BAB II LANDASAN TEORITIS. Leasing berasal dari kata lease yang berarti sewa atau lebih umum sebagai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORITIS. Leasing berasal dari kata lease yang berarti sewa atau lebih umum sebagai"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Sewa Guna Usaha 1. Pengertian Sewa Guna Usaha Leasing berasal dari kata lease yang berarti sewa atau lebih umum sebagai sewa-menyewa. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam PSAK No. 30 mengistilahkan leasing menjadi kegiatan sewa guna usaha dalam Buku Standar Akuntansi Keuangan. Pengertian leasing menurut Erly Suandy (2006 : 51) : Sewa guna usaha (leasing) adalah suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan lessee (pengguna barang modal) dimana lessor memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan barang modal selama jangka waktu tertentu, dengan suatu imbalan berkala dari lessee yang besarnya tergantung dari perjanjian antara lessor dengan lessee, lessee dapat diberikan hak opsi (option right) untuk membeli barang modal tersebut pada akhir masa kontrak. Leasing sebagaimana yang dinyatakan dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. Kep-122/MK/IV/2/1974, No. 32/M/SK/2/974, No. 30/Kpb/I/1974, tertanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing adalah : Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama. 7

2 8 Akan tetapi, definisi tersebut hanya dapat mengartikan satu jenis sewa guna usaha atau pembiayaan dengan cara sewa guna usaha (financial lease). Namun demikian, dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988, jenis kegiatan sewa guna usaha telah diperluas yang menampung definisi berikut ini: Perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing Company) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Financial Lease maupun Operating Lease untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Dari pengertian tersebut, bentuk usaha leasing semakin luas menjadi financial lease dan operating lease yang memberikan peluang bagi perusahaan leasing untuk memperluas bidang usahanya, sehingga diperlukan suatu pedoman untuk mencatat dan melaporkan transaksi sewa guna usaha. Dalam KMK No.1251/KMK.013/1988 diketahui tidak dapat menyelesaikan masalah yang khususnya berkaitan dengan perpajakan. Untuk menghindari masalah perpajakan atas usaha leasing, maka diterbitkan KMK No.48/KMK.013/1991 tanggal 19 Januari 1991 dan KMK No.1169/KMK.01/1991 tanggal 27 November 1991, Dengan ditetapkannya KMK No.1169/KMK.01/1991 maka keputusan ini membatalkan Keputusan yang pertama yaitu KMK No.48/KMK.013/1991 tentang kegiatan sewa-guna-usaha. Dalam pasal 1 huruf a KMK No.1169/KMK.01/1991 menyatakan: Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.

3 9 Adapun pengertian-pengertian lain yang dimaksudkan pada Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 tentang kegiatan sewa guna usaha (leasing) antara lain : 1. Barang modal adalah setiap aktiva tetap berwujud, termasuk tanah sepanjang di atas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant), dan tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan, atau memperlancar produksi dan distribusi barang atau jasa oleh Lessee 2. Lessor adalah perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa-guna-usaha yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan melakukan kegiatan sewa-guna-usaha. 3. Lessee adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari Lessor. 4. Pembayaran sewa guna usaha (Lease Payment) adalah jumlah uang yang harus dibayar secara berkala oleh Lessee kepada Lessor selama jangka waktu yang telah disetujui bersama sebagai imbalan penggunaan barang modal berdasarkan perjanjian sewa guna usaha. 5. Piutang sewa guna usaha (Lease Receivable) adalah jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha. 6. Harga perolehan (Acquisition Cost) adalah harga beli barang modal yang dilease ditambah dengan biaya langsung.

4 10 7. Nilai pembiayaan adalah jumlah pembiayaan untuk pengadaan barang modal yang secara riil dikeluarkan oleh Lessor. 8. Angsuran pokok pembiayaan adalah bagian dari pembayaran sewa guna usaha yang diperhitungkan sebagai pelunasan atas nilai pembiayaan. 9. Imbalan jasa sewa guna usaha adalah bagian dari pembayaran sewa-gunausaha yang diperhitungkan sebagai pendapatan sewa-guna-usaha bagi Lessor. 10. Nilai sisa (residual value) adalah nilai barang modal pada akhir masa sewa guna usaha yang telah disepakati oleh Lessor dengan Lessee pada awal masa sewa guna usaha. 11. Simpanan jaminan (Security Deposit) adalah jumlah uang yang diterima Lessor dari Lessee pada permulaan masa lease sebagai jaminan untuk kelancaran pembayaran lease. 12. Masa sewa guna usaha (Lease Term) adalah jangka waktu sewa guna usaha yang dimulai sejak diterimanya barang modal yang disewa-guna-usaha oleh Lessee sampai dengan perjanjian sewa guna usaha berakhir. 13. Masa sewa guna usaha pertama adalah jangka waktu sewa guna usaha barang modal untuk transaksi sewa guna usaha yang pertama kalinya. 14. Opsi adalah hak Lessee untuk membeli barang modal yang di sewa guna usaha atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa guna usaha. 2. Kriteria penggolongan sewa guna usaha Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tanggal 27 Nopember 1991, disebutkan kriteria untuk kegiatan sewa guna dapat dilakukan

5 11 secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) dan sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease). a. Sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) Kegiatan sewa guna usaha dapat digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut (Pasal 3 KMK No.1169/KMK.01/1191) : a. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang dan keuntungan lessor; b. Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan; c. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. b. Sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) Kegiatan sewa guna usaha dapat digolongkan sebagai sewa guna usaha tanpa hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut (Pasal 4 KMK No.1169/KMK.01/1191) : a. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang disewa guna usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor;

6 12 b. Perjanjian sewa guna usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.30 Revisi tahun 2007 sewa guna usaha dapat diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan (capital lease) apabila sewa tersebut mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan asset. Sedangkan suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika sewa tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan asset. Adapun jenis-jenis leasing yang disebutkan di dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 30 per 27 September 2007 (PSAK Revisi Tahun 2997) sebagai berikut: a. Sewa Guna Usaha Pembiayaan (Finance Lease) Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan, atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barang modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan serta pemeliharaan barang modal yang menjadi obyek transaksi sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha, penyewa guna usaha melakukan pembayaran sewa guna usaha secara berkala dimana jumlah seluruhnya ditambah dengan pembayaran nilai sisa (residual value), kalau ada, akan mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang dibiayai serta bunganya, yang merupakan pendapatan perusahaan sewa guna usaha.

7 13 b. Sewa-Menyewa Biasa (Operating Lease) Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan selanjutnya disewa-guna-usahakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance lease, jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan karena perusahaan sewa guna usaha mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewa-guna-usahakan, atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya. Dalam sewa guna usaha jenis ini dibutuhkan keahlian khusus dari perusahaan sewa guna usaha untuk memelihara dan memasarkan kembali barang modal yang disewa-guna-usahakan sehingga, berbeda dengan financing lease, perusahaan sewa guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggung jawab atas biaya-biaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang modal yang bersangkutan. c. Sewa Guna Usaha Penjualan (Sales Type Lease) Sewa guna usaha jenis ini merupakan transaksi pembiayaan sewa guna usaha secara langsung (direct finance lease) dimana dalam jumlah transaksi termasuk laba yang diperhitungkan oleh pabrikan atau penyalur yang juga merupakan perusahaan sewa guna usaha. Sewa guna usaha jenis ini seringkali merupakan suatu jalur pemasaran bagi produk perusahaan tertentu.

8 14 d. Leverage Lease Transaksi sewa guna usaha jenis ini melibatkan setidaknya tiga pihak, yakni penyewa guna usaha, perusahaan sewa guna usaha dan kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar dari transaksi sewa guna usaha. Ditinjau dari teknis pelaksanaannya, transaksi sewa guna usaha dapat dilaksanakan sebagai berikut: e. Sewa Guna Usaha Langsung (Direct Lease) Dalam transaksi jenis ini penyewa guna usaha belum pernah memiliki barang modal yang menjadi objek sewa guna usaha sehingga atas permintaannya perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal tersebut. Tujuan utama penyewa guna usaha adalah mendapatkan pembiayaan melalui sewa guna usaha untuk memperoleh barang modal yang dapat digunakan dalam proses produksi. f. Penjualan dan Penyewaan Kembali (Sale and Leaseback) Dalam transaksi ini, penyewa guna usaha terlebih dahulu menjual barang modal yang sudah dimilikinya kepada perusahaan sewa guna usaha dan atas barang modal yang sama ini kemudian dilakukan kontrak sewa guna usaha antara penyewa guna usaha (pemilik semula) dengan perusahaan sewa guna usaha. g. Sewa Guna Usaha Sindikasi (Syndicated Lease) Dalam sewa guna usaha sindikasi beberapa perusahaan sewa guna usaha secara bersama melakukan transaksi sewa guna usaha dengan satu penyewa guna

9 15 usaha. Sewa guna usaha ini dilakukan karena nilai transaksi yang terlampau besar atau karena faktor-faktor lain. Salah satu perusahaan sewa guna usaha akan ditunjuk sebagai koordinator sehingga penyewa guna usaha cukup berkomunikasi dengan perusahaan ini untuk melaksanakan segala sesuatu yang menyangkut transaksi sewa guna usaha. Pelaksanaan transaksi ini dapat dilakukan baik melalui sewa guna usaha langsung maupun penjualan dan penyewaan kembali. 3. Penggolongan Jenis Barang Modal Sewa Guna Usaha Penggolongan jenis barang modal yang disewa guna usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 hurf b dalam Keputusan Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991 ditetapkan berdasarkan ketentuan Pasal 11 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan ke empat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Penggolongan barang modal yang dimaksudkan ialah penggolongan yang mengatur mengenai metode penyusutan yang diperbolehkan didalam ketentuan perpajakan. Metode penyusutan yang diperbolehkan berdasarkan ketentuan ini (Pasal 11 ayat 1 dan 2 UU RI No.36 Tahun 2008 tentang PPh) adalah : 1. Metode garis lurus atau straight line method Dalam ketentuan fiskal metode ini disebut penyusutan bagi yang mempunyai masa manfaat dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.

