MODEL LAPIS TIPIS PENGERINGAN MENGGUNAKAN METODE PENGERING RAK

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) 1) ISHAK (G ) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK

PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN JAHE MENGGUNAKAN EFEK RUMAH KACA *

PENGERINGAN REMPAH-REMPAH MENGGUNAKAN ALAT ROTARY DRYER

Studi Karakteristik Pengeringan Pupuk NPK (15:15:15) Menggunakan Tray Dryer

MODEL MATEMATIS PENGERINGAN LAPISAN TIPIS BIJI KOPI ARABIKA (Coffeae arabica) DAN BIJI KOPI ROBUSTA (Coffeae cannephora) ABSTRAK

THESIS Submitted to The Faculty of Agricultural Technology in partial fulfillment of the requirements for obtaining the Bachelor Degree

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN KACANG HIJAU PADA ROTARY DRYER

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR

PENGARUH KETEBALAN BAHAN TERHADAP KINETIKA PENGERINGAN KENTANG

DINAMIKA PINDAH MASSA DAN WARNA SINGKONG (Manihot Esculenta) SELAMA PROSES PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari

PERMODELAN PERPINDAHAN MASSA PADA PROSES PENGERINGAN LIMBAH PADAT INDUSTRI TAPIOKA DI DALAM TRAY DRYER

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 PERHITUNGAN JUMLAH UAP AIR YANG DI KELUARKAN

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN GABAH PADA ROTARY DRYER

EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL PADA LAJU PENGERINGAN PUPUK ZA DALAM TRAY DRYER

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

PENENTUAN KONSTANTA PENGERINGAN PATHILO DENGAN MENGGUNAKAN SINAR MATAHARI

1. Pendahuluan PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK)

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR

TEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI

Penentuan Konstanta Pengeringan Dalam Sistem Pengeringan Lapis Tipis (Thin Layer Drying)

Pengeringan Untuk Pengawetan

PENENTUAN LAJU PENURUNAN KADAR AIR OPAK SINGKONG DENGAN MENGGUNAKAN RUANG PENGERING BERENERGI BIOMASSA LIMBAH PELEPAH KELAPA SAWIT

PENGARUH KONDISI OPERASI TERHADAP KURVA PENGERINGAN TEPUNG TAPIOKA MENGGUNAKAN PENGERING KONVEKTIF KONTINYU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

PROSES PERPINDAHAN MASSA DAN PERUBAHAN WARNA AMPAS TAHU SELAMA PENGERINGAN MENGGUNAKAN PEMANAS HALOGEN

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN JAGUNG PADA ROTARY DRYER

Jahe untuk bahan baku obat

PENGERINGAN KACANG TANAH DENGAN PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER

PENGERINGAN BAHAN PANGAN (KER)

KADAR AIR KRITIS PADA PROSES PENGERINGAN DALAM PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas (L) Lam.) ABSTRACT

PENENTUAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG PUTIH(ALLIUM SATIVUM L.) (Variabel Bentuk Bahan dan Suhu Proses)

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

KONSEP DASAR PENGE G RIN I GA G N

PENGERINGAN CABAI MENGGUNAKAN ALAT ROTARY DRYER

KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI

KARAKTERISTIK PENGERINGAN COKLAT DENGAN MESIN PENGERING ENERGI SURYA METODE PENGERINGAN THIN LAYER

PENGERINGAN KEMOREAKSI DENGAN KAPUR API (CaO) UNTUK MENCEGAH KEHILANGAN MINYAK ATSIRI PADA JAHE

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK DAN EFISIENSI ENERGI PADA ALAT PENGERINGAN DAUN SELEDRI BERBASIS KONTROL SUHU DAN HUMIDITY UDARA

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

4.1 FENOMENA DAN PENYEBAB KERUSAKAN KUALITAS PADA PRODUK PENGERINGAN

Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERUBAHAN NILAI DESORPSI PRODUK KAKAO FERMENTASI PADA BERBAGAI SUHU DAN KELEMBABAN

Judul PENGERINGAN BAHAN PANGAN. Kelompok B Pembimbing Dr. Danu Ariono

KOMPARASI WAKTU PENGERINGAN AWAL GREEN BODY HASIL CETAK KERAMIK DENGAN SISTEM ALAMIAH dan SISTEM VENTILASI PADA PT X BALARAJA - BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING TIPE SOLAR (Tinjauan Waktu Pengeringan terhadap Laju Pengeringan dan Penurunan Kadar Air Chips Ubi Ungu)

