IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 9.1. Kondisi Ekonomi Perluasan kawasan TNGHS telah mengakibatkan kondisi ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi mengalami perubahan. Hal ini diamati dari perubahan luas lahan pertanian terutama lahan huma, perubahan strategi nafkah Masyarakat Kasepuhan dan perubahan sumber pendapatan terutama dari lahan talun. Perubahan kondisi ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dapat dilihat dari perubahan Pendapatan Usahatani (PUT) dan Pendapatan Bersih Total (PBT) sebelum dan sesudah perluasan kawasan TNGHS, Kontribusi Usahatani terhadap PBT sebelum dan seduah perluasan TNGHS dan Analisis tingkat kesejahteraan. 9.1.1. Perubahan Pendapatan Usahatani (PUT) dan Pendapatan Bersih Total (PBT) Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum dan Sesudah Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Kesejahteraan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi ditandai dengan pendapatan rumah tangga Masyarakat Kasepuhan. Masyarakat Kasepuhan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan perolehan pendapatan yang layak. Pendapatan tersebut diperoleh dari hasil pengelolaan hutan yakni melalui lahan garapan pertanian. Perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan lahan pertanian Masyarakat Kasepuhan berkurang terutama lahan huma. Lahan huma yang dimiliki oleh Masyarakat Kasepuhan sebelum terjadinya perluasan rata-rata sebesar 800 m 2. Namun setelah terjadi perluasan kawasan TNGHS, lahan huma Masyarakat Kasepuhan berkurang sebesar 400m 2. Hal ini disebabkan oleh besarnya lahan garapan Masyarakat Kasepuhan berupa huma dan talun yang
dikelola sekarang berada di kawasan perluasan. Oleh karena itu perolehan Masyarakat Kasepuhan dari lahan huma mengalami penurunan. Setiap 400m 2 lahan huma menghasilkan sekitar 30-50 pocong. Satu pocong dikonversikan ke kilogram yaitu sebesar 3-4 kg beras. Selain itu, perubahan pendapatan Masyarakat Kasepuhan juga berasal dari perubahan strategi nafkah. Sumber nafkah Masyarakat Kasepuhan pada awalnya berasal dari lahan garapan berupa huma, sawah dan talun. Perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan akses masyarakat akan talun semakin terbatas. Panen talun diantaranya berupa kayu Jeunjing (Paraserianthes falcataria), Mani i (Canarium mehenbethene), Manglid (Manglietia glauca), Tisuk (Hibiscus macrophyllus) dan Jabon (Anthocephalus chinensis) dengan harga sebesar Rp 600.000/m 3. Selain kayu, panen talun juga berupa singkong, jagung, alpukat, pisang dan sayur dengan harga sebesar Rp 2.000/kg. Akses Masyarakat Kasepuhan terhadap talun sebelum terjadi perluasan kawasan sangat tinggi. Masyarakat memanfaatkan kayu talun untuk kebutuhan membuat rumah, kayu bakar, dijual kayu untuk keperluan kerajinan. Pendapatan Masyarakat Kasepuhan dari kayu sekitar Rp 187.000/bulan. Adapun pendapatan dari pisang, singkong, alpukat dan sayur sebesar 25kg/komoditas/bulan. Lampiran 6 menunjukan penghasilan dari komoditas talun sebelum terjadi perluasan kawasan TNGHS. Total pendapatan masyarakat dari talun rata-rata sebesar Rp 450.000/bulan. Lampiran 4 menunjukan analisis pendapatan usaha tani (PUT) sebelum terjadi perluasan kawasan TNGHS. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi rata-rata memiliki PUT sebesar Rp 940.493/bulan. Pendapatan Usaha Tani diperoleh dari kegiatan usaha tani di sawah, di huma dan di talun. Pendapatan Bersih Total 84
Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi juga diperoleh sebesar Rp 940.493/bulan (Lampiran 7). Tabel 19 menjelaskan pendapatan usahatani dan pendapatan bersih total Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum dan Sesudah Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Tabel 19. Pendapatan Usahatani (PUT) dan Pendapatan Bersih Total (PBT) Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum dan Sesudah Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak No Keadaan PUT (Rp/bulan) PBT(Rp/bulan) 1 Sebelum 940.493 940.493 2 Sesudah 712.188 877.003 Sumber : Data Primer (2011) Perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan akses Masyarakat Kasepuhan terhadap lahan garapan berupa huma dan talun berkurang. Masyarakat Kasepuhan biasanya selalu memperoleh pendapatan dari talun. Sejak dikeluarkannya SK Menteri Kehutanan No 175 tentang perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan akses Masyarakat Kasepuhan terhadap talun terbatas. Pihak TNGHS melarang penebangan kayu sehingga Masyarakat Kasepuhan memanfaatkan talun dengan tanaman yang menghasilkan buah seperti Kapol (Amomum cardamomum) dan Kawung (Arenga pinnata). Pendapatan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dari kawung adalah sebesar Rp 177.777/bulan dengan perolehan kawung rata-rata sebesar 30kg seharga Rp 8000/kg. Pendapatan responden dari kapol adalah sebesar Rp 100.740/bulan dengan perolehan rata-rata 15kg seharga Rp 6000/kg. Pendapatan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi yang diperoleh dari luar pengelolaan hutan (PN) sebagai bentuk strategi nafkah terdiri dari usaha ternak, buruh, berdagang, ojeg dan kerajinan. Lampiran 5 menunjukan analisis pendapatan bersih usaha tani (PUT) setelah terjadi perluasan kawasan TNGHS. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi rata-rata memiliki PUT sebesar Rp 85
