BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. Kata kunci : Tukad Unda, Hidrgraf Satuan Sintetik (HSS), HSS Nakayasu, HSS Snyder

BAB IV ANALISA HIDROLOGI. dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut

BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA. Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap beberapa bagian sungai. Ketika sungai melimpah, air menyebar pada

MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB III ANALISIS HIDROLOGI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODA ANALISIS. Wilayah Sungai Dodokan memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) Dodokan seluas

Analisa Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan

BAB II BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4. BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

Perbandingan Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Das Betara. Jurusan Survei dan Pemetaan, Fakultas Teknik, Universitas IGM 1.

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. homogeny (Earthfill Dam), timbunan batu dengan lapisan kedap air (Rockfill

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

PERENCANAAN SALURAN PENANGGULANGAN BANJIR MUARA SUNGAI TILAMUTA

BAB IV ANALISIS DAN HASIL. Sungai

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. menyimpan semua atau sebagian air yang masuk (inflow) yang berasal dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi

PERHITUNGAN DEBIT DAN LUAS GENANGAN BANJIR SUNGAI BABURA

BAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III ANALISA HIDROLOGI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISA DATA CURAH HUJAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode Rasional di Kampus I Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE

BAB IV METODOLOGI DAN ANALISIS HIDROLOGI

ANALISIS DAN EVALUASI KAPASITAS PENAMPANG SUNGAI SAMPEAN BONDOWOSO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM HEC-RAS 4.1

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT BANJIR PADA DAS BATANG ARAU PADANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan

KAJIAN SENSITIVITAS PARAMETER MODEL HYDROLOGIC ENGINEERING CENTRE (HEC) - HYDROLOGIC MODELING SYSTEM (HMS)

TUGAS AKHIR ANALISIS DEBIT BANJIR DAS ASAM DI KOTA JAMBI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Lembar Pengesahan... Berita Acara Tugas Akhir... Lembar Persembahan... Kata Pengantar... Daftar Isi...

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

SURAT KETERANGAN PEMBIMBING

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS SAM RATULANGI

PERENCANAAN PENGENDALIAN BANJIR KALI KEMUNING, SAMPANG BAB I PENDAHULUAN

HIDROLOGI ANALISIS DATA HUJAN

PENATAAN SISTEM DRAINASE DI KAMPUNG TUBIR KELURAHAN PAAL 2 KOTA MANADO

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB VI DEBIT BANJIR RENCANA

Perencanaan Sistem Drainase Kebon Agung Kota Surabaya, Jawa Timur

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian tentang Analisis Kapasitas Drainase Dengan Metode Rasional di

BAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN HIDROLIKA

BAB II STUDI PUSTAKA TINJAUAN UMUM

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE HASPERS PADA DAS KALI BLAWI KABUPATEN LAMONGAN. Dwi Kartikasari*)

BAB II STUDI PUSTAKA. disumber air agar dapat dipakai sewaktu-waktu terjadi kekurangan air, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI MOLOMPAR KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. adalah merupakan ibu kota dari Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Dalam RTRW

BAB 4 HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA HIDROLOGI

PEMODELAN HIDROLOGI DAERAH ALIRAN SUNGAI TUKAD PAKERISAN DENGAN SOFTWARE HEC-HMS TUGAS AKHIR

BAB III METODELOGI PENELITIAN

Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado

TUGAS AKHIR PERENCANAAN DIMENSI HIDROLIS BANGUNAN AIR BENDUNG PADA SUNGAI MANAU JAMBI

TUGAS AKHIR KAJIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAS (STUDI KASUS DAS TEMPE SUNGAI BILA KOTA MAKASSAR)

PERENCANAAN SALURAN DRAINASE DI GAYUNGSARI BARAT SURABAYA DENGAN BOX CULVERT

BAB II LANDASAN TEORI

Perencanaan Penanggulangan Banjir Akibat Luapan Sungai Petung, Kota Pasuruan, Jawa Timur

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU. S.H Hasibuan. Abstrak

Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS)


ANALISIS DEBIT BANJIR DAN TINGGI MUKA AIR SUNGAI SANGKUB KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN DIMENSI STRUKTUR BENDUNG PLTM KAREKAN DI BANJARNEGARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015

