a. terdapat dalam jumlah yang berarti yaitu lebih dari 2 % AKG per sajian; dan atau b. mencantumkan pernyataan (klaim) tentang zat besi.

dokumen-dokumen yang mirip
Sejumlah zat gizi wajib dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi berkenaan dengan beberapa kondisi berikut :

Keterangan mengenai takaran saji merupakan informasi pertama yang tercantum dalam format Informasi Nilai Gizi.

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan

8.9 VITAMIN, MINERAL DAN ZAT GIZI LAIN

Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini.

2011, No BAB 9 FORMAT

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:HK TENTANG

SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011

INFORMASI NILAI GIZI

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KLAIM PENURUNAN RISIKO PENYAKIT

Grup I- Label Pangan

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Lembaga Pemberi Kode Halal Asing yang Disahkan Oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR PENGUJIAN BAHAN PANGAN

Lampiran 1. Checklist Survei Pencantuman Label pada Produk Susu Formula dan Makanan Bayi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil umbi-umbian, antara lain

2016, No Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2013 TENTANG ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA

- Beri tanda (X) pada pilihan jawaban yang anda anggap paling tepat. - Pertanyaan berupa isian, harap dijawab dengan singkat dan jelas

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

KLAIM KANDUNGAN ZAT GIZI RENDAH ATAU BEBAS. Rendah 40 kkal (170 kj) per 100 g (dalam bentuk padat) atau 20 kkal (80 kj) per 100 ml (dalam bentuk cair)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa.

ADDENDUM DOKUMEN PENGADAAN

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)

TINJAUAN PUSTAKA Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI )

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

2013, No.710 6

KADAR ASAM SIANIDA DAN KANDUNGAN GIZI PADA DENDENG DARI LIMBAH KULIT SINGKONG

Semua karbohidrat berasal dari tumbuhtumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan (BBM) Bahan Bakar Minyak untuk keperluan sehari-hari.

KARBOHIDRAT. Pendahuluan. Pertemuan ke : 3 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

NARASI KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN PENENTUAN STATUS GIZI DAN PERENCANAAN DIET. Oleh : dr. Novita Intan Arovah, MPH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

Mencermati Label dan Iklan Pangan. Purwiyatno Hariyadi

PENDAHULUAN. Permen jelly merupakan makanan semi basah yang biasanya terbuat dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Astawan (2008), jambu biji merupakan buah yang sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian R. Mia Ersa Puspa Endah, 2015

02/12/2010. Presented by: Muhammad Cahyadi, S.Pt., M.Biotech. 30/11/2010 mcahyadi.staff.uns.ac.id. Kemanisan

Beberapa defenisi penting secara defenitif menurut Undangundang RI Nomor 7 tahun Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERBANDINGAN KADAR ALKOHOL DAN ASAM ASETAT PADA CUKA AIR CUCIAN BERAS

Apakah Diet Makanan Saja Cukup Sebagai Obat Diabetes Alami?

Dr. Ir. Ch. Wariyah,M.P.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan.

PENDAHULUAN. Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke

PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP GIZI TELUR

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Seiring dengan berkembangnya zaman, masyarakat semakin

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung

KARBOHIDRAT. Karbohidrat berasal dari kata karbon (C) dan hidrat atau air (H 2 O). Rumus umum karborhidrat dikenal : (CH 2 O)n

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggumpal, serta kombinasi dari perlakuan-perlakuan tersebut, sehingga

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

: Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif.

