BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterlambatan karyawan memiliki implikasi terhadap organisasi dari segi ekonomi dan psikologis. Keterlambatan karyawan yang memiliki fungsi kerja yang penting dapat mengganggu jadwal produksi organisasi dan jika karyawan adalah dari bagian service, keterlambatan mereka dapat mempengaruhi kualitas atau kuantitas layanan yang diberikan, terutama ketika sesama pekerja atau konsumen bergantung secara langsung maupun tidak langsung pada kehadiran karyawan ini (Koslowsky, 2000). Berikut ini adalah data keterlambatan anggota di organisasi non-profit X selama 4 tahun terakhir (2009-2012): Tabel 1.1 Data Keterlambatan Tahun 2009 Frekuensi Terlambat Jumlah Orang Persentase 0 27 23.89% 1-30 30 26.54% 31-60 19 16.81% 61-90 14 12.38% 91-120 8 7.07% 121-150 9 7.96% 151-180 6 5.30% Total 113 1
2 Tabel 1.2 Data Keterlambatan Tahun 2010 Frekuensi Terlambat Jumlah % 0 28 25.92 1-30 26 24.07 31-60 21 19.44 61-90 13 12.03 91-120 4 3.70 121-150 10 9.25 151-180 5 4.62 >180 1 0.92 Total 108 Tabel 1.3 Data Keterlambatan Tahun 2011 Frekuensi Terlambat Jumlah % 0 19 20 1-30 27 28.42 31-60 12 12.63 61-90 15 15.78 91-120 7 7.36 121-150 7 7.36 151-180 6 6.31 >180 2 2.10 Total 95
3 Tabel 1.4 Data Keterlambatan Tahun 2012 Frekuensi Terlambat Jumlah % 0 26 28.26 1-30 44 47.82 31-60 6 6.52 61-90 10 10.86 91-120 3 3.26 121-150 3 3.26 Total 92 Dari data diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2009, jumlah anggota yang hadir tepat waktu hanya berjumlah 27 orang dari 113 orang atau hanya 23.89%. Pada tahun 2010, jumlah anggota yang hadir tepat waktu hanya 28 orang dari 108 orang (25.92%), kemudian pada tahun 2011, jumlah anggota yang hadir tepat waktu hanya 19 orang dari 95 orang (20%). Terakhir pada tahun 2012, jumlah anggota yang hadir tepat waktu hanya 26 orang dari 92 orang (28.26%). Keterlambatan adalah perilaku hasil dari sikap organisasi tertentu seperti ketidakpuasan (Rosse & Hulin dan Hanisch & Hulin dalam Koslowsky, 2000). Hulin; Rosse & Hulin (dalam Berry, Lelchook, & Clark, 2011) mengungkapkan bahwa voluntary lateness, absenteeism, dan turnover adalah manifestasi dari penarikan (withdrawal) secara keseluruhan dari work construct, dengan alasan bahwa setiap perilaku adalah cara karyawan menarik diri dari pekerjaan yang merupakan respon dari sikap kerja yang tidak menguntungkan seperti ketidakpuasan kerja dan kurangnya komitmen organisasi.
