BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Model Korespondensi Spinor-Skalar

Lembar Pengesahan JURNAL. Telaah Fundamental Weak Interaction dan Nambu-Goldstone. ( Suatu Penelitian Teori Berupa Studi Pustaka )

BAB I PENDAHULUAN. akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi

KAJIAN BAURAN NEUTRINO TRI-BIMAKSIMAL- CABIBBO (TBC)

Partikel Elementer dan Interaksi Alamiah

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon

Fisika Partikel: Tinjauan Kualitatif

Partikel sinar beta membentuk spektrum elektromagnetik dengan energi

BAB I PENDAHULUAN. (konsep-konsep fisika) klasik memerlukan revisi atau penyempurnaan. Hal ini

BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Perspektif Baru Fisika Partikel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan

ILMU FISIKA. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT.

PENDAHULUAN RADIOAKTIVITAS TUJUAN

Xpedia Fisika. Soal Fismod 2

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam

Volume 1 Nomor 1 Januari 2017

PERTEMUAN KEEMPAT FISIKA MODERN TEORI KUANTUM TENTANG RADIASI ELEKTROMAGNET TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

16 Mei 2017 Waktu: 120 menit

INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI NANIK DWI NURHAYATI,S.SI,M.SI

Umur Alam Semesta (The Age o f the Universe)

EFEK MESON σ PADA PERSAMAAN KEADAAN BINTANG NEUTRON

FISIKA MODERN UNIT. Radiasi Benda Hitam. Hamburan Compton & Efek Fotolistrik. Kumpulan Soal Latihan UN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II PROSES-PROSES PELURUHAN RADIOAKTIF

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

Theory Indonesian (Indonesia) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah.

Gaya merupakan besaran yang menentukan sistem gerak benda berdasarkan Hukum Newton. Beberapa fenomena sistem gerak benda jika dianalisis menggunakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ).

Prosiding Seminar Nasional Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia

KB.2 Fisika Molekul. Hal ini berarti bahwa rapat peluang untuk menemukan kedua konfigurasi tersebut di atas adalah sama, yaitu:

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional

PELURUHAN RADIOAKTIF

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Teoretik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Isi Teori Niels Bohr. Kelebihan Niels Bohr. Kekurangan

Xpedia Fisika DP SNMPTN 05

Spektrum Gelombang Elektromagnetik

SILABUS PEMBELAJARAN

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI

BAB III. Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB

PELURUHAN SINAR GAMMA

Majelis Guru Besar. Institut Teknologi Bandung. Pidato Ilmiah Guru Besar. Institut Teknologi Bandung

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga

DARI QUARK KE SELURUH UNIVERSUM MEMILIKI 6 TIRUAN SAMA SEPERTI ASLINYA Copyright 2014 Ahmad Sudirman* Stockholm - Sweden.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SILABUS PEMBELAJARAN

Xpedia Fisika. Soal Fismod 1

Nama Anggota Kelompok: 1. Ahmad Samsudin 2. Aisyah Nur Rohmah 3. Dudi Abdu Rasyid 4. Ginanjar 5. Intan Dwi 6. Ricky

EFEK SEBARAN BOSON INHOMOGEN PADA BINTANG BOSON

KONDENSASI BOSE-EINSTEIN. Korespondensi Telp.: , Abstrak

ENERGETIKA KESTABILAN INTI. Sulistyani, M.Si.

PARTIKEL DALAM BOX. Bentuk umum persamaan orde dua adalah: ay" + b Y' + cy = 0

BAB I PENDAHULUAN. klasik dan mempunyai dua cabang utama yaitu mekanika klasik Newtonian dan teori

SIFAT GELOMBANG PARTIKEL DAN PRINSIP KETIDAKPASTIAN. 39. Elektron, proton, dan elektron mempunyai sifat gelombang yang bisa

Atom menyusun elemen dengan bilangan sederhana. Setiap atom dari elemen yang berbeda memiliki massa yang berbeda.