STUDY OF RAINFALL AND FLOOD DISCHARGE MODEL FOR MANAGEMENT OF WATER RESOURCES (Case Studies in Bedadung Watershed Jember)

EVALUASI PERHITUNGAN DEBIT BANJIR RENCANA DENGAN HIDROGRAF METODE ITB, NAKAYASU, SNYDER PADA SUB CATCHEMENT SUNGAI CIUJUNG SERANG

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA

TUGAS AKHIR KAJIAN HIDROGRAF BANJIR WILAYAH SUNGAI CILIWUNG DI PINTU AIR MANGGARAI, PROVINSI DKI JAKARTA

BAB IV ANALISA. membahas langkah untuk menentukan debit banjir rencana. Langkahlangkah

ANALISIS VOLUME TAMPUNGAN KOLAM RETENSI DAS DELI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENGENDALIAN BANJIR KOTA MEDAN

I. PENDAHULUAN. Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Menurut Dr.Ir. Suripin, M.Eng. (2004;7) drainase mempunyai arti

TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO

BAB IV ANALISA HIDROLOGI

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sungai CBL Sungai CBL (Cikarang Bekasi Laut) merupakan sudetan yang direncanakan pada tahun 1973 dan dibangun pada tahun 1980 oleh proyek irigasi Jatiluhur untuk mengalihkan banjir dari Kali Bekasi, Kali Cisadang, dan Kali Cikarang. Sungai CBL mempunyai daerah tangkapan (catchment area) sebesar 915 km 2 yang merupakan gabungan sebagian DAS Kali Bekasi dan DAS Kali Cikarang dengan panjang sungai sekitar 28 km. (Geodinamik Konsultan, 2008) Di samping itu, Sungai CBL merupakan tempat bermuaranya beberapa anak sungai seperti Kali Jambo, Kali Jambe, Kali Baru, Kali Srengseng, dan Kali Bojongkoneng. Hilir pada Kali Bekasi berfungsi sebagai long storage pada saat terjadi banjir sedangkan hilir Kali Cikarang berfungsi untuk mengalirkan sebagian debit banjir. Gambar 2.1 Sketsa Jaringan Sungai CBL (Geodinamik Konsultan, 2008) II-1

2.2 Analisis Debit Banjir Bambang Triatmodjo (2006) mengemukakan bahwa jumlah zat cair yang mengalir melalui tampang lintang aliran tiap satuan waktu disebut Debit Aliran dan diberi notasi Q. Debit Aliran biasanya diukur dalam volume zat cair tiap satuan waktu, sehingga satuannya adalah meter kubik per detik (m 3 /detik) atau satuan lain (liter/detik, liter/menit, dsb.). 2.2.1 Pengolahan Data Hujan Kegiatan pengumpulan data curah hujan merupakan kegiatan pokok dalam pengelolaan data curah hujan, keberhasilan suatu perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian Sumber Daya Air (SDA) yang berhubungan dengan data curah hujan. Sesuai dengan visi dan misi dari pengelolaan hidrologi, maka hasil dari pengolahan data curah hujan yang diharapkan adalah dapat menyajikan data curah hujan yang akurat, menerus, dan berkelanjutan sesuai dengan kondisi lapangan, tersusun dalam database dan dapat menyediakan informasi yang tepat waktu sesuai dengan kebutuhan. Data-data yang tercakup dalam database meliputi data curah hujan harian (mm), data curah hujan per jam (mm), dan lain-lain. Data curah hujan yang didapatkan kemudian dipergunakan untuk menghitung debit aliran sungai dalam perencanaan profil muka air sungai untuk memperoleh hasil debit banjir sungai khususnya Sungai CBL di Kabupaten Bekasi. Hujan maksimum tahunan adalah satu nilai curah hujan tertinggi yang terjadi dalam periode satu tahun. Hujan maksimum tahunan (R24) tiap tahun dapat berbeda satu II - 2

