BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Perencanaan Kegiatan Audit Kinerja Dalam melaksanakan audit kinerja terhadap suatu proses pelayanan atau operasional suatu perusahaan ataupun badan pelayanan sektor publik dibutuhkan perencanaan sacara baik terlebih dahulu. Perencanaan tersebut bertujuan agar pelaksanaan audit kinerja dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Berikut ini adalah perencanaan audit kinerja terhadap pelayanan BLU Transjakarta Busway: 1. Survei pendahuluan Tujuan dari survei pendahuluan adalah untuk memperoleh informasi mengenai gambaran umum dari BLU Transjakarta Busway. Kegiatan yang dilakukan pada survei pendahuluan adalah : a. Memahami entitas yang diaudit b. Mengidentifikasi area kunci c. Menetapkan tujuan dan lingkup audit 2. Pengembangan hasil temuan atau audit rinci Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah : 50
a. Melakukan pemeriksaan terinci terhadap area kunci yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan standar pelayanan minimum yang digunakan oleh BLU Transjakarta Busway b. Menetapkan unsur-unsur temuan, seperti kondisi, kriteria, sebab, akibat, dan rekomendasi IV.2 Survei Pendahuluan IV.2.1 Pemahaman tentang Entitas Kegiatan survei pendahuluan tahap pertama adalah mengumpulkan informasi atau gambaran umum dari entitas yang akan diaudit. Gambaran umum mengenai entitas terlebih dahulu dituangkan secara lengkap pada Bab III dan lampiran Kertas Kerja Audit (Indeks A.1). Informasi mengenai gambaran umum entitas diperoleh melalui buku profil BLU Transjakarta Busway tahun 2010 disesuaikan dengan informasi terbaru dari website resmi BLU Transjakarta Busway. Dari hasil pengumpulan data informasi dan observasi langsung di lapangan maka didapat beberapa informasi penting yang bersifat umum untuk memahami entitas yaitu: 1. Entitas merupakan Badan Layanan Umum Daerah di bawah Dinas Perhubungan DKI Jakarta. 2. Kegiatannya adalah menyelenggarakan pelayanan publik berupa moda transportasi publik berbasis bus. 51
3. Entitas bertanggung jawab terhadap infrastuktur Transjakarta Busway yang mencakup rute busway, halte busway, dan infrastruktur pelengkap. Operasional bus dan tiket dikerjasamakan dengan pihak swasta. 4. Kendaraan yang dipakai untuk layanan rute Busway berupa bus non-gandeng (single bus) dengan kapasitas 85 penumpang dan bus gandeng (articulated bus) dengan kapasitas 160 penumpang. 5. Operator bus berupa badan hukum dari perusahaan angkutan penumpang dalam kota Jakarta dan/atau antar kota, yang dipilih dan ditunjuk melalui penunjukkan langsung atau melalui proses penawaran terbuka. Pemberian upah berdasarkan jumlah kilometer yang ditempuh dan Rupiah per Kilometer yang ditawarkan. 6. Tiket Transjakarta Busway terdiri atas tiket kertas, tiket elektronik dan kartu EDC JakCard; tiket kertas berbentuk karcis dengan spesifikasi khusus yang berbentuk security paper yang terdiri atas dua tipe tiket yaitu tiket full price dan tiket economic price. Informasi lainnya yang didapatkan oleh penulis dengan melakukan survey lapangan dan memanfaatkan berita-berita melalui pemberitaan di media massa yang terkait dalam pelaksanaan kegiatannya sebagai media transportasi masih terdapat beberapa kekurangan, yaitu : 1. Antrian yang mengular di beberapa titik di halte persinggungan koridor. 2. Pada jam-jam sibuk, jumlah armada yang tersedia belum sebanding dengan jumlah penumpang. 52
3. Beberapa titik di jalur busway masih sering dimasuki oleh kendaraan pribadi, menyebabkan terhambatnya perjalanan bus pada jam-jam padat penumpang. 4. Kurangnya jumlah SPBBG membuat headway di sejumlah koridor menjadi lama, karena letak SPBBG yang jauh dan kadang terjadi masalah di suatu SPBBG. Standar Pelayanan Minimal yang merupakan janji yang diberikan organisasi penyelenggara jasa kepada pelanggannya atas kualitas minimal yang akan diterima pelanggan saat menikmati jasa yang diberikan. Tujuannya adalah menjamin kepuasan pelanggan atas pelayanan jasa. Substansi yang terdapat di dalam SPM BLU Transjakarta Busway yaitu : 1. Kehandalan Pelayanan Subtansi inti dari Kehandalan Pelayanan adalah TransJakarta menjamin kehandalan operasional, termasuk kesiapan operasional bis, sarana dan prasarana, sistem operasi, dan petugas operasi. Kehandalan pelayanan Transjakarta ini dapat diukur dari kinerja 7 indikatornya yaitu: a. Rencana Headway b. Ketepatan Headway c. Waktu Penaikan dan Penurunan Penumpang d. Jarak Antara Pintu Bus dan Halte e. Kecepatan Perjalanan f. Kehandalan Armada g. Konsistensi Jam Pelayanan 53