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

I. PENDAHULUAN. bermanfaat jika diolah, misalnya dibuat marmalade (Sarwono, 1991). Bagian

PERPINDAHAN MASSA KARBOHIDRAT MENJADI GLUKOSA DARI BUAH KERSEN DENGAN PROSES HIDROLISIS. Luluk Edahwati Teknik Kimia FTI-UPNV Jawa Timur ABSTRAK

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. resiko penyakit pada konsumen. Makanan fungsional ini mengandung senyawa atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air

Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum. A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan

Pupuk organik cair termasuk dalam salah satu pupuk organik yang memiliki manfaat memperbaiki sifat fisik tanah, membantu pembentukan klorofil daun,

Transkripsi:

7.10 ZAT BESI 7.10.1 Ketentuan Zat besi wajib dicantumkan apabila : a. terdapat dalam jumlah yang berarti yaitu lebih dari 2 % AKG per sajian; dan atau b. mencantumkan pernyataan (klaim) tentang zat besi. 7.10.2 Pencantuman Zat besi dicantumkan dalam persentase AKG per sajian. 7.10.3 Pembulatan nilai persentase AKG zat besi a. Kurang dari 2 % AKG per sajian, dinyatakan sebagai 0 %. Misal : Nilai persentase AKG zat besi sebesar 0,9 % per sajian, maka nilai yang dicantumkan adalah 0 %. b. 2 % sampai 10 % AKG per sajian, dibulatkan ke kelipatan 2 % Misal : Nilai persentase AKG zat besi sebesar 3,4 % per sajian, maka nilai yang dicantumkan adalah 4 %. c. Lebih dari 10 % AKG per sajian, dibulatkan ke kelipatan 5 % Misal : Nilai persentase AKG zat besi sebesar 11 % per sajian, maka nilai yang dicantumkan adalah 10 %.

7.11 ZAT GIZI LAIN YANG WAJIB DITAMBAHKAN/ DIFORTIFIKASIKAN SESUAI DENGAN KETENTUAN YANG BERLAKU Berkenaan dengan keadaan kesehatan masyarakat, pemerintah dapat menetapkan ketentuan tentang penambahan atau fortifikasi zat gizi pada pangan tertentu. Misal pemberian iodium pada garam. Dalam hal ini kandungan iodium wajib dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi. Pencantuman kandungan zat gizi yang wajib ditambahkan/ difortifikasikan tersebut harus mengikuti ketentuan tentang pencantuman zat gizi yang berada dalam kelompok tersebut. 7.12 ZAT GIZI LAIN YANG PERNYATAANNYA (KLAIM) DICANTUMKAN PADA LABEL PANGAN Produsen pangan berkesempatan untuk membuat pernyataan (klaim) tentang suatu zat gizi pada label pangan. Pencantuman klaim tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Berkenaan dengan hal tersebut, jika klaim yang dimuat adalah perihal zat gizi yang tidak termasuk sebagai zat gizi yang wajib dicantumkan (Bab 6) atau zat gizi yang wajib dicantumkan dengan persyaratan tertentu (Bab 7), maka kandungan zat gizi tersebut harus dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi. Pencantuman kandungan zat gizi tersebut harus mengikuti ketentuan tentang pencantuman zat gizi yang berada dalam kelompok tersebut. Contoh : Jika label pangan mencantumkan pernyataan (klaim) tentang vitamin B, maka Vitamin B wajib dicantumkan pada Informasi Nilai Gizi dan cara pencantuman sesuai dengan pencantuman vitamin.

Beberapa zat gizi tidak wajib untuk dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi, namun jika akan dicantumkan, maka harus memenuhi ketentuan sebagaimana diuraikan berikut ini. 8.1 ENERGI DARI LEMAK JENUH 8.1.1 Pencantuman a. Energi dari lemak jenuh dicantumkan dalam kkal per sajian dan ditempatkan setelah energi dari lemak. b. Kandungan energi dari lemak jenuh tidak perlu dicantumkan untuk pangan yang ditujukan bagi anak berusia 6 sampai 24 bulan. 8.1.2 Pembulatan nilai energi dari lemak jenuh a. Kurang dari 5 kkal per sajian, dinyatakan sebagai 0 kkal. Misal : Kandungan energi dari lemak jenuh sebesar 2 kkal per sajian, maka pencantuman nilai energi dari lemak jenuh Energi dari lemak jenuh 0 kkal b. 5 kkal sampai 50 kkal per sajian, dibulatkan ke kelipatan 5 kkal Misal : Kandungan energi dari lemak jenuh sebesar 8 kkal per sajian, maka pencantuman nilai energi dari lemak jenuh Energi dari lemak jenuh 10 kkal c. Lebih dari 50 kkal per sajian, dibulatkan ke kelipatan 10 kkal Misal : Kandungan energi dari lemak jenuh sebesar 58 kkal per sajian, maka pencantuman nilai energi dari lemak jenuh Energi dari lemak jenuh 60 kkal

