II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20

STUDI PEMANFAATAN KARET ALAM (SIR 20) YANG DIDEGRADASI SECARA MEKANIS UNTUK BAHAN ADITIF ASPAL MODIFIKASI

METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

DEPOLIMERISASI KARET ALAM SECARA MEKANIS UNTUK BAHAN ADITIF ASPAL

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. fisika dan daya tahan karet dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

III. BAHAN DAN METODE

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah

KARAKTERISTIK DAN HASIL UJI MARSHALL ASPAL TERMODIFIKASI DENGAN KARET ALAM TERDEPOLIMERISASI SEBAGAI ADITIF

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGGUNAAN GARAM AMMONIUM DALAM PRODUKSI KARET VISKOSITAS RENDAH DARI LATEKS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat dari pembebanan pada perkerasan ketanah dasar (subgrade) tidak melampaui

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari-hari. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan pengekspor karet spesifikasi teknis terbesar ke

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein,

BAB II LANDASAN TEORI

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prasarana jalan berkaitan erat dengan pertumbuhan pembangunan di berbagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tanaman Karet. 2.2 Lateks

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Zaki, Aboe. 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Rubber (SIR) merupakan jenis karet alam padat yang diperdagangkan saat ini. Karet

BAB I PENDAHULUAN. kandungan isoprene yang berikatan dengan konfigurasi cis 1,4. Isoprene tersusun

KARAKTERISTIK MUTU KARET ALAM SIR 20CV MENGGUNAKAN BAHAN PEMANTAP HIDRAZINE PADA SUHU PENYIMPANAN 60 C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

TKS 4406 Material Technology I

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang pertama kali menemukan dan menyelidiki karet atau elastic gum ialah Pietro

BAB I PENDAHULUAN. dalam penunjang aktivitas di segala bidang. Berbagai aktivitas seperti

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian pada hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan

III. METODOLOGI 3.1 Bahan dan Alat 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.3 Metode Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam dunia industri, kualitas merupakan faktor dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara penghasil karet terbesar di dunia. Produk karet

II. DESKRIPSI PROSES

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

INDUSTRI PULP DAN KERTAS. 11/2/2010 Universitas Darma Persada By YC

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. samudera yang memiliki kadar garam rata-rata 3,5%, artinya dalam 1 liter air laut

Senyawa Polimer. 22 Maret 2013 Linda Windia Sundarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia.

PENGGUNAAN ARANG CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PENGISI DALAM PEMBUATAN KOMPON SELANG KARET

PERUBAHAN KARAKTERISTIK MEKANIS ASPAL YANG DITAMBAHKAN SULFUR SEBAGAI BAHAN TAMBAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

4. Hasil dan Pembahasan

Pemakaian Pelumas. Rekomendasi penggunaan pelumas hingga kilometer. Peningkatan rekomendasi pemakaian pelumas hingga

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

MATERI DAN METODE. Materi

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

Studi Penggunaan Limbah Las Karbit Sebagai Substitusi Sebagian Aspal Shell Pen 60

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

BAB I PENDAHULUAN. Ban adalah bagian terpenting dari sebuah kendaraan, karena ban satu-satunya yang mempunyai kontak langsung dengan