10 16 2. Metode saldo menurun atau declining balance method Penyusutan atas harta berwujud dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas. Penggunaan metode penyusutan atas barang modal maupun harta harus dilakukan secara taat asas. Harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun.untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut : Kelompok Harta Berwujud I. Bukan bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Tabel 2.1 Tarif penyusutan menurut ketentuan perpajakan Masa Manfaat 4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun Tarif Penyusutan sebagai mana dimaksud dalam : Ayat (1) 25 % 12,5% 6,25% 5% Ayat (2) 50% 25% 12,5% 10% II. Bangunan Permanen Tidak permanen 20 tahun 10 tahun 5% 10% Sumber : Undang-undang Nomor 36 Tahun

11 17 4. Isi dan Ketentuan dari Perjanjian Sewa Guna Usaha (Leasing) Dalam Surat Pengumuman No. Peng.-307/DJM/III 1/7/1974, Direktur Jenderal Moneter menegaskan bahwa di dalam perjanjian leasing paling sedikit harus memuat keterangan terperinci mengenai obyek perjanjian financial leasing, jangka waktu financial lease, harga sewa serta cara pembayaranya, kewajiban perpajakan, penutupan asuransi, perawatan barang dan penggantian dalam hal barang hilang/rusak. Namun suatu perjanjian leasing yang lengkap paling tidak harus memuat hal-hal mengenai : 1. Subyek Perjanjian Financial Lease Dalam suatu perjanjian finance lease, subyek-subyek yang terlibat adalah lessor dan lessee. Yang boleh menjadi lessor adalah hanya pihak yang dengan tegas diizinkan untuk berusaha dalam bidang leasing. Yang boleh menjadi lessee adalah suatu badan usaha atau perorangan yang mempunyai izin usaha. 2. Obyek Perjanjian Financial Lease Obyek finance lease biasanya dibeli oleh lessor atas permintaan lessee. Sebelum barang tersebut dibeli, lessee dan supplier telah mengadakan pembicaraan mengenai jenis dan tipe barang, cara pengiriman barang, mengenai service dan perawatan dan juga mengenai harga barang. 3. Jangka Waktu Lease Biasanya jangka waktu leasing dimulai pada saat lessee menerima barang sampai pada waktu yang telah disepakati bersama.jika terjadi kelalaian maka lessor berhak untuk mengakhiri perjanjian tersebut. Tetapi lessee tidak bisa mengakhiri perjanjian leasing tersebut selama perjanjian masih berjalan.

12 18 4. Imbalan Jasa Leasing serta Cara Pembayarannya Imbalan-imbalan jasa dalam perjanjian leasing biasanya meliputi : Pertama, biaya yang dikeluarkan oleh lessor untuk bisa mendapatkan barang yang dipesan sesuai dengan permintaan lessee termasuk biaya pengangkutan, pemasangan, asuransi dan lain-lainnya. Kedua, biaya bunga yang harus dibayar oleh lessor sesuai dengan penyediaan dana untuk membeli barang tersebut. Ketiga, spread atau margin yang merupakan keuntungan bagi lessor. Keempat, pajak yang mungkin timbul sehubungan dengan barang tersebut maupun dengan adanya perjanjian leasing. Kelima, kewajiban lessee untuk membayar lease rental tersebut tidak berakhir meskipun barang tersebut hilang, rusak atau berbagai kemungkinan lainnya. 5. Hak Opsi Dalam perjanjian leasing, lessee mempunyai hak opsi untuk membeli barang tersebut pada akhir masa leasing. Besarnya harga barang tersebut adalah sesuai nilai sisa (residual value) pada akhir masa kontrak leasing. 6. Kewajiban Perpajakan Atas adanya barang tersebut serta atas adanya perjanjian leasing antara lessor dan lessee, maka jika ada beban pajak yang timbul lessee adalah pihak yang bertanggung jawab atas biaya tersebut.

13 19 7. Penutupan Asuransi Semua kerugian akibat kerusakan atau kehilangan barang menjadi tanggung jawab lessee. Untuk menghindari resiko ini maka lessee harus mengasuransikan barang tersebut atas biaya dari lessee. 8. Tanggung Jawab atas Obyek Perjanjian Finance Lease Lessee wajib untuk menjaga serta memelihara barang tersebut secara baik dan layak. 9. Akibat Kejadian Lalai Apabila lessee lalai untuk melakukan kewajibannya membayar lease rental maka lessor berhak menagih semua pembayaran yang masih terhutang dan menerima kembali barangnya. 10. Akibat Rusak atau Hilangnya Obyek Perjanjian Lease Jika terjadi bahwa obyek lease rusak atau hilang maka lessee berkewajiban untuk membayar seluruh imbalan jasa lease. Namun untuk hal ini hendaknya perlu diperhatikan atas bunga yang terkandung dalam lease rental. Ketentuan mengenai setiap transaksi sewa guna usaha wajib diikat dalam suatu perjanjian sewa guna usaha (lease agreement) yang sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut (KMK No.1169/KMK.01/1991 Pasal 9 ayat 2) : a. jenis transaksi sewa guna usaha; b. nama dan alamat masing-masing pihak; c. nama, jenis, type, dan lokasi penggunaan barang modal;

14 20 d. harga perolehan, nilai pembiayaan, pembayaran sewa guna usaha, angsuran pokok pembiayaan, imbalan jasa sewa guna usaha, nilai sisa, simpanan jaminan, dan ketentuan asuransi atas barang modal yang di sewa guna usahakan; e. masa sewa guna usaha; f. ketentuan mengenai pengakhiran transaksi sewa guna usaha yang dipercepat, dan penetapan kerugian yang harus ditanggung lessee dalam hal barang modal yang di sewa guna usaha dengan hak opsi hilang, rusak atau tidak berfungsi karena sebab apapun; g. opsi bagi penyewa guna usaha dalam hal transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi; h. tanggung jawab para pihak atas barang yang di sewa guna usaha. 5. Mekanisme Sewa Guna Usaha Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Lessee bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksudkan. 2. Setelah lessee mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lessor disertai dokumen lengkap.

15 21 3. Lessor mengevaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui lessee (lama kontrak pembayaran sewa lease), setelah ini maka kontrak lease dapat ditandatangani. 4. Pada saat yang sama, lessee dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang dilease dangan perusahaan asuransi yang disetujui lessor, seperti yang tercantum dalam kontrak lease. Antara lessor dan perusahaan asuransi terjalin perjanjian kontrak utama. 5. Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan supplier peralatan tersebut. 6. Supplier dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi lessee. Untuk mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian purna jual. 7. Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier. 8. Supplier menyerahkan tanda terima (yang diterima dari lessee), bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada lessor. 9. Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier. 10. Lessee membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah ditentukan dalam kontrak lease.

16 22 6. Unsur unsur di dalam Sewa Guna Usaha Adapun 10 unsur-unsur penting yang terdapat pada perjanjian leasing. Unsurunsur tersebut antara lain adalah : 1. Negosiasi Negosiasi ini meliputi tentang harga, jenis barang beserta seri atau tipenya, masalah garansi, perawatan, penyediaan suku cadang dan lain sebagainya. 2. Supplier Yaitu pabrik penghasil barang, dealer ataupun distributor dari barang yang dibutuhkan oleh lessee. Kemudian supplier ini meminta agar lessor membuat suatu surat pesanan (purchase order) yang mana lessor ini nantinya adalah sebagai pemilik dari barang tersebut. 3. Lessee Yaitu pihak yang akan memakai barang yang di-lease-kan. Lessee ini adalah merupakan pemilik barang secara ekonomis dan ia pula yang akan bertanggung jawab atas perawatan barangnya, asuransi dan hal-hal yang berkenaan dengan pengoperasian barang tersebut. 4. Lessor Adalah pihak yang memiliki barang yang menjadi obyek perjanjian leasing. 5. Kontrak leasing Yaitu kontrak yang dilakukan antara lessor dan lessee yang merupakan landasan hukum atas perjanjian leasing yang telah disepakati bersama.

