumlah biaya sewa yang dibayar/terutang pada tahun tersebut boleh menjadi pengurang penghasilan (Deductible Expenses). 2. Lessee tidak boleh menyusutkan barang modal karena barang masih milik lessor. 3. Lessee memotong PPh Pasal 23 setiap kali membayar sewa kepada lessor dengan tarif 6% jika barang modal yang disewakan selain tanah dan bangunan, 3% jika yang disewakan adalah kendaraan serta 10% jika barang modalnya berupa tanah dan bangunan. 4. Pajak Penghasilan Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan. (IAI; 2009; 46.2)

27 Menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No.1169/KMK.01/1991 tentang kegiatan sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi, pada pasal 16: Perlakuan pajak penghasilan bagi lessee adalah sebagai berikut : 1. Selama masa sewa guna usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewagunausaha, sampai saat lessee menggunakan opsi untuk membeli. 2. Setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutan adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan. 3. Pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa guna usaha tersebut memenuhi ketentuan dalam pasal 3 keputusan ini. 4. Dalam hal masa sewa guna usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam Pasal 3 keputusan ini, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa guna usaha. 5. Lessee tidak memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi.

28 D. Contoh Perhitungan Leasing dari sisi Akuntansi dan Perpajakan Contoh kasus : Pada tanggal 31 Maret 2000 PT. Sentosa Abadi yang berusaha dalam bidang persewaan angkutan darat (sudah dikukuhkan sebagai PKP), memperoleh 20 (dua puluh) kendaraan dengan cara Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, rincian syarat sebuah kendaraan: a. Harga on the road Rp. 170.000.000,- PPN sebesar 10% langsung dibayar ke supplier oleh PT. Sentosa Abadi. b. Uang muka Rp. 40.000.000,- c. Masa Sewa Guna Usaha 2 (dua) tahun d. Nilai residu Rp. 10.000.000,- e. Hak Opsi Rp. 10.000.000,- f. Sisa pokok pinjaman sebesar Rp 120.000.000,- dibayar 8 (delapan) kali angsuran per triwulan sebesar Rp 18.800.000,- pembayaran pertama jatuh tempo 30 Juni 2000, tingkat bunga per triwulan 5,25%. g. Akuntansi: Taksiran umur 4 tahun, diamortisasi dengan metode garis lurus. Fiskal: Kendaraan yang digunakan untuk angkutan umum termasuk kelompok I. h. Pada tanggal jatuh tempo, PT. Sentosa Abadi menggunakan hak opsi. Sisa umur komersial 3 tahun, penyusutan Fiskal dengan metode Saldo Menurun.

29 i. Laba Komersial sebelum penyusutan komersial dan bunga Sewa Guna Usaha. Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Laba Laba Laba Laba Laba Laba j. Koreksi Fiskal Beda Tetap Rp 1.800.000.000 Rp 1.800.000.000 Rp 1.500.000.000 Rp 1.400.000.000 Rp 1.200.000.000 Rp 1.000.000.000 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Biaya yang tidak dapat dikurangkan Rp. 50.000.000,- 60.000.000,- 70.000.000,- 80.000.000,- 90.000.000,- 100.000.000,- Penghasilan neto yang dikenakan PPh Final Rp. 10.000.000,- 12.000.000,- 15.000.000,- 18.000.000,- 20.000.000,- 25.000.000,- Soal: 1) Buat Tabel Pembayaran Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, terdiri: Jumlah pembayaran, bunga, angsuran pokok, sisa pokok pinjaman. 2) Buat perbandingan pembebanan biaya secara Akuntansi dan Fiskal mulai 2000 sampai dengan 2005. 3) Hitung Penghasilan Kena Pajak (Rugi Fiskal) dan PPh Terutang dari tahun 2000 sampai 2005.

30 Jawaban Tabel 2.2 PT. Sentosa Abadi Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi 20 Kendaraan Angkutan Darat Harga on the road Uang muka Nilai Residu Pokok Pinjaman Jumlah Angsuran Bunga Ditangguhkan 20 x Rp 170.000.000 = 20 x 40.000.000 = 20 x 10.000.000 = 20 x 120.000.000 = 8 x 20 x Rp 18.800.000 = Rp 3.400.000.000 Rp 800.000.000 Rp 2.600.000.000 Rp 200.000.000 Rp 2.400.000.000 Rp 3.008.000.000 Rp 608.000.000 Tabel 2.3 Tabel SGU dengan Hak Opsi No Tanggal Pembayaran Jumlah Pembayaran Bunga 5,25% Angsuran Pokok Sisa Pokok Pinjaman - - - - Rp. 2.400.000.000 1. 30-06-2000 Rp. 376.000.000 Rp. 126.000.000 Rp. 250.000.000 Rp. 2.150.000.000 2. 30-09-2000 Rp. 376.000.000 Rp. 112.875.000 Rp. 263.125.000 Rp 1.886.875.000 3. 30-12-2000 Rp. 376.000.000 Rp. 99.060.938 Rp. 276.939.062 Rp. 1.609.935.938 Rp 1.128.000.000 Rp. 337.935.938 Rp. 790.064.062 4. 31-03-2001 Rp. 376.000.000 Rp. 84.521.637 Rp. 291.478.363 Rp. 1.318.457.575 5. 30-06-2000 Rp. 376.000.000 Rp. 69.219.023 Rp. 306.780.977 Rp. 1.011.676.598 6. 30-09-2001 Rp. 376.000.000 Rp. 53.113.021 Rp. 322.886.979 Rp. 688.789.619 7. 30-12-2001 Rp. 376.000.000 Rp. 34.439.481 Rp. 341.560.519 Rp. 347.229.100 Rp. 1.504.000.000 Rp. 241.293.162 Rp. 1.262.706.838 8. 31-03-2002 Rp. 376.000.000 Rp. 28.770.900 Rp. 347.229.100 0 Rp. 3.008.000.000 Rp. 608.000.000 Rp. 2.400.000.000