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KARET ALAM DAN KARET ALAM PADAT (SIR 20) Karet alam adalah senyawa hidrokarbon yang dihasilkan melalui penggumpalan getah dari hasil penyadapan tanaman tertentu. Getah tersebut kemudian dikenal dengan sebutan lateks, yaitu suatu cairan putih yang keluar dari batang tanaman yang disadap (Le Brass 1968). Menurut alfa (1995), karet alam termasuk ke dalam elastomer karena mempunyai sifat deformasi elastis. Dalam suhu ruang dan kondisi normal, karet mempunyai sifat lentur, elastis dan lembek sehingga karet dapat melunak karena deformasi. Komposisi karet alam dipengaruhi oleh komposisi lateks dan cara pengolahan yang digunakan untuk mendapatkan karet alam mentah. Karet alam mempunyai bobot molekul antara 200.000-400.000 dan bobot jenisnya 0,92. Adanya rantai molekul pendek menyebabkan daya rekat karet yang tinggi. Karet alam adalah polimer berbobot molekul tinggi dari isoprene yang mempunyai konfigurasi cis-1,4-isoprena (Honggokusumo 1978). Struktur ruang cis-1,4-isoprena dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur ruang cis-1,4-isoprena (Honggokusumo 1978) Menurut Eng et al. (1997), bobot molekul karet alam berkisar antara 1 sampai 2 juta. Partikel karet alam terdiri dan hidrokarbon karet, lemak, glikolipida, fosfolipida, protein, karbohidrat, bahan anorganik, dan lain-lain dengan komposisi seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Partikel Karet Alam Jenis Komponen Komposisi (%) Hidrokarbon karet 93.7 Lemak 2.4 Glikolipida, fosfolipida 1.0 Protein 2.2 Karbohidrat 0.4 Bahan Anorganik 0.2 Lain-lain 0.1 Sumber: Tanaka (1998) Karet alam memiliki kelebihan dibandingkan dengan karet sintetik, diantaranya memiliki daya elastis sempurna, plastisitas yang baik, sedangkan vulkanisnya mempunyai ketahanan kikis yang tinggi, kalor timbul kecil dan daya tahan yang tinggi terhadap keretakan akibat benturan 3

yang berulang- ulang. Kekurangan karet alam diantaranya tidak tahan oksidasi, ozon, cahaya matahari, serta ketahanan terhadap minyak dan hidrokarbon yang sangat buruk (Arizal 1994). Karet remah merupakan salah satu jenis karet alam. Menurut Setyamidjaja (1993), karet ini tidak digolongkan atas visualisasi semata, tetapi berdasarkan sifat karet yang diuji dalam laboratorium. Karet ini di-bal dengan berat 33.3 kg. Karet ini diproses dengan cara mencacah dan membersihkannya. Selanjutnya, karet dikeringkan pada temperatur 100 110 o C, sehingga pengeringan berlangsung lebih cepat. Di Indonesia, penentuan kualitas karet ini berpedoman pada Standard Indonesian Rubber (SIR). Karet remah atau crumb rubber adalah produk karet alam yang relatif baru. Dalam Perdagangan dikenal dengan sebutan karet spesifikasi teknis, karena penentuan kualitas atau penjenisannya dilakukan secara teknis dengan analisis yang diteliti di laboratorium. Bentuk bongkah dibuat setelah bahan baku karet alam ini melalui peremahan lebih dahulu, sehingga disebut juga karet remah atau crumb rubber. Keuntungan pengolahan karet remah adalah proses pengolahannya lebih cepat, produk lebih bersih dan lebih seragam, dan penyajiannya lebih menarik (Anonim 2009). Spesifikasi dari crumb rubber adalah dengan menggunakan standar yang dikenal dengan nama SIR (Standard Indonesian Rubber) yaitu produk karet alam yang baik processing ataupun penentuan kualitasnya dilakukan secara spesifikasi teknis. Adapun standar spesifikasi SIR dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Spesifikasi Standard Indonesian Rubber Spesifikasi SIR5 SIR20 SIR35 SIR50 Kadar kotoran (%) 0,05 0,20 0,35 0,50 Kadar Abu (%) 0,50 0,75 1,25 Kadar zat menguap (%) Sumber: Anonim (2009) Menurut Solichin (1991), penetapan syarat mutu teknis karet adalah sebagai berikut: 1. Plastisitas awal (Po), dimaksudkan untuk mengetahui panjang rantai molekul karet dari pembentukan atau pemutusan ikatan silang dalam rantai molekul karet. 2. Plasticity Retention Index (PRI), dimaksudkan untuk mengetahui daya tahan karet terhadap degradasi oleh oksidasi yang terjadi selama proses pengeringan pada suhu tinggi yang dipengaruhi oleh perimbangan senyawa pro-oksidan dan anti-oksidan dalam karet. 3. Viskositas Mooney (VM), yaitu untuk mengetahui panjang rantai molekul serta derajat pengikatan silang dalam rantai molekul karet, yang dipengaruhi oleh waktu penyimpanan (storage hardening). 4. Kadar abu, dimaksudkan untuk menjamin agar karet mentah tidak terlalu banyak mengandung bahan kimia seperti: natrium bisulfit, natrium karbonat, tawas. 5. Kadar zat menguap, yaitu untuk mengetahui bahwa karet mentah telah mengalami proses pengeringan yang sempurna; dipengaruhi oleh suhu pengeringan, bentuk dan ukuran bahan. 6. Kadar nitrogen, yaitu untuk mengetahui jumlah zat-zat yang mengandung nitrogen dari senyawa protein dan turunannya dalam karet mentah. Di pasaran, sekitar 99% karet alam diperoleh dalam bentuk karet padat, dan sisanya dalam bentuk lateks pekat. Berdasarkan bahan bakunya karet padat dibedakan menjadi dua yaitu karet padat yang dibuat dari lateks kebun dan karet padat yang dibuat dari lum. Lum adalah lateks 4