4 Saari & Judge (2004) juga menyatakan bahwa perilaku penarikan (withdrawal) lain, termasuk lateness, unionization, grievances, drug abuse, dan decision to retire tampaknya juga berkaian dengan ketidakpuasan kerja. Hal tersebut didukung oleh Koslowsky, et al (dalam Koslowsky, 2000) yang mengungkapkan bahwa sikap yang paling populer dianalisis dalam hubungannya dengan keterlambatan (lateness) adalah ukuran kepuasan kerja. Koslowsky (2000) juga mengatakan bahwa karyawan yang menarik diri dari pekerjaan mungkin menanggapi ketidakpuasan, karena mereka mencoba untuk meminimalkan waktu dimana mereka harus terlibat dalam melakukan tugas-tugas yang sudah tidak menyenangkan bagi mereka. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Robbins (dalam Munandar, 2008) yang mengungkapkan ada 4 kemungkinan cara mengungkapkan ketidakpuasan yang berbeda-beda yang terletak pada dua dimensi: constructiveness destructiveness dan aktif pasif. Dimana pada cara yang ke-3 yaitu mengabaikan (neglect), ketidakpuasan kerja diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk misalnya, sering absen, atau datang terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat semakin banyak. Oleh karena itu, disadari atau tidak, keterlambatan karyawan dalam bekerja mengekspresikan perasaan negatif atau ketidakpuasan terhadap organisasi (Koslowsky, 2000). Locke dalam Arnold, et al (2005) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai kondisi emosional yang menyenangkan atau positif yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja. Konsep ini umumnya mengacu pada berbagai aspek dari pekerjaan yang mempengaruhi tingkat kepuasan seseorang. Ini biasanya termasuk sikap terhadap upah, kondisi kerja, rekan kerja dan bos, prospek karir dan aspek intrinsik pekerjaan itu sendiri.
5 Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Hughes, Ginnet & Curphy (2009) yang mengatakan bahwa kepuasan kerja bukan seberapa keras atau seberapa baik seseorang bekerja, melainkan seberapa besar seseorang menyukai jenis pekerjaan atau aktivitas kerja tertentu. Kepuasan kerja berhubungan dengan sikap atau perasaan seseorang tentang pekerjaan itu sendiri, gaji, promosi atau kesempatan pendidikan, pengawasan, rekan kerja, beban kerja, dan sebagainya. Spector (2008) juga mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan variabel sikap yang mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang pekerjaan mereka secara keseluruhan serta tentang berbagai aspek pekerjaan. Secara sederhana, kepuasan kerja adalah sejauh mana seseorang menyukai pekerjaan mereka, dan ketidakpuasan kerja adalah sejauh mana mereka tidak menyukai pekerjaan mereka. Berdasarkan data keterlambatan diatas, keterlambatan tersebut membawa dampak yang negatif kepada organisasi seperti waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu pekerjaan menjadi lebih lama. Hal ini tidak hanya dialami oleh pekerja yang hadir terlambat, tetapi juga oleh rekan kerja dari pekerja tersebut. Karena apabila ada pekerjaan atau masalah tertentu yang harus dikerjakan saat itu juga sedangkan pekerja yang bersangkutan belum hadir, maka pekerjaan tersebut akan dikerjakan oleh rekan kerja dari pekerja tersebut. Sehingga tentu saja hal ini membuat pekerjaan dari rekan kerjanya tersebut terbengkalai. Pihak organisasi X ini juga mengatakan bahwa toleransi dan konsekuensi yang diterapkan (toleransi keterlambatan selama maksimal 10 menit setelah waktu jam kerja dimulai dan konsekuensi tidak mendapatkan uang makan apabila melewati batas waktu 10 menit tersebut) tidak berhasil mengurangi angka keterlambatan ini. Sehingga adanya kegelisahan bahwa keterlambatan ini akan menjadi budaya organisasi. Oleh sebab itu, berdasarkan uraian diatas mengenai keterlambatan dan
6 hubungannya dengan kepuasan kerja, penulis tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan kepuasan kerja dengan keterlambatan (sebagai salah satu bentuk dari withdrawal behavior) pada anggota di organisasi non-profit X. 1.2 Rumusan Masalah Topik utama yang akan diambil dalam penelitian ini adalah Hubungan Kepuasan Kerja dengan Keterlambatan pada Anggota di Organisasi Non-Profit X. Pertanyaan yang akan dijawab dari penelitian ini adalah: Apakah ada hubungan kepuasan kerja dengan keterlambatan pada anggota di organisasi nonprofit X? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penilitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan kepuasan kerja dengan keterlambatan pada anggota di organisasi nonprofit X.