BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Liani Wibowo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Hujan Rata-Rata Sesuatu Daerah Sebelum menuju ke pembahasan tentang hidrograf terlebih dahulu kita harus memahami tentang hujan rata-rata sesuatu daerah. Kalau dalam suatu daerah ada satu tempat, dimana diketahui besarnya curah hujan (karena di tempat ini ditempatkan takaran hujan titik 0), berlakulah tinggi air hujan ini dibuat titik 0 atau dengan kata lain apakah untuk daerh itu tinggi hujannya sama? Jawabannya ialah: tidak dan ini telah dibuktikan oleh penyelidikan Melchior. Andaikata 0 adalah pusatnya hujan, maka tinggi air hujannya makin menjauh dari titik 0 makin berkurang dan titik-titik dengan tinggi air hujan sama merupakan lingkaran dengan titik pusatnya 0 sebagai pusat lingkaran. Gambar 2.1 Gambar Punggung Kontur II-1 II -1
2 = batas daerah pematusan Dengan memakai sumbu Y dan X melalui titik 0 dalarn satu bidang lengkung pengaruh dirumuskan : Y = ,35 X 2 hingga; kalau ada titik X, dari pusat 0, maka : a. tinggi hujan pada jarak X I adalah : Y 1 = ,35 X 2 1 (Sumber: Diktat Hidrologi-6) b. harga ini merupakan lingkaran dengan jari X 2, dan pusatnya titik 0. Kalau ada dua titik 0 dan M, maka garis baginya merupakan garis batas pengaruh dari titik 0 dan M. Gambar 2.2 Garis Bagi Pengaruh Titik II -2
3 Kalau dititik M hujannya lebih tinggi dari titik 0 apakah garis sama pengaruh ini akan bergeser ke arah 0? Pertanyaan kedua adalah, apakah tempat tempat takaran selalu tempat pusat hujan? Karena uraian diatas masih kurangnya pengetahuan dalam bentuk pengaruh pusat hujan, maka untuk menghitung hujan rata-rata ditempuh jalan lain Cara Perhitungan Dengan Memakai Rata-Rata Hujan Dengan tinggi hujan, h 1, h 2, h 3 dan banyaknya station n, maka : h rata- rata = h h h n Gambar 2.3 Contoh Titik Stasiun Hujan II -3
4 dengan ketentuan tinggi hujan di : A = 4 mm/etmal F = 4 mm/ etm. B = 8 mm/etmal G = 3 mm' etm. C = 10 mm/etmal H = 14 mm/ etm. D = 4 mm/etmal I = 8 mm/ etm. E = 5 mm/etmal M = 7 mm/ etm Terdapat harga rata-rata = 10 H = 6,3 mm/24 jam (Sumber: Diktat Hidrologi-6) Cara Segitiga Stasiun-stasiun hujan dihubungkan hingga terbentuk jaringan segitiga, hujan rata-rata untuk tiap segitiga sama dengan dikalikan sepertiga jumlah tinggi hujan yang merupakan titik sudut segitiga atau secara umum : q e F ABC h x A h B 3 h C h rata F ABC ha hb x 3 F h C II -4
5 h rata 1 F 3 F ABC h A h B h C Gambar 2.4 Cara Segitiga Tabel 2.1 Contoh Perhitungan Cara Segitiga Q MFG = ,12 MGB = ,26 MBC = ,50 MCH = ,17 MHI = ,61 MIE = ,00 MFF = ,76 FGH = ,89 BCH = ,24 II -5
6 HID = ,60 AFE = ,17 AGB = ,75 CHD = ,56 DHE = ,23 (Sumber: Diktat Hidrologi-6) Cara Thiesen 100% 20,42 Sebagai dasar Thiesen mengambil garis bagi antara dua stasiun hujan dan dalam daerah yang dibatasi oleh garis bagi ini berlaku besarnya hujan dari stasiun di dalamnya. Gambar 2.5 Contoh Cara Thiesen II -6
7 Tabel 2.2 Contoh Cara Thiesen (Sumber: Diktat Hidrologi-6) Cara Isohyet Dengan adanya pengukuran berbagai stasiun, maka diusahakan menarik garis sama tinggi hujan dan seterusnya harga rata tinggi hujan ditentukan. Gambar 2.6 Contoh cara Isohyet II -7
8 Tabel 2.3 Contoh Cara Isohyet Luas km 2 Luas relatif % Isotach rata-rata Tinggi hujan mm , , , ,5 1, ,5 0, ,5 0, , % 6,99 Cara memakai koefisien h h rata rata maksimum , (Sumber: Diktat Hidrologi-6) 2.2.Analisa Frekuensi Hujan rencana adalah hujan harian maksimum yang akan digunakan untuk menghitung intensitas hujan. Untuk mendapatkan curah hujan rancangan (Rt) dilakukan melalui analisa frekuensi antara lain: II -8
9 Metode Distribusi Normal keterangan: XT X Sx k = besarnya curah hujan yang terjadi dengan kala ulang T tahun = rata-rata hitung variat = standard deviasi = faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss) Metode Distribusi Log Normal keterangan: X Slog X n log X k = nilai variat pengamatan = standart deviasi dari logaritma = jumlah data = logaritma rata-rata = faktor frekuensi II -9
10 Metode Distribusi Frekuensi Gumbel keterangan: XT X k = besarnya curah hujan yang terjadi dengan kala ulang T tahun = rata-rata x maksimum dari seri data Xi = faktor frekuensi Yn, Sn = besaran yang mempunyai fungsi dari jumlah pengamatan Yt n = reduksi sebagai fungsi dari probabilitas = jumlah data Metode Distribusi Frekuensi Log Person Type III Metode yang dianjurkan dalam pemakaian distribusi Log Pearson Type III adalah dengan mengkorvesikan rangkaian datanya menjadi bentuk logaritmis. II -10
11 Nilai X bagi setiap probabilitas dihitung dari persamaan: keterangan: log X Slog X Cs k n XT = logaritma rata-rata = standart deviasi dari logaritma = koefisien kemencengan = faktor frekuensi = jumlah dataketerangan: = besarnya curah hujan yang terjadi dengan kala ulang T tahun X Sx k = rata-rata hitung variat = standard deviasi = faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss) 2.3.Penentuan Debit Banjir Rencana dengan Metode Unit Hydrrograph Metode hidrograf satuan sintetis adalah metode yang populer digunakan dan memainkan peranan penting dalam banyak perencanaan di bidang sumber daya air khususnya dalam analisis debit banjir DAS yang tidak terukur. Metode ini sederhana, karena hanya membutuhkan data-data karakteristik II -11
12 DAS seperti luas DAS dan panjang sungai dan dalam beberapa kasus dapat juga mencakup karakteristik lahan digunakan. Oleh karena itu, metode ini merupakan alat berguna untuk mensimulasikan aliran dari DAS tidak terukur dan daerah aliran sungai mengalami perubahan penggunaan lahan. Menurut definisi hidrograf satuan sintetis adalah hidrograf limpasan langsung (tanpa aliran dasar) yang tercatat di ujung hilir DAS yang ditimbulkan oleh hujan efektif sebesar satuan (1 mm, 1 cm, 1 inchi) yang terjadi secara merata di seluruh DAS dengan intensitas tetap dalam suatu satuan waktu (misal 1 jam) tertentu. Beberapa asumsi dalam penggunaan hidrograf satuan adalah sebagai berikut: 1. Hujan efektif mempunyai intensitas konstan selama durasi hujan efektif. Untuk memenuhi anggapan ini maka hujan deras untuk analisis adalah hujan dengan durasi singkat. 2. Hujan efektif terdistribusi secara merata pada seluruh DAS. Dengan anggapan ini maka hidrograf satuan tidak berlaku untuk DAS yang sangat luas, karena sulit untuk mendapatkan hujan merata di seluruh DAS. Karakteristik bentuk hidrograf yang merupakan dasar dari konsep hidrograf satuan ditunjukkan pada gambar 2.1 II -12