yang telah menggumpal pada saat penyadapan. Contoh karet padat yang dibuat dari lateks kebun adalah Ribbed Smoked Sheet (RSS), pale crepe, Standard Indonesian Rubber 3 Constant Viscosity (SIR 3 CV); sedangkan contoh karet padat yang dibuat dari lum adalah Brown crepe, SIR 10, dan SIR 20. (BPTK 2005). SIR 20 termasuk karet dengan mutu yang relatif rendah dibandingkan dengan SIR 5 dan SIR 3 (Setyamidjaja 1993). Bahan baku karet ini berasal dari lum mangkok, skrep, lum tanah, krep mutu rendah, maupun lump yang menempel pada batang pohon. Mutu yang rendah ini menyebabkan harganya murah. B. DEGRADASI KARET Degradasi karet merupakan proses pendegradasian polimer dengan cara menghilangkan kesatuan monomer secara bertahap dalam reaksi (Ramadhan et al. 2005). Degradasi molekul karet dilakukan untuk memperoleh karet dengan bobot molekul rendah yang ditandai dengan rendahnya viskositas Mooney (Surdia 2000). Degradasi karet secara mekanis terjadi melalui proses perlakuan pelunakan (mastikasi). Menurut Bristow dan Watson (1963), yang berperan dalam proses pemutusan rantai molekul karet pada mastikasi dingin adalah tenaga mekanis yang berasal dari gaya geser antara permukaan gilingan dengan balok karet (the bulk rubber). Pemutusan rantai molekul oleh tenaga mekanik akan menghasilkan radikal-radikal bebas yang akan mengikat oksigen dari udara, sehingga terbentuk molekul-molekul yang stabil. Mastikasi karet alam menyebabkan degradasi molekul, sehingga berat molekulnya kira-kira menjadi sepersepuluh dari berat molekul semula. (Kartowardojo 1980). Degradasi karet alam (SIR 20) yang dilakukan meliputi persiapan bahan, penggilingan dengan two roll mill (mastikasi), penambahan bahan kimia dan pengujian. Mastikasi adalah proses pelunakan (plastisasi) elastomer, sebagai langkah persiapan bagi proses pencampuran dengan tujuan agar bahan kimia yang ditambahkan dapat tercampur merata. Untuk memudahkan pelaksanaan plastisasi dapat ditambahkan peptizer (Alam 2003). Mastikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mastikasi dingin karena menggunakan suhu 60 o C. Pelunakan digolongkan dalam mestikasi dingin jika mastikasi dilakukan pada suhu di bawah 100 o C (Amir, 1990). Proses penggilingan SIR 20 merupakan proses perlakuan awal atau pendahuluan untuk melunakkan karet hingga mudah bercampur satu sama lain. Pelunakan ini diakibatkan oleh pemutusan rantai molekul polimer, sehingga diperoleh bobot molekul yang lebih rendah. Pada karet alam, pemutusan terjadi pada ikatan karbon pada rantai utama (back bone) yaitu CH 2 - CH 2 --. Pada proses mastikasi karet alam akan terjadi penurunan bobot molekul dari orde 10 6 hingga sepuluh kali lebih rendah (Bristow dan Watson 1963). Menurut Abednego (1990), efisiensi mastikasi karet tercapai pada dua zona suhu rendah (misalnya di bawah 60 o C) dan pada suhu tinggi (misalnya di atas 140 o C), sedangkan pada suhu ±100 o C, efisiensi mastikasi lebih rendah. Selanjutnya dijelaskan bahwa oksigen sangat berperan dalam mastikasi. Mastikasi tanpa adanya oksigen menyebabkan karet alam sulit mengalami pelunakan. Menurut Prastanto dan Ary (2005), mastikasi dilakukan agar diperoleh karet dengan viskositas Mooney 20 ML (1+4) 100 o C pada pembuatan sealer. Hal ini berarti bahwa karet yang digunakan memiliki angka viskositas Mooney sebesar 20 pada syarat waktu pemanasan pendahuluan yang dinyatakan dalam menit sebesar 1 menit, waktu pemanasan alat pengujian 5