8.2 LEMAK TIDAK JENUH TUNGGAL 8.2.1 Pengertian Lemak tidak jenuh tunggal merupakan jumlah semua lemak tidak jenuh tunggal yang dihitung sebagai jumlah semua asam lemak dengan sedikitnya 1 ikatan rangkap pada posisi cis. 8.2.2 Pencantuman Lemak tidak jenuh tunggal dicantumkan dalam gram per sajian dan ditempatkan setelah lemak jenuh. 8.2.3 Pembulatan nilai lemak tidak jenuh tunggal Misal : Kandungan lemak tidak jenuh tunggal sebesar 0,25 g per sajian, maka pencantuman nilai lemak tidak jenuh tunggal Lemak tidak jenuh tunggal 0 g b. 0,5 g sampai 5 g per sajian, dibulatkan ke kelipatan 0,5 g Misal : Kandungan lemak tidak jenuh tunggal sebesar 2,8 g per sajian, maka pencantuman nilai lemak tidak jenuh tunggal Lemak tidak jenuh tunggal 3,0 g c. Lebih dari 5 g per sajian, dibulatkan ke kelipatan 1 g Misal : Kandungan lemak tidak jenuh tunggal sebesar 5,4 g per sajian, maka pencantuman nilai lemak tidak jenuh tunggal Lemak tidak jenuh tunggal 5 g

8.3 LEMAK TIDAK JENUH GANDA 8.3.1 Pengertian Lemak tidak jenuh ganda merupakan jumlah semua lemak tidak jenuh ganda yang dihitung sebagai jumlah semua asam lemak dengan sedikitnya 2 ikatan rangkap cis-cis yang diselingi dengan gugus metilen. 8.3.2 Pencantuman Lemak tidak jenuh ganda dicantumkan dalam gram per sajian, dan ditempatkan setelah lemak jenuh. 8.3.3 Pembulatan nilai lemak tidak jenuh ganda Misal : Kandungan lemak tidak jenuh ganda sebesar 0,4 g per sajian, maka pencantuman nilai lemak tidak jenuh ganda Lemak tidak jenuh ganda 0 g b. 0,5 g sampai 5 g per sajian, dibulatkan ke kelipatan 0,5 g Misal : Kandungan lemak tidak jenuh ganda sebesar 3,4 g per sajian, maka pencantuman nilai lemak tidak jenuh ganda Lemak tidak jenuh ganda 3,5 g c. Lebih dari 5 g per sajian, dibulatkan ke kelipatan 1 g Misal : Kandungan lemak tidak jenuh ganda sebesar 6,1 g per sajian, maka pencantuman nilai lemak tidak jenuh ganda Lemak tidak jenuh ganda 6 g

8.4 KALIUM 8.4.1 Pencantuman Kandungan kalium dinyatakan dalam milligram per sajian dan dalam persentase AKG kalium, serta ditempatkan setelah natrium. 8.4.2 Pembulatan nilai kalium a. Kurang dari 5 mg per sajian, dinyatakan sebagai 0 mg. Misal : Kandungan kalium sebesar 1,5 mg per sajian, maka pencantuman nilai kalium Kalium 0 mg b. 5 mg sampai 140 mg per sajian, dibulatkan ke kelipatan 5 mg Misal : Kandungan kalium sebesar 11 mg per sajian, maka pencantuman nilai kalium Kalium 10 mg c. Lebih dari 140 mg per sajian, dibulatkan ke kelipatan 10 mg Misal : Kandungan kalium sebesar 169 mg per sajian, maka pencantuman nilai kalium Kalium 170 mg 8.4.3 Pembulatan nilai persentase AKG kalium a. Jika kandungan kalium sebesar 0 mg, maka nilai persentase AKG kalium adalah 0 %. b. Lebih dari 0 %, dibulatkan ke kelipatan 1 % Misal : Nilai persentase AKG kalium sebesar 8,4 % per sajian, maka nilai yang dicantumkan adalah 8 %.