HAND OUT FISIKA KUANTUM MEKANISME TRANSISI DAN KAIDAH SELEKSI

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 2010

CHAPTER I RADIASI BENDA HITAM

VII. PELURUHAN GAMMA. Sub-pokok Bahasan Meliputi: Peluruhan Gamma Absorbsi Sinar Gamma Interaksi Sinar Gamma dengan Materi

Muatan Listrik dan Hukum Coulomb

MENGAPA ENERGI GELAP SANGAT RINGAN SEKALI. Ahmad Sudirman

: Dr. Budi Mulyanti, MSi. Pertemuan ke-16

UM UGM 2017 Fisika. Soal

REAKSI NUKLIR NANIK DWI NURHAYATI,S.SI, M.SI

Apa itu Atom? Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre, Indonesian Institute of Sciences (LIPI)

Supergravitasi dan Kompaktifikasi Orbifold

Kecepatan Korosi Oleh 3 Bahan Oksidan Pada Plat Besi

Struktur atom. Kunci : A Pembahasan Partikel dasar penyusun atom adalah proton, elektron dan neutron

SEJARAH FISIKA. Anwar Astuti Sari Dewi_Fisika_2008 1

BAB IV OSILATOR HARMONIS

TEORI ATOM Materi 1 : Baca teori ini, kerjakan soal yang ada di halaman paling belakang ini

EINSTEIN DAN TEORI RELATIVITAS

Fungsi distribusi spektrum P (λ,t) dapat dihitung dari termodinamika klasik secara langsung, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Gambar 1.

MATERI, ENERGI DAN GELOMBANG. Konsep Dasar IPA

Muatan Listrik. Kelistrikan yang teramati dapat dipahami karena pada masing-masing benda yang berinteraksi mempunyai muatan listrik.

Koreksi Boson Gauge SU(6) dalam Anomali NuTeV

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif

MUATAN ELEMENTER ABSTRAK

Pendahuluan Fisika Inti. Oleh: Lailatul Nuraini, S.Pd, M.Pd

PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Praktikum Kegiatan praktikum ini mempunyai tujuan yaitu agar siswa dapat membuktikan Hukum Kekekalan Massa pada suatu reaksi.

FISIKA. Sesi TEORI ATOM A. TEORI ATOM DALTON B. TEORI ATOM THOMSON

Dualisme Partikel Gelombang

BAB I PENDAHULUAN. penelaahan gejala dan sifat berbagai sistem mikroskopik. Perkembangan

sisanya merupakan dark matter (25%) dan dark energy (70%) (Vogt, 2015). Materi biasa merupakan materi yang mampu berinteraksi dengan cahaya (baryonic)

Verifikasi Perhitungan Partial Wave untuk Hamburan!! n

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild

LATIHAN UJIAN NASIONAL

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah banyak model fisika partikel yang dikembangkan oleh fisikawan untuk mencoba menjelaskan keberadaan partikel-partikel elementer serta interaksi yang menyertainya. Salah satunya yang telah dianggap sukses menjelaskan interaksi antar partikel elementer adalah Model Standar (selanjutnya disebut MS) yang diusulkan oleh Glashow, Weinberg dan Salam. Pada MS terdapat interaksi antar partikel elementer antara lain interaksi kuat, interaksi lemah dan interaksi elektromagnetik. MS memperkirakan adanya partikel pembawa interaksi W ± dan Z. Partikel W ± dan Z telah terbukti secara eksperimen dan membawa Glashow, Weinberg dan Salam memperoleh penghargaan nobel fisika pada tahun 1967 (Weinberg, 1967). Pada MS juga diprediksi adanya partikel yang berperan dalam pembentukan massa partikel yang dikenal sebagai partikel Higgs. Keberadaan partikel Higgs akhirnya dibuktikan secara eksperimen oleh tim ATLAS dan CMS di CERN (The Atlas Collaboration, 2012), Genewa yang membuat Higgs dan Englert mendapatkan penghargaan nobel fisika pada tahun 201. Meskipun memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan beberapa fenomena, tetapi MS masih memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan dari MS di antaranya belum mampu menjelaskan masalah yang berkaitan dengan nilai harap vakum (Vacuum Expectation Value (VEV)) pada boson Higgs, masalah massa neutrino, masalah hirarki massa untuk neutrino dan quark, masalah pelanggaran paritas dan muatan (pelanggaran CP), masalah matriks CKM di sektor quark, tidak mengikut sertakan interaksi gravitasi, tidak dapat menjelaskan materi gelap (Dark Matter) dan tidak dapat menjelaskan keberadaan partikel-antipartikel yang tidak seimbang di alam ini. Kekurangan pada MS membuat para fisikawan terus mengembangkan MS. Model fisika partikel yang merupakan pengembangan dari MS antara lain Grand Unified Theory, Supersimetri, Simetri Kiri-Kanan (Left-Right Symmetry (LRS)), Model Cermin dan lain-lain. Model LRS adalah model perluasan dari MS yang menggunakan konsep simetri paritas. Konsep ini diperkenal oleh Pati dan Salam (1974), Mohapatra dan Pati (1975) dan Senjanovic dan Mohapatra (1975). Dengan adanya simetri paritas ini 1