2. Keamanan dan Keselamatan Subtansi inti dari Keamanan dan Keselamatan adalah TransJakarta menjamin keamanan dan keselamatan pelanggan saat menikmati layanan jasa busway. Keamanan dan Keselamatan pada pelayanan Transjakarta ini dapat diukur dari kinerja 5 indikatornya yaitu: a. Keamanan di dalam Halte b. Keamanan di dalam Bus c. Keselamatan di dalam Bus d. Keselamatan di dalam Halte e. Keselamatan di sepanjang Koridor 3. Kemudahan Subtansi inti dari Kemudahan adalah TransJakarta menjamin bahwa pelanggan bisa mendapat berbagai kemudahan dalam menikmati jasa layanan busway. Kemudahan pada pelayanan Transjakarta ini dapat diukur dari kinerja 5 indikatonya yaitu: a. Kemudahan mendapatkan informasi tentang Transjakarta b. Kemudahan penjualan Tiket c. Kemudahan melaporkan kehilangan/menemukan barang d. Kemudahan menyampaikan pengaduan, memberikan saran e. Kemudahan akses menuju/dari Halte 54
4. Kenyamanan Subtansi inti dari Kenyamanan adalah TransJakarta menjamin bahwa jasa layanan busway akan dinikmati pelanggan secara nyaman. Minimal pelayanan kenyamanan yang dijanjikan oleh transjakarta ini dapat diukur dari 10 indikatornya yaitu: a. Kebersihan di dalam Halte b. Suhu di dalam Halte c. Penerangan di dalam Halte d. Kepadatan penumpang di dalam Halte e. Kebersihan di dalam Bus f. Suhu di dalam Bus g. Penerangan di dalam Bus h. Kepadatan penumpang di dalam Bus i. Waktu tunggu j. Pelayanan Petugas IV.2.2 Identifikasi Area Kunci Identifikasi area kunci dilakukan dengan tujuan untuk memfokuskan area, bidang, atau kegiatan yang akan diaudit. Fokus kepada area, bidang, atau kegiatan yang tepat dapat membantu penulis melakukan audit secara efektif dan efisien. Pendekatan yang dilakukan dalam pemilihan area kunci yang penulis lakukan adalah berdasarkan faktor pemilihan (selection factors) yang terdiri atas: 55
1. Risiko manajemen 2. Signifikansi 3. Dampak audit 4. Auditabilitas Berikut ini langkah-langkah yang penulis lakukan dalam tahap menentukan area kunci: 1. Analisis untuk menentukan area audit potensial dengan menggunakan pendekatan faktor pemilihan pada tiga tugas utama BLU Transjakarta Busway, yaitu: a. Perencanaan Sistem Transjakarta Busway b. Pengoperasian dan Pelayanan jasa Transjakarta Busway c. Pengawasan dan pengendalian seluruh Sistem Transjakarta Busway. Faktor faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan pemeringkatan atas area audit potensial adalah sebagai berikut : a. Risiko Manajemen, yaitu risiko bahwa entitas atau area yang akan diaudit melakukan tindakan ketidakekonomisan, ketidakefisiensian, dan ketidakefektifan. b. Signifikansi, yaitu signifikansi dari suatu area audit yang berkaitan dengan tingkat besar kecilnya pengaruh kegiatan tersebut terhadap entitas secara keseluruhan. 56
c. Dampak Potensial dari audit kinerja, yang meliputi unsur efektivitas, peningkatan perencanaan, pengendalian dan pengelolaan, serta peningkatan akuntabilitas efisiensi, ekonomi, dan kepentingan mutu pelayanan. d. Auditabilitas, berkaitan dengan kemampuan auditor dalam menyelesaikan audit berdasarkan standar profesional. Penulis menggunakan matriks pembobotan untuk menyeleseksi area audit potensial sebagai berikut : 1. Tinggi : skor 3 2. Sedang : skor 2 3. Rendah : skor 1 Tabel 1 Tabel Matriks Pembobotan Area Audit Potensial Skor Faktor-faktor Perencanaan Sistem Transjakarta Busway Pengoperasian dan Pelayanan jasa Transjakarta Busway Pengawasan dan pengendalian seluruh Sistem Transjakarta Busway Risiko Manajemen 2 3 2 Signifikansi 2 3 2 Dampak potensial 2 3 3 Auditabilitas 2 2 2 Total Skor 8 11 9 57