17 23 6. Harga barang Yaitu merupakan harga final yang telah dinegosiasikan antara lessee dan supplier dan juga merupakan harga yang dibayar oleh lessor kepada supplier. 7. Hak pemilikan barang Hak ini mulai dilimpahkan kepada lessor pada saat pembayaran telah dilakukan. 8. Pembayaran rental Pembayaran ini dilakukan berdasarkan bulanan, kuartalan, ataupun tengah tahunan atas penggunaan barang selama masa perjanjian leasing. 9. Periode leasing Merupakan masa berlangsungnya perjanjian leasing yang telah disetujui bersama antara lessor dan lessee. Pertimbangan yang dilakukan untuk menentukan masa periode leasing ini ditentukan berdasarkan hal-hal : a. Masa manfaat penggunaan barang tersebut sesuai dengan umur rata-rata barang tersebut. b. Lokasi dimana barang tersebut ditempatkan. c. Pertimbangan keadaan cashflow daripada lessee. 10. Nilai sisa Berdasarkan nilai sisa yang telah disetujui bersama (menurut peraturan besarnya nilai sisa minimal adalah 10% dari harga barang tersebut) maka lessee mempunyai hak untuk membeli barang tersebut.

18 24 B. Pajak 1. Pengertian Pajak Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat memahami mengapa kita harus membayar pajak. Pengertian pajak menurut Mardiasmo (2009 : 1) adalah : Iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sedangkan menurut Sukardji (2005 : 1) menyatakan bahwa pajak adalah : Iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa unsur yang melekat pada pengertian pajak menurut Mardiasmo (2009 : 1) yaitu : a. Iuran dari rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). b. Berdasarkan undang-undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

19 25 2. Motivasi dilakukannya Perencanaan Pajak Motivasi yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan yaitu : a. Kebijakan perpajakan (tax policy), merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Dari berbagai aspek kebijakan pajak, terdapat faktor-faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak. b. Undang-undang perpajakan (tax law), merupakan kenyataan yang menunjukkan bahwa di mana pun tidak ada undang-undang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna. Akibatnya terbuka celah (loopholes) bagi wajib pajak untuk menganalisis kesempatan pelaksanaan pajak yang bertentangan dengan undang-undang perpajakan secara cermat untuk perencanaan pajak yang baik. c. Administrasi perpajakan (tax administration), merupakan kesulitan yang dialami indonesia sebagai negara berkembang untuk dapat melaksanakan administrasi perpajakannya, sehingga mendorong perusahaan untuk melaksanakan perencanaan pajak dengan baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana.

20 26 3. Pembagian Jenis Pajak Menurut Sifatnya Secara umum pajak yang diberlakukan di Indonesia dapat dibedakan ke dalam beberapa klasifikasi, namun jika pembagian jenis pajak digolongkan menurut sifatnya maka yang termasuk di dalamnya ialah : a. Pajak Langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan, yaitu Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan adalah suatu pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak. (Soebakir dkk, 1999 : 41) b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain, yaitu Pajak Pertambahan Nilai. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas bertambahnya nilai barang dan jasa yang dihasilkan atau diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak baik pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak, mengimpor barang kena pajak, melakukan usaha perdagangan, atau pengusaha yang melakukan usaha dibidang jasa kena pajak. 4. Perlakuan Perpajakan Sewa Guna Usaha Perlakuan perpajakan menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang transaksi sewa guna usaha bagi lessee dengan hak opsi adalah sebagai berikut (Pasal 16 KMK No.1169/KMK.01/1991) : 1. Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessee adalah sebagai berikut : a. Selama masa sewa guna usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewagunausaha, sampai saat lessee menggunakan opsi untuk membeli.

21 27 b. Setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutan adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan. c. Pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa guna usaha tersebut memenuhi ketentuan dalam pasal 3 keputusan ini. d. Dalam hal masa sewa guna usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam Pasal 3 Keputusan ini, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa guna usaha. 2. Lessee tidak memotong PPh pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi. Sedangkan perlakuan perpajakan dalam hal pajak penghasilan menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang transaksi sewa guna usaha bagi lessee tanpa hak opsi adalah sebagai berikut (Pasal 16 ayat 2 KMK No.1169/KMK.01/1991): a. Pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. b. Lessee wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang dibayarkan atau terutang kepada lessor.

22 28 5. Perlakuan Akuntansi oleh Penyewa guna usaha (Lessee) Berdasarkan PSAK No. 30 tentang Standar Akuntansi Sewa Guna Usaha, perlakuan akuntansi oleh lessee untuk leasing jenis operating lease adalah sebagi berikut: Pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan merupakan biaya sewa yang diakui dan dicatat sebagai beban berdasarkan metode garis lurus selama masa sewa guna usaha kecuali terdapat dasar sistematis lain yang lebih mencerminkan pola waktu dari manfaat yang dinikmati pengguna, walaupun pembayaran sewa guna usaha dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiap periode. Berdasarkan PSAK No. 30 tentang Standar Akuntansi Sewa Guna Usaha, perlakuan akuntansi oleh lessee untuk leasing jenis capital(finance) lease, adalah sebagi berikut: (1) Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai tunai dari seluruh pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan dicatat sebagai angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha dan beban bunga berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap sisa kewajiban penyewa guna usaha.

23 29 (2) Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai tunai dari pembayaran sewa guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh perusahaan sewa guna usaha atau tingkat bunga yang berlaku pada awal masa sewa guna usaha. (3) Aktiva yang disewa-guna-usahakan harus diamortisasi dalam jumlah yang wajar berdasarkan taksiran masa manfaatnya. (4) Kalau aktiva yang disewa-guna-usahakan dibeli sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha, maka perbedaan antara pembayaran yang dilakukan dengan sisa kewajiban dibebankan atau dikreditkan pada tahun berjalan. (5) Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan sebagai kewajiban lancar dan jangka panjang sesuai dengan praktek yang lazim untuk jenis usaha penyewa guna usaha. (6) Dalam hal dilakukan penjualan dan penyewaan kembali (sale and leaseback) maka transaksi tersebut harus diperlakukan sebagai dua transaksi yang terpisah yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa guna usaha. Selisih antara harga jual dan nilai buku aktiva yang dijual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan. Amortisasi atas keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan harus dilakukan secara proporsional dengan biaya amortisasi aktiva yang disewa-guna-usahakan apabila leaseback merupakan capital lease atau secara proporsional dengan biaya sewa apabila leaseback merupakan operating lease.

24 30 6. Perencanaan Pajak untuk Sewa Guna Usaha Perencanaan pajak dapat digunakan untuk aktiva tetap yang baru akan dibeli maupun aktiva tetap yang telah dimiliki. Untuk aktiva tetap yang baru akan dibeli pertimbangannya adalah membeli secara langsung (tunai atau kredit) atau dengan leasing. Sedangkan untuk aktiva tetap yang telah dimiliki pertimbangannya adalah mempertahankannya, melakukan revaluasi, atau dijual dan disewa-gunausaha kembali (sale and leaseback). (Suandy, 2006:54) Menurut Suandy (2006:54), ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pajak apabila membeli secara langsung atau melalui sewa guna usaha dengan hak opsi, antara lain, antara lain : a. Apabila membeli secara langsung maka jumlah yang dapat dibiayakan dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak adalah biaya penyusutan. b. Besarnya biaya penyusutan antara lain ditentukan oleh metode penyusutan dan umur ekonomis yang telah ditetapkan oleh peraturan perpajakan. c. Apabila membeli dengan sewa guna usaha, maka semua biaya yang dikeluarkan untuk membayar sewa guna usaha tersebut dapat dibiayakan pada tahun yang bersangkutan. d. Masa sewa guna usaha bisa lebih pendek dari umur ekonomis sehingga perusahaan dapat membiayakan perolehan aktiva tetap lebih cepat dibandingkan apabila menggunakan penyusutan (penyusutan yang dipercepat/accelerated depreciation). Masa sewa guna usaha ditentukan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal golongan I; 3 (tiga)

25 31 tahun untuk barang modal golongan II dan III; 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan. Besarnya perbandingan penghematan pajak antara sewa guna usaha dengan pembelian langsung secara tunai dilakukan dengan cara membandingkan jumlah biaya yang dapat dikurangkan dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak. Untuk sewa guna usaha, biaya yang dapat dikurangkan adalah seluruh biaya sewa (lease fee) dan biaya penyusutan sebesar nilai opsi. Sedangkan untuk pembelian langsung adalah sebesar biaya penyusutannya saja. Walaupun didalam melakukan pengadaan barang modal melalui sewa guna usaha (leasing) lebih mahal dari pembelian langsung, tetapi penghematan pajaknya juga lebih besar karena semua biaya sewa (lease fee) dapat dibiayakan dan jangka waktu sewa guna usaha (lease term) lebih pendek dari umur ekonomis. 7. Keuntungan dan Kerugian dari penyediaan barang modal melalui pemanfaatan/pemilihan sewa guna usaha (leasing) Secara umum beberapa segi keuntungan leasing adalah : 1. Penghematan modal Dengan adanya sistem pembiayaan melalui leasing, maka lessee bisa mendapatkan dana untuk membeli peralatan atau mesin-mesin untuk proses produksinya hingga sebesar 100% dari harga barang tersebut. Dengan demikian lessee bisa memanfaatkan modal yang sudah ada untuk