13 Gambar 2.7 Prinsip Hidrograf Satuan Prinsip penting dalam penggunaan hidrograf satuan dapat sebagai berikut: 1. Lumped response: hidrograf menggambarkan semua kombinasi dari karakteristik fisik DAS yang meliputi (bentuk, ukuran, kemiringan, sifat tanah) dan karakteristik hujan. II -13
14 2. Time invariant: hidrograf yang dihasilkan oleh hujan dengan durasi dan pola yang serupa memberikan bentuk dan waktu dasar yang serupa pula. 3. Linear response: respons limpasan langsung dipermukaan (direct run off) terhadap hujan effektif bersifat linear, sehingga dapat dilakukan superposisi hidrograf. Dan untuk mengembangkan hidrograf satuan sintetis, beberapa metoda telah tersedia. Beberapa metoda hidrograf satuan sintetis seperti cara nakayasu, snyder-alexeyev, dan ITB sangat populer dan umum digunakan di Indonesia untuk menghitung debit puncak dan bentuk hidrograf banjir Metode ITB Untuk menganalisis hidrograf satuan sintetis pada suatu DAS dengan cara ITB perlu diketahui beberapa komponen penting pembentuk hidrograf satuan sintetis berikut: 1. Tinggi dan durasi hujan satuan 2. Time lag (Tl), waktu puncak (Tp), dan waktu dasar (Tb) 3. Bentuk hidrograf satuan 4. Debit puncak hidrograf satuan Tinggi dan durasi hujan satuan Tinggi hujan satuan yang umum digunakan adalah 1 inchi atau 1 mm. Durasi hujan satuan umumnya diambil Tr = 1 jam, namun dapat dipilih durasi lain asalkan dinyatakan dalam satuan jam (misal 0,5 jam, 10 menit = 1/6 jam). Jika durasi data hujan semula dinyatakan dalam 1 jam, jika II -14
15 diinginkan melakukan perhitungan dalam interval 0,5 jam, maka tinggi hujan setiap jam harus dibagi 2 dan didistribusikan dalam interval 0,5 jam Time lag (Tl), waktu puncak (Tp), dan waktu dasar (Tb) Dari karakteristik fisik DAS dapat dihitung dua elemen-elemen penting yang akan menentukan bentuk dari hidrograf satuan itu yaitu Time lag (Tl), waktu puncak (Tp), dan waktu dasar (Tb). Selain parameter fisik terdapat pula parameter non-fisik yang digunakan untuk proses kalibrasi. Saat ini ada banyak sekali rumus time lag yang telah dikembangkan oleh para peneliti baik di dalam maupun di luar negeri. Beberapa software seperti misalnya program HEC-HMS (Hydrology Modeling System) membebaskan pengguna memilih rumusan time lag yang akan digunakan. Prosedur umum ini juga direncanakan cukup fleksibel dalam mengadopsi rumusan time lag yang akan digunakan. Fleksibilitas seperti ini perlu diberikan karena sudah banyak hasil penelitian tentang time lag yang masih berjalan bahkan dipublikasikan. Namun sejauh ini hasilnya tidak ada yang menunjukkan bahwa satu rumusan time lag sangat jauh lebih baik (superior) dibanding rumusan time lag yang lainnya. Karena itu semua rumus time lag seharusnya dapat digunakan sesuai dengan batasan yang dibuat oleh penyusunnya. Rumus standard untuk time lag yang digunakan adalah penyederhanaan dari rumus snyder sebagai berikut: Tl = Ct 0,81225 L 0,6 II -15
16 Dimana: Tl = time lag (jam) Ct = koefisien waktu L = panjang sungai (km). Koefisien Ct diperlukan dalam proses kalibrasi harga Tp. Harga standar koefisien Ct adalah 1, jika Tp perhitungan lebih kecil dari Tp pengamatan, harga diambil Ct > 1 agar harga Tp membesar. Jika Tp perhitungan lebih besar dari Tp pengamatan, harga diambil Ct < 1 agar harga Tp akan mengecil. Proses ini diulang agar Tp perhitungan mendekati Tp pengamatan. Waktu puncak Tp didefinisikan sebagai berikut: Tp = Tl + 0,5 Tr Untuk DAS kecil (A < 2 km 2 ), menurut SCS harga Tb dihitung dengan Tb = 8/3 Tp Untuk DAS berukuran sedang dan besar harga secara teoritis Tb dapat berharga tak berhingga (sama dengan cara Nakayasu), namun prakteknya Tb dapat dibatasi sampai lengkung turun mendekati nol, atau dapat juga menggunakan harga berikut: Tb = (10 s/d 20)*Tp Bentuk dasar hidrograf satuan Prosedur umum yang diusulkan dapat mengadopsi berbagai bentuk dasar HSS yang akan digunakan. Beberapa bentuk HSS yang dapat digunakan II -16
17 antara lain adalah SCS triangular, SCS cuvilinear, USGS nationwide SUH, delmarvara, fungsi gamma dan lain-lain. Selain itu ITB telah mengembangkan dua bentuk dasar HSS yang dapat digunakan yaitu bentuk HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 sebagai berikut: 1. HSS ITB-1 memiliki persamaan lengkung naik dan lengkung turun seluruhnya yang dinyatakan dengan satu persamaan yang sama yaitu: Q(t) = exp {2 t-1/t} a.cp 2. HSS ITB-2 memiliki persamaan lengkung naik dan lengkung turun yang dinyatakan dengan dua persamaan yang berbeda yaitu: Lengkung naik (0 < t < 1): q(t) = t a Lengkung turun (t > 1 s/d oo): q(t) = exp{1 t B.Cp } Dimana t = T/Tp dan q = Q/Qp masing-masing adalah waktu dan debit yang telah dinormalkan sehingga t = T/Tp berharga antara 0 dan 1, sedang q = Q/Qp. Berharga antara 0 dan oo (atau antara 0 dan 10 jika harga Tb/Tp = 10). Jika sangat diperlukan harga koefisien a dan B dapat dirubah, namun untuk lebih memudahkan, proses kalibrasi dapat dilakukan dengan merubah harga koefisien Cp. Harga standar koefisien Cp adalah 1, jika harga debit puncak perhitungan lebih kecil dari debit puncak pengamatan, maka harga diambil Cp > 1 ini akan membuat harga debit puncak membesar, sebaliknya jika debit puncak perhitungan lebih besara dari hasil pengamatan maka harga diambil Cp < 1 agar harga debit puncak mengecil. II -17