dengan yang lain. Data yang diambil dari R24 dipergunakan dalam analisis debit banjir rencana dengan metode yang telah ada. 2.2.2 Pengukuran Dispersi Analisis frekuensi adalah istilah yang merujuk pada teknik menganalisis probabilitas kejadian vaiabel hidrologi dalam lingkup statistik. Analisis ini dibutuhkan untuk menentukan debit banjir dengan periode ulang rencana tertentu. (Ponce, 1989) Soewarno (1995) mengatakan bahwa dalam analisis frekuensi curah hujan data hidrologi dikumpulkan, dihitun, disajikan dan ditafsirkan dengan menggunakan prosedur tertentu, yaitu metode statistik. Pada kenyataannya bahwa tidak semua varian dari suatu variabel hidrologi terletak atau sama dengan nilai rata-ratanya. Cara mengukur besarnya variasi disebut dengan pengukuran dispersi. Adapun cara yang dilakukan dalam pengukuran dispersi, antara lain: a. Standar Deviasi (Sd) Standar deviasi dan varian merupakan ukuran dispersi yang paling banyak digunakan. Varian dihitung sebagai nilai kuadrat dari standar deviasi. Apabila penyebaran data sangat besar terhadap nilai rata-rata maka nilai standar deviasi akan besar, akan tetapi bila penyebaran data sangat kecil terhadap nilau rata-rata maka standar deviasi akan kecil. Sd = (2.1) Sd = Standar deviasi II - 3

Xi = Nilai variabel = Nilai rata-rata n = Jumlah data b. Koefisien Skewness (Cs) Kemencengan (skewness) merupakan suatu nilai yang menunjukkan derajat ketidaksimetrisan (asymmetry) dari bentuk distribusi. Ukuran kemencengan tersebut umumnya dinyatakan dengan besarnya koefisien kemencengan (coefficient of skewness) dengan rumus: (2.2) Cs = Koefisien kemencengan Xi = Nilai variabel = Nilai rata-rata n = Jumlah data Sd = Standar deviasi c. Pengukuran Kurtosis (Ck) Pengukuran kurtosis merupakan suatu pengukuran yang dimaksudkan untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva distribusi yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal. Ukuran keruncingan tersebut dinyatakan dalam besarnya koefisien keruncingan atau koefisien kurtosis dengan rumus: Ck = (2.3) II - 4

Ck = Koefisien keruncingan Xi = Nilai variabel = Nilai rata-rata n = Jumlah data Sd = Standar deviasi d. Koefisien Variasi (Cv) Koefisien variasi merupakan nilai perbandingan antara standar deviasi dengan nilai rata-rata hitung dari suatu distribusi. Ukuran variasi tersebut dinyatakan dalam besarnya koefisien variasi dengan rumus: (2.4) Cv = Koefisien variasi Sd = Standar deviasi = Nilai rata-rata 2.2.3 Penentuan Hujan Kawasan Stasiun penakar hujan merupakan suatu tempat di mana alat penakar hujan berada. Alat tersebut memberikan data kedalaman hujan di suatu titik di mana stasiun hujan itu berada sehingga curah hujan pada suatu luasan didapatkan dari titik pengukuran. Apabila suatu daerah terdapat lebih dari satu stasiun hujan yang letaknya tersebar di sekeliling daerah tersebut, hujan yang tercatat pada masing-masing stasiun memiliki nilai yang berbeda. Untuk menentukan rata-rata dalam analisis hidrologi, ada beberapa metode yang digunakan antara lain: metode aritmatik (aljabar) yaitu metode rata-rata II - 5

curah hujan pada suatu luas permukaan daerah yang datar, metode isohyet yaitu metode rata-rata curah hujan pada suatu daerah berdasarkan kontur atau topografi yang sama, dan metode poligon Thiessen. Metode Poligon Thiessen adalah cara yang sering dipakai karena mengimbangi tidak meratanya distribusi alat ukur. Cara ini dapat dipakai pada daerah dataran atau daerah pegunungan (dataran tinggi) dan stasiun pengamat hujan minimal ada tiga stasiun hujan sehingga dapat membentuk segitiga. Gambar 2.2 Metode Poligon Thiessen pada DAS Sungai II - 6