Hasil Dari ketiga area audit potensial yang ada, yaitu (1) Perencanaan Sistem Transjakarta Busway, (2) Pengoperasian dan Pelayanan jasa Transjakarta Busway, dan (3) Pengawasan dan pengendalian seluruh Sistem Transjakarta Busway, area audit yang dipilih adalah Pengoperasian dan Pelayanan jasa Transjakarta Busway karena area ini juga merupakan area yang berhubungan langsung dengan pelayanan kepada pengguna layanan. 2. Analisa untuk menentukan area kunci berdasarkan area audit potensial dengan memperhatikan beberapa faktor sebagai berikut : a. Risiko manajemen, risiko atas tidak tercapainya suatu kinerja yang ekonomis, efisien, dan efektif. b. Signifikansi, yaitu menilai apakah suatu kegiatan dalam area audit secara komparatif memiliki pengaruh yang besar terhadap kegiatan lainnya dalam objek audit secara keseluruhan. Faktor yang dipertimbangkan : 1) Batas kritis keberhasilan 2) Visibilitas c. Dampak hasil pemeriksaan, yaitu pengaruh hasil audit terhadap perbaikan atas area yang diaudit. Hal ini berkaitan dengan pemberian pelayanan oleh unit yang diaudit, sehingga hasil audit haruslah dapat memiliki efek terhadap pemberian pelayanan oleh unit tersebut. d. Auditabilitas, berkaitan dengan kemungkinan dapat atau tidaknya audit dilaksanakan sesuai dengan standar profesional. 58
Penulis menggunakan matriks pembobotan untuk menyeleksi area kunci dengan skor sebagai berikut: 1. Tinggi : skor 3 2. Sedang : skor 2 3. Rendah : skor 1 Tabel 2 Tabel Matriks Pembobotan Area Kunci No. Area Risiko Manajemen Signifikansi Dampak Audit Auditabilitas Total 1. Rencana Headway 3 3 3 2 11 2. Ketepatan Headway 3 3 3 3 12 3. Waktu Penaikan dan 1 3 2 3 9 Penurunan Penumpang 4. Kecepatan Perjalanan 2 3 3 3 11 5. Kehandalan Armada 2 3 2 1 8 6. Konsistensi Jam Pelayanan 2 2 2 2 8 7. Keamanan di dalam Halte 2 2 2 2 8 8. Keamanan di dalam Bus 2 2 3 2 9 9. Keselamatan di dalam 2 2 2 2 8 Halte 10. Keselamatan di dalam Bus 2 3 3 2 10 11. Keselamatan di sepanjang 2 3 2 2 9 59
Koridor 12. Kemudahan mendapatkan 2 3 2 2 9 informasi tentang Transjakarta 13. Kemudahan penjualan 2 3 3 2 10 Tiket 14. Kemudahan melaporkan 1 2 1 2 6 kehilangan / menemukan barang 15. Kemudahan 2 2 2 2 8 menyampaikan pengaduan, memberikan saran 16. Kemudahan akses 1 3 2 2 8 menuju/dari Halte 17. Kebersihan di dalam Halte 2 2 2 2 8 18. Suhu di dalam Halte 1 2 2 2 7 19. Penerangan di dalam Halte 2 2 2 2 8 20. Kepadatan penumpang di 3 3 3 3 12 dalam Halte 21. Kebersihan di dalam Bus 2 2 2 2 8 22. Suhu di dalam bus 1 2 2 2 7 23. Penerangan di dalam Bus 1 2 2 2 7 60
24. Kepadatan Penumpang di 3 3 3 3 12 dalam Bus 25. Waktu tunggu di Halte 3 3 3 1 10 26. Pelayanan petugas 2 3 3 3 11 27. Jarak antara pintu Bus dan 2 2 1 1 6 Halte Hasil pembobotan dimuat dalam matriks area kunci yang mencakup 27 jenis substansi standar pelayanan yang disediakan oleh BLU Transjakarta dan memberikan skor berdasarkan pertimbangan dari segi keahlian (professional judgement) yang dimiliki oleh auditor. Tabel Matriks Pemilihan Area Kunci Dari hasil pemilihan area kunci di atas, prioritas yang diaudit adalah yang memiliki bobot tertinggi, sebagaimana tampak pada table di atas. Tabel 3 Tabel Area Kunci dengan Bobot Tertinggi No. Area Pelayanan Skor 1. Ketepatan Headway 12 2. Kepadatan penumpang di dalam halte 12 3. Kepadatan penumpang di dalam bis 12 Dari hasil analisis lebih lanjut atas area pelayanan yang dipilih, penulis melihat bahwa area Ketepatan Headway termasuk ke dalam kategori kehandalan pelayanan, 61
sedangkan Kepadatan penumpang di dalam halte dan bus serta waktu tunggu di halte termasuk ke dalam kategori kenyamanan. Intinya terdapat dua area kunci yang akan dinilai oleh penulis dalam kegiatan pelaksanaan audit di lapangan, yaitu: 1. Area Kenyamanan 2. Area Ketepatan Headway Tabel beberapa alasan area Kenyamanan dan area Ketepatan Headway memiliki bobot nilai tertinggi Tabel 4 Tabel Alasan Area Kenyamanan dan Area Ketepatan Headway memiliki Bobot Tertinggi Faktor-faktor Risiko Manajemen Alasan pada : Area Kenyamanan Area Ketepatan Headway Risiko ini tergolong tinggi karena Faktor area Ketepatan faktor kenyaman adalah faktor yang paling dicari calon penumpang, apabila jumlah penumpang meningkat berhubungan juga dengan kelangsungan manajemen dan perencanaan ke depannya Headway adalah faktor utama yang menentukan penumpang terangkut oleh bus dan sampai tepat waktu. Jika faktor ini kinerjanya kurang baik, calon penumpang bisa saja beralih ke angkutan umum lainnya. 62