712.188/bulan. Pendapatan Usaha Tani diperoleh dari kegiatan usaha tani di sawah, di huma dan di talun. Pendapatan Bersih Total Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi diperoleh dari Pendapatan Usahatani ditambah Pendapatan Non Usahatani (PUT+PN) sebesar Rp 877.003/bulan (Lampiran 8). 9.1.2. Kontribusi Pendapatan Usahatani (PUT) terhadap Pendapatan Bersih Total (PBT) Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum dan Sesudah Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi sebagian besar merupakan masyarakat yang menopang hidup dari hasil usahatani terutama lahan garapan di huma, sawah dan talun. Sistem pertanian dengan pengelolaan hutan merupakan tradisi bagi Masyarakat Kasepuhan secara turun temurun. Pendapatan Masyarakat Kasepuhan paling utama dari kegiatan pertanian. Sistem pertanian Masyarakat Kasepuhan adalah sistem pertanian yang dilakukan secara tumpang sari di lahan hutan. Mereka mengelola hutan dengan cara membagi hutan menjadi tiga kawasan yaitu hutan tutupan, hutan titipan dan lahan garapan. Lahan garapan tersebut berupa huma, sawah dan talun. Sebelum terjadi perluasan kawasan TNGHS, Masyarakat Kasepuhan sangat tergantung dengan hutan. Mereka memperoleh pendapatan penuh dari hutan. Lampiran 7 memperlihatkan kontribusi PUT terhadap PBT Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi sebelum terjadi perluasan kawasan TNGHS. Kontribusi PUT terhadap PBT Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi sangat besar yaitu 100%. Pendapatan dari hasil garapan dengan usahatani tersebut sebesar Rp 940.493/bulan. Perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan akses Masyarakat Kasepuhan terhadap lahan garapan dalam usahatani menjadi terbatas. Masyarakat kehilangan sebagian luasan huma. Hal ini akan menurunkan produksi padi dari lahan huma 86
sekitar 30 pocong per 400m 2. Selain itu perluasan kawasan TNGHS juga memberikan keterbatasan akses Masyarakat Kasepuhan terhadap lahan talun. Mereka biasanya memperoleh pendapatan dari hasil kayu talun berupa kayu Jeunjing (Paraserianthes falcataria), Mani i (Canarium mehenbethene), Manglid (Manglietia glauca), Tisuk (Hibiscus macrophyllus) dan Jabon (Anthocephalus chinensis). Selain itu, buah dan sayur seperti pisang, alpukat, singkong, ubi dan tomat merupakan komoditas talun yang bisa dijual untuk menambah pendapatan. Perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan Masyarakat Kasepuhan tidak dapat menebang kayu yang ditanam oleh mereka sendiri. Hal ini disebabkan oleh pelarangan yang dilakukan Pihak TNGHS untuk menebang kayu. Masyarakat Kasepuhan juga tidak dapat lagi memanen pisang. Hal ini dikarenakan serangan babi hutan terhadap komoditas pisang masyarakat. Oleh karena itu Masyarakat Kasepuhan memiliki alternatif lain untuk mengelola talun yaitu dengan menanam tanaman yang menghasilkan buah seperti Kapol (Amomum cardamomum) dan Kawung (Arenga pinnata). Selain itu, Masyarakat Kasepuhan juga melakukan strategi nafkah untuk menambah pendapatan akibat perluasan kawasan TNGHS. Pendapatan Masyarakat Kasepuhan yang diperoleh dari luar pengelolaan hutan (PN) sebagai bentuk strategi nafkah terdiri dari usaha ternak, buruh, berdagang, ojeg dan kerajinan. Berdagang, usaha ternak dan kerajinan merupakan hasil dari program MKK yang dilakukan Pihak TNGHS dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan Masyarakat Kasepuhan yang terkena dampak perlusan kawasan TNGHS. Tabel 20 menjelaskan kontribusi PUT terhadap PBT Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum dan Sesudah perluasan kawasan TNGHS. Sebelum perluasan 87