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

HUBUNGAN PENYUSUTAN DENGAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SIMPLISIA TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) AMALIA SAGITA

Temu Putih. Penyortiran Basah. Pencucian. Pengupasan. Timbang, ± 200 g. Pengeringan sesuai perlakuan

BAB I PENDAHULUAN. 2000). Secara tradisional rimpang jahe dimanfaatkan untuk beberapa keperluan


MODEL MATEMATIK PENGERINGAN LAPIS TIPIS WORTEL

Serbuk Temulawak Sebagai Bahan Baku Minuman

PENGERINGAN KELOPAK BUNGA ROSELA MENGGUNAKAN TRAY DRYER

BAB III METODE PENELITIAN

Konstanta Laju Pengeringan Pada Proses Pemasakan Singkong Menggunakan Tekanan Kejut

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

MODEL MATEMATIK PENGERINGAN LAPIS TIPIS WORTEL

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal

Pengeringan (drying)/ Dehidrasi (dehydration)

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab

LAPORAN TUGAS AKHIR PENURUNAN KADAR AIR BAHAN MATERIAL DENGAN ROTARY DRYER SISTEM COUNTER CURRENT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

UJI VARIASI SUHU TERHADAP MUTU KELAPA PARUT KERING PADA ALAT PENGERING KELAPA PARUT (Desiccated Coconut)

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN KACANG KEDELAI PADA ROTARY DRYER

Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran

ANALISIS SISTEM PENGERING OPAK SINGKONG TIPE RUANG KABINET DENGAN MENGGUNAKAN BIOMASSA LIMBAH PELEPAH PINANG DAN PELEPAH KELAPA

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1

Begitu banyak khasiat jahe merah. Antara lain sebagai pencahar, antirematik, peluruh keringat, peluruh masuk angin, meningkatkan gairah seks,

KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN

UJI LAMA PENGERINGAN DAN TEBAL TUMPUKAN PADA PENGERINGAN UBI JALAR DENGAN ALAT PENGERING SURYA TIPE RAK

PENGARUH SUHU DAN KETEBALAN TERHADAP KADAR AIR DAN LAJU PENGERINGAN LABU KUNING (Cucurbita Moschata) DENGAN PENGERING OVEN ELEKTRIK

SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK FLAKE

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

Tujuan pengeringan yang tepat untuk produk: 1. Susu 2. Santan 3. Kerupuk 4. Beras 5. Tapioka 6. Manisan buah 7. Keripik kentang 8.

Pengujian Pengeringan Garam Briket Skala Laboratorium

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS

LAPORAN TUGAS AKHIR PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER UNTUK PENGERINGAN KACANG TANAH. (Implementation Of DCS System and Appliance Rotary Dryer for

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan oleh petani dan petani hutan. Umbi porang banyak tumbuh liar di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.3, No. 1, Maret 2015

THE EFFECT OF STEAM BLANCHING AND CITRIC ACID SOAKING ON THE QUALITY OF LEMPUYANG (Zingiber aromaticum Val.) DRIED BY SOLAR TUNNEL DRYER SKRIPSI

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

Perbandingan Akurasi Backpropagation Neural Network dan ANFIS Untuk Memprediksi Cuaca

Transkripsi:

MODEL LAPIS TIPIS PENGERINGAN MENGGUNAKAN METODE PENGERING RAK Abstract Kristinah Haryani 1), Suherman 2), Suryanto 3) 1,2) Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang 3) Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang Semarang Ginger (Zingiber officinale Rosc.) is one of the agricultural commodities such as spice plants that have high economic value. Drying ginger is one way to improve the product quality with a lower moisture content materials. This research was carried out by using a tray dryer with drying temperature are 40 o C, 50 o C and 60 o C. The type of the dried ginger are red ginger, small ginger and big ginger. Sample is peeled before and cut to produce a thickness of sample 1,5cm, 1 cm and 0,5cm. After drying for 4hours, that known the drying rate increases with an increase in drying temperature. Drying rateis also influenced by the surface area of the sample ginger. The best drying rate obtained from ginger samples with a thickness of 0,5 cm. Three thin-layer drying models are used to compare the rate of moisture rate modeling with moisture rate experiments. Pag emodel is a model of a thin layer which can prove that the moisture rate modelling and moisture rate experiment has the best statistical correlation. Drying will cause a change in color, texture and shape of the sample. Ginger drying using tray dryer, the sample sizes hould be minimize and dried at 60 o C. Keywords: Ginger Rhizome, Drying, Tray Dryer, Thin Layer Drying. PENDAHULUAN Jahe merupakan salah satu komoditas pertanian berupa tanaman rempah-rempah yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Pada saat ini jahe sudah merakyat dan hampir ada di seluruh wilayah Indonesia (Murhananto, 1991).Dari jahe dapat dibuat berbagai produk yang sangat bermanfaat dalam menunjang industri obat tradisional, farmasi, kosmetik dan makanan/ minuman. Menurut Rukmana (2004), zat-zat yang terkandung dalam rimpang jahe berkhasiat sebagai obat peluruh keringat, obat rematik, sakit kepala, mulas, batuk kering, penyakit kulit, luka, cacingan, luka lecet, radang tenggorokan, sengatan binatang, tonikum, penghangat tubuh, penambah nafsu makan, dan masuk angin. Dalam Modifikasi Peraturan Perundang-undangan Obat Tradisional, simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Ditjen.POM, 1982). Syarat mutu jahe kering dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Syarat Mutu Jahe Kering KARAKTERISTIK SYARAT MUTU Bau dan rasa Khas Kadar air, % (bobot/bobot), maks 12,0 Kadar Minyak ar,(ml/100g),min 1,5 Kadar abu, % (bobot/bobot), maks 8,0 Berjamur dan berserangga Tak ada Benda asing,% (bobot/bobot), maks 2,0 (Sumber: SNI 01-3393-1994) Simplisia jahe diperoleh dari metode pengeringan. Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air sampai batas yang terbaik sekitar 8 10 %, karena pada tingkat kadar air tersebut, kemungkinan bahan cukup aman terhadap pencemaran, baik yang disebabkan oleh jamur ataupun insektisida. Dalam memproduksi jahe kering dilakukan dengan metode pengeringan. Pengeringan adalah cara pengawetan pangan yang paling tua dan paling luas digunakan. Pengeringan pangan merupakan penerapan panas dalam kondisi terkendali untuk mengeluarkan sebagian besar air dari dalam bahan pangan melalui proses evaporasi (pada pengeringan umum) dan sublimasi (pada pengeringan beku) (Hasibuan, 2004). Proses pengeringan adalah suatu proses pengurangan atau penghilangan kadar air dari suatu bahan sampai mencapai nilai tertentu. Prinsip pengeringan yaitu mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya maka apabila kadar air dalam bahan hasil pertanian cukup rendah maka mikroorganisme tidak dapat tumbuh padanya dan reaksi-reaksi kimia juga tidak dapat berlangsung di dalamnya. Kecepatan pengeringan dan kadar air dari produk akhir sangat penting dalam proses pengeringan (Mujumdar, 2007). Selain itu MODEL LAPIS TIPIS PENGERINGAN MENGGUNAKAN. (Kristinah Haryani, Suherman, Suryanto) 11