Signifikansi 1. Batas Kritis Batas kritis keberhasilan Batas kritis keberhasilan Keberhasilan tergolong tinggi karena perbaikan tergolong tinggi karena atas area kenyamanan akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi pelayanan Transjakarta, seperti meningkatnya penumpang yang beralih menggunakan jasa ketepatan headway berpengaruh terhadap naik/turunnya jumlah penumpang yang berbanding lurus dengan jumlah pendapatan. Transjakarta. 2. Visibilitas Area kenyamanan merupakan point penting bagi masyarakat umum Ketepatan Headway merupakan pertimbangan utama bagi masyarakat Dampak Audit Dampak audit tergolong tinggi karena layanan ini merupakan program jangka panjang Pemda DKI untuk merubah kebiasaan masyarakat DKI menggunakan kendaraan pribadi. Perbaikan yang bertujuan meningkatkan umum untuk tetap menggunakan Transjakarta Dampak audit tergolong tinggi karena perbaikan ketepatan headway menurunkan tingkat keluhan masyarakat pada layanan publik dan meningkatkan kepercayaan masyarakat 63
kenyamanan akan mengakibatkan pada umumnya pada layanan beralihnya masyarakat pengguna kendaraan pribadi ke layanan umum yang disediakan oleh BLU Transjakarta. Auditabilitas yang ditawarkan BLU Transjakarta Auditibilitas tergolong tinggi karena pengukuran dapat dilaksanakan melalui observasi langsung. Auditibilitas tergolong tinggi karena pengukuran ketepatan waktu headway mudah dilaksanakan. Hasil Area Kunci Dua area kunci yang akan dinilai oleh penulis berdasarkan pembobotan dan analisis dalam pelaksanaan audit di lapangan, yaitu: 1. Area Kenyamanan Dari hasil pembobotan dan pengamatan langsung di lapangan, penulis melihat area kenyamanan memiliki signifikansi dan dampak audit yang tinggi. Area kenyamanan yang dimaksud memiliki bobot tertinggi dan mewakili adalah area kepadatan penumpang di dalam halte, dan area kepadatan penumpang di dalam bis. 2. Area Ketepatan Headway Area ketepatan Headway merupakan bagian dari area kehandalan pelayanan. Area ketepatan headway atau jeda waktu keberangkatan antar bus, merupakan faktor 64
terpenting dalam pelayanan sistem Transjakarta busway. Area tersebut meberikan kepastian pelayanan yang diberikan. Area kunci yang telah ditentukan tersebut memiliki keterkaitan yang tinggi dalam pelaksanaan pelayanan sistem BLU Transjakarta. Area ketepatan headway berbanding lurus dengan area kepadatan penumpang di halte, dan area kepadatan di dalam bis. Jika headway tidak berjalan sebagaimana satandar minimal yang ditetapkan, maka kepadatan penumpang di dalam halte dan di dalam bis akan semakin tinggi. IV.2.3 Tujuan dan Lingkup Audit Tujuan Audit Tetap Dari tiga area potensial yang ada, area audit yang dipilih adalah Pengoperasian dan Pelayanan jasa Transjakarta Busway sebagai area terpenting untuk dilakukan karena tingkat kepuasan konsumen terhadap jasa layanan transjakarta masih tergolong rendah. Tidak dapat dipungkiri bahwa kepuasan terhadap pelayanan ini sangat berpengaruh terhadap jumlah penumpang transjakarta. Pengukuran terhadap efektifitas pelayanan yang telah diberikan selama ini diperlukan untuk mengetahui dan memperbaiki kinerja transjakarta. Diharapkan dengan adanya pengukuran terhadap kinerja tersebut, harapan yang diemban transjakarta sesuai visi Busway sebagai angkutan umum yang mampu memberikan pelayanan publik yang cepat, aman, nyaman, manusiawi, efisien, berbudaya, dan bertaraf internasional dapat dicapai dan mampu mendorong peralihan penggunaan transportasi pribadi ke transportasi umum. Dasar utama pembentukan BLU adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Karena hal 65
tersebut maka tanpa mengurangi nilai faktor dari 3E lain yaitu efisiensi dan ekonomi maka auditor akan lebih berfokus pada area efektifitas pelayanan. Dengan demikian, perumusan tujuan audit tetap adalah: Menilai efektifitas Pengoperasian dan Pelayanan jasa yang diberikan BLU Transjakarta Busway kepada penumpang transjakarta melalui Pelayanan Kenyamanan dan ketepatan Headway yang terjamin. Lingkup Audit 1. Lingkup kegiatan yang diuji dalam audit berdasarkan pemilihan area kunci yang sudah dilakukan mencakup 3 area kunci yaitu ketepatan headway, kepadatan penumpang di dalam halte, dan kepadatan penumpang di dalam bus. 2. Lokasi audit di Kantor BLU Transjakarta 3. Audit dilakukan terhadap halte ujung koridor 1 yaitu halte Blok M dan Kota untuk mengukur ketepatan headway. Penulis memilih halte tersebut dengan pertimbangan bahwa jumlah kepadatan penumpang di koridor 1 adalah yang tertinggi (data terlampir), sehingga diharapkan pemilihan pada halte tersebut akan dapat mewakili ketepatan headway di seluruh koridor. 4. Audit dilakukan terhadap halte transit atau halte persinggungan koridor untuk mengukur kepadatan penumpang di dalam halte, yaitu halte Harmoni Central Busway dan halte Dukuh Atas 2. Penulis memilih Halte Harmoni Central Busway dengan pertimbangan bahwa halte ini merupakan halte persinggungan koridor 1, 2, 3, dan 8 sehingga penulis menilai mobilitas dan kepadatan penumpang di halte ini dapat mempresentasikan kepadatan penumpang di dalam halte. Halte dukuh atas 2 66