18 Debit puncak hidrograf satuan Sebelum membahas debit puncak hidrograf satuan, akan dijelaskan kesetaraan luas HSS dengan HSS yang telah dinormalkan. Hal ini berguna dalam menjelaskan penerapan prinsip konservasi mass dalam penurunan debit puncak hidrograf satuan. Untuk memudahkan penjelasan, tinjau suatu kurva hidrograf berbentuk segitiga yang terjadi akibat hujan efektif R=1 mm pada suatu DAS luas A DAS. Integrasi kurva di bawah kurva hidrograf sama dengan volume hidrograf satuan. Misalkan Tp adalah absis dan qp adalah ordinat titik puncak P. Jika seluruh harga pada absis t (waktu) dinormalkan terhadap Tp dan seluruh harga ordinat Q (debit) dinormalkan terhadap qp, akan didapat suatu kurva hidrograf tak berdimensi. Luas bidang di bawah kurva yang telah dinormalkan dapat dihitung dari rumus luas segitiga sebagai berikut: A HSS = ½ * (4*l) = 2 Volume hidrograf satuan V HSS (memiliki dimensi m 3 ) dapat diperoleh dengan cara lebih mudah yaitu mengalikan A HSS dengan Qp dan Tp, atau V HSS = Qp Tp A HSS = (5 m 3 /s)*(2s)*(2) = 20 (m 3 ) Hasil tersebut dapat digeneralisasi untuk bentuk HSS yang lebih kompleks. Jika hidrograf banjir dinormalkan dengan faktor Qp dan Tp, maka volume HSS dapat dihitung dengan rumus II -18
19 V HSS = Qp Tp A HSS Jika Tp (jam) dikonversi dalam detik, maka: V HS = A HSS Qp Tp 3600 (m 3 ) (Sumber: Dantje K. Natakusumah Vol. 18-No. 3) Dimana A HSS adalah luas HSS tak berdimensi yang dapat dihitung secara exact atau secara numerik Metode Snyder Untuk mendapatkan suatu hidrograf satuan seperti diuraikan dengan prosedur tertentu perlu tersedia data yang baik, yaitu data AWLR, data pengukuran debit, data hujan harian, dan data hujan jam-jaman. Yang menjadi masalah adalah bahwa karena berbagai sebab data ini sangat sulit diperoleh atau tidak tersedia. Untuk mengatasi hal ini maka dikembangkan suatu cara untuk mendapat hidrograf satuan tanpa mempergunakan data tersebut. Salah satu cara tersebut dikembangkan oleh F.F. snyder dari Amerika serikat pada tahun 1983 yang memanfaatkan parameter DAS yang diteliti oleh Snyder berada di dataran tinggi. Snyder mengembangkan model dengan koefisien-koefisien empirik yang menghubungkan unsur-unsur hidrograf satuan dengan karakteristik DAS. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa pengalihragaman hujan menjadi aliran baik pengaruh translasi maupun tampungannya dapat dijelaskan dipengaruhi oleh sistem DAS-nya. Hidrograf satuan tersebut ditentukan dengan unsur yang antara lain Qp (m 3 /detik), Tb (jam), dan tp (jam) dan tr (jam). II -19
20 Unsur-unsur hidrograf tersebut dihubungkan dengan: A = luas DAS (km 2 ) L = panjang aliran sungai utama (km) Lc = panjang sungai utama diukur dari tempat pengukuran (pelepasan) sampai titik di sungai utama yang terdekat dengan titik berat DAS (km) Dengan unsur-unsur tersebut di atas snyder membuat model hidrograf satuan sintetis sebagai berikut: Tp = 0,75 Ct (L.Lc) 0,3 Tr = tp/5,5 Qp = 2,75 Cp.A/tp Tb = tp atau Tb = 5,56/qpr Dimana Tp = waktu kelambatan (time lag) (jam) Qp = debit puncak (m 3 /detik) Tb = waktu dasar (jam) Qpr = debit per satuan luas (m 3 /detik/km 2 ) (Sumber: Dantje K. Natakusumah Vol. 18-No. 3) Ct dan Cp adalah koefisien-koefisien yang bergantung pada satuan dan ciri DAS, koefisien-koefisien Ct dan Cp harus ditentukan secara empirik, karena besarnya berubah-ubah antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Dalam sistem empirik besarnya Ct antara 0,75 sampai 3 sedangkan Cp antara 0,9 sampai 1,4. Besaran nilai Ct dan Cp tersebut II -20
21 diperoleh snyder untuk sejumlah DAS di dataran tinggi, dimana bila nilai Cp mendekati nilai terbesaar maka nilai Ct akan mendekati nilai terkecil, demikian pula sebaliknya. Menurut hasil penelitian hoffmeister dan weisman pada tahun 1977, bahwa pemakaian parameter Lc oleh snyder disebabkan karena bagian hulu suatu DAS dianggap tidak terpengaruh terhadap debit puncak suatu hidrograf. Mengenai unsur debit puncak, penelitian yang telah dilakukan morgan dan johnson pada tahun 1962 dan sri harto menyatakan bahwa persamaan snyder memberikan debit puncak paling kecil dibandingkan dengan cara-cara lainnya. Pemakaian cara snyder ini dibatasi hanya untuk dataran tinggi sedangkan untuk daerah lain dengan cara tersebut diperlukan ralat dan penyesuaian. Snyder hanya membuat model untuk menghitung debit puncak dan waktu yang diperlukan untuk mencapai puncak dari suatu hidrograf saja, sehingga untuk mendapatkan lengkung hidrografnya memerlukan waktu untuk menghitung parameter-parameternya. Ada sebuah pembaharuan pernah dilakukan Amerika serikat juga, yaitu dalam penggunaan metode snyder dengan parameter hidrograf satuan pada suatu daerah. Espey, Altman, dan Graves pada tahun 1977 mengembangkan satu set persamaan umum untuk menyusun hidrograf satuan dengan meneliti beberapa DAS yang mana menghasilkan persamaan: Tp = 3,1 L 0,23 S -0,25 I -0,18 O 1,57 Qp = 31, A 0,96 T -1,07 II -21
22 Tb = 125, A Qp -0,95 W50 = 16, A 0,93 Qp -0,92 W75 = 3, A 0,79 I -0,18 Qp -0,78 Dimana: L = panjang total sungai utama (feet) S = kemiringan sungai utama didefinisikan sebagai H/0,8L, dimana H adalah perbedaan elevasi A dan B. A adalah titik pada dasar sungai di bagian hulu yang berjarak 0,2L dari ujung sungai. B adalah titik pada dasar sungai di bagian hilir di tempat pengukuran (feet per foot) I = prosentase daerah kedap air di dalam suatu DAS (%), diasumsi sama dengan 5% dari luasan DAS yang belum dikembanagkan. O = dimensi faktor pengangkutan, dimana merupakan fungsi dari prosentase daerah kedap air dan kekasaran. (tanpa satuan) Tp = waktu naik yang diukur dari permulaan limpasan sampai puncak hidrograf satuan (menit) Qp = debit puncak hidrograf satuan (cfs/menit) Tb = waktu dasar hidrograf satuan (menit) W50 = lebar hidrograf pada saat 50% tercapainya debit puncak (menit) W75 = lebar hidrograf pada saat 75% tercapainya debit puncak (menit) (Sumber: Hari Siswoyo, pengembangan model hidrograf) II -22
