BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menghambat enzim HMG-CoA reduktase. HMG-CoA merupakan pembentuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKAA Sifat. Fisikokimia. berikut: Rumus struktur : Nama Kimia. Rumus Molekul. : C 6 H 12 NNaO. Berat Molekul.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut British Pharmacopeia (2009), sifat fisikokimia domperidone

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akrilamida (sinonim: 2-propenamida, etilen karboksi amida, akrilik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis, singkatnya TB adalah suatu penyakit menular yang paling

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meringankan gejala batuk dan pilek, penyakit yang seluruh orang pernah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbagai infeksi virus pada manusia disebabkan oleh virus herpes. Infeksi

Analisis Fenobarbital..., Tyas Setyaningsih, FMIPA UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat influenza. PCT merupakan analgesik-antipiretik, dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigitan serangga dan eksim scabies (Anonim, 2008). Fluosinolon asetonid

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nistatin sebagai obat antijamur poliena secara alami berasal dari

PENDAHULUAN. Semua orang selalu menginginkan kehidupan yang dijalani adalah kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Fisiko Kimia

RINGKASAN. Kata kunci : Optimasi; Fase Gerak; Campuran dalam Sirup; HPLC

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Betametason (Bm) dan Deksklorfeniramin Maleat (Dk) adalah kombinasi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sering (sekitar 80%) terjadi di paru-paru. Penyebabnya adalah suatu basil Grampositif

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut :

Kata kunci : deksametason, jamu pegal linu, KCKT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Ditjen POM RI, 1995).

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EFISIENSI KOLOM. Bentuk-bentuk kromatogram

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suspensi Kotrimoksazol mengandung Sulfametoksazol C 10 H 11 N 3 O 3 S dan. Rumus struktur : H 2 N SO 2 NH N.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

No Nama RT Area k Asym N (USP)

Volume retensi dan volume mati berhubungan dengan kecepatan alir fase

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan penambahan bahan tambahan yang sesuai. Tablet dapat berbeda-beda

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Trichomoniasis vaginalis, Amoebiasi dan Giardasis. Metronidazol bekerja efektif

BAB I PENDAHULUAN. kembali pada awal tahun 1920-an. Pada tahun 1995-an, metode kromatografi

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Sifat fisiko kimia simvastatin Menurut Moffat, et al., (2004), sifat fisiko kimia simvastatin adalah sebagai berikut: Rumus struktur: Gambar 1. Struktur Simvastatin Rumus Molekul : C 25 H 38 O 5 Berat Molekul : 418,6 Titik Lebur Pemerian Kelarutan : 135 o sampai 138 o C : Serbuk kristal putih : Tidak larut dalam air, n-heksana, dan asam klorida; larut dalam kloroform, dimetil sulfoksida, metanol, 2.1.2. Mekanisme kerja Simvastatin merupakan obat antihiperlidemia yang strukturnya beranalog dengan HMG-CoA reduktase sehingga dapat menghambat kerjanya. HMG-CoA (3-hydroxy-3-methglutaryl coenzyme A) reduktase adalah suatu enzim yang menjadi katalis (zat yang meningkatkan kecepatan reksi kimia tanpa mengalami 6

perubahan) dalam pembentukan kolesterol. Obat ini mempunyai aktivitas menghambat pembentukan kolesterol atau mempromosikan degradasi kolesterol. Aktivitas obat ini dapat menurunkan kadar kolesterol dan serum trigliserida dalam darah serta meningkatkan kadar HDL dalam darah (Katzung, dkk., 2008). HMG-CoA reduktase dapat mengubah HMG-CoA menjadi asam mevalonat yang merupakan enzim dalam biosintesis kolesterol. Simvastatin bekerja secara kompetitif menghambat enzim ini sehingga dapat mengurangi biosintesis kolesterol di hati dan jumlah kolesterol yang dapat diubah menjadi VLDL. Kejadian ini akan berujung kepada meningkatnya masukan LDLkolesterol di hati (Brenner dan Stevens, 2010). Simvastatin berdaya menurunkan kadar Low Density Lipoprotein (LDL) dan kolesterol total dalam 2-4 minggu. Kadar Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Trigliserida (TG) juga dapat diturunkan, sedangkan High Density Lipoprotein (HDL) dinaikkan sedikit. Digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan damar. Khasiat menurunkan LDL-nya kuat, tetapi lebih lemah daripada atorvastatin. DosisPermulaan 10 mg pada malam hari, bila perlu dinaikkan dengan interval 4 minggu sampai maksimal 40 mg (Tan dan Rahardja, 2007). 2.1.3 Efek samping Simvastatin umumnya dapat ditoleransi baik di tubuh, tetapi mungkin dapat menimbulkan efek samping yang serius kepada sedikit orang. Efek samping yang paling sering terjadi adalah masalah gastrointestinal, meliputi keram bagian perut dan konstipasi. Efek samping yang jarang terjadi adalah hepatitis yang disebabkan meningkatnya kadar enzim hepatik. Efek samping yang paling serius adalah rhabdomyolisis, yang berawal dari myophaty (Brenner dan Stevens, 2010). 7