mengakibatkan konstanta kopling antara interaksi lemah di kiri dan kanan haruslah sama (Mohapatra dan Pati, 1975). Pada model LRS Senjanovic (1979), diperkenalkan adanya fermion berkhiralitas kiri kanan sebagai dublet. Pada model LRS yang diusulkan oleh Countinho dkk (2001), Simon dan Ponciano (200), Almeida dkk (2010) diperkenalkan adanya dublet dan singlet fermion MS serta pasangan cermin paritasnya. Pada model ini semua partikel fermion (tidak termasuk neutrino) mendapatkan massanya dengan mekanisme seesaw Dirac, sedangkan neutrino memperoleh massa melalui mekanisme seesaw Dirac ganda (Almeida dkk, 2010). Model Cermin merupakan perluasan MS yang menambahkan adanya sektor cermin dengan mencerminkan partikel fermion pada MS terhadap paritas dengan besar muatan sama (Pati dan Salam, 1974). Model Cermin ini terus dikembangkan dengan Lagrangan interaksi invarian terhadap transformasi paritas ((Foot dkk, 1991) dan (Foot dan Volkas, 2007)). Model Cermin mampu menjelaskan kemungkinan adanya materi gelap (partikel materi gelap adalah partikel cermin) dan mampu menjelaskan adanya osilasi neutrino. Pada model cermin terdapat konstanta kopling interaksi ɛ antara foton sektor nyata dengan foton sektor cermin. Akan tetapi fakta pengamatan belum mampu membuktikan adanya interaksi antar foton cermin dengan foton nyata. Untuk mengatasi masalah ini diberikan nilai konstanta kopling ɛ sangat kecil (ɛ 5 10 7 ). Pemberian nilai konstanta kopling interaksi ɛ yang sangat kecil membuat Model Cermin tidak alami. Kekurangan lain dari model cermin adalah adanya kemungkinan terbentuknya atom dan molekul pada sektor cermin yang pada akhirnya berkemungkinan membentuk alam semesta cermin seperti yang terjadi pada MS (Foot, 1999). Atom atau molekul tersebut dapat terbentuk karena pada sektor cermin terdapat partikel-partikel yang serupa dengan yang ada di MS dan foton pada cermin mirip dengan foton MS sehingga pada sektor cermin terjadi interaksi sama seperti interaksi pada MS. Akan tetapi sampai saat ini belum ada gejala atau fenomena kosmologi yang menunjukan adanya planet, bintang dan galaksi cermin. Model Cermin terus dikembangkan salah satunya oleh An dkk (2010) yang dikenal sebagai Asymetric Dark Matter. Mirip dengan Model Cermin, pada model ini terdapat sektor nyata sepeti pada MS dan sektor cermin yang merupakan duplikat dari MS. Pada model ini foton pada cermin bermassa dan terdapat suku campuran antara foton cermin dengan foton MS dengan konstanta kopling yang sangat kecil mirip dengan Model Cermin Foot. Meskipun foton cermin pada model ini massif, akan tetapi diasumsikan bahwa foton cermin memiliki waktu hidup yang singkat. Adanya permasalahan yang belum terjawab oleh Model Cermin membuat mo- 2