31 Pembayaran 2000 = Rp. 800.000.000,- + Rp. 1.128.000.000,- = Rp. 1.928.000.000,- Akuntansi : Kendaraan SGU Rp. 3.400.000.000,- Taksiran Nilai Residu Rp. 200.000.000,- Jumlah yang Diamortisasi Rp. 3.200.000.000,- Taksiran Umur 4 tahun Amortisasi per Tahun Rp. 800.000.000,- 30-06-2000 Kendaraan SGU (20 Unit) Rp. 3.400.000.000,- Penyusutan kendaraan SGU: 2000 = Rp. 600.000.000 2001 = Rp. 800.000.000 2002 = Rp. 200.000.000 Rp. 1.600.000.000,- Harga Perolehan Kendaraan Rp. 1.800.000.000,- 1 April 2002, H.P Kendaraan Rp. 1.800.000.000,- Taksiran Umur 3 tahun Metode garis lurus Amortisasi per tahun Rp. 600.000.000,- 2002 = 9 bulan Rp. 450.000.000,- 2003 = 12 Rp. 600.000.000,- 2004 = 12 Rp. 600.000.000,- 2005 = 3 Rp. 150.000.000,- Rp. 1.800.000.000,- PPh : 1 April 2002 : H.P = 20 x Rp. 10.000.000,- = Rp. 200.000.000,-

32 Kelompok I, Saldo Menurun 2002 = 9/12 x 50% x Rp. 200.000.000 = Rp. 75.000.000 2003 = 50% x Rp. 125.000.000 = Rp. 62.500.000 2004 = 50% x Rp. 62.500.000 = Rp. 31.250.000 2005 = Sekaligus = Rp. 31.250.000 Tabel 2.4 Perbandingan Akuntansi dan PPh Tahun Keterangan Akuntansi Koreksi Fiskal Pos (Neg) PPh 2000 Amortisasi Bunga SGU Pembayaran SGU 600.000.000,- 337.935.938,- 600.000.000 337.935.938,- (1.928.000.000) 1.928.000.000 937.935.938,- ( 990.064.062 ) 1.928.000.000 2001 Amortisasi Bunga SGU Pembayaran SGU 800.000.000,- 241.293.162,- 800.000.000,- 241.293.162,- (1.504.000.000) 1.504.000.000 1.041.293.162,- ( 462.706.838 ) 1.504.000.000 2002 Amortisasi Bunga SGU Pembayaran SGU 200.000.000,- 28.770.900,- 200.000.000,- 28.770.900,- ( 376.000.000 ) 376.000.000 228.770.900,- ( 147.229.100 ) 376.000.000 TOTAL 2.208.000.000,- (1.600.000.000) 3.808.000.000 HAK OPSI - 2002 Penyusutan 450.000.000,- 375.000.000 75.000.000 2003 600.000.000,- 537.500.000 62.500.000 2004 600.000.000,- 568.750.000 31.250.000 2005 150.000.000,- 118.750.000 31.250.000 1.800.000.000,- 1.600.000.000 200.000.000

33 GRAND TOTAL 4.008.000.000,- 0 BEDA WAKTU 4.008.000.000 2002 678.770.900,- 227.770.900 451.000.000 Jurnal Kontrak Perjanjian SGU dengan Hak Opsi : 31 Maret 2000 : Kendaraan SGU Rp. 3.400.000.000 Bunga SGU yang ditangguhkan Rp. 608.000.000 Kas/Bank Rp. 800.000.000 Utang SGU Rp. 3.008.000.000 Utang Hak Opsi Rp. 200.000.000 Pembayaran Angsuran: Utang SGU Rp. 376.000.000 Kas/Bank Rp. 376.000.000 Jurnal Adjustment 31 Des 2000: Penyusutan kendaraan SGU Rp. 600.000.000 Ak. Penyusutan kendaraan SGU Rp. 600.000.000

34 Bunga SGU Rp. 337.935.938 Bunga SGU yang ditangguhkan Rp. 337.935.938 31 Des 2001, 31 Maret 2002 = sama dengan di atas. Jurnal untuk Hak Opsi : Kendaraan Rp. 1.800.000.000 Ak. Penyusutan kendaraan SGU Rp. 1.600.000.000 Kendaraan SGU Rp. 3.400.000.000 Utang Hak Opsi Rp. 200.000.000 Kas/Bank Rp. 200.000.000