penulis pilih untuk menguatkan representasi kepadatan penumpang di dalam bus, alasannya adalah halte ini merupakan halte persinggungan koridor 4 dan 6 dengan mobilitas dan kepadatan penumpang di halte ini cukup tinggi untuk mewakili kepadatan penumpang di dalam halte. 5. Audit dilakukan terhadap bus-bus pada koridor 1 dan 4. Penulis memilih bus di kedua koridor itu dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan observasi, karena bersinggungan dengan lingkup halte-halte yang akan diobservasi. Selain itu bus-bus pada koridor tersebut berdasarkan survei pendahuluan, penulis menilai bus di koridor tersebut dapat mewakili kepadatan penumpang di dalam bus. IV.3 Pengembangan Temuan atau Audit Rinci IV.3.1 Pemeriksaan Area Kunci 1. Pemeriksaan rinci terhadap ketepatan headway a. Tujuan pemeriksaan Tujuan pemeriksaan terhadap ketepatan headway adalah untuk memastikan ketepatan jeda waktu keberangkatan antar bus pada halte ujung berjalan sesuai dengan rencana headway yang yang terdapat pada Standar Pelayanan Minimal BLU Transjakarta Busway. b. Prosedur pemeriksan 1) Pelajari SPM mengenai ketepatan rencana headway. 67
2) Analisis data laporan pencatatan ketepatan headway. 3) Lakukan observasi langsung ketepatan rencana headway terhadap area kunci. 4) Wawancara manajer operasi mengenai adanya prosedur pengaturan headway pada jam sibuk dan pengendaliannya. c. Hasil pemeriksaan 1) Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan dengan mempelajari SPM, penulis menemukan bahwa BLU Transjakarta Busway telah mengatur tolak ukur ketepatan rencana headway. Definisi dari ketepatan headway adalah ketepatan jeda waktu keberangkatan antar bus pada halte ujung yang telah di tetapkan di dalam indikator rencana headway. Indikator rencana headway pada halte ujung pada saat peak 5 menit dan off peak 10 menit. Penjelasan rentang waktu yang dimaksud di dalam istilah peak dan off peak tidak dijelaskan di dalam SPM. Penulis berasumsi bahwa yang dimaksud peak adalah waktu dimana para penumpang berangkat dan pulang beraktivitas dengan rentang waktu antara pukul 05:00 pagi sampai pukul 10:00 pagi untuk keberangkatan dan pukul 17:00 sore sampai pukul 20:00 malam untuk kepulangan, sedangkan untuk off peak adalah rentang waktu antara pukul 10:00 pagi sampai dengan pukul 17:00 sore. Prasyarat pencapaian tolak ukur tersebut adalah strelisasi jalur sepanjang koridor, persimpangan, 68
pengendalian lalu lintas, tersedianya jalan, tersedianya bus yang layak, dan kesigapan petugas. 2) Berdasarkan metode pengukuran yang terdapat di dalam SPM, ketepatan headway diukur dan dicatat oleh petugas BLU Transjakarta secara rutin. Auditor bertugas memeriksa apakah ketepatan headway telah diukur dan dicatat oleh petugas di lapangan. Penulis mencoba meminta data pencatatan ketepatan headway untuk dapat menganalisis ketepatan headway, namun data tersebut tidak diberikan oleh auditee. Keterbatasan tersebut mendorong penulis untuk melakukan pengukuran ketepatan headway secara langsung di lapangan. 3) Penulis melakukan pengukuran ketepatan headway secara langsung di lapangan. Pengukuran dilakukan terhadap halte ujung koridor 1, yaitu halte Blok M dan halte Kota. Waktu pengukuran dilaksanakan dalam tempo 1 hari pada saat peak dengan rentang waktu pengukuran dari pukul 06:00 06:30 WIB untuk halte Blok M, kemudian pukul 17:00-17:30 WIB untuk halte Kota, dan pada saat off peak dengan rentang pengukuran dari pukul 11:00 11:30 WIB di halte Blok M. alat bantu ukur yang digunakan adalah stopwatch. Disamping itu penulis merasa perlu menjelaskan bahwa pengukuran tersebut terdapat banyak keterbatasan waktu dan lingkup yang diukur, oleh karena itu penulis hanya melakukan pengukuran pada tempat dan waktu yang telah ditentukan dengan pertimbangan bahwa pada koridor 1 memiliki 69