del ini terus dikembangkan. Salah satunya adalah Model Cermin Termodifikasi (selanjutnya disebut MCT) yang dikembangkan oleh Satriawan (201). MCT dikembangkan dengan menggunakan ide dasar Simetri Kiri-Kanan (Left-Right Symmetry) yakni dengan mencerminkan terhadap paritas. Pada MCT, bilangan kuantum U(1) x pada model cermin Foot dkk diubah dan dilakukan penambahan partikel baru yakni neutrino tak kidal pada sektor nyata dan dua medan skalar Higgs singlet. Dalam MCT tidak ada konstanta kopling ɛ seperti yang ada pada model cermin Foot dkk. Pada MCT, foton cermin bermassa massif sehingga mengakibatkan interaksi elektromagnetik cermin menjadi sangat lemah. Akibatnya di sektor cermin diduga tidak akan terbentuk atom Hidrogen dan atom-atom yang lebih komplek. 1.2 Perumusan Masalah MCT oleh Satriawan (201) mencoba menyempurnakan Model Cermin dan diduga mampu menjawab tentang masalah tidak terbentuknya atom atau struktur molekul yang lebih komplek pada sektor cermin. Adanya foton cermin yang memiliki massa massif mengakibatkan interaksi elektromagnetik cermin sangat lemah sehingga diduga kemungkinan proses pembentukan atom Hidrogen cermin dan atom-atom yang lebih komplek akan sangat kecil. Tesis ini akan berusaha mengkaji interaksi elektromagnetik cermin dengan perantara foton massif, lebih khusus lagi tentang kemungkinan pembentukan atom Hidrogen cermin. 1. Batasan Masalah Batasan-batasan masalah pada penelitian ini sebagai berikut: 1. Model fisika partikel yang ditinjau adalah MCT Satriawan (201). 2. Proses yang ditinjau adalah interaksi elektromagnetik cermin dengan foton cermin bermassa serta proses pembentukan atom Hidrogen cermin. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan batasan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Menentukan Potensial Elektromagnetik cermin pada MCT.

2. Mengkaji apakah atom Hidrogen cermin dapat terbentuk pada sektor cermin. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk menguji adanya kemungkinan pembentukan atom Hidrogen cermin pada MCT. 1.6 Metode Penelitian Metode penelitian dalam tesis ini adalah metode kajian teoritis melalui studi literatur jurnal ilmiah, buku dan sumber ilmiah lainnya. Adapun tahapan-tahapannya adalah: 1. Mempelajari Model Standar Fisika Partikel. 2. Mempelajari MCT, mulai dari potensial Higgs, proses perusakan simetri secara spontan, pembangkitan massa boson dan fermion serta interaksi Yukawa.. Mempelajari Metode Variasi yang digunakan untuk memperoleh energi tingkat dasar untuk potensial elektromagnetik cermin. 4. Mempelajari pendekatan Born untuk merumuskan potensial elektromagnetik cermin. 5. Menyelesaikan energi tingkat dasar dengan potensial elektromagnetik cermin dengan menggunakan metode Variasi. 6. Menganalis grafik energi tingkat dasar E 0 dan jari-jari atom Hidrogen cermin. 7. Menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan grafik energi tingkat dasar E 0 dan jari-jari atom Hidrogen cermin untuk mengetahui batasan massa foton cermin yang memungkinkan terbentuknya atom Hidrogen cermin. 1.7 Tinjauan Pustaka Model Cermin merupakan pengembangan model LRS yang diperkenalkan oleh Foot dkk (1991). Model Cermin menggunakan grup tera SU() 1 SU(2) 1 U(1) 1 SU() 2 SU(2) 2 U(1) 2. Indek 1 pada grup tera menyatakan sektor nyata 4

sedangkan untuk indek 2 merupakan sektor cermin. Pada Model Cermin diperkenalkan dua sektor partikel yakni partikel fermion sektor nyata yang dikenal pada MS dan fermion cermin. Pada model ini juga diperkenalkan dua medan skalar Higgs dublet serta memiliki Lagrangan yang invarian terhadap transformasi paritas Z 2. Partikelpartikel tersebut ditunjukan oleh tabel 1.1. Tabel 1.1: Daftar Partikel dan Wakilan Fundamentalnya Menurut Grup Tera dalam Model Cermin (Foot dkk, 1991) Dunia Nyata Dunia Cermin Fermion Wakilan Fundamental Fermion Wakilan Fundamental f L (1, 2, 1)( 1, 1, 0) F R (1, 1, 0)( 1, 2, 1) e R (1, 1, 2)( 1, 1, 0) E L ( 1, 1, 0)(1, 1, 2) q L (, 2, 1)(1, 1, 0) Q R (1, 1, 0)(, 2, 1) u R (, 1, 4)(1, 1, 0) U L (1, 1, 0)(, 1, 4) d R (, 1, 2)(1, 1, 0) D L (1, 1, 0)(, 1, 2) Medan Skalar Wakilan Fundamental Medan Skalar Wakilan Fundamental φ 1 (1, 2, 1)(1, 1, 0) φ 2 (1, 1, 0)(1, 2, 1) Pada Model Cermin, foton pada sektor nyata dan sektor cermin tercampur dalam suku Lagrangan L = ɛ F µυ F µυ (1.1) dengan nilai ɛ 5 10 7 (Foot dkk, 2001). Adanya ɛ 5 10 7 untuk beberapa fisikawan dianggap tidak alami dan menjadi kelemahan bagi model cermin. Selain partikel yang telah ditunjukan pada tabel 1.1, pada Model Cermin terdapat dua pendapat umum mengenai foton cermin yakni foton cermin bermassa atau tak bermassa sama seperti foton sektor nyata. Menurut Foot (1994), ketika foton cermin tak bermassa maka mengakibatkan partikel cermin bermuatan elektromagnetik kecil. Foton cermin hanya akan berinteraksi dengan sektor nyata melalui suku kinetik campuran pada Lagrangan pada persamaan (1.1) dan tidak berinteraksi langsung dengan partikel sektor nyata. Selain itu, pada sektor cermin terbentuk atom seperti pada sektor nyata. Atom cermin dan atom sektor nyata berinteraksi membentuk keadaan terikat (bound state) dan menimbulkan anomali pada berat atom (Foot dan Mitra (2002)). Selain atom, pada Model Cermin juga memungkinkan terbentuknya molekul bahkan galaksi cermin seperti yang terbentuk pada sektor nyata (Foot, 2014). Akan tetapi seperti yang diketahui sampai saat ini belum terdapat fakta observasi yang menunjukan ada- 5