23 Belakangan ini banyak juga digunakan model HSS snyder yang telah diubah, dan telah banyak digunakan di Indonesia. Perubahan tersebut terletak pada: 1. Pangkat 0,3 pada rumus (l) diganti dengan n, sehingga menjadi tp = Ct. (L. Lc) n 2. Tr pada rumus (2) diganti dengan te yang merupakan durasi curah hujan efektif, sedangkan tr = 1 jam Te = tp/5,5 3. Hubungan te, tp, tr, dan Tp adalah sebagai berikut: Bila te > tr maka tp = tp + 0,25(tr-te), sehingga Tp = tp + 0,5 Bila te < tr maka Tp = tp + 0,5 4. Qp = 0,278. Cp/Tp Dan Qp = qp. A untuk hujan 1 mm/jam Dimana: qp = puncak hidrograf satuan (m 3 /det/mm/km 2 ) Qp = debit puncak (m 3 /detik/mm) Tp = waktu antara titik berat curah hujan hingga puncak hidrograf (jam) Tp = waktu yang diperlukan antara permulaan hujan hingga mencapai puncak hidrograf (jam) (Sumber: Dantje K. Natakusumah Vol. 18-No. 3) Dari tinjauan pustaka terhadap teori-teori yang ada, maka model HSS snyder perlu dikembangkan untuk mempermudah pemakaiannya. Penentuan nilai Ct dan Cp dalam bentuk pendekatan persamaan dengan II -23
24 menggunakan model regrasi dianggap penting. Hal ini mengingat nilainilai tersebut akan berbeda antara DAS yang satu dengan yang lain, sehingga dalam setiap penggunaan model ini selalu dilakukan kalibrasi untuk tiap daerah yang berbeda Metode Nakayasu Dalam kaitannya dengan studi tentang sumber daya air, hidrologi mempunyai peranan yang sangat penting. Salah satu faktor yang berperan adalah data hidrologi, kita dapat mengetahui besarnya debit rencana sebagai dasar perencanaan bangunan air. Adapun aspek hidrologi yang perlu dikaji pertama-tama adalah curah hujan daerah rata-rata harian maksimum. Untuk mendapatkan gambaran mengenai distribusi curah hujan di seluruh daerah aliran sungai, maka di berbagai tempat pada suatu daerah aliran sungai tersebut dipasang alat pengukur curah hujan. Untuk menghitung besarnya curah hujan daerah dalam penulisan ini dilakukan dengan metode rerata aritmatik. Rumus perhitungan curah hujan rata-rata adalah: Rn = (p1 + p pn)/n Dimana p1, p2, p3, hingga pn adalah stasiun yang dilengkapi alat pengukur curah hujan. Contoh stasiun hujan terlihat pada gambar 2.2. II -24
25 Gambar 2.8 Contoh Stasiun Hujan Curah hujan rancangan adalah hujan terbesar tahunan dengan suatu kemungkinan tertentu atau hujan dengan suatu kemungkinan periode ulang tertentu. Dalam analisis curah hujan rancangan dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti Normal, Log Normal, Pearson, Log Pearson tipe III, dan gumbel. Dimana syarat-syarat untuk metode tersebut terlihat pada tabel 2.1. Tabel 2.4 Persyaratan Parameter Statistik Suatu Distribusi. (Sumber: Hadidhy, 2010) II -25
26 Uji distribusi probabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah persamaan distribusi probabilitas yang dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data analisis. Pengujian distribusi probabilitas dapat dilakukan dengan metode Chi-kuadrat(X2) Untuk memperoleh angka-angka kemungkinan besaran debit banjir pada banjir yang diakibatkan oleh luapan sungai, analisis dilakukan dengan menggunakan data banjir terbesar tahunan atau curah hujan terbesar tahunan yang sudah terjadi. HSS merupakan metode yang tepat untuk menghitung debit banjir karena dari perhitungan HSS akan menghasilkan nilai debit tiap jam dan pada saat hujan mulai turun, waktu puncak banjir hingga akhir banjir, dibanding dengan metode empiris. Dalam hal ini penulis menggunakan metode HSS Nakayasu. Dengan rumusan sebagai berikut: Tl = 0,21 L 0,7 dengan L < 15 km Tl = 0, ,058 L dengan L > 15 km Tp = Tl + 0,5 Tr Dimana: Tl = Time lag (jam) L = panjang sungai (km) Tp = waktu puncak (jam) Qp = C A R/3,6 (0,3 Tp + 0,3) Tg = 0,21 L 0,7 dengan L < 15 km Tg = 0,4 + 0,058 L dengan L > 15 km Tr = 0,75 Tg II -26
27 T0,8 = 0,8 Tr Tp = Tg + 0,8 Tr Tb = (Sumber: Dantje K. Natakusumah Vol. 18-No. 3) Yang mana sifat kurva majemuk berubah terhadap karakteristik DAS, dan tidak dinyatakan secara eksplisit tapi mengikuti bentuk kurva HSS. II -27
EVALUASI PERHITUNGAN DEBIT BANJIR RENCANA DENGAN HIDROGRAF METODE ITB, NAKAYASU, SNYDER PADA SUB CATCHEMENT SUNGAI CIUJUNG SERANG
EVALUASI PERHITUNGAN DEBIT BANJIR RENCANA DENGAN HIDROGRAF METODE ITB, NAKAYASU, SNYDER PADA SUB CATCHEMENT SUNGAI CIUJUNG SERANG Muhammad Reza Aditya Ready Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana Jl.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Hidrologi Data hidrologi dianalisis untuk membuat keputusan dan menarik kesimpulan mengenai fenomena hidrologi berdasarkan sebagian data yang dikumpulkan. Untuk perencanaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Hidrologi Hidrologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sistem kejadian air di atas pada permukaan dan di dalam tanah. Definisi tersebut terbatas pada hidrologi
Lebih terperinciBAB II BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB II BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Dalam suatu penelitian dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam proses penelitian. Pada bab ini
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hujan Rata-Rata Suatu Daerah Sebelum menuju ke pembahasan tentang hidrograf terlebih dahulu kita harus memahami tentang hujan rata-rata suatu daerah. Analisis data hujan untuk
Lebih terperinciBAB III ANALISIS HIDROLOGI
BAB III ANALISIS HIDROLOGI 3.1 Data Hidrologi Dalam perencanaan pengendalian banjir, perencana memerlukan data-data selengkap mungkin yang berkaitan dengan perencanaan tersebut. Data-data yang tersebut
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci : Tukad Unda, Hidrgraf Satuan Sintetik (HSS), HSS Nakayasu, HSS Snyder
ABSTRAK Tukad Unda adalah adalah sungai yang daerah aliran sungainya mencakup wilayah Kabupaten Karangasem di bagian hulunya, Kabupaten Klungkung di bagian hilirnya. Pada Tukad Unda terjadi banjir yang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN ANALISIS
BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Pengolahan Data Hidrologi 4.1.1 Data Curah Hujan Data curah hujan adalah data yang digunakan dalam merencanakan debit banjir. Data curah hujan dapat diambil melalui pengamatan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Uraian Umum Sesuai dengan program pengembangan sumber daya air di Sulawesi Utara khususnya di Gorontalo, sebuah fasilitas listrik akan dikembangkan di daerah ini. Daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap beberapa bagian sungai. Ketika sungai melimpah, air menyebar pada