26 32 keperluan lain misalnya membiayai proyek-proyek lainnya, sebagai cadangan untuk pembiayaan musiman dan lain-lain. 2. Sangat flexible Pengertian flexible ini bersifat sangat luas yang merupakan ciri utama bagi kelebihan leasing dibandingkan dengan kredit dari bank. Fleksibilitas ini meliputi struktur kontraknya, besarnya pembayaran rental, jangka waktu pembayaran serta nilai sisanya. 3. Sebagai sumber dana Leasing merupakan salah satu sumber dana bagi perusahaan-perusahaan industri maupun perusahaan komersiil lainnya. Mekanisme untuk memperoleh dana yaitu dengan melalui sale and lease back atas assets yang sudah dimiliki oleh lessee. Sementara itu credit line atau fasilitas kredit yang sudah ada dari bank masih tetap tidak terganggu dan siap digunakan setiap saat. 4. On atau off balance sheet Tanpa adanya maksud-maksud melakukan window dressing, leasing sesuai dengan kebutuhannya bisa dibukukan dengan menggunakan on atau off balance sheet. 5. Menguntungkan cash flow Fleksibilitas dari penentuan besarnya rental sangat menguntungkan cash flow. Untuk suatu investasi di mana pendapatan penjualan diperoleh secara musiman atau juga dimana keuntungan baru bisa diperoleh secara musiman atau juga dimana keuntungan baru bisa diperoleh pada masa

27 33 akhir-akhir investasi maka besarnya rental juga bisa disesuaikan dengan kemampuan cash flow yang ada. Pengaturan seperti ini bisa mencegah timbulnya gejolak-gejolak kekosongan dana di dalam kas perusahaan. Di lain pihak jika keadaan keuangan cukup longgar maka besarnya rental bisa diperbesar untuk mempercepat amortisasi principal-nya. Ini semua bisa diatur dengan menyusun struktur rental yang baik yang disesuaikan dengan proyeksi cash flow-nya. 6. Menahan pengaruh inflasi Dalam keadaan inflasi, lessee mengeluarkan biaya rental yang sama. Dengan demikian nilai riil dari rental tersebut telah berkurang. Atau bisa dikatakan bahwa lessee membayar hari ini dengan perhitungan nilai mata uang kemarin. 7. Sarana kredit jangka menengah dan jangka panjang Terutama sekali di Indonesia, saat ini dirasakan sangat sulit untuk mendapatkan dana pinjaman rupiah untuk jangka menengah dan jangka panjang. Untuk mengatasi hal tersebut, leasing merupakan salah satu alternatif yang bisa memenuhi kebutuhan ini. Melalui sale and lease back maka lessee akan bisa mendapatkan dana yang diperlukan dengan masa pengembalian jangka menengah atau panjang. Bahkan leasing juga bisa melakukan bullet repayment seperti pada long term bank loan, dimana rental yang dilakukan tiap bulan hanyalah merupakan pembayaran interest saja.

28 34 8. Dokumentasinya sangat sederhana Leasing biasanya menggunakan dokumentasi yang sudah standar. Adalah lebih simple bagi lessee untuk melakukan transaksi leasing yang berikutnya dengan mengikuti dokumentasi yang sudah ada dibanding dengan merundingkan pinjaman baru dari bank. 9. Berbagai biaya yang ada bisa dikelompokkan dalam satu paket Sebagai akibat dari pembelian suatu barang akan menimbulkan biayabiaya antara lain berupa biaya pengiriman, biaya pemasangan, konsultan fee, biaya down payment dan termasuk juga biaya premi asuransi. Semua biaya-biaya tersebut bisa digabung menjadi satu dengan harga barang untuk kemudian diamortisasikan sepanjang masa leasing. Secara umum beberapa segi kerugian leasing adalah : 1. Lessee wajib memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan lessor untuk melindungi peralatannya, misalnya dalam bentuk pengoperasian barang, perlindungan biaya asuransi dan lain-lain. 2. Lessee bisa saja kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan barang pada saat akhir lease untuk beberapa jenis barang. 3. Lease khususnya finance lease mungkin kurang tepat bila lessee hanya membutuhkan aktiva dalam waktu jangka pendek, karena jika dibatalkan sebelum perjanjian selesai, akan menimbulkan biaya yang cukup besar.

29 35 4. Karena barang yang di lease tidak dapat dicatat sebagai asset maka tidak dapat dijadikan sebagai jaminan kredit kepada pihak bank maupun pihak ketiga lainnya. 5. Hak menggunakan barang lease merupakan intangible asset yang tidak dapat disajikan dalam neraca sebagai aktiva tetap. C. Aplikasi Penghematan Pajak untuk Perolehan Aktiva pada Perusahaan (Contoh Kasus) Aplikasi yang dapat diterapkan apabila suatu perusahaan berniat untuk meningkatkan produksi dengan merencanakan menambah satu mesin dapat melakukan dua alternatif yaitu melalui pemanfaatan leasing dengan hak opsi atau melakukan pembelian aktiva secara langsung. Contoh kasus yang dapat dibahas saat ini ialah PT.ABC yang merencanakan menambah mesin B yaitu seharga Rp ,00. Perusahaan sedang mempertimbangkan untuk membeli langsung atau menggunakan sewa guna usaha dengan hak opsi. Mesin tersebut termasuk aktiva tetap kelompok 2. Alternatif yang dapat dipilih PT.ABC didalam perencanaan penambahan mesin produksi yang nantinya dapat meningkatkan hasil produksi sekaligus memiliki penghematan beban pajak untuk perusahaan dapat di analisis dengan melakukan perhitungan di antara masing-masing cara perolehan aktiva tersebut.

30 36 1. Penghematan Pajak Melalui Leasing Hak Opsi Langkah pertama dalam analisis ini adalah untuk menentukan tingkat suku bunga yang akan digunakan, yaitu : Bunga Deposito : 16% Bunga Pinjaman : 20% Bunga Sewa Guna Usaha : 22% Bunga sewa guna usaha dihitung berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan-perusahaan sewa guna usaha yang menjadi sampel dalam penelitian. Tingkat bunga sewa guna usaha rata-rata adalah 10% (sepuluh persen) di atas bunga pinjaman, karena sebagian besar perusahaan sewa guna usaha sumber dananya berasal dari pinjaman bank. Setelah mengetahui tingkat suku bunga, langkah berikutnya adalah menghitung besarnya angsuran biaya sewa yang harus dibayar setiap bulannya. Dalam perhitungan ini diasumsikan bahwa jangka waktu sewa 4 tahun dan jaminan (security deposit) sama dengan nilai opsi, yaitu 10% (sepuluh persen) dari nilai mesin yang disewagunausahakan (lihat Tabel 2.2). Tabel 2.2 Skedul Pembayaran Biaya Sewa dan Nilai Tunainya Jaminan : Rp ,00 Nilai sewa guna usaha : Rp ,00 Tingkat bunga : 22% p.a. Tingkat diskon : 20% Jangka waktu : 4 tahun Periode Angsuran per Angsuran Angsuran Sisa Tingkat Nilai Tunai Biaya Anggaran Bulan Pokok Bunga Pinjaman Diskon Sewa Guna Usaha (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) , , , ,95 1, , , , , ,61 0, , , , , ,23 0, ,90

31 , , , ,01 0, , , , , ,73 0, , , , , ,45 0, , , , , ,05 0, , , , , ,87 0, , , , , ,24 0, , , , , ,03 0, , , , , ,15 0, , , , , ,02 0, , , , , ,03 0, , , , , ,97 0, , , , , ,42 0, , , , , ,09 0, , , , , ,19 0, , , , , ,72 0, , , , , ,74 0, , , , , ,60 0, , , , , ,19 0, , , , , ,05 0, , , , , ,58 0, , , , , ,11 0, , , , , ,98 0, , , , , ,58 0, , , , , ,36 0, , , , , ,79 0, , , , , ,28 0, , , , , ,08 0, , , , , ,15 0, , , , , ,93 0, , , , , ,14 0, , , , , ,53 0, , , , , ,52 0, , , , , ,90 0, , , , , ,39 0, , , , , ,24 0, , , , , ,72 0, , , , , ,59 0, ,39