Hujan rata-rata dapat dihitung dengan rumus pendekatan : (2.1) Di mana : H i = Hujan pada masing- masing stasiun 1, 2 n (mm) A i = Luas pengaruh masing- masing stasiun 1, 2 n pada daerah aliran (km 2 ) n R H = Jumlah stasiun yang ditinjau = Rata- rata curah hujan (mm) 2.2.4 Hujan Rencana I Made Kamiana (2011) mengatakan bahwa hujan rencana (X T ) adalah hujan dengan periode ulang tertentu (T) yang diperkirakan akan terjadi di suatu daerah pengaliran. Periode ulang adalah waktu hipotetik di mana suatu kejadian dengan nilai tertentu misalnya hujan rencana, sedangkan analisis frekuensi dalam hujan rencana bertujuan untuk mencari hubungan antara besarnya suatu kejadian ekstrim (maksimum atau minimum) dan frekuensinya berdasarkan distribusi probabilitas. Hubungan antara besarnya kejadian ekstrim (X) dan frekuensi atau peluang kejadiannya (P) adalah berbanding terbalik. Semakin besar nilai X (misal curah hujan) maka frekuensi peluang (P) akan semakin kecil. Besarnya q bergantung pada R (curah hujan) dan, untuk R dapat dipakai R maksimum selama waktu pengamatan atau R rencana. Misalnya, R 25 adalah tinggi hujan rencana dengan tahun ulang 25 tahun atau dapat pula dikatakan tinggi hujan yang mungkin dapat terjadi sekali dalam waktu 25 tahun. (Hadi Susilo, Rekayasa Hidrologi) II - 7

Dalam analisis frekuensi data hujan atau data debit guna memperoleh nilai hujan rencana atau debit rencana, terdapat beberapa metode yang digunakan dalam distribusi hujan rencana, yaitu: a. Metode Normal Perhitungan hujan rencana berdasarkan Distribusi Probabilitas Normal, jika data yang dipergunakan adalah berupa sampel maka dilakukan dengan rumus berikut: X T = X av + S. K T (2.2) X T = Hujan rencana dengan periode ulang T tahun X av = Nilai rata-rata dari data hujan (X) mm S = Standar deviasi dari data hujan (X) mm K T = Faktor frekuensi, nilainya tergantung dari T (lihat Tabel 2.1) Tabel 2.1 Tabel Nilai Variabel Reduksi Gauss No. Periode Ulang T (tahun) K T 1 1,001-3,05 2 1,005-2,58 3 1,010-2,33 4 1,050-1,64 5 1,110-1,28 6 1,250-0,84 7 1,330-0,67 8 1,430-0,52 9 1,670-0,25 10 2,000 0 11 2,500 0,25 II - 8

12 3,330 0,52 13 4,000 0,67 14 5,000 0,84 15 10,000 1,28 16 20,000 1,64 17 50,000 2,05 18 100,000 2,33 19 200,000 2,58 20 500,000 2,88 21 1000,000 3,09 Sumber: Suripin (2004) b. Metode Gumbel I Made Kamiana (2011) mengatakan bahwa jika data hujan yang digunakan dalam perhitungan adalah berupa sampel (populasi terbatas), maka perhitungan hujan rencana berdasarkan Distribusi Probabilitas Gumbel dilakukan dengan rumus berikut: X T = X av + S. K (2.3) X T = Hujan rencana atau debit dengan periode ulang T X av = Nilai rata-rata dari data hujan (X) S K = Standar deviasi dari data hujan (X) = Faktor frekuensi Gumbel (2.4) Yt = Reduced variate (lihat Tabel 2.2) = - Ln - Ln (2.5) Yn = Reduced mean (lihat Tabel 2.3) II - 9

Sn = Reduced standard deviation (lihat Tabel 2.3) Tabel 2.2 Tabel Nilai Reduced Variate (Yt) No. Periode Ulang T (tahun) K T 1 2 0,4476 2 5 1,4999 3 10 2,2504 4 20 2,9702 5 25 3,1255 6 50 3,9019 7 100 4,6001 Sumber: Soemarto (1987) Tabel 2.3 Tabel Nilai Reduced Standard Deviation (Sn) dan Nilai Reduced Mean (Yn) No. Periode Ulang T (tahun) Sn Yn 1 10 0,9497 0,4952 2 15 1,0210 0,5128 3 20 1,0630 0,5236 4 25 1,0910 0,5390 5 30 1,1120 0,5362 6 35 1,1280 0,5403 7 40 1,1410 0,5436 8 45 1,1520 0,5463 9 50 1,1610 0,5485 10 60 1,1750 0,5521 11 70 1,1850 0,5548 II - 10