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Banjir adalah aliran air yang relatif tinggi, dimana air tersebut melimpah terhadap beberapa bagian sungai. Ketika sungai melimpah, air menyebar pada dataran banjir
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN ANALISIS
BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 PENGOLAHAN DATA HIDROLOGI 4.1.1 Data Curah Hujan Curah hujan merupakan data primer yang digunakan dalam pengolahan data untuk merencanakan debit banjir. Data ini diambil dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah dimana seluruh airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sungai CBL Sungai CBL (Cikarang Bekasi Laut) merupakan sudetan yang direncanakan pada tahun 1973 dan dibangun pada tahun 1980 oleh proyek irigasi Jatiluhur untuk mengalihkan
Lebih terperinciANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY
ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY Edy Sriyono Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Janabadra Jalan Tentara
Lebih terperinciBAB IV ANALISA HIDROLOGI. dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut
BAB IV ANALISA HIDROLOGI 4.1 Uraian Umum Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut akan diperlukan pengumpulan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Melengkapi Data Hujan yang Hilang Data yang ideal adalah data yang untuk dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Tetapi dalam praktek sangat sering dijumpai data yang tidak lengkap
Lebih terperinciANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA
ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA Sharon Marthina Esther Rapar Tiny Mananoma, Eveline M. Wuisan, Alex Binilang Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HIDROLOGI
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Tinjauan Umum Dalam menganalisistinggi muka air sungai, sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data-data. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan stabilitas
Lebih terperinci4. BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA
4. BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. TINJAUAN UMUM Dalam rangka perencanaan bangunan dam yang dilengkapi PLTMH di kampus Tembalang ini sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA. Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena
BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA 4.1 Ketersediaan Data Hidrologi 4.1.1 Pengumpulan Data Hidrologi Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi (hydrologic phenomena).
Lebih terperinciPROSEDURE UMUM PERHITUNGAN HIDROGRAPH SATUAN SINTETIS (HSS) DAN CONTOH PENERAPANNYA DALAM PENGEMBANGAN HSS ITB-1 DAN HSS ITB-2
PROSEDURE UMUM PERHITUNGAN HIDROGRAPH SATUAN SINTETIS (HSS) DAN CONTOH PENERAPANNYA DALAM PENGEMBANGAN HSS ITB-1 DAN HSS ITB-2 Dantje K. Natakusumah Kelompok Keahlian Teknik Sumber Daya Air, Fakultas Teknik
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendahuluan Saluran Kanal Barat yang ada dikota Semarang ini merupakan saluran perpanjangan dari sungai garang dimana sungai garang merupakan saluran yang dilewati air limpasan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN HASIL. Sungai
BAB IV ANALISIS DAN HASIL 4.1.Analisis Hidrograf 4.1.1. Daerah Tangkapan dan Panjang Sungai Berdasarkan keadaan kontur pada peta topografi maka dibentuk daerah tangkapan seperti berikut, beserta panjang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analisis Hidrologi Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau Science de la Terre) yang secara khusus mempelajari tentang siklus hidrologi atau siklus air
Lebih terperinciBAB IV ANALISA HIDROLOGI
BAB IV ANALISA HIDROLOGI 4.1. Diagram Alir M U L A I Data Curah Hujan N = 15 tahun Pemilihan Jenis Sebaran Menentukan Curah Hujan Rencana Uji Kecocokan Data - Chi Kuadrat - Smirnov Kolmogorov Intensitas
Lebih terperinciDantje K. Natakusumah 1 Waluyo Hatmoko 2 Dhemi Harlan 3. Intisari
PROSEDURE UMUM PERHITUNGAN HIDROGRAPH SATUAN SINTETIS (HSS) UNTUK PERHITUNGAN HIDROGRAPH BANJIR RENCANA. STUDI KASUS PENERAPAN HSS ITB-1 DAN HSS ITB-2 DALAM PENENTUAN DEBIT BANJIR UNTUK PERENCANAAN PELIMPAH
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. homogeny (Earthfill Dam), timbunan batu dengan lapisan kedap air (Rockfill
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Tinjauan Umum Bendungan adalah suatu bangunan air yang dibangun khusus untuk membendung (menahan) aliran air yang berfungsi untuk memindahkan aliran air atau menampung sementara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. analisis studi seperti teori tentang : pengertian curah hujan (presipitasi), curah hujan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Teori-teori yang dikemukakan dalam studi ini, adalah teori yang relevan dengan analisis studi seperti teori tentang : pengertian curah hujan (presipitasi), curah hujan
Lebih terperinciDOSEN PENGAMPU : Ir. Nurhayati Aritonang, M.T. TS-A 2015 Kelompok 14
Perhitungan Debit Maksimum Dengan HSS (Hidrograf Satuan DOSEN PENGAMPU : Ir. Nurhayati Aritonang, M.T. Sintetis) TS-A 2015 Kelompok 14 Sakti Arri Nugroho 15050724011 Salsabilla Putri Nur Hakiem 15050724064
Lebih terperinciBAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN HIDROLIKA
BAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN HIDROLIKA A. Analisis Hidrologi 1. Curah Hujan Rencana Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi
Lebih terperinciANALISIS LIMPASAN LANGSUNG MENGGUNAKAN METODE NAKAYASU, SCS, DAN ITB STUDI KASUS SUB DAS PROGO HULU
ANALISIS LIMPASAN LANGSUNG MENGGUNAKAN METODE NAKAYASU, SCS, DAN ITB STUDI KASUS SUB DAS PROGO HULU Agreista Vidyna Qoriaulfa 1, Annisa Ratna Putri 1, Huriyah Fadhillah 1, Puji Harsanto 2, Jazaul Ikhsan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HIDROLOGI