kawasan TNGHS Masyarakat Kasepuhan menggantungkan hidup mereka dari hasil usahatani. Hal ini terlihat dari dari kontribusi PUT terhadap PBT sebesar 100%. Adapun setelah terjadi perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan penurunan kontribusi PUT terhadap PBT Masyarakat Kasepuhan dari hasil usahatani yaitu sebesar 81%. Pendapatan dari hasil usahatani tersebut sebesar Rp 712.188/bulan. Tabel 20. Kontribusi Pendapatan Usahatani (PUT) terhadap Pendapatan Bersih Total (PBT) Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum dan Sesudah Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak No Keadaan PUT (Rp/bulan) PN (Rp/bulan) Kontribusi (%) PBT (Rp/bulan) 1 Sebelum 940.493-100% 940.493 2 Sesudah 712.188 164.815 81% 877.003 Sumber : Data Primer (2011) 9.1.3. Analisis Tingkat Kesejahteraan Tingkat kesejahteraan dalam penelitian ini dianalisis menggunakan pendekatan garis kemiskinan Sajogyo. Dalam penelitian ini, seseorang digolongkan berada dibawah garis kemiskinan apabila memiliki pendapatan per kapita kurang dari nilai 320 kg beras ekuivalen per kapita/tahun (Sajogyo, 1996). Nilai tersebut digunakan untuk mengingat lokasi penelitian adalah di pedesaan. Perhitungan pendapatan per kapita pada penelitian ini diperoleh dari hasil Pendapatan Bersih Total (PBT) responden per tahun dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Pada perhitungan garis kemiskinan Sajogyo, digunakan nilai beras dengan harga lokal Rp 7000,-/kilogram dan diperoleh nilai sebesar Rp 2.240.000,-/kapita/tahun. Bila rata-rata pendapatan per kapita lebih besar dari hasil perhitungan berdasarkan acuan (Rp 2.240.000/kapita/tahun), maka dikategorikan penduduk tidak miskin. Sebaliknya bila nilai pendapatan per kapita 88
(PCI/per capita income) lebih kecil dari nilai berdasarkan perhitungan standar Sajogyo, maka penduduk dikategorikan miskin Tabel 21. Tabel 21. Pendapatan Per Kapita Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum dan Sesudah Perluasan Kawasan Taman Nasuonal Gunung Halimun Salak No Keadaan PCI (Rp/tahun) 1 Sebelum 3.346.479 2 Sesudah 3.018.945 Sumber : Data Primer (2011) Berdasarkan Tabel 21, nilai rata-rata pendapatan per kapita Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi yang bermukim di Dusun Cimapag lebih besar dari acuan. Hal ini menunjukan tingkat kecukupan ekonomi Masyarakat Kasepuhan relatif baik karena dapat terpenuhi kebutuhan primernya. Lampiran 9 memperlihatkan bahwa rata-rata pendapatan per kapita (PCI/per capita income) Masyarakat Kasepuhan sebelum terjadi perluasan kawasan TNGHS sebesar Rp 3.346.479/kapita/tahun. Peran hutan sebagai lahan garapan dalam pertanian sangat nyata untuk menopang kehidupan Masyarakat Kasepuhan. Mereka menganggap hutan sebagai sumber kehidupan yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Lampiran 10 memperlihatkan pula bahwa rata-rata pendapatan per kapita (PCI/per capita income) Masyarakat Kasepuhan setelah terjadi perluasan kawasan TNGHS sebesar Rp 3.018.945/kapita/tahun. Pendapatan per kapita tersebut memang tidak jauh berbeda dari pendapatan per kapita sebelum terjadi perluasan kawasan TNGHS. Hal ini dikarenakan Masyarakat Kasepuhan memiliki strategi nafkah melalui program MKK TNGHS. Selain itu Masyarakat Kasepuhan juga memanfaatkan talun dengan sebaik mungkin yaitu dengan menanam tanaman yang menghasilkan buah seperti Kapol (Amomum cardamomum) dan Kawung 89
(Arenga pinnata). Hal ini dilakukan oleh Masyarakat Kasepuhan mengingat adanya larangan menebang kayu oleh Pihak TNGHS. 9.2. Kondisi Sosial Perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan perubahan kondisi sosial Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Kondisi sosial Masyarakat Kasepuhan diamati dari perubahan sikap Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dengan Pihak TNGHS. Hal tersebut meliputi konflik yang terjadi antara Pihak TNGHS dan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. 9.2.1. Perubahan Sikap Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dengan Pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak Tabel 22 menjelaskan bahwa perluasan kawasan TNGHS telah menimbulkan konflik antara Pihak TNGHS dan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Konflik tersebut disebabkan perbedaan persepsi mengenai pengelolaan hutan. Tabel 22. Konflik antara Pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Konflik antara TNGHS Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Jumlah Persentase (%) Rendah 3 10 Sedang 4 13,33 Tinggi 23 76,67 Jumlah 30 100 Sumber : Data Primer (2011) Berdasarkan Tabel 22 menggambarkan bahwa sebesar 76,67% konflik yang terjadi antara TNGHS dan Masyarakat Kasepuhan sering terjadi. Pihak TNGHS menganggap bahwa hutan di kawasan perluasan merupakan hutan konservasi dan hutan negara yang harus dikelola oleh pihak yang berwenang yaitu Pihak 90
TNGHS. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi menilai hutan tersebut merupakan hutan adat yang secara turun temurun diwariskan oleh nenek moyang. Pengelolaan hutan harus berpedoman pada tradisi kasepuhan. 91