terdapat faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan pengeringan antara lain, luas permukaan, perbedaan suhu dan udara sekitarnya, kecepatan aliran udara, dan tekanan udara (Supriyono, 2003). Beberapa studi tentang pengeringan jahe telah dilakukan. Dari penelitian Agbo dan Eze (2011) diketahui bahwa pengeringan jahe menggunakan metode solar drying, suhu dan kelembaban udara sangat mempengaruhi kualitas jahe kering. Suhu 40 o C merupakan suhu optimum pada pengeringan solar drying. Jayashreedan Visvanthan (2013) melakukan penelitian pengeringan jahe menggunakan metode mechanical dryer. Diketahui bahwa pengeringan jahe optimum dilakukan pada suhu kurang dari 70 o C agar didapatkan warna, kualitas oleoresin dan perbandingan moisture ratio yang paling baik. Dari penelitian tersebut didapatkan persamaan pendekatan difusi merupakan persamaan model lapis tipis yang mendekati kecocokan dengan hasil percobaan. Tray dryer adalah alat atau mesin untuk mengeringkan produk yang berguna dalam sektor industri kecil seperti industri makanan atau industri kimia. Umumnya, sebuah sistem pengeringan terdiri dari beberapa bentuk dari udara pemanas dan sebuah kipas untuk melewati udara terhadap produk untuk mengurangi permukaan atau menguapkan permukaan menjadi kondisi uap.(rohman, 2008). Adapun dilakukannya penelitian ini ialah mengetahui pengeringan jahe dengan tray dryer sehingga didapatkan suhu dan kondisi bahan optimum pada saat pengeringan dan mengkaji model lapis tipis yang cocok pada pengeringan jahe dengan tray dryer. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jahe. Jahe yang digunakan terdiri dari jahe merah, jahe emprit dan jahe gajah. Ketiga jahe ini didapatkan dari supplier jahe segar dari perkebunan daerah Salatiga, Jawa Tengah. Metode Proses pengeringan jahe dilakukan menggunakan alat tray dryer dengan sumber udara panas berasal dari kompor gas. Alat tray dryer ini dilengkapi dengan pengatur suhu dan tray pada ruang pengering nya. Digunakan 2 tray pada alat ini yang tray 1 yang terletak di bawah dan tray 2 yang terletak diatas tray 1, sehingga tray 1 lebih dekat dengan sumber uap panas Gambar 1. Alat Tray Dryer Sebelum pengeringan dilakukan sampel jahe seberat 20 gram dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 130 o C selama 2 jam. Sehingga didapatkan berat kering setelah pengeringan. Untuk mendapatkan kadar air awal bahan digunakan perhitungan sebagai berikut: Kadar air = x100% Dimana : mp : berat cawan porselin m1: berat cawan + sampel sebelum dikeringkan m2 : berat cawan + sampel sesudah dikeringkan Kemudian, pengeringan dilakukan dengan variabel suhu 40 o C, 50 o C dan 60 o C. Pengaturan suhu dilakukan melalui pengatur suhu yang terdapat pada alat tray dryer dan kompor gas. Variabel lainnya ialah ketebalan pemotongan (pengupasan dan pengirisan) yakni 1,5cm, 1cm dan 0,5 cm. Sampel seberat 200 gram dikeringkan selama 4 jam dengan interval waktu 30 menit untuk penimbangan sampel jahe. Pengolahan Data dan Permodelan Data berat sampel yang didapat selama pengeringan kemudian dihitung kadar air serta moisture rate nya. MR (moisture ratio) ditampilkan sebagai kadar air berdimensi (Adnan & Kuchuk, 2003): 12 TEKNIS, Volume 10, Nomor 1, April 2015 : 11-16

Dimana: Me : Kadar air kesetimbangan M : Kadar air dalam waktu tertentu, yang dapat dihitung berdasarkan basis basah atau basis kering Mo : Kadar air awal Model matematika dapat menjelaskan tentang mekanisme pengeringan yang menyediakan informasi tentang temperatur yang dibutuhkandan informasi kelembaban.persamaan pengeringan lapisan tipis, dibagi atas 3 kategori, yaituteroritis, semi teroritis, dan empiris.parameter-parameter model yang dapat ditentukan adalah difusifitas moisture efektif, konduktifitas panas efektif, dan konstanta pengeringan. Parameter-parameter model ini dapat berupa persamaan empiris ataupun konstanta yang dapat ditentukan melalui optimasi proses ataupun penentuan secara khusus sehingga diperoleh nilai-nilainya (Istadi,dkk., 2002). Diketahui terdapat 3 persamaan model lapis tipis yang cocok digunakan untuk sampel hasil pertanian yakni Tabel 2. Model Matematika Pengeringan Lapis Tipis Model Persamaan Newton MR= exp (-kt) Henderson dan Pabis MR= a exp (-kt) Page MR= exp (-kt n ) HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Pengeringan Terhadap Pengeringan Gambar 2. Grafik Hubungan Waktu dengan Kadar Air pada Jahe Merah Gambar 3. Grafik Hubungan Waktu dengan Kadar Air pada Jahe Gajah Parameter stastistik yang digunakan untuk mencari model yang paling tepat adalah penggunaan koefisien korelasi (R 2 ), mean bias error (x 2 ), dan root mean square error (RMSE). R 2 = x 2 = RMSE = Model terbaik menggambarkan nilai koefisien korelasi (R 2 ) dan x 2 yang tinggi sedangkan nilai root mean square error (RMSE) yang rendah (Togrul& Pehlivan, 2004). Gambar 4. Grafik Hubungan Waktu dengan Kadar Air pada Jahe Emprit Dari ketiga grafik di atas dapat diketahui bahwa pada umumnya kadar air mengalami penurunan seiring lamanya waktu pengeringan. Pada profil penurunan kadar air pada tiap jenis diketahui pengeringan dengan menggunakan tray 1 dapat menghasilkan kadar air yang rendah pada suhu pengeringan jahe 60 o C. Semakin tinggi suhu pengeringan, maka dihasilkan kadar air yang rendah. MODEL LAPIS TIPIS PENGERINGAN MENGGUNAKAN. (Kristinah Haryani, Suherman, Suryanto) 13