nya galaksi cermin. Meskipun demikian Model Cermin mampu menjelaskan tentang osilasi neutrino (Foot dan Volkas, 1995) dan materi gelap (Foot, 2014) yang belum mampu dijelaskan oleh MS. Partikel cermin inilah yang diduga menjadi materi gelap. Pendapat kedua adalah foton cermin bermassa. Ketika foton cermin bermassa maka tidak akan didapati partikel fermion bermuatan elektromagnetik kecil dan foton cermin akan mampu berinteraksi langsung dengan partikel sektor nyata. Foton cermin massif dapat diperoleh dari proses Compton-like scattering: e + γ e + γ m (1.2) dengan e, γ, γ m adalah elektron, foton dan foton cermin. Jika foton cermin memiliki massa di atas 1 MeV, foton ini akan meluruh menjadi partikel cermin yang bermassa lebih kecil. Akan tetapi hal inipun belum mampu terbukti secara eksperimen (Foot, 1994). Pendapat mengenai foton cermin bermassa ini juga dikembangkan oleh An dkk (2010). Seperti halnya pada Model Cermin Foot, pada model ini terdapat dua sektor partikel yaitu sektor nyata dan sektor cermin. Pada model ini sektor cermin merupakan duplikat MS. Antara kedua sektor dapat berinteraksi satu sama lain melalui interaksi gravitasi dan memungkinkan medan skalar singlet MS berinteraksi sangat lemah. Bilangan barion dan lepton partikel pada sektor cermin sama dengan bilangan barion dan lepton partikel sektor nyata. Foton cermin pada model ini diasumsikan bermassa dengan orde massa 10 2 MeV. Interaksi foton cermin dengan Fermion MS menurut suku kinetik campuran pada Lagrangan pada persamaan (1.1) dan kemudian meluruh menjadi positron dan elektron (e ± ) sehingga waktu hidup foton cermin singkat. An dkk (2010) meninjau proses leptogenesis serta mencoba menjelaskan adanya nukleon ringan pada sektor cermin yang menjadi kandidat materi gelap. Akan tetapi pada model ini belum meninjau adanya kemungkinan pembentukan atom sektor cermin. Perluasan Model Cermin lainnya yang menggunakan foton bermassa adalah MCT oleh Satriawan (201). MCT dibangun berdasarkan grup tera SU() 1 SU() 2 SU(2) L SU(2) R U(1) Y U(1) X. Partikel pada MCT dibagi menjadi dua jenis yaitu fermion sektor nyata dan fermion sektor cermin. Terdapat dua medan skalar Higgs dublet dan dua medan Skalar Higgs singlet pada model ini. Lagrangan MCT invarian terhadap transformasi cermin Z 2. Hal ini mengharuskan konstanta kopling pada interaksi lemah di sektor cermin harus sama dengan sektor nyata. 6

Yang membedakan model MCT dengan Model Cermin adalah muatan elektromagnetik sektor nyata dan sektor cermin pada model ini berbeda. Operator elektromagnetik sektor cermin dan nyata juga berbeda. Selain itu partikel pembawa interaksi foton cermin pada model ini bermassa sehingga interaksi elektromagnetik pada sektor cermin sangat kecil. 7