54 BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 TINJAUAN UMUM Perencanaan bendungan Ketro ini memerlukan data hidrologi yang meliputi data curah hujan. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan maupun perencanaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.2.1. Debit Banjir Banjir yang terus berlangsung di Indonesia disebabkan oleh empat hal yaitu faktor hujan yang lebat, penurunan resistensi
Lebih terperinciANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE
ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE Fasdarsyah Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh Abstrak Rangkaian data hujan sangat
Lebih terperinciANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU. S.H Hasibuan. Abstrak
Analisa Debit Banjir Sungai Bonai Kabupaten Rokan Hulu ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU S.H Hasibuan Abstrak Tujuan utama dari penelitian
Lebih terperinciPERANCANGAN PROGRAM APLIKASI HIDROGRAF SATUAN SINTESIS (HSS) DENGAN METODE GAMA 1, NAKAYASU, DAN HSS ITB 1
PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI HIDROGRAF SATUAN SINTESIS (HSS) DENGAN METODE GAMA 1, NAKAYASU, DAN HSS ITB 1 Enung Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung, Jl.Gegerkalong Hilir Ds.Ciwaruga
Lebih terperinciKampus Bina Widya J. HR Soebrantas KM 12,5 Pekanbaru, Kode Pos Abstract
KESESUAIN MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK STUDI KASUS SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI SIAK BAGIAN HULU Nurhasanah Junia 1), Manyuk Fauzi 2), Imam Suprayogi ) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Stasiun Pengamat Hujan Untuk melakukan analisa ini digunakan data curah hujan harian maksimum untuk tiap stasiun pengamat hujan yang akan digunakan dalam analisa
Lebih terperinciSURAT KETERANGAN PEMBIMBING
ABSTRAK Sungai Ayung adalah sungai utama yang mengalir di wilayah DAS Ayung, berada di sebelah selatan pegunungan yang membatasi Bali utara dan Bali selatan serta berhilir di antai padanggalak (Kota Denpasar).
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN ANALISIS. menyimpan semua atau sebagian air yang masuk (inflow) yang berasal dari
BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Uraian Umum Bendungan (waduk) mempunyai fungsi yaitu menampung dan menyimpan semua atau sebagian air yang masuk (inflow) yang berasal dari daerah pengaliran sunyainya (DPS).
Lebih terperinciBAB VI DEBIT BANJIR RENCANA
BAB VI DEBIT BANJIR RENCANA 6.1. Umum Debit banjir rencana atau design flood adalah debit maksimum di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa membahayakan
Lebih terperinciANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN
ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN Anugerah A. J. Surentu Isri R. Mangangka, E. M. Wuisan Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI DAN ANALISIS HIDROLOGI
BAB IV METODOLOGI DAN ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Umum Secara umum proses pelaksanaan perencanaan proses pengolahan tailing PT. Freeport Indonesia dapat dilihat pada Gambar 4.1 Gambar 4.1 Bagan alir proses
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Hidrologi Data hidrologi adalah kumpulan ulan keterangan e atau fakta mengenai fenomenana hidrologi seperti besarnya: curah hujan, temperatur, penguapan, lamanya penyinaran
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HIDROLOGI
IV-1 BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1. Tinjauan Umum Dalam merencanakan bangunan air, analisis awal yang perlu ditinjau adalah analisis hidrologi. Analisis hidrologi diperlukan untuk menentukan besarnya debit
Lebih terperinciBAB VI P E N U T U P
102 BAB VI P E N U T U P 6.1. KESIMPULAN Dari analisa mengenai Pengaruh Perubahan Peruntukan Lahan Terhadap Aspek Hidrologi dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Adanya perubahan tata guna lahan
Lebih terperinciMENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH
DRAINASI PERKOTAAN NOVRIANTI, MT. MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH DRAINASI GABUNGAN DRAINASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hidrograf merupakan hubungan antara waktu dan aliran, baik berupa kedalaman aliran maupun debit aliran. Data hidrograf aliran sangat berguna dalam perencanaan sumber
Lebih terperinciBAB III ANALISA HIDROLOGI
BAB III ANALISA HIDROLOGI 3.1 Data Curah Hujan Data curah hujan yang digunakan untuk analisa hidrologi adalah yang berpengaruh terhadap daerah irigasi atau daerah pengaliran Sungai Cimandiri adalah stasiun
Lebih terperinciTUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO
TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO Oleh : J. ADITYO IRVIANY P. NIM : O3. 12. 0032 NIM : 03. 12. 0041 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS
Lebih terperinciMahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret. Jln. Ir. Sutami 36 A, Surakarta
ANALISIS HIDROGRAF ALIRAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TIRTOMOYO DENGAN BEBERAPA METODE HIDROGRAF SATUAN SINTETIS Muhammad Fajar Angga Safrida 1), Sobriyah 2), Agus Hari Wahyudi 3) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik
Lebih terperinciMODUL: Hidrologi II (TS533) BAB II PEMBELAJARAN
BAB II PEMBELAJARAN A. Rencana Belajar Kompetensi : Setelah mengikuti perkuliah ini mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan konsep-konsep pengembangan dan pengelolaan sumber daya air. Jenis kegiatan
Lebih terperinciANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI MOLOMPAR KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI MOLOMPAR KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Dewi Sartika Ka u Soekarno, Isri R. Mangangka Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email : ddweeska@gmail.com
Lebih terperinciPerbandingan Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Das Betara. Jurusan Survei dan Pemetaan, Fakultas Teknik, Universitas IGM 1.