Fenomena ini dapat dijelaskan bahwa tingkat laju pengeringan akan meningkat dengan peningkatan suhu medium pengeringan, dikarenakan adanya peningkatan difusifitas air pada suhu yang tinggi. Fluks antara media pemanas dan bahan padatan meningkat dengan meningkatnya suhu pemanas sehingga terjadi peningkatan termal dan perpindahan massa mengakibatkan peningkatan laju pengeringan (Kannan& Sobramanian, 2008). Pengaruh Ketebalan Terhadap Pengeringan Kadar Air pada Jahe Merah Gambar 5. Grafik Hubungan Waktu dengan Karena luas permukaan pengeringan per satuan berat akan mempengaruhi pengeringan. Laju pengeringan tertinggi ditemukan pada perlakuan jahe yang dipotong secara diiris tipis setebal 0,5 cm. Hal ini disebabkan oleh difusi yang lebih tinggi dikarenakan 2 permukaan bahan yang mengenai panas pengering dan permukaan difusi antara bagian dalam dan permukaan bahan yang kecil (Hoque, 2013). Gambar 6. Grafik Hubungan Waktu dengan Kadar Air pada Jahe Gajah Gambar 7. Grafik Hubungan Waktu dengan Kadar Air pada Jahe Emprit Dari ketiga grafik di atas dapat diketahui bahwa kadar air mengalami penurunan seiring lamanya waktu pengeringan. Pada profil penurunan kadar air pada tiap jenis jahe, perlakuan pemotongan jahe secara slice yang menghasilkan ketealan bahan setebal 0,5 cm dapat menghasilkan kadar air yang rendah pada suhu pengeringan jahe 60 o C. Dalam penelitian ini, laju pengeringan konstan (Constant Drying Rate) tidak diperoleh.pada periode falling rate kadar air pada permukaan bahan memasuki fase saturated dengan air dan laju pengeringan dikendalikan oleh difusi kelembaban dari dalam bahan ke permukaan (El- Beltagy& Gamea, 2007). Pada proses pengeringan harus diperhatikan suhu udara pengering. Semakin besar perubahanantara suhu media pemanas dengan bahan yang dikeringkan, maka semakin besar kecepatan perpindahan panas ke dalam bahan sehingga penguapan air bahan lebih cepat (Olawale& Omole, 2011) Data Model Lapis Tipis Dari hasil perhitungan observasi terdapat tiga model yang sesuai dengan perilaku penurunan MR yang terdapat pada kadar air masing masing jenis jahe. Ketiga model tersebut antara lain, model Newton, model Henderson and Pabis, dan model Page.Hasil dari pengujian ini maka diperoleh nilai konstanta dan nilai korespondensi pada masing masing model yang diuji. 14 TEKNIS, Volume 10, Nomor 1, April 2015 : 11-16

Tabel 3. Konstanta Permodelan dan Parameter Statistik Setiap Model Jenis Model Suhu Konstanta R 2 RMSE X 2 Jahe Merah Newton 40 o C k = 0,0071 0,9709 0,04406 0,00218 50 o C k = 0,0083 0,829 0,1123 0,0142 60 o C k = 0,0084 0,436 0,2119 0,0505 Pabis 40 o C k = 0,00715 0,9879 0,0283 0,00103 a = 0,9218 50 o C k = 0,00083 0,74756 0,1365 0,0239 a = 0,7671 60 o C k = 0,00842 0,655 0,1657 0,0353 a = 0,5332 Page 40 o C k = 0,0178 0,999 0,0066 0,00005 n = 0,8364 50 o C k = 0,1442 0,997 0,014 0,00207 n = 0,7 60 o C k = 0,1442 0,979 0,04 0,002 n = 0,5273 Jahe Emprit Newton 40 o C k = 0,0067 0,953 0,0655 0,0048 50 o C k = 0,005 0,9162 0,1105 0,0137 60 o C k = 0,0081 0,8253 0,171 0,0329 Pabis 40 o C k = 0,00679 0,9745 0,0482 0,0029 a = 0,8933 50 o C k = 0,00849 0,9507 0,0847 0,0092 a = 0,7636 60 o C k = 0,00816 0,9011 0,1287 0,0231 a = 0,6389 Page 40 o C k = 0,0912 0,995 0,0286 0,00105 n = 0,592 50 o C k = 0,0438 0,997 0,0179 0,00041 n = 0,72 60 o C k = 0,0197 0,99 0,0297 0,00114 n = 0,8133 Jahe Gajah Newton 40 o C k = 0,0081 0,9954 0,0222 0,00055 50 o C k = 0,0101 0,9673 0,0635 0,0045 60 o C k = 0,0099 0,9233 0,1183 0,0157 Pabis 40 o C k = 0,00817 0,9959 0,0211 0,00057 a = 0,9693 50 o C k = 0,01015 0,979 0,0504 0,0032 a = 1,136 60 o C k = 0,00995 0,9342 0,10963 0,01545 a = 0,7038 Page 40 o C k = 0,0096 0,9979 0,0148 0,00028 n = 0,9743 50 o C k = 0,0025 0,9986 0,013 0,00021 n = 1,2498 60 o C k = 0,1442 0,97 0,0728 0,0068 n = 0,5273 MODEL LAPIS TIPIS PENGERINGAN MENGGUNAKAN. (Kristinah Haryani, Suherman, Suryanto) 15