32 , , , ,55 0, , , , , ,58 0, , , , , ,31 0, , , , , ,26 0, , , , , ,09 0, , , , , ,79 0, , , , , ,77 0, , , , ,28 0,00 0, ,63 Jumlah , , , ,65 Sumber : Perencanaan Pajak Edisi 3 (Erly Suandy, 2006 : 56) Berdasarkan perhitungan pada Tabel 2.1, total biaya sewa secara nominal adalah sebesar Rp ,52, sedangkan nilai tunai (present value-pv) dengan tingkat diskon 20% adalah sebesar Rp ,65. Semua biaya ini dapat diakui sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak. Selain biaya sewa yang masih dapat dikurangkan adalah biaya penyusutan. Setelah mengambil alih mesin yang dapat disewagunausahakan dengan hak opsi, maka nilai perolehan aktiva (sebesar nilai opsi) dapat disusutkan oleh perusahaan sesuai dengan metode dan umur aktiva bersangkutan yang telah ditetapkan. Berikut adalah perhitungan biaya penyusutan nilai opsi (lihat Tabel 2.3). Tabel 2.3 Tabel Penyusutan Mesin yang Dibeli dan yang Disewagunausahakan dengan Hak Opsi dengan Tingkat Diskon 20% Nilai aktiva : Rp ,00 Metode penyusutan : Saldo menurun Umur aktiva : 8 tahun Tahun Nilai Buku Biaya Saldo Tingkat Nilai Tunai Biaya Penyusutan Diskon Penyusutan (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) Tahun 1-4 tidak ada penyusutan karena sewa guna usaha , , ,00 0, , , , ,00 0, , , , ,00 0, ,66

33 , , ,00 0, , , , ,75 0, , , , ,56 0, , , , ,67 0, , , ,67-0, , , ,01 Sumber : Perencanaan Pajak Edisi 3 (Erly Suandy, 2006 : 58) Berdasarkan Tabel 2.2 dan 2.3 dengan menggunakan tingkat bunga sewa guna usaha 22% dan tingkat diskon 20% maka nilai perolehan keseluruhan mesin (lease fee dan nilai opsi) adalah sebesar Rp ,52 dan total nilai tunai yang dapat dibiayakan adalah Rp , Penghematan Pajak Melalui Pembelian Langsung Jika perusahaan melakukan pembelian mesin secara langsung, maka yang dapat diakui sebagai biaya adalah biaya penyusutan. Untuk menghitung besarnya biaya penyusutan, metode yang dapat digunakan adalah metode garis lurus dan metode saldo menurun. Untuk perhitungan dalam kasus ini metode yang digunakan adalah metode saldo menurun, karena berdasarkan perhitungan sebelumnya metode saldo menurun lebih menguntungkan bagi perusahaan. Sedangkan umur aktiva 8 tahun sesuai dengan ketentuan. Besarnya biaya pertahun penyusutan dapat dilihat pada Tabel 2.4.

34 40 Tabel 2.4 Biaya Penyusutan dan Nilai Tunainya Nilai aktiva : Rp ,00 Umur mesin : 8 tahun Metode penyusutan : Saldo menurun Tingkat diskon : 20% Tahun Nilai Buku Biaya Saldo Tingkat Nilai Tunai Biaya Penyusutan Diskon Penyusutan (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) , , ,00 0, , , , ,00 0, , , , ,00 0, , , , ,00 0, , , , ,50 0, , , , ,63 0, , , , ,72 0, , , ,72-0, , , ,16 Sumber : Perencanaan Pajak Edisi 3 (Erly Suandy, 2006 : 59) Berdasarkan Tabel 2.4 diketahui bahwa nilai tunai dari akumulasi penyusutan dengan tingkat diskon 20% adalah Rp , Perbandingan antara Sewa Guna Usaha dengan Pembelian Langsung Besarnya perbandingan penghematan pajak antara sewa guna usaha dengan pembelian langsung secara tunai dilakukan dengan cara membandingkan jumlah biaya yang dapat dikurangkan dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak. Untuk sewa guna usaha, biaya yang dapat dikurangkan adalah seluruh biaya sewa dan biaya penyusutan sebesar nilai opsi. Sedangkan untuk pembelian langsung adalah sebesar biaya penyusutannya saja. Disamping dihitung berdasarkan nilai nominal juga dihitung berdasarkna nilai tunai-pv (lihat Tabel 2.5).

35 41 Tabel 2.5 Perbandingan antara Harga Perolehan dan Penghematan Pajak antara Sewa Guna Usaha dengan Pembelian Langsung Keterangan Sewa Guna Usaha dengan Bunga 22% Beli Secara Tunai PV (Tingkat Diskon PV (Tingkat Diskon Nominal 20%) Nominal 20%) Harga Perolehan Biaya sewa , ,65 Nilai opsi , ,00 Harga mesin , ,16 Jumlah , , , ,16 Jumlah yang boleh dibiayakan Biaya sewa , ,65 Biaya penyusutan , , , ,16 Jumlah , , , ,16 PPh 30% , , , ,25 Penghematan pajak , ,95 Sumber : Perencanaan Pajak Edisi 3 (Erly Suandy, 2006 : 59) Hitungan yang dilakukan pada Tabel dapat diketahui besarnya penghematan pajak apabila tingkat bunga sewa guna usaha 22% dan tingkat bunga 20% secara nominal adalah Rp ,76 dan nilai tunainya adalah Rp ,95. Walaupun sewa guna usaha lebih mahal dari pembelian langsung, tetapi penghematan pajaknya lebih besar karena semua biaya sewa dapat dibiayakan dan jangka waktu sewa guna usaha lebih pendek dari umur ekonomis. Besarnya jumlah total penghematan tunai dapat dilihat pada Tabel (Tabel 2.6).

36 42 Tabel 2.6 Jumlah Penghematan Tunai antara Sewa Guna Usaha dengan Pembelian Langsung Keterangan Tingkat Diskon (20%) Nilai tunai biaya sewa ,65 Penghematan dana tunai karena sewa guna usaha ,00 Selisih ,65 Penghematan pajak ,95 Penghematan neto ,30 Pendapatan bunga deposito* ,43 Jumlah penghematan tunai ,73 *Bunga deposito dari penghematan dana tunai karena pembelian melalui sewa guna usaha Sumber : Perencanaan Pajak Edisi 3 (Erly Suandy, 2006 : 60) Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelian secara sewa guna usaha lebih menguntungkan dibandingkan dengan pembelian tunai. Karena dibandingkan dengan pembelian tunai terdapat penghematan neto. Besarnya jumlah penghematan neto dengan tingkat diskon 20% adalah Rp ,73.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Aktiva Tetap 1. Pengertian Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam kedaan siap dipakai atau dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 6 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Aktiva Tetap Menurut Kusnadi et al. (1998:342) dalam bukunya mengatakan bahwa, Aktiva tetap adalah semua benda yang dimiliki oleh perusahaan

Lebih terperinci

http://www.hadiborneo.wordpress.com/ PENGERTIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (CONSUMERS FINANCE) Lembaga pembiayaan konsumen (consumers finance) adalah suatu lembaga atau badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka untuk lebih memberikan

Lebih terperinci

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN.

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN. ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN (Skripsi) OLEH Nama : Veronica Ratna Damayanti NPM : 0641031138 No Telp :

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PEMBIAYAAN AKTIVA TETAP MELALUI LEASING DAN BANK KAITANNYA DENGAN PENGHEMATAN PAJAK

KEPUTUSAN PEMBIAYAAN AKTIVA TETAP MELALUI LEASING DAN BANK KAITANNYA DENGAN PENGHEMATAN PAJAK Jurnal Akuntansi FE Unsil, Vol. 3, No. 2, 2008 ISSN : 1907-9958 KEPUTUSAN PEMBIAYAAN AKTIVA TETAP MELALUI LEASING DAN BANK KAITANNYA DENGAN PENGHEMATAN PAJAK Hiras Pasaribu (Staf Pengajar Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN S A L I N A N KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1169/KMK.01/1991 T E N T A N G KEGIATAN SEWA-GUNA-USAHA(LEASING)

MENTERI KEUANGAN S A L I N A N KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1169/KMK.01/1991 T E N T A N G KEGIATAN SEWA-GUNA-USAHA(LEASING) MENTERI KEUANGAN S A L I N A N KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1169/KMK.01/1991 T E N T A N G KEGIATAN SEWA-GUNA-USAHA(LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 17 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Aktiva Tetap 2.1.1. Pengertian Aktiva Tetap Berwujud "Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II AKUNTANSI SEWA

BAB II AKUNTANSI SEWA BAB II AKUNTANSI SEWA 2.1. PENGERTIAN SEWA Pada awalnya sewa lebih dikenal dengan istilah leasing, leasing itu sendiri berasal dari kata lease yang berarti sewa atau yang lebih umum diartikan sebagai sewa

Lebih terperinci

NERACA ASSET TETAP (LEASING) ASSET TIDAK BERWUJUD

NERACA ASSET TETAP (LEASING) ASSET TIDAK BERWUJUD NERACA ASSET TETAP (LEASING) ASSET TIDAK BERWUJUD Jenis-jenis sewa menurut PSAK 30 1. Finance lease Lessor : Pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Lessee : Lessee : - memilih barang modal yang

Lebih terperinci

BAB 1 AKUNTANSI untuk SEWA GUNA USAA (LEASING)