kepadatan penumpang tertinggi di banding koridor lainnya. Berikut ini adalah hasil pengukuran ketepatan headway yang penulis lakukan: a) Waktu peak pada pukul 06:00 06:30 WIB di halte Blok M, dengan sasaran pencapaian tolak ukur 5 menit. Tabel 5 Tabel Pengukuran Ketepatan Headway 1 Bus Jam Berangkat Jeda waktu 1 6:02-2 6:05 3 menit 3 6:07 2 menit 4 6:10 3 menit 5 6:14 4 menit 6 6:19 5 menit 7 6:22 3 menit 8 6:25 3 menit 9 6:28 3 menit Total 26 menit rata-rata = 26 menit/8 = 3,2 menit Dari hasil pengukuran tersebut diperoleh rata-rata jeda waktu keberangkatan antar bus pada halte ujung adalah sebesar 3,2 menit. Hasil tersebut sesuai dengan sasaran pencapaian tolak ukur ketepatan headway pada saat peak 5 menit. b) Waktu peak pada pukul 17:00 17:30 WIB di halte Kota, dengan sasaran pencapaian tolak ukur 5 menit. 70
Tabel 6 Tabel Pengukuran Ketepatan Headway 2 Bus Jam Berangkat Jeda waktu 1 17:00-2 17:03 3 menit 3 17:08 5 menit 4 17:18 10 menit 5 17:25 7 menit 6 17:27 2 menit 7 17:29 2 menit Total 29 menit rata-rata = 29 menit/6 = 4,8 menit Dari hasil pengukuran tersebut diperoleh rata-rata jeda waktu keberangkatan antar bus pada halte ujung adalah sebesar 4,8 menit. Hasil tersebut sesuai dengan sasaran pencapaian tolak ukur ketepatan headway pada saat peak 5 menit. Namun penulis menemukan bahwa terdapat jeda waktu yang signifikan terhadap keberangkatan bus 4 dan 5 sesuai dengan tabel di atas. penulis melakukan konfirmasi hal tersebut kepada manajer operasional untuk mengetahui tanggapannya. Hasil yang di dapat adalah, pada koridor 1 terdapat kebijakan untuk membalikkan tujuan bus, contohnya adalah bis yang berangkat dari halte Blok M menuju halte Kota di putar balik arahnya di bundaran Hotel Indonesia kembali menuju halte Blok M untuk dapat mengangkut kepadatan penumpang yang menumpuk di halte transit Dukuh Atas. 71
kebijakan tersebut berakibat kepada keterlambatan headway pada halte Kota. c) Waktu off peak pada pukul 11:00 11:30 WIB di halte Blok M, dengan sasaran pencapaian tolak ukur 10 menit. Tabel 7 Tabel Pengukuran Ketepatan Headway 3 Bus Jam Berangkat Jeda waktu 1 11:02-2 11:10 8 menit 3 11:15 5 menit 4 11:18 3 menit 5 11:25 7 menit 6 11:30 5 menit Total 28 menit rata-rata = 28 menit/5 = 5,6 menit Dari hasil pengukuran tersebut diperoleh rata-rata jeda waktu keberangkatan antar bus pada halte ujung adalah sebesar 5,6 menit. Hasil tersebut sesuai dengan sasaran pencapaian tolak ukur ketepatan headway pada saat off peak 10 menit. 4) Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap manajer operasi BLU Transjakarta Busway, penulis menemukan bahwa prosedur pengaturan headway pada jam sibuk telah diatur di dalam SOP dan SPM. Hal ini dapat dilihat dari setiap halte ujung ditempatkan petugas untuk mengatur jeda waktu keberangkatan antar bis. 72
2. Pemeriksaan rinci terhadap area kepadatan penumpang di dalam halte a. Tujuan pemeriksaan Tujuan pemeriksaan terhadap kepadatan penumpang di dalam halte adalah untuk memastikan kepadatannya sesuai dengan standar pelayanan minimal yang sudah ditetapkan. b. Prosedur pemeriksaan 1) Pelajari SPM mengenai kepadatan penumpang di dalam halte. 2) Lakukan observasi langsung terhadap kepadatan di halte-halte yang telah ditetapkan dalam ruang lingkup. 3) Pastikan petugas PAM Shelter mengatur antrian penumpang di halte sesuai dengan SOP. c. Hasil pemeriksaan 1) Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan dengan mempelajari SPM, penulis menemukan bahwa BLU Transjakarta Busway telah mengatur jumlah maksimum penumpang di dalam halte adalah sebanyak 5 orang per meter persegi (off peak), 8 orang per meter persegi (peak) dan 10 orang per meter persegi (crush). Prasyarat pencapaiannya adalah dengan desain halte yang sesuai untuk memenuhi volume penumpang, kondisi lalu lintas dan sterilisasi jalur yang menjadi kewenangan kepolisian dan DLLAJR, dan tersedianya bus yang mencukupi. 73