selama 4 menit dan pengujian berlangsung pada suhu 100 o C. Kondisi optimum mastikasi dilakukan dengan memvariasikan jumlah peptizer dan waktu mastikasi (3, 6, 12, 24, 48 menit) sampai diperoleh kondisi yang paling optimum. Suhu mastikasi awal adalah 40 o C dan suhu akhir mastikasi 60 o C. C. HIDROKSILAMIN NETRAL SULFAT (HNS) Hidroksilamin netral sulfat merupakan bahan kimia yang banyak digunakan secara komersial untuk memproduksi karet viskositas mantap. Menurut Solichin et al. (1995), hidroksilamin yang digunakan untuk memproduksi karet viskositas mantap adalah dalam bentuk garam Hidroksilamin netral sulfat (NH 2 OH) 2 H 2 SO 4.. Struktur hidroksilamin dapat dilihat pada Gambar 2. O HO S O NH 2 OH OH Gambar 2. Struktur Hidroksilamin (Hoyle 2007) Hidroksilamin Netral Sulfat (HNS) dapat memantapkan viskositas Mooney karet alam melalui pengikatan gugus aldehida, sehingga membentuk gel karena gugus aldehida pada rantai poliisoprena terlebih dahulu diikat sebelum gugus aldehida tersebut melakukan reaksi selanjutnya. Adapun dasar dari pencegahan cross linking ini adalah untuk menghilangkan kereaktifan gugus aldehida pada rantai poliisoprena dan mereaksikannya dengan senyawa amina monofungsional, yaitu hidroksilamin atau garamnya. Hidroksilamin merupakan senyawa yang cukup reaktif untuk mencegah terjadinya ikatan silang dan paling banyak digunakan sebagai bahan pemantap viskositas Mooney karet alam secara komersial. Namun, cara aplikasi yang biasa dilakukan berupa 10% HNS dalam air. Pelarutan HNS dalam air akan melepaskan kembali molekul asam sulfat yang bersifat korosif, sehingga dalam aplikasinya menyebabkan beberapa kerusakan terhadap berbagai peralatan dan mesin-mesin pada proses pembuatan karet. Oleh karena itu, pelarutan HNS dalam air sebaiknya dihindari (Budianto et al. 2007). Karet alam lama-kelamaan dapat meningkat viskositasnya atau menjadi keras. Karet alam yang sudah direaksikan dengan hidroksilamin tidak akan mengeras selama penyimpanan dan disebut karet CV (Constant Viscosity). Hidroksilamin direaksikan dengan karet agar karet alam tidak mengkristal pada suhu rendah, karena apabila ini terjadi diperlukan pemanasan karet terlebih dahulu sebelum diolah di pabrik barang jadi karet (Budianto et al. 2007). 6