Perbandingan Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Das Betara Dengan Menggunakan Metode Hasper, Melchior dan Nakayasu Yulyana Aurdin Jurusan Survei dan Pemetaan, Fakultas Teknik, Universitas IGM Email
Lebih terperinciACARA BIMBINGAN TUGAS
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN...i BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR...ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN...iii KATA PENGANTAR... v ABSTRAK...vii DAFTAR ISI...viii DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xiii DAFTAR NOTASI...xiv
Lebih terperinciMahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret. Jln. Ir. Sutami 36 A, Surakarta
ANALISIS HIDROGRAF ALIRAN DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG DENGAN BEBERAPA METODE HIDROGRAF SATUAN SINTETIS Muhamad Iqbal Tias Pratomo 1), Sobriyah 2), Agus Hari Wahyudi 3) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil,
Lebih terperinciProsedur Umum Perhitungan Hidrograf Satuan Sintetis dengan Cara ITB dan Beberapa Contoh Penerapannya
ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Prosedur Umum Perhitungan Hidrograf Satuan Sintetis dengan Cara ITB dan Beberapa Contoh Penerapannya Dantje K. Natakusumah Kelompok Keahlian
Lebih terperinciPENERAPAN SISTEM SEMI POLDER SEBAGAI UPAYA MANAJEMEN LIMPASAN PERMUKAAN DI KOTA BANDUNG
PENERAPAN SISTEM SEMI POLDER SEBAGAI UPAYA MANAJEMEN LIMPASAN PERMUKAAN DI KOTA BANDUNG ALBERT WICAKSONO*, DODDI YUDIANTO 1 DAN JEFFRY GANDWINATAN 2 1 Staf pengajar Universitas Katolik Parahyangan 2 Alumni
Lebih terperinciHYDROGRAPH HYDROGRAPH 5/3/2017
5/3/2 HYDROGRAH REKAYASA HIDROLOGI Norma usita, ST.MT. HYDROGRAH Debit rencana banjir atau imasan banjir rencana di tentukan dengan beberaa metode, yaitu analitis, rasional, infitrasi, dan emiris. Metode
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. adalah merupakan ibu kota dari Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Dalam RTRW
Bab IV Analisis Data dan Pembahasan BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 URAIAN UMUM Jalan Melong merupakan salah satu Jalan yang berada di Kecamatan Cimahi Selatan yang berbatasan dengan Kota Bandung. Kota
Lebih terperinciPERENCANAAN SALURAN PENANGGULANGAN BANJIR MUARA SUNGAI TILAMUTA
PERENCANAAN SALURAN PENANGGULANGAN BANJIR MUARA SUNGAI TILAMUTA Rike Rismawati Mangende Sukarno, Alex Binilang Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Email : rikem82@gmail.com ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Metode Hidrograf Satuan Sintetik (synthetic unit hydrograph) di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode Hidrograf Satuan Sintetik (synthetic unit hydrograph) di Indonesia merupakan metode empiris yang sebagian besar digunakan di Indonesia untuk membuat perhitungan
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB 4 digilib.uns.ac.id ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Pengolahan data curah hujan dalam penelitian ini menggunakan data curah hujan harian maksimum tahun 2002-2014 di stasiun curah hujan Eromoko,
Lebih terperinciIII. FENOMENA ALIRAN SUNGAI
III. FENOMENA ALIRAN SUNGAI 3.1. Pengantar Pada bab ini akan ditinjau permasalahan dasar terkait dengan penerapan ilmu hidrologi (analisis hidrologi) untuk perencanaan bangunan di sungai. Penerapan ilmu
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DATA CURAH HUJAN
BAB IV ANALISA DATA CURAH HUJAN 4.1 Tinjauan Umum Dalam menganalisis tinggi muka air sungai, sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data. Data tersebut digunakan sebagai perhitungan stabilitas maupun
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HIDROLOGI
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Tinjauan Umum Dalam merencanakan Waduk Ciniru ini, sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data-data. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan stabilitas maupun
Lebih terperinciSTUDY OF RAINFALL AND FLOOD DISCHARGE MODEL FOR MANAGEMENT OF WATER RESOURCES (Case Studies in Bedadung Watershed Jember)
KAJIAN CURAH HUJAN DAN DEBIT BANJIR RANCANGAN UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR ( Studi Kasus di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bedadung Kabupaten Jember ) STUDY OF RAINFALL AND FLOOD DISCHARGE MODEL FOR MANAGEMENT
Lebih terperinciPERENCANAAN SISTEM DRAINASE PADA RENCANA KAWASAN INDUSTRI DELI SERDANG DI KECAMATAN MEDAN AMPLAS M. HARRY YUSUF
PERENCANAAN SISTEM DRAINASE PADA RENCANA KAWASAN INDUSTRI DELI SERDANG DI KECAMATAN MEDAN AMPLAS TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Memenuhi ujian sarjana Teknik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Debit aliran sungai adalah jumlah air yang mengalir melalui tampang lintang sungai tiap satu satuan waktu, yang biasanya dinyatakan dalam meter kubik per detik
Lebih terperinciBAB V ANALISA DATA. Analisa Data
BAB V ANALISA DATA 5.1 UMUM Analisa data terhadap perencanaan jaringan drainase sub sistem terdiri dari beberapa tahapan untuk mencapai suatu hasil yang optimal. Sebelum tahapan analisa dilakukan, terlebih
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA. disumber air agar dapat dipakai sewaktu-waktu terjadi kekurangan air, sehingga
5 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Waduk Waduk adalah bangunan untuk menampung air pada waktu terjadi surplus disumber air agar dapat dipakai sewaktu-waktu terjadi kekurangan air, sehingga fungsi utama waduk adalah
Lebih terperinciHIDROLOGI ANALISIS DATA HUJAN
HIDROLOGI ANALISIS DATA HUJAN Analisis Frekuensi dan Probabilitas Sistem hidrologi terkadang dipengaruhi oleh peristiwaperistiwa yang luar biasa, seperti hujan lebat, banjir, dan kekeringan. Besaran peristiwa
Lebih terperinciKajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS)
Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Studi Kasus Daerah Aliran Sungai (DAS) Bedadung di Kabupaten Jember Nanang Saiful Rizal, ST. MT. Jl. Karimata 49 Jember - JATIM Tel
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK DAS 4.1.1. Parameter DAS Parameter fisik DAS Binuang adalah sebagai berikut: 1. Luas DAS (A) Perhitungan luas DAS didapatkan dari software Watershed Modelling
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian tentang Analisis Kapasitas Drainase Dengan Metode Rasional di
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini menggunakan tinjauan pustaka dari penelitian-penelitian sebelumnya yang telah diterbitkan, dan dari buku-buku atau artikel-artikel yang ditulis para peneliti sebagai
Lebih terperinciANALISIS PENANGANAN BANJIR DENGAN KOLAM RETENSI (RETARDING BASIN) DI DESA BLANG BEURANDANG KABUPATEN ACEH BARAT TUGAS AKHIR.