8.5 SERAT PANGAN LARUT 8.5.1 Pengertian Serat pangan larut meliputi antara lain gum, pektin, sebagian kecil hemiselulosa serta oligosakarida (bermacam-macam frukto- dan galakto-oligosakarida) dan sebagian gula alkohol (misalnya sorbitol dan manitol). 8.5.2 Pencantuman Serat pangan larut dicantumkan dalam gram per sajian, serta ditempatkan setelah serat pangan. 8.5.3 Pembulatan nilai serat pangan larut Misal : Kandungan serat pangan larut sebesar 0,25 g per sajian, maka pencantuman nilai serat pangan larut Serat pangan larut 0 g b. Lebih dari 0,5 g per sajian, dibulatkan ke kelipatan 1 g Misal : Kandungan serat pangan larut sebesar 3,6 g per sajian, maka pencantuman nilai serat pangan larut Serat pangan larut 4 g 8.6 SERAT PANGAN TIDAK LARUT 8.6.1 Pengertian Serat pangan tidak larut meliputi antara lain selulosa, lignin, sebagian besar hemiselulosa, sejumlah kecil kutin dan lilin tanaman, senyawa pektat yang tidak larut serta resistant starch.

8.6.2 Pencantuman Serat pangan tidak larut dicantumkan dalam gram per sajian dan ditempatkan setelah serat pangan. 8.6.3 Pembulatan nilai serat pangan tidak larut Misal : Kandungan serat pangan tidak larut sebesar 0,4 g per sajian, maka pencantuman nilai serat pangan tidak larut Serat pangan tidak larut 0 g b. Lebih dari 0,5 g per sajian, dibulatkan ke kelipatan 1 g Misal : Kandungan serat pangan tidak larut sebesar 2,7 g per sajian, maka pencantuman nilai serat pangan tidak larut Serat pangan tidak larut 3 g 8.7 GULA ALKOHOL 8.7.1 Pengertian a. Gula alkohol merupakan senyawa kimia yang mempunyai struktur seperti gula tetapi semua atom oksigennya berada dalam bentuk gugus hidroksil. b. Gula alkohol meliputi silitol, sorbitol, manitol, maltitol, isomaltitol, laktitol, hidrolisat pati terhidrogenasi, sirup glukosa terhidrogenasi, eritritol atau kombinasi gula-gula tersebut. 8.7.2 Pencantuman Gula alkohol dicantumkan dalam gram per sajian dan ditempatkan setelah gula.

8.7.3 Pembulatan nilai gula alkohol Misal : Kandungan gula alkohol sebesar 0,1 g per sajian, maka pencantuman nilai gula alkohol Gula alkohol 0 g b. Lebih dari 0,5 g per sajian, dibulatkan ke kelipatan 1 g Misal : Kandungan gula alkohol sebesar 2,7 g per sajian, maka pencantuman nilai gula alkohol Gula alkohol 3 g 8.8 KARBOHIDRAT LAIN 8.8.1 Pengertian Karbohidrat lain merupakan selisih antara karbohidrat total dengan jumlah dari serat pangan, gula dan gula alkohol. 8.8.2 Pencantuman Karbohidrat lain dicantumkan dalam gram per sajian dan ditempatkan setelah gula alkohol. 8.8.3 Pembulatan nilai karbohidrat lain Misal : Kandungan karbohidrat lain sebesar 0,4 g per sajian, maka pencantuman nilai karbohidrat lain Karbohidrat lain 0 g b. Lebih dari 0,5 g per sajian, dibulatkan ke kelipatan 1 g Misal : Kandungan karbohidrat lain sebesar 2,9 g per sajian, maka pencantuman nilai karbohidrat lain Karbohidrat lain 3 g