12 80 1,1940 0,5567 13 90 1,2010 0,5586 14 100 1,2060 0,5600 15 200 1,2360 0,5672 16 500 1,2590 0,5724 17 1000 1,2690 0,5745 Sumber: Soemarto (1987) c. Metode Pearson Tipe III Distribusi Pearson Tipe III mempunyai kurva seperti bel (bell shaped). Distribusi ini sering disebut dengan Distribusi Gamma dan banyak digunakan dalam analisis hidrologi terutama dalam analisis data maksimum dan data minimum dengan nilai ekstrim dengan faktor frekuensi (K T ) dilihat dari tabel. X T = X av + S. K T (2.6) X T = Hujan rencana dengan periode ulang T tahun X av = Nilai rata-rata dari data hujan (X) mm S = Standar deviasi dari data hujan (X) mm K T = Faktor frekuensi, nilainya tergantung dari T (lihat Tabel 2.4) II - 11

Tabel 2.4 Faktor Frekuensi (K T ) untuk Distribusi Pearson Tipe III Sumber: Soewarno (1995) d. Uji Data Outlier Isri Mangangka dan Akbar (2016) dalam jurnalnya mengatakan bahwa data outlier adalah data yang secara statistik menyimpang jauh dari kumpulan datanya. Penyimpangan ini antara lain diakibatkan oleh kesalahan pembacaan. Uji data outlier ini berguna untuk menilai data curah hujan yang ada, yaitu apakah ada data II - 12

yang terlampau jauh menyimpang dari kumpulan data yang ada. Uji data outlier terbagi menjadi 2 uji: Uji Outlier Tinggi dan Uji Outlier Rendah. Uji Outlier Tinggi Log XH = + Kn. S log (2.7) Uji Outlier Rendah Log XH = - Kn. S log (2.8) = Nilai rata rata log data pengamatan Cs log = Koefisien kemencengan skewness (dalam log) S log = Standart deviasi (dalam log) XH XL Kn = High outlier / outlier tinggi = Low outlier / outlier rendah = Konstanta uji outlier (diambil dari tabel K value test) yang tergantung dari jumlah data yang dianalisis. Jika terdapat data outlier, maka data tersebut sebaiknya disesuaikan dengan mengambil batas atas atau batas bawah sebagai acuan. Data yang sudah disesuaikan siap untuk digunakan. e. Uji Data Smirnov- Kolmogorof Metode ini merupakan salah satu dari pengujian distribusi probabilitas secara analitis maupun secara grafis. Berikut adalah langkah-langkah perhitungan dengan Metode Smirnov-Kolmogorof secara analitis (I Made Kamiana, 2011): Urutkan data (Xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya. II - 13

Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut P(Xi) dengan rumus tertentu, rumus Weibull misalnya: (2.9) n = Jumlah data i = Nomor urut data Tentukan peluang teoritis masing-masing data yang sudah diurut tersebut P (Xi) berdasarkan persamaan distribusi probabilitas yang dipilih (Normal, Gumbel, dan sebagainya). Hitung selisih ( Pi) antara peluang empiris P(Xi) dan teoritis P (Xi) untuk setiap data (Xi) yang sudah diurut, rumus: Pi = P(Xi) - P (Xi) (2.10) Tentukan apakah Pi < P kritis, jika tidak artinya distribusi probabilitas yang dipilih tidak dapat diterima, demikian sebaliknya. P kritis dapat dilihat dari Tabel 2.4 Berikut adalah langkah-langkah perhitungan dengan Metode Smirnov-Kolmogorof secara grafis (I Made Kamiana, 2011): Urutkan data (Xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya. Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut P(Xi) dengan rumus tertentu, rumus Weibull misalnya: (2.11) II - 14