BAB 1 AKUNTANSI untuk SEWA GUNA USAA (LEASING) BAB 1 AKUNTANSI untuk SEWA GUNA USAA (LEASING) Terminologi Pengertian Leasing Keuntungan Leasing Klasifikasi Leasing Perbedaan perjanjian Leasing dengan Perjanjian Lainnya Akuntansi Leasing Aspek Perpajakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui

BAB II LANDASAN TEORI. Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui 8 BAB II LANDASAN TEORI 1. Perencanaan Pajak Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui manajemen pajak. Manajemen pajak sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban

Lebih terperinci

Gerson Philipi Rianto F

Gerson Philipi Rianto F Gerson Philipi Rianto F3312065 Kegiatan sewa guna usaha (leasing) diperkenalkan untuk pertama kalinya di Indonesia pada tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri

Lebih terperinci

LEASING (SEWA-GUNA-USAHA) Pengertian

LEASING (SEWA-GUNA-USAHA) Pengertian LEASING (SEWA-GUNA-USAHA) Pengertian Leasing atau sewa-guna-usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN PAJAK ATAS PEROLEHAN ALAT BERAT SERTA PENGARUHNYA TERHADAP LABA KENA PAJAK DAN PPh TERUTANG (STUDI KASUS PADA PT APMS)

ANALISIS PERENCANAAN PAJAK ATAS PEROLEHAN ALAT BERAT SERTA PENGARUHNYA TERHADAP LABA KENA PAJAK DAN PPh TERUTANG (STUDI KASUS PADA PT APMS) ANALISIS PERENCANAAN PAJAK ATAS PEROLEHAN ALAT BERAT SERTA PENGARUHNYA TERHADAP LABA KENA PAJAK DAN PPh TERUTANG (STUDI KASUS PADA PT APMS) Dian Aulia Ulhusna Jurusan Akuntansi, Fakulktas Ekonomi dan Bisnis,

Lebih terperinci

PERUSAHAAN SEWAGUNAUSAHA (PerlakuanAkuntansi dan Pajak)

PERUSAHAAN SEWAGUNAUSAHA (PerlakuanAkuntansi dan Pajak) PERUSAHAAN SEWAGUNAUSAHA (PerlakuanAkuntansi dan Pajak) Rosita, SE., MM.,Ak. Abstrak Di Indonesia perusahaan sewa guna usaha berkembang sangat pesat. Hal ini membuat pemerintah berusaha untuk dapat menjaring

Lebih terperinci

AKUNTANSI UNTUK LEASING

AKUNTANSI UNTUK LEASING AKUNTANSI UNTUK LEASING Lease Lessor Lessee : Suatu perjanjian kontraktual antara Lessor dengan Lessee, yang memberikan hak kepada Lessee untuk menggunakan harta tertentu yang dimiliki oleh Lessor selama

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM PERIKATAN

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MAKALAH HUKUM PERIKATAN LEASING DAN BEBERAPA HAL MENGENAINYA Disusun Oleh: Hafizh Furqonul Amrullah 8111412280 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013-2014 A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendukung kegiatan operasional agar

BAB I PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendukung kegiatan operasional agar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan adalah organisasi yang umumnya mempunyai kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan yang dibebankan kepadanya. Biasanya di samping mencari laba, tujuan

Lebih terperinci

SEWA GUNA USAHA. Statement of Financial Accounting Standards No. 13 mengelompokkan sewa guna usaha menjadi :

SEWA GUNA USAHA. Statement of Financial Accounting Standards No. 13 mengelompokkan sewa guna usaha menjadi : SEWA GUNA USAHA LITERATUR :! US GAAP : FASB s Statement of Financial Accounting Standards No. 13, Accounting for Leases! IAI : Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 30 (Revisi 2007), Sewa! IFRS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proses mengidentifikasikan, mengukur, dan melaporkan informasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proses mengidentifikasikan, mengukur, dan melaporkan informasi 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Akuntansi Defenisi akuntansi menurut : American Accounting Association mendefenisikan akuntansi sebagai berikut : Proses mengidentifikasikan, mengukur, dan melaporkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang sebagai perwujudan pengabdian dan peran serta rakyat untuk membiayai negara dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka

Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka LEASING Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka waktu berdasarkan pembayaran-pembayaran berkala

Lebih terperinci

NAMA : SEPTIYANA NPM : JURUSAN : MANAJEMEN (KEUANGAN) PENGERTIAN LEASING

NAMA : SEPTIYANA NPM : JURUSAN : MANAJEMEN (KEUANGAN) PENGERTIAN LEASING NAMA : SEPTIYANA NPM : 1411011123 JURUSAN : MANAJEMEN (KEUANGAN) PENGERTIAN LEASING Leasing atau sewa guna usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang barang modal

Lebih terperinci

MAKALAH LEASING. Diajukan dan dipersentasikan. pada mata kuliah Seminar Manajemen Keuangan. Di bawah bimbingan : Wahyu Indah Mursalini, SE, MM

MAKALAH LEASING. Diajukan dan dipersentasikan. pada mata kuliah Seminar Manajemen Keuangan. Di bawah bimbingan : Wahyu Indah Mursalini, SE, MM MAKALAH LEASING Diajukan dan dipersentasikan pada mata kuliah Seminar Manajemen Keuangan Di bawah bimbingan : Wahyu Indah Mursalini, SE, MM Di Susun Oleh : Turmudi UNIVERSITAS MAHAPUTRA MUHAMMAD YAMIN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan lessee (pengguna

BAB II LANDASAN TEORI. suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan lessee (pengguna BAB II LANDASAN TEORI A. Sewa Guna Usaha 1. Definisi Sewa Guna Usaha Leasing Definisi sewa guna usaha (Suandy, 2008), yakni "Sewa guna usaha adalah suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan

Lebih terperinci

Aspek Perpajakan atas Aktiva Tetap

Aspek Perpajakan atas Aktiva Tetap Aspek Perpajakan atas Aktiva Tetap Aktiva Tetap Aktiva Tetap: SAK (2009) : aktiva berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk disewakan ke pihak lain,

Lebih terperinci

Tinjauan Perencanaan Pajak Sehubungan Pembelian Aktiva Tetap Berwujud Secara Tunai, Kredit dan Leasing

Tinjauan Perencanaan Pajak Sehubungan Pembelian Aktiva Tetap Berwujud Secara Tunai, Kredit dan Leasing Tinjauan Perencanaan Pajak Sehubungan Pembelian Aktiva Tetap Berwujud Secara Tunai, Kredit dan Leasing Daniel Benyamin de Poere dan Siti Ita Rosita Program Studi Akuntansi, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembiayaan Aktiva Tetap Yang Digunakan Perusahaan PT. Mustika Ratubuana Internasional yang mempunyai usaha di bidang distributor dan perdagangan sangat memerlukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan kejelasan

Lebih terperinci

Modul ke: Manajemen Perpajakan 06FEB. Samsuri, SH, MM. Fakultas. Program Studi Akuntansi

Modul ke: Manajemen Perpajakan 06FEB. Samsuri, SH, MM. Fakultas. Program Studi Akuntansi Modul ke: Manajemen Perpajakan Fakultas 06FEB Samsuri, SH, MM Program Studi Akuntansi Sewa Guna Usaha dan Penerapan Perencanaan Pajak terhadap Sewa Guna Usaha Pengertian Sewa Guna Usaha Sewa guna usaha

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan kejelasan bagi masyarakat dalam memahami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu Putra (2012), melakukan penelitian pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Pakraman Kedewatan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

AKUNTANSI INDUSTRI JILID 2 SMK. Ali Irfan

AKUNTANSI INDUSTRI JILID 2 SMK. Ali Irfan Ali Irfan AKUNTANSI INDUSTRI JILID 2 SMK TUT WURI HANDAYANI Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional i Hak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pajak Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

Lebih terperinci

AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA DAN JASA KUNSTRUKSI

AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA DAN JASA KUNSTRUKSI AKUNTANSI PERPAJAKAN Modul ke: Fakultas EKONOMI Program Studi MAGISTER AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA DAN JASA KUNSTRUKSI Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1994 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

SUMBER-SUMBER PEMBELANJAAN

SUMBER-SUMBER PEMBELANJAAN SUMBER-SUMBER PEMBELANJAAN PERTEMUAN 11 MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN ANDRI HELMI M, S.E., M.M. JENIS-JENIS 1. Sumber dana jangka pendek 2. Sumber dana jangka menengah 3. Sumber dana jangka panjang Sumber

Lebih terperinci

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN 75

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN 75 A. PENGERTIAN Pengertian sewa guna usaha menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 tanggal 21 Nopember 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha: Sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam

Lebih terperinci

Bab 10 PERUSAHAAN MODAL ASING (PMA) YANG MENGGUNAKAN BAHASA ASING DAN MATA UANG SELAIN RUPIAH

Bab 10 PERUSAHAAN MODAL ASING (PMA) YANG MENGGUNAKAN BAHASA ASING DAN MATA UANG SELAIN RUPIAH Bab 10 PERUSAHAAN MODAL ASING (PMA) YANG MENGGUNAKAN BAHASA ASING DAN MATA UANG SELAIN RUPIAH Dalam Bab ini akan dibahas penghitungan pajak apabila penduduk asing memiliki usaha di Indonesia, dan harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembelian aktiva tetap, perusahaan harus mempertimbangkan alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat meminimalkan pengeluaran perusahaan dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam rangka mempertahankan kelangsungan dan tujuan perusahaan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam rangka mempertahankan kelangsungan dan tujuan perusahaan BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam rangka mempertahankan kelangsungan dan tujuan perusahaan didalam persaingan usaha yang tinggi dengan perusahaan yang sejenis, mengharuskan suatu perusahaan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dewasa ini, perusahaan dituntut untuk selalu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dewasa ini, perusahaan dituntut untuk selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha dewasa ini, perusahaan dituntut untuk selalu bisa mengantisipasi situasi dan kemauan pasar. Menghadapi tuntutan pasar yang semakin kompleks

Lebih terperinci

PSAK 30 (REVISI 2007) ISAK 8 (REVISI 2007)

PSAK 30 (REVISI 2007) ISAK 8 (REVISI 2007) Pengajaran Akuntansi serta Workshop "PSAK Terbaru" 1 PSAK 30 (REVISI 2007) ISAK 8 (REVISI 2007) AGENDA 2 Ruang Lingkup Definisi Sewa Awal Sewa vs Awal Masa Sewa Klasifikasi i Sewa Sewa dalam Laporan Keuangan

Lebih terperinci

Universitas Tarumanagara 19 September 2014

Universitas Tarumanagara 19 September 2014 Universitas Tarumanagara 19 September 2014 Perusahaan Pembiayaan Pengertian Sewa Guna Usaha Aspek Hukum Aspek Keuangan & Pencatatan Definisi Perusahaan Pembiayaan SK Men. Keu. No.84/PMK.012/2006 Badan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK.. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.

DAFTAR ISI ABSTRAK.. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN. ABSTRAK Sewa guna usaha (leasing) adalah suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan lessee (pemakai barang modal). Lessee dapat diberikan hak opsi (option right) untuk membeli barang modal

Lebih terperinci

Pembelanjaan Jangka Panjang 1 BAB 14 PEMBELANJAAN JANGKA PANJANG

Pembelanjaan Jangka Panjang 1 BAB 14 PEMBELANJAAN JANGKA PANJANG Pembelanjaan Jangka Panjang 1 BAB 14 PEMBELANJAAN JANGKA PANJANG Pembelanjaan Jangka Panjang 2 PEMBELANJAAN JANGKA PANJANG Terdapat beberapa alternatif sumber dana jangka panjang yang tersedia bagi suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Menurut Noeng (2007:3) metodologi penelitian berbeda dengan metode penelitian. Metodologi penelitian membahas konsep teoritik berbagai metode, kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelian aset tetap, perusahaan harus mempertimbangkan alternatif

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelian aset tetap, perusahaan harus mempertimbangkan alternatif BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pembelian aset tetap, perusahaan harus mempertimbangkan alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat meminimalkan pengeluaran perusahaan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan istilah lembaga pembiayaan yakni badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. administratif dan diharapkan akan digunakan lebih dari satu

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. administratif dan diharapkan akan digunakan lebih dari satu BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1. Definisi Aset Tetap Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 68), aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau

Lebih terperinci

PSAK 30 SEWA (REVISI 2007) ISAK 8 Transaksi yang Mengandung Sewa. Ellyn Octavianty

PSAK 30 SEWA (REVISI 2007) ISAK 8 Transaksi yang Mengandung Sewa. Ellyn Octavianty 1 PSAK 30 SEWA (REVISI 2007) ISAK 8 Transaksi yang Mengandung Sewa Ellyn Octavianty AGENDA Ruang Lingkup Definisi Sewa Awal Sewa vs Awal Masa Sewa Klasifikasi Sewa Sewa dalam Laporan Keuangan Lessee Sewa

Lebih terperinci

PSAK NO. 30 AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA BAB I : PENDAHULUAN. Latar Belakang

PSAK NO. 30 AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA BAB I : PENDAHULUAN. Latar Belakang PSAK NO. 30 AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA BAB I : PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan sewa guna usaha (leasing) diperkenalkan untuk pertama kalinya di Indnesia pada tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan

Lebih terperinci

MEKANISME PEMANFAATAN LEASING DALAM PRAKTIKNYA Oleh : Taufik Effendy

MEKANISME PEMANFAATAN LEASING DALAM PRAKTIKNYA Oleh : Taufik Effendy MEKANISME PEMANFAATAN LEASING DALAM PRAKTIKNYA Oleh : Taufik Effendy ABSTRAK Leasing telah dikenal oleh bangsa Eropa dan Amerika di era 1850 an 1 dan hal ini telah menjadikan induswtri bisnis, produksi

Lebih terperinci

PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA AKTIVA TETAP DENGAN METODE HAK OPSI (Studi Kasus Pada PT. Sinar Karya Cahaya Gorontalo) Oleh

PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA AKTIVA TETAP DENGAN METODE HAK OPSI (Studi Kasus Pada PT. Sinar Karya Cahaya Gorontalo) Oleh PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA AKTIVA TETAP DENGAN METODE HAK OPSI (Studi Kasus Pada PT. Sinar Karya Cahaya Gorontalo) Oleh DWI NOVIKA DULLAH Nim. 921 409 042 Program Studi S1 Akuntansi

Lebih terperinci

PINJAMAN BERJANGKA DAN SEWA GUNA USAHA

PINJAMAN BERJANGKA DAN SEWA GUNA USAHA Modul ke: PINJAMAN BERJANGKA DAN SEWA GUNA USAHA Fakultas FEB Agus Herta Sumarto, S.P., M.Si Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN LEASING : FASB-13: (Financial Accounting Standard Board)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 4 adalah suatu perjanjian dimana lessor memberikan hak kepada lessee

BAB II LANDASAN TEORI. 4 adalah suatu perjanjian dimana lessor memberikan hak kepada lessee BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian dan Keuntungan Sewa 1. Pengertian Sewa Sewa atau lease berdasarkan PSAK No. 30 (Revisi 2007) paragraf 4 adalah suatu perjanjian dimana lessor memberikan hak kepada lessee

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 Suatu perjanjian dari bentuk legalnya mungkin bukan merupakan perjanjian sewa, namun secara substansi dapat mengandung sewa. Untuk

Lebih terperinci

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak Penghasilan 1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17/2000 adalah setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sewa guna usaha (leasing) adalah suatu kontrak antara lessor (pemilik barang

BAB I PENDAHULUAN. Sewa guna usaha (leasing) adalah suatu kontrak antara lessor (pemilik barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sewa guna usaha (leasing) adalah suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan lessee (pemakai barang modal). Lessor memberikan hak kepada lessee

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Sommerfeld, Anderson, dan Brok dalam Zain (2003:11) berikut ini. Pajak adalah pengalihan sumber dari sektor

Lebih terperinci

PERENCANAAN PAJAK ATAS KEPEMILIKAN AKTIVA TETAP DENGAN METODE FINANCE LEASE (Studi Kasus Pada CV Berkah Bumi Mandiri).

PERENCANAAN PAJAK ATAS KEPEMILIKAN AKTIVA TETAP DENGAN METODE FINANCE LEASE (Studi Kasus Pada CV Berkah Bumi Mandiri). PERENCANAAN PAJAK ATAS KEPEMILIKAN AKTIVA TETAP DENGAN METODE FINANCE LEASE (Studi Kasus Pada CV Berkah Bumi Mandiri). I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Semua perusahaan baik yang besar maupun yang

Lebih terperinci

Bab 12 Leasing. Mahasiswa diharapkan dapat memahami, menghitung dan menjelaskan mengenai teori dan hitungan terkait leasing

Bab 12 Leasing. Mahasiswa diharapkan dapat memahami, menghitung dan menjelaskan mengenai teori dan hitungan terkait leasing M a n a j e m e n K e u a n g a n 169 Bab 12 Leasing Mahasiswa diharapkan dapat memahami, menghitung dan menjelaskan mengenai teori dan hitungan terkait leasing S ejarah perkembangan sewa-guna-usaha atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pasca krisis tahun 1997, dengan kebijakan tersebut pemerintah berusaha

BAB 1 PENDAHULUAN. pasca krisis tahun 1997, dengan kebijakan tersebut pemerintah berusaha BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Investasi merupakan salah satu prioritas utama kebijakan dibidang ekonomi pasca krisis tahun 1997, dengan kebijakan tersebut pemerintah berusaha menggerakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan pada BAB II, maka pada bab

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan pada BAB II, maka pada bab BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan pada BAB II, maka pada bab ini akan membahas perlakuan akuntansi sewa pada PT FMA Finance. Metode pembahasan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi jangka panjang bagi perusahaan. Mengingat bahwa tujuan dari pengadaan