D. PEPTIZER Peptizer biasanya berasal dari golongan tiol atau merkaptan yang mengandung gugus aromatik, sehingga dapat memutus rantai polimer. Penggunaan sedikit bahan ini cukup besar pengaruhnya dalam menurunkan viskositas karet (Alfa 2003). Peptizer terbagi dua, yaitu chemical peptizer dan physical peptizer (Ho 1982 diacu dalam BPTK 2005): 1. Chemical peptizer Pada proses mastikasi terjadi pemutusan rantai pada karet. Ikatan yang putus terletak pada ikatan setelah ikatan rangkap dua diantara unit-unit monomer, dengan adanya pemanasan akan mempercepat putusnya ikatan. Peptizer kimia digunakan sebagai katalis pada proses mastikasi. Konsentrasi yang digunakan pada peptizer kimia adalah 0,15 sampai 0,25 bsk (berat per 100 gram karet). 2. Peptizer fisik Peptizer fisik dapat melunakkan polimer dengan proses pelumasan yang berada diantara rantai polimer. Konsentrasi yang digunakan pada peptizer fisik ini adalah 2 sampai 3 bsk. Suhu yang digunakan adalah di bawah 100 0 C. E. ASPAL MODIFIKASI Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Apabila dipanaskan sampai temperatur tertentu dapat menjadi lunak/cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan campuran aspal. Aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya. Oleh karena itu, aspal bersifat termoplastis (Anonim 2000). Bahan dasar utama dari aspal adalah hidrokarbon yang umumnya disebut bitumen, sehingga aspal sering juga disebut bitumen. Aspal umumnya berasal dari salah satu hasil destilasi minyak bumi (aspal minyak) dan bahan alami (aspal alam). Aspal minyak pada suhu ruang (25 30 o C) berbentuk padat dan dibedakan berdasarkan nilai penetrasinya. Aspal dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas dengan volume lalu lintas tinggi. Aspal dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dingin dan lalu lintas rendah. Di Indonesia umumnya digunakan aspal penetrasi 60/70 dan 80/100. Aspal minyak (aspal semen) bersifat mengikat agregat pada campuran aspal dan memberikan lapisan kedap air, serta tahan terhadap pengaruh asam, basa dan garam. Sifat aspal akan berubah akibat panas dan umur, aspal akan menjadi kaku dan rapuh, akhirnya daya adhesinya terhadap partikel agregat akan berkurang (Anonim 2000). Aspal adalah bahan visko elastik yang sifatnya berubah akibat perubahan temperatur. Pada temperatur rendah berbentuk semi padat sedangkan pada temperatur tinggi berbentuk cair. Hal ini disebabkan perubahan jarak partikel aspal. Pada temperatur tinggi, jarak antar partikel mejadi renggang sehingga aspal berubah menjadi cair, pada temperatur rendah, jarak antar partikel menjadi dekat, sehingga aspal menjadi padat (Suroso 2007). Hasil eksperimen mengenai campuran antara aspal dan karet telah banyak dilakukan. Dengan mencampurkan karet dengan aspal selama 45 60 menit, maka akan dihasilkan suatu material baru. Material ini memiliki karakteristik teknis yang menguntungkan pada kedua komposisi yang disebut aspal karet (Huffman 1980). Aspal tersebut diabsorbsi oleh partikel karet yang bertambah besar pada temperatur tinggi, sehingga meningkatkan konsentrasi aspal cair dalam campuran beraspal. 7