n = Jumlah data i = Nomor urut data Plot masing-masing nilai P(Xi) di kertas probabilitas sebagai absis dan nilai Xi sebagai ordinat yang sudah diskala sedemikian rupa sehingga menjadi titik-titik koordinat. Kemudian di atas sebaran titik-titik koordinat tersebut ditarik kurva atau garis teoritis. Persamaan garis teoritis merupakan persamaan distribusi probabilitas yang telah dihitung. Hitung nilai peluang teoritis P (Xi) untuk masing-masing data (Xi). Caranya adalah dengan menarik garis horizontal dari setiap titik koordinat menuju ke garis teoritis. Hitung selisih ( Pi) antara peluang empiris P(Xi) dan teoritis P (Xi) untuk setiap data (Xi) yang sudah diurut, rumus: Pi = P(Xi) - P (Xi) (2.12) Tentukan Pi yang paling maksimum. Tentukan apakah P maksimum < P kritis, jika tidak artinya distribusi probabilitas yang dipilih tidak dapat diterima, demikian sebaliknya. II - 15

Periode Ulang (tahun) Tabel 2.5 Tabel Nilai P Kritis Smirnov-Kolmogorof α (Derajat Kepercayaan) 0,20 0,10 0,05 0,01 5 0,45 0,51 0,56 0,67 10 0,32 0,37 0,41 0,49 15 0,27 0,30 0,34 0,40 20 0,23 0,26 0,29 0,36 25 0,21 0,24 0,27 0,32 30 0,19 0,22 0,24 0,29 35 0,18 0,20 0,23 0,27 40 0,17 0,19 0,21 0,25 45 0,16 0,18 0,20 0,24 50 0,15 0,17 0,19 0,23 N>50 Sumber: Soewarno (1995) Gambar 2.3 Sketsa Uji Smirnov-Kolmogorof Secara Grafis dengan Kertas Probabilitas (I Made Kamiana, 2011) II - 16

2.2.5 Distribusi Curah Hujan dengan Metode Mononobe Intensitas curah hujan adalah besarnya jumlah hujan yang turun yang dinyatakan dalam tinggi curah hujan berbeda-beda, tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi terjadinya. Untuk menghitung intensitas curah hujan digunakan dalam metode Mononobe adalah sebagai berikut: R T = * ( ) 2/3 (2.13) R T = Intensitas hujan rata-rata dalam T jam (mm/jam) T = Waktu mulai hujan (jam) t = Waktu konsentrasi hujan (jam), untuk Indonesia t = 6 jam Sebaran hujan jam-jam an, rumus: Rt = ( t. R T ) - [ ( t 1 ). ( R T 1 ) ] (2.14) Rt = Prosentase intensitas hujan rata-rata (dalam t jam) Tabel 2.6 Distribusi Hujan Jam-Jaman untuk Durasi Hujan 6 Jam t (jam) R T (mm/jam) Distribusi Hujan (%) 1 0,55 R 24 55,03% 2 0,35 R 24 14,30% 3 0,26 R 24 10,03% 4 0,22 R 24 7,99% 5 0,19 R 24 6,75% 6 0,17 R 24 5,90% Sumber: Dr. Mononobe II - 17

2.2.6 Debit Banjir Ada banyak cara untuk memperoleh besaran aliran sungai atau debit sungai (Q), antara lain: besaran debit sungai berdasarkan pengukuran di lapangan, perhitungan rumus empiris, dan perhitungan debit sungai berdasarkan curah hujan yang jatuh di daerah tangkapan air / aliran sungai (catchment area). Selain itu ada juga beberapa rumus yang dapat digunakan untuk menghitung debit banjir berdasarkan para ahli seperti Cara Melchior dan Cara Der Weduwen & Haspers. (Hadi Susilo, Rekayasa Hidrologi) Dalam sub bab ini akan diuraikan debit sungai berdasarkan tinggi curah hujan yang jatuh di daerah tangkapan air sungai dengan berbagai parameter yang mempengaruhi. Perhitungan besaran debit sungai pada suatu tempat secara umum dirumuskan sebagai berikut: (2.15) Q = Debit Aliran α = Koefisien Pengaliran (Run of Coefficient) β t t = Koefisien Reduksi = Intensitas Relatif Hujan untuk Jangka Waktu t = Jangka Waktu t yang dipandang f = Luas Daerah Pematusan (km 2 ) Untuk menghitung debit banjir (Q) dapat juga difunakan hidrograf banjir. Hidrograf merupakan suatu kurva yang menggambarkan fluktuasi debit aliran sungai terhadap waktu. Analisis hidrograf bertujuan untuk menduga run off yang terjadi di daerah aliran II - 18