BAB I PENDAHULUAN. investasi jangka panjang bagi perusahaan. Mengingat bahwa tujuan dari pengadaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktiva tetap merupakan sesuatu yang penting bagi perusahaan, selain digunakan sebagai modal kerja, aktiva tetap biasanya juga digunakan sebagai alat investasi

Lebih terperinci

BAB II JENIS-JENIS MODAL PERUSAHAAN

BAB II JENIS-JENIS MODAL PERUSAHAAN BAB II JENIS-JENIS MODAL PERUSAHAAN A. Tujuan Kompetensi Khusus Setelah mengikuti perkuliahan, diharapkan mahasiswa mampu: Memahami pengertian modal asing Mengetahui penggolongan modal asing Memahami pengertian

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat. meminimalkan pengeluaran perusahaan dan dengan demikian keuntungan

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat. meminimalkan pengeluaran perusahaan dan dengan demikian keuntungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam pembelian aktiva tetap, perusahaan harus mempertimbangkan alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat meminimalkan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Yayasan Dana Pensiun PT. Merpati Nusantara Airlines. Yayasan tersebut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Yayasan Dana Pensiun PT. Merpati Nusantara Airlines. Yayasan tersebut BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Perusahaan Dana Pensiun Merpati Nusantara Airlines merupakan kelanjutan dari Yayasan Dana Pensiun PT. Merpati Nusantara Airlines. Yayasan tersebut didirikan

Lebih terperinci

Tabel 5.1. Daftar Jenis Kendaraan CV. METROPOLITAN HOME. Umur Manfaat. B. Perbandingan Perolehan Kendaraan melalui Pembelian Tunai, Kredit

Tabel 5.1. Daftar Jenis Kendaraan CV. METROPOLITAN HOME. Umur Manfaat. B. Perbandingan Perolehan Kendaraan melalui Pembelian Tunai, Kredit 78 Tabel 5.1 Daftar Jenis Kendaraan CV. METROPOLITAN HOME Jenis Kendaraan Tgl. Perolehan Umur Manfaat Harga Perolehan (Rp) Nilai Sisa Buku (Rp) Isuzu Panther 16 Juni 2006 8 tahun 59.000.000 39.947.916,69

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara perolehan aktiva operasi adalah dengan Sewa Guna Usaha (SGU) atau

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara perolehan aktiva operasi adalah dengan Sewa Guna Usaha (SGU) atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu cara perolehan aktiva operasi adalah dengan Sewa Guna Usaha (SGU) atau Leasing. Lease dalam bahasa Inggris berarti sewa, namun dalam perkembangannya pengertian

Lebih terperinci

Oleh : Tita Safitriawati. Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang ABSTRAK

Oleh : Tita Safitriawati. Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang ABSTRAK ANALISIS PERBANDINGAN PERENCANAAN PAJAK UNTUK PENGADAAN ASET TETAP DENGAN CARA SEWA GUNA USAHA (LEASING) DAN PEMBELIAN TUNAI DALAM RANGKA PENGHEMATAN PAJAK PADA PT. FOSTA UNGGUL PERDANA Oleh : Tita Safitriawati

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS PENELITIAN BAB 4 ANALISIS PENELITIAN 4.1 Prosedur Transaksi Sewa Guna Usaha di PT Buana Finance Tbk Sebelum melakukan pengisian aplikasi, konsumen harus melengkapi persyaratan administrasi seperti: 1. Akta Pendirian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada khususnya, maka kebutuhan akan pendanaan menjadi hal yang utama bagi

BAB I PENDAHULUAN. pada khususnya, maka kebutuhan akan pendanaan menjadi hal yang utama bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya dunia bisnis pada umummya dan dunia industri pada khususnya, maka kebutuhan akan pendanaan menjadi hal yang utama bagi kalangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Aktiva a. Pengertian Aktiva Aktiva/harta adalah kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan, yang lebih dikenal dengan istilah asset perusahaan. Jadi, aktiva (asset)

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 39 BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan CV. Sumber Karya adalah sebuah perusahaan pengangkutan yang berpusat di Surabaya. Perusahaan ini bergerak

Lebih terperinci

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI DAN PERPAJAKAN ATAS KEPEMILIKAN ASET TETAP TERHADAP LABA KENA PAJAK DAN

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI DAN PERPAJAKAN ATAS KEPEMILIKAN ASET TETAP TERHADAP LABA KENA PAJAK DAN ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI DAN PERPAJAKAN ATAS KEPEMILIKAN ASET TETAP TERHADAP LABA KENA PAJAK DAN PPh TERUTANG (STUDI KASUS PADA PT. BOKORMAS WAHANA MAKMUR) ABSTRAK Oleh Yolanda Oktarina NPM : 0711031023

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aktiva Tetap Setiap perusahaan menggunakan berbagai aktiva tetap, seperti peralatan, perabotan, alat-alat, mesin-mesin, bangunan, dan tanah. Aset tetap (fix asset)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.161, 2010 KEUANGAN NEGARA. Pajak Penghasilan. Penghitungan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan. Umum dann Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan. Umum dann Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak 2.1.1.1 Definisi Pajak Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dann Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember Presiden Republik Indonesia,

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember Presiden Republik Indonesia, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember 1983 Presiden Republik Indonesia, Menimbang: Bahwa pelaksanaan Pasal 9 ayat (1) huruf b dan

Lebih terperinci

OPSI FINANCIAL LEASE DAN OPERATING LEASE TERHADAP KEPEMILIKAN BUS PADA CV. MEGA JASA DI SAMARINDA. Nely Dwi Jayanti, Lca.Robin Jonathan, Heriyanto

OPSI FINANCIAL LEASE DAN OPERATING LEASE TERHADAP KEPEMILIKAN BUS PADA CV. MEGA JASA DI SAMARINDA. Nely Dwi Jayanti, Lca.Robin Jonathan, Heriyanto OPSI FINANCIAL LEASE DAN OPERATING LEASE TERHADAP KEPEMILIKAN BUS PADA CV. MEGA JASA DI SAMARINDA Nely Dwi Jayanti, Lca.Robin Jonathan, Heriyanto FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 ABSTRACT Penelitian

Lebih terperinci

(lessee). Penyewa mempunyai hak untuk menggunakan aset

(lessee). Penyewa mempunyai hak untuk menggunakan aset XV. Sewa Guna (Leasing) Leasing adalah perjanjian kontrak antara pihak yang menyewakan (lessor) dengan pihak yang menyewa aset tertentu (lessee). Penyewa mempunyai hak untuk menggunakan aset tertentu,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 138 TAHUN 2000 (138/2000) TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

EVALUASI PERANAN LEASING SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN MODAL PADA PT JOKOTOLE TRANSPORT SURABAYA

EVALUASI PERANAN LEASING SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN MODAL PADA PT JOKOTOLE TRANSPORT SURABAYA EVALUASI PERANAN LEASING SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN MODAL PADA PT JOKOTOLE TRANSPORT SURABAYA Nurhamida Simatupang mida_smtp@yahoo.com Sapari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perusahaan yang mengajak orang lain untuk membeli barang dan jasa yang ditawarkan

BAB II LANDASAN TEORI. perusahaan yang mengajak orang lain untuk membeli barang dan jasa yang ditawarkan BAB II LANDASAN TEORI II.1. Penjualan II.1.1. Definisi Penjualan Penjualan secara umum memiliki pengertian kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan yang mengajak orang lain untuk membeli barang dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

PT SURYA TOTO INDONESIA Tbk. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 30 Juni 2010 dan 2009 ( Dalam Rupiah )

PT SURYA TOTO INDONESIA Tbk. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 30 Juni 2010 dan 2009 ( Dalam Rupiah ) 1 UMUM a. Pendirian Perusahaan PT. Surya Toto Indonesia Tbk. ("Perusahaan") didirikan tanggal 11 Juli 1977 dalam rangka Undang-Undang Penanaman Modal Asing No. 1, tahun 1967 berdasarkan akte yang dibuat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI ANALISIS

BAB III METODOLOGI ANALISIS 59 BAB III METODOLOGI ANALISIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembahasan tesis ini, didasarkan pada langkah-langkah pemikiran sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi objek pajak perusahaan dan menganalisis proses

Lebih terperinci

Leasing. Bahan Ajar : Manajemen Keuangan Bisnis II Digunakan untuk melengkapi buku wajib Disusun oleh: Nila Firdausi Nuzula

Leasing. Bahan Ajar : Manajemen Keuangan Bisnis II Digunakan untuk melengkapi buku wajib Disusun oleh: Nila Firdausi Nuzula Bahan Ajar : Manajemen Keuangan Bisnis II Digunakan untuk melengkapi buku wajib Disusun oleh: Nila Firdausi Nuzula Leasing Pendahuluan Salah satu cara untuk mengelola kepemilikan aktiva tetap dalam suatu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Metode Perolehan Aktiva Tetap Aktiva tetap berwujud sebagai salah satu aktiva penting yang dimiliki perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan

Lebih terperinci