2) Penulis melakukan observasi langsung untuk mengukur kepadatan penumpang di dalam halte-halte yang telah di tetapkan dalam ruang lingkup. Observasi difokuskan pada saat peak, dengan asumsi waktu dari pukul 17:00 20:00 WIB. Hasil observasinya adalah sebagai berikut: a) Halte Harmony Central Busway Observasi dilakukan pada saat peak yaitu pada pukul 18:00 WIB. Penulis menemukan bahwa kepadatan di dalam halte ini sudah melebihi jumlah maksimal yang ditetapkan oleh SPM, sehingga substansi kenyamanan yang ingin dicapai dinilai tidak terpenuhi. Pengukuran berdasarkan jumlah maksimum yang ditentukan melalui SPM sulit untuk penulis lakukan dikarenakan jumlah antrian yang sangat padat sehingga membatasi ruang gerak penulis untuk melakukan pengukuran secara matematis. b) Halte Dukuh Atas 2 Observasi dilakukan pada saat peak yaitu pada pukul 17:00 WIB. Penulis menemukan bahwa kepadatan di dalam halte ini sudah melebihi jumlah maksimal yang ditetapkan oleh SPM, hal ini penulis simpulkan dari panjang antrian yang memanjang sampai keluar badan halte menuju ke jembatan penyeberangan orang yang terhubung ke halte busway. 74
3) Berdasarkan observasi langsung di halte-halte yang telah ditetapkan, penulis menemukan bahwa penanganan petugas PAM Shelter telah mengatur antrian dengan baik sesuai dengan SOP yang ditetapkan BLU Transjakarta Busway. 3. Pemeriksaan rinci terhadap area kepadatan penumpang di dalam bus a. Tujuan pemeriksaan Tujuan pemeriksaan terhadap kepadatan penumpang di dalam bus adalah untuk memastikan kepadatannya sesuai dengan standar pelayanan minimal yang sudah ditetapkan. b. Prosedur pemeriksaan 1) Pelajari SPM mengenai kepadatan penumpang di dalam bus. 2) Lakukan observasi langsung terhadap kepadatan di dalam bus-bus yang telah ditetapkan dalam ruang lingkup. 3) Pelajari SOP tentang prosedur penaikkan dan penurunan penumpang, kemudian pastikan satgas on board mengatur naik dan turun penumpang sesuai SOP. c. Hasil pemeriksaan 1) Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan dengan mempelajari SPM, penulis menemukan bahwa BLU Transjakarta Busway telah mengatur jumlah maksimum penumpang di dalam bus adalah sebanyak 5 orang 75
per meter persegi (off peak) dan 8 orang per meter persegi (peak). Prasyarat pencapaiannya adalah ketersediaan bus oleh operator yang mencukupi, kondisi lalu lintas dan sterilisasi jalur yang menjadi kewenangan kepolisian dan DLLAJR. 2) Observasi langsung terhadap kepadatan penumpang di dalam bus penulis fokuskan pada saat peak dengan alasan pada waktu tersebut merupakan waktu padat penumpang, sehingga dapat mewakili kondisi kenyamanan di dalam bus. Pelaksanaan observasi berlangsung mulai pukul 17:00 WIB dengan menaiki bus yang berada di koridor 4 dari halte Matraman menuju halte dukuh atas 2, transit ke halte dukuh atas 1 untuk selanjutnya menaiki bus pada koridor 1 menuju halte Blok M. kepadatan penumpang di dalam bus pada koridor 1 dan koridor 4 dinilai jauh dari substansi pencapaian kenyamanan yang telah ditetapkan di dalam SPM. Penulis tidak dapat melakukan pengukuran terinci terhadap kepadatan penumpang di dalam bus karena kondisi di dalam bus yang sangat padat. 3) Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap SOP penurunan dan penaikkan penumpang oleh satgas on board, rentang waktu penurunan penumpang telah dijelaskan secara tertulis, dengan rentang waktu sebesar 21-30 detik, namun rentang waktu dan jumlah maksimum untuk penaikkan penumpang tidak dijelaskan secara rinci, hanya di instruksikan untuk bekerja sama antara satgas on board 76
dengan PAM Shelter. Observasi langsung di dalam bus yang penulis naiki, penulis menemukan bahwa penanganan satgas on board telah mengatur penurunan dan penaikan penumpang dengan baik sesuai dengan SOP yang ditetapkan BLU Transjakarta Busway. IV.3.2 Hasil Penelitian Audit Kinerja Berdasarkan penelitian audit kinerja terhadap pelayanan BLU Transjakarta Busway, terdapat beberapa kelemahan yang ditemukan pada saat pemeriksaan area kunci yang perlu diberikan rekomendasi perbaikan yaitu: 1. Kepadatan penumpang di dalam halte transit melebihi jumlah maksimum yang ditetapkan SPM. Kondisi: Sistem Transjakarta memiliki halte untuk transit penumpang antar koridor yang disebut halte transit. Halte transit terletak di persinggungan dua atau lebih koridor yang bersinggungan. Halte transit telah di desain dengan spesifikasi khusus dan ketersediaan ruang. Karena disinggahi oleh penumpang dari dua atau lebih koridor, membuat halte transit selalu padat penumpang. Kriteria: Kepadatan penumpang di dalam halte harus sesuai dengan jumlah maksimum yang ditetapkan di dalam SPM yang dimiliki BLU Transjakarta Busway. hal tersebut unutk memenuhi substansi kenyamanan terhadap pelayanan yang 77