sungai berdasarkan data curah hujan. Dalam hidrograf dibedakan komponen-komponen yang membentuk debit total, yaitu aliran limpasan langsung (direct run off) dan aliran dasar (base flow). Bagian-bagian hidrograf antara lain: waktu nol (zero time) yang menunjukkan awal hidrograf, puncak hidrograf yang menggambarkan debit maksimum, waktu capai puncak (time to peak) yang diukur dari nol sampai debit puncak, sisi naik (rising limb) yang menunjukkan waktu nol dan waktu capai puncak, sisi turun (recession limb) yang menunjukkan waktu capai puncak dan waktu dasar, serta waktu dasar (time base) yang diukur dari waktu nol sampai waktu sisi turun. Gambar 2.4 Komponen Hidrograf Banjir (http://parra.sdsu.edu/roberson_chapter02-2.html) II - 19

Bambang Triatmodjo (2006) dalam bukunya yang berjudul Hidrologi Terapan mengemukakan ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam hidrogaf: a. Metode Nakayasu Nakayasu dari Jepang, telah membuat rumus hidrograf satuan sintetik dari hasil penyelidikannya. Data-data yang digunakan dalam analisis debit puncak banjir disamping data hujan atau debit juga menggunakan data lainnya seperti data kondisi fisik sungai, kondisi lahan DAS serta jenis tanah dominan. Rumus tersebut adalah sebagai berikut: Parameter Metode Nakayasu L<15 km t g = 0,21. L 0,7 (2.16) L>15 km t g = 0,4 + 0,058. L (2.17) t r = 0,5 sampai 1 tg T p = t g + 0,8 t r (2.18) T 0,3 = α.t g (2.19) 0,47 A L α = tg 0,25 (2.20) untuk : Daerah pengaliran biasa α = 2 Bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang cepat α = 1,5 Bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat α= 1 Q p C A R 0 3,6 0,3Tp T 0,3 (2.21) II - 20

Keterangan : Qp R 0 Tp = Debit puncak banjir (m 3 /det) = Hujan satuan (mm) = Tenggang waktu (time lag) dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam) Tg = Waktu konsentrasi (jam), tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time lag) tr = Tenggang waktu hidrograf (time base of hidrograf) Bagian Lengkung Naik (Rising Limb) Hidrograf Satuan Qa = Q p t T p 2.4 (2.22) Qa t = limpasan sebelum mencapai debit puncak (m 3 /det) = waktu (jam) Bagian Lengkung Turun (Decreasing Limb) Hidrograf Satuan ttp T 0,3 Q d1 = Qp 0,3 (2.23) Q d2 = Qp 0,3 ttp0,5t 0,3 1,5T 0,3 (2.24) Q d3 = Qp 0,3 ttp1,5t 0,3 2T 0,3 (2.25) II - 21

i tr Q 0,8 tr tg lengkung naik lengkung turun Qp 0,3 Qp Tp T 0,3 1,5 T 0,3 0,32 Qp Gambar 2.5 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu (Bambang Triatmodjo, 2006 ) b. Metode SCS Hidrograf sintetik SCS adalah hidrograf sintetik yang tidak berdimensi dan dikembangkan dari unit hidrograf untuk berbagai ukuran DAS dan lokasi geografi. Berdasarkan Bedient (1992), persamaan yang digunakan adalah : (2.26) A = luas DAS (mil 2 ) T p = waktu naik (jam) T p = t r /2 + t p (2.27) t r = durasi hujan (jam), untuk Indonesia diambil 6 jam t p = lag time dari tengah durasi sampai Q p (jam) II - 22

Gambar 2.6 Hidrograf Satuan Sintetik SCS (a) Hidrograf Takberdimensi dan (b) Hidrograf Satuan Segitiga (Chow, 1988) Sedangkan lag time dihitung dengan salah satu persamaan empiris, yaitu : (2.28) t p = Lag time (jam) L = Panjang sungai utama (kaki) y = Kemiringan sungai rata-rata (%) S = 1000/CN - 10 CN = curve number yang dapat dilihat pada tabel berikut: II - 23