ANALISIS PENANGANAN BANJIR DENGAN KOLAM RETENSI (RETARDING BASIN) DI DESA BLANG BEURANDANG KABUPATEN ACEH BARAT TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Penyelesaiaan Ujian Sarjana Teknik Sipil Disusun
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Judul... Lembar Pengesahan... Berita Acara Tugas Akhir... Lembar Persembahan... Kata Pengantar... Daftar Isi...
DAFTAR ISI Halaman Judul... Lembar Pengesahan... Berita Acara Tugas Akhir... Lembar Persembahan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... Abstrak... i ii iii iv vi viii xi xii
Lebih terperinciHidrograf Satuan Sintetis
Hidrograf Satuan Sintetis Hidrograf Satuan Sintetis Untuk membuat hidrograf banjir ada sungai-sungai yang tidak ada atau sedikit sekali dilakukan observasi hidrograf banjirnya, maka erlu dicari karakteristik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan
Lebih terperinciANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT BANJIR PADA DAS BATANG ARAU PADANG
Vol. XII Jilid I No.79 Januari 2018 MENARA Ilmu ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT BANJIR PADA DAS BATANG ARAU PADANG Syofyan. Z, Muhammad Cornal Rifa i * Dosen FTSP ITP, ** Mahasiswa Jurusan Teknik
Lebih terperinciPERENCANAAN TUBUH EMBUNG ROBATAL, KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG
PERENCANAAN TUBUH EMBUNG ROBATAL, KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Program Studi Teknik Sipil Oleh : DONNY IRIAWAN
Lebih terperinciANALISIS EFEKTIFITAS KAPASITAS SALURAN DRAINASE DAN SODETAN DALAM MENGURANGI DEBIT BANJIR DI TUKAD TEBA HULU DAN TENGAH
ANALISIS EFEKTIFITAS KAPASITAS SALURAN DRAINASE DAN SODETAN DALAM MENGURANGI DEBIT BANJIR DI TUKAD TEBA HULU DAN TENGAH TUGAS AKHIR NYOMAN INDRA WARSADHI 0704105031 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciPERHITUNGAN DEBIT DAN LUAS GENANGAN BANJIR SUNGAI BABURA
PERHITUNGAN DEBIT DAN LUAS GENANGAN BANJIR SUNGAI BABURA TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil Disusun oleh : BENNY STEVEN 090424075 BIDANG STUDI TEKNIK
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan
Lebih terperinciBAB IV ANALISA. membahas langkah untuk menentukan debit banjir rencana. Langkahlangkah
BAB IV ANALISA 4.1 Analisa Hidrologi Sebelum melakukan analisis hidrologi, terlebih dahulu menentukan stasiun hujan, data hujan, dan luas daerah tangkapan. Dalam analisis hidrologi akan membahas langkah
Lebih terperinciKAJIAN DESAIN STRUKTUR BENDUNG DAN KOLAM OLAKAN DARI BAHAYA REMBESAN (SEEPAGE)
KAJIAN DESAIN STRUKTUR BENDUNG DAN KOLAM OLAKAN DARI BAHAYA REMBESAN (SEEPAGE) Oleh: ANWAR Dosen Teknik Sipil Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Bendung selain digunakan sebagai peninggi elevasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Curah Hujan. Tabel 7. Hujan Harian Maksimum di DAS Ciliwung Hulu
HASIL DAN PEMBAHASAN Curah Hujan Hujan Harian Maksimum Hujan harian maksimum yang terjadi di DAS Ciliwung Hulu diperoleh dari beberapa stasiun pencatat hujan yang terdapat di wilayah tersebut dengan panjang
Lebih terperinciTommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado
Analisis Debit Banjir Di Sungai Tondano Berdasarkan Simulasi Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado Email:tommy11091992@gmail.com ABSTRAK
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HIDROLOGI
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI IV - 1 BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 TINJAUAN UMUM Dalam merencanakan bangunan air, analisis yang penting perlu ditinjau adalah analisis hidrologi. Analisis hidrologi diperlukan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
DAFTAR ISI Abstrak... Kata Pengantar... Ucapan Terimakasih... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Indentifikasi Masalah... 2 1.3 Rumusan Masalah...
Lebih terperinciPERENCANAAN TUBUH EMBUNG BULUNG DI KABUPATEN BANGKALAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN TUBUH EMBUNG BULUNG DI KABUPATEN BANGKALAN TUGAS AKHIR Diajukan Oleh : DIDIN HENDRI RUKMAWATI 0753010019 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
Lebih terperinciPERENCANAAN SALURAN DRAINASE DI GAYUNGSARI BARAT SURABAYA DENGAN BOX CULVERT
PERENCANAAN SALURAN DRAINASE DI GAYUNGSARI BARAT SURABAYA DENGAN BOX CULVERT Disusun Oleh : AHMAD RIFDAN NUR 3111030004 MUHAMMAD ICHWAN A 3111030101 Dosen Pembimbing Dr.Ir. Kuntjoro,MT NIP: 19580629 1987031
Lebih terperinciBAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI
BAB V 5.1 DATA CURAH HUJAN MAKSIMUM Tabel 5.1 Data Hujan Harian Maksimum Sta Karanganyar Wanadadi Karangrejo Tugu AR Kr.Kobar Bukateja Serang No 27b 60 23 35 64 55 23a Thn (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah drainase kota sudah menjadi permasalahan utama pada daerah perkotaan. Masalah tersebut sering terjadi terutama pada kota-kota yang sudah dan sedang berkembang
Lebih terperinciPerencanaan Sistem Drainase Pada Sungai Buntung Kabupaten Sidoarjo ABSTRAK:
NEUTRON, Vol., No., Februari 00 9 Perencanaan Sistem Drainase Pada Sungai Buntung Kabupaten Sidoarjo ABSTRAK: Sungai Buntung terletak di kabupaten Sidoarjo, pada musim hujan daerah sekitar sungai Buntung
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrologi Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang akan digunakan untuk keperluan penelitian. Metodologi juga merupakan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah adalah proses atau cara ilmiah untuk mendapatkan data yang akan digunakan untuk keperluan penelitian. Metodologi juga merupakan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Uraian Umum Sesuai dengan program pengembangan sumber daya air di Aceh khususnya di Meureubo, sebuah fasilitas listrik akan dikembangkan di daerah ini. Daerah penelitian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kolam Retensi Kolam retensi merupakan kolam/waduk penampungan air hujan dalam jangka waktu tertentu, berfungsi untuk memotong puncak banjir yang terjadi dalam badan air/sungai.
Lebih terperinciIX. HIDROGRAF SATUAN
IX. HIDROGRAF SATUAN Hidrograf satuan merupakan hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan mangkus (efektif) yang terjadi merata di seluruh DAS dengan intensitas tetap dalam satu satuan waktu
Lebih terperinci