diberikan oleh BLU Transjakarta Busway. Jumlah maksimum kepadatan penumpang di dalam halte adalah sebanyak 5 orang per meter persegi (off peak), 8 orang per meter persegi (peak) dan 10 orang per meter persegi (crush). Selain itu kepadatan penumpang di dalam halte seharusnya masih dapat memberikan ruang gerak yang cukup nyaman untuk penumpang. Sebab: Sterilisasi jalur busway yang dikordinasikan dengan instansi terkait belum berjalan secara berkesinambungan. BLU Transjakarta Busway kurang memiliki wewenang untuk pengaturan sterilisasi, wewenang nya terdapat pada kepolisian dan DLLAJR. BLU Transjakarta Busway sebatas mengatur buka tutup portal pada persimpangan jalur busway yang dioperasikan langsung oleh petugas di lapangan. Akibat: Kurang efektifnya operasional sistem Transjakarta busway sebagai akibat dari tidak adanya kerja sama yang berkesinambungan antar instansi terkait. Pihak BLU lebih merasa hal tersebut bukan dalam wewenang tanggung jawabnya, sehingga jalur busway sering tidak dijaga sterilisasinya dari kendaraan lain selain bus. Kedatangan bus yang mengalami keterlambatan untuk mengangkut penumpang dari dalam halte transit karena kurangnya sterilisasi jalur membuat halte transit mengalami kepadatan yang tinggi dan mengurangi kenyamanan penumpang. 78
Rekomendasi: BLU Transjakarta Busway sebaiknya melakukan kordinasi ulang mengenai sterilisasi jalur busway kepada instansi-instansi terkait agar terdapat kejelasan tanggung jawab dalam hal sterilisasi jalur busway. dengan adanya kordinasi ulang diharapkan pembagian tugas dan wewenang setrilasasi jalur busway dapat terlaksana secara berkesinambungan. Wewenang pengoperasian portal di jalur busway sebaiknya di maksimalkan oleh BLU Transjakarta busway dengan konsisten menempatkan petugas untuk operasonal buka tutup jalur busway dan melakukan pengawasan terhadap operasional portal. BLU Transjakarta busway sebaiknya melakukan evaluasi terhadap desain halte transit terkait kapasitas daya tampungnya untuk dapat menyesuaikan kapasitas halte terhadap kepadatan penumpang di dalam halte. 2. Kepadatan penumpang di dalam bus melebihi jumlah maksimum yang ditetapkan SPM. Kondisi: Operasional sistem Transjakarta busway di dukung oleh dua jenis bus, yaitu bus non-gandeng dan bus gandeng. Bus non-gandeng mempunyai kapasitas daya angkut sebanyak 85 penumpang, sedangkan bus gandeng memiliki daya angkut kapasitas sebanyak 160 penumpang. Pada waktu peak daya angkut bus melebihi dari kapasitas normalnya. Satgas on board berperan dalam penaikkan dan penurunan penumpang. 79
Kriteria: Kepadatan penumpang di dalam bus harus sesuai dengan jumlah maksimum penumpang di dalam bus yang ditetapkan di dalam SPM BLU Transjakarta Busway. Jumlah maksimum penumpang di dalam bus adalah sebanyak 5 orang per meter persegi (off peak) dan 8 orang per meter persegi (peak). Selain itu kepadatan penumpang di dalam bus seharusnya masih dapat memberikan ruang gerak yang cukup nyaman untuk penumpang. Sebab: Tingginya jumlah penumpang pada waktu peak. Tidak adanya penjelasan atau standar jumlah maksimum penumpang yang dapat diangkut dari dalam halte pada waktu peak. Satgas on board kurang bisa membatasi jumlah penumpang yang memaksa naik ke dalam bus. Akibat: Terjadi kepadatan penumpang di dalam bus yang melebihi kapasitas dan standar jumlah maksimum kepadatan penumpang di dalam bus yang di tetapkan di dalam SPM BLU Transjakarta Busway. selain itu, peran dari satgas on board dalam hal rentang waktu dan jumlah maksimum penaikkan penumpang menjadi kurang efektif. 80
Rekomendasi: BLU Transjakarta Busway sebaiknya memperbaiki prosedur penaikan penumpang dari dalam halte ke dalam bus secara tertulis dan jelas agar kinerja satgas on board dapat berjalan lebih efektif. Prosedur tersebut diharapkan memuat standar acuan rentang waktu dan jumlah maksimum penaikan penumpang. Dengan adanya perbaikan prosedur tersebut diharapkan akan dapat mengurangi kepadatan penumpang di dalam bus sehingga salah satu substansi pelayanan yaitu kenyamanan dapat diberikan secara efektif. 81