Tabel 2.7 Nilai CN untuk Perhitungan Hidrograf Sintetik SCS Sumber: Bedient (1992) 2.3 Koefisien Pengaliran Besarnya koefisien pengaliran (C) dipengaruhi oleh: a. Bentuk dan luas daerah pematusan b. Miring daerah pematusan dan miring palung sungai c. Besarnya kemampuan mengisap/menyerap dan daya menahan air II - 24

d. Keadaan flora daerah pematusan e. Daya tampung penampang sungai f. Tinggi suhu dan besarnya angin disertai tingkat penguapan g. Jatuhnya hujan yang mendahului hujan maksimum Tabel 2.8 Koefisien Pengaliran Keadaan Daerah Pematusan Bergunung dan curam Pegunungan Tanah datar yang ditanami Sungai dengan tanah dan hutan di bagian atas dan bawahnya Sawah waktu diairi Sungai bergunung Sungai dataran C 0,75 0,90 0,70 0,80 0,45 0,65 0,50 0,75 0,70 0,85 0,75 0,85 0,45 0,75 Sumber: Dr. Mononobe 2.4 Analisis Muka Air Banjir Unsteady Flow Aliran tak tunak / tak permanen atau aliran tak langgeng / tak mantap (unsteady flow) merupakan suatu aliran yang dalam kondisi berubah, baik dalam kecepatan aliran (v), takanan aliran (P), rapat massa aliran (ρ), penampang aliran (A), maupun debit aliran (Q). Aliran dengan parameter alirannya berubah dari waktu ke waktu. (Bambang Triatmodjo, 2006) Contoh dari aliran unsteady flow adalah perubahan debit dalam aliran banjir di sungai, salah satunya adalah Sungai CBL di Kabupaten Bekasi. Untuk perhitungan muka air II - 25

banjur untuk aliran unsteady flow dapat dihitung menggunakan alat bantu software HEC-RAS. 2.5 Software HEC-RAS Analisis hidrolika dimaksudkan untuk mengetahui elevasi muka air banjir untuk berbagai nilai debit banjir rencana. Untuk penelititan ini digunakan alat bantu software HEC-RAS (Hydrologic Engineering Center River Analysis System) dalam menganalisis debit banjir Sungai CBL, Kabupaten Bekasi. HEC-RAS merupakan suatu program yang digunakan untuk melaksanakan perhitungan hidrolis suatu jaringan saluran baik saluran alami maupun saluran buatan. Program dimaksudkan untuk dapat mempermudah dalam menganalisis debit banjir rancangan serta dapat menyajikan hasil analisis secara virtual seperti tampang sungai (cross section), tinggi muka air, dan banjir rancangan, serta dapat menampilkan hasil analisis secara perspektif tinggi muka air banjir sepanjang sungai. (Irvan Syakuri, 2013) HEC-RAS mempermudah perhitungan profil muka air banjir saat aliran melewati bangunan silang, seperti: jembatan, bending, dan pintu air. Dengan penggunaan software HEC-RAS diharapkan dapat menghasilkan profil muka air banjir yang sesuai sehingga dapat digunakan untuk pengendalian banjir akibat Sungai CBL. 2.5.1 Permodelan HEC-RAS Software yang digunakan dalam analisis aliran unsteady flow Sungai CBL adalah program HEC-RAS (Hydrologic Engineering Center River Analysis Program) versi II - 26

4.0. Program ini akan mempunyai halaman atau tampilan awal seperti Gambar 2.7 berikut: Gambar 2.7 Software HEC-RAS versi 4.0 Data curah hujan yang telah ada diolah dalam program ini untuk mendapatkan simulasi hasil dari aliran unsteady flow untuk mendapatkan penampang saluran dan mengetahui debit banjir rencana dalam upaya pengendalian banjir di Sungai CBL (Cikarang Bekasi Laut) Kabupaten Bekasi. Selain penampang sungai yang dihasilkan dalam program ini, akan dihasilkan juga gambar long section berdasarkan analisis dari program HEC-RAS tersebut. Gambar 2.8 Contoh Cross Section Sungai Hasil Analisis HEC-RAS II - 27

Gambar 2.9 Contoh Long Section Sungai Hasil Analisis HEC-RAS II - 28