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa untuk model dengan nilai R 2 paling besar dan x 2 serta RMSE terkecil mempunyai kecocokan yang paling baik dengan data experimen yang diperoleh. Maka model Page dipilih untuk memprediksi karakteristik pengeringan. KESIMPULAN DAN SARAN Pengeringan terhadap tiga jenis jahe dengan menggunakan tray dryer akan menghasilkan kadar air 12% dengan suhu pengeringan 60 o C dan ketebalan pemotongan sampel setebal 0,5cm. Model Page merupakan model lapis tipis yang memiliki nilai R 2 paling besar dan x 2 serta RMSE terkecil. Sehingga model page menghasilkan moisture ratio permodelan yang cocok dengan moisture ratio percobaan. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Defany Purnamasari dan Maya Rahmadayanti yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Adnan. M., & Kucuk, H. 2003. Mathematical Modelling of Thin Layer Drying of Pistachio by Using Solar Drying. Energy Conversion and Management. 44, 1111-1122. Agbo, K.E.,& Eze, J.I., 2011. Comparative Study of Sun and Solar Drying of peeled and Unpeeled Ginger. American Journal of Scientific and Industrial Research. ISSN : 2153-649X El-Betagy, A., & Gamea, G.R., 2007. Solar Drying Characteristics of Strawberry. Journal Food Engineering. 78, 456-464. Hasibuan, R., 2004. Mekanisme Pengeringan. USU Digital Library, Medan. Hoque, M.A., 2013. Drying Kinetics of Ginger Rhizome (Zingiber Officinale). 3(2), 301-319. Istadi, Sumardiono, S., & Soetrisnanto, D. 2002. Penentuan Konstanta Pengeringan dalam Sistem Pengeringan Lapisan Tipis (Thin Layer Drying). Universitas Diponegoro. Fakultas Teknik Jayashree, E., & Visvanthan, R., 2013. Studies of Thin Layer Drying Characteristics of Ginger in a Mechanical Tray Dryer. 41(1), 86-90. Kannan, C.S.,& Sobramanian, N., 2008. Drying Kinetics of Saw Dust in Tray Dryer. Journal of Suistanable Development. 1(3).. Mujumdar, A.S. 2007.Handbook of Industrial Drying. Taylor and Francis Group, U.K. Murhananto, F.B. 1991. Budidaya, Pengolahan, Perdagangan Jahe, Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Olawale, A.S.,& Omole, S.O., 2011. Thin Layer Drying Models for Sweet Potato in Tray Dryer. Department of Chemical Engineering Ahmadu Bello University, Nigeria Rohman, S., 2008. Teknologi Pengeringan Bahan Makanan. Majari Magazine Rukmana, R., 2004. Temu-Temuan (Apotik Hidup di Pekarangan). Kanisius, Yogyakarta. Supriyono, 2003. Mengukur Faktor-faktor Dalam Pengeringan. Bagian Pengembangan Kurikulum Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Togrul, I.T., & Pehlivan, D. 2004. Modelling of Thin Layer Drying Kinetics of Some Fruits Under Open Air Sun Drying Process. Journal of Food Engineering. 65, 413-425. 16 TEKNIS, Volume 10, Nomor 1, April 2015 : 11-16