2.2 Teori Kromatografi 2.2.1 Sejarah kromatografi Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacammacam teknik pemisahan, yaitu berdasarkan absorbs sampel diantara suatu fase gerak dan fase diam. Penemukromatografi adalah Tswett pada tahun 1903 mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan menggunakan suatu kolom yang berisi kapur (CaSO 4 ). Istilah kromatografi diciptakan Tswett untuk melukiskan daerah-daerah yang berwarna yang bergerak kebawah kolom. Tswett adalah yang pertama diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang proses kromatografi (Johnson dan Stevenson, 1978). 2.2.2 Pemakaian kromatografi Pemakaian untuk tujuan kualitatif mengungkapkan ada atau tidak adanya senyawa tertentu dalam cuplikan. Pemakaian untuk tujuan kuantitatif menunjukkan banyaknya masing-masing komponen campuran, sedangkan pemakaian untuk tujuan preparatif untuk memperoleh komponen campuran dalam jumlah memadai dalam keadaan murni (Gritter dkk, 1985). 2.2.3 Pembagian kromatografi Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi : (a) kromatografi adsorbsi; (b) kromatografi partisi; (c) kromatografi pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion; (e) kromatografi eksklusi ukuran dan (f) kromatografi afinitas (Johnson dan Stevenson, 1978). Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: (a) kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis, yang kedua sering disebut 8

kromatografi planar; (c) kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan (d) kromatografi gas (KG) (Johnson dan Stevenson, 1978; Gandjar dan Rohman, 2007). 2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995). KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain; farmasi, lingkungan dan industri-industri makanan. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain. Menurut De Lux Putra (2007), kelebihan KCKT antara lain: a. Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran. Resolusinya baik. b. Mudah melaksanakannya. c. Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi. 9

d. Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis. e. Dapat digunakan bermacam-macam detektor. f. Kolom dapat digunakan kembali. g. Mudah melakukan rekoveri cuplikan. h. Tekniknya tidak begitu tergantung pada keahlian operator dan reprodusibilitasnya lebih baik. i. Instrumennya memungkinan untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif. j. Waktu analisis umumnya singkat. k. Kromatografi cair preparatif memungkinkan dalam skala besar. l. Ideal untuk molekul besar dan ion. Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Munson, 1984). 2.3.1 Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Instrumentasi KCKT terdiri atas wadah fase gerak, pompa, injektor, kolom, detektor, dan pengolah data. Diagram skematik alat KCKT ditunjukkan oleh Gambar 1. 10

Gambar 1. Diagram Skematik Alat KCKT (Gandjar dan Rohman, 2009). 2.3.2 Komponen KCKT 2.3.2.1 Wadah fase gerak Wadah fase gerak harus dapat memuat fase gerak untuk KCKT dalam jumlah yang cukup untuk jalannya sistem secara terus menerus. Wadah fase gerak dapat dilengkapi dengan sistem degassing terhubung dengan alat KCKT serta saringan khusus untuk memisahkan fase gerak dari pengaruh lingkungan (Kazakevich dan Lobrutto, 2007). Wadah fase gerak harus bersih dari lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak 11

sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab dengan adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Pada saat membuat pelarut untuk fase gerak, maka akan sangat dianjurkan untuk menggunakan pelarut, buffer, dan reagen dengan kemurnian yang sangat tinggi, dan lebih terpilih lagi jika pelarut-pelarut yang akan digunakan berderajat KCKT (HPLC grade). Adanya pengotor dalam reagen dapat menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi. Adanya partikel yang kecil dapat berkumpul dalam kolom atau dalam tabung sempit, sehingga dapat mengakibatkan suatu kekosongan pada kolom atau tabung tersebut (Gandjar dan Rohman, 2009). 2.3.2.2 Pompa Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat pelarut yakni harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 ml/menit (Gandjar dan Rohman, 2009). Pompa harus menjamin tersedianya aliran fase gerak yang secara terus menerus melewati sistem. Kebanyakan pompa modern memungkinkan untuk mencampur berbagai fase gerak yang diambil dari wadah yang berbeda (Kazakevich dan Lobrutto, 2007). 2.3.2.3 Injektor Menurut Kazakevich dan Lobrutto (2007), larutan sampel masuk ke arus fase gerak melalui injektor sebelum mencapai kolom untuk pemisahan analit; 12

kebanyakan injektor modern adalah autosampler, yang memungkinkan pengaturan program untuk penginjekan larutan sampel dalam volume yang berbeda. Larutan sampel diletakkan di dalam vial pada wadah autosampler. Sedangkan untuk injektor konvensional terdiri dari 3 jenis, yaitu : a. Hentikan aliran/stop flow: aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam aliran kecil dan resolusi tidak dipengaruhi. b. Septum: injektor-injektor langsung ke aliran fase gerak umumnya sama dengan yang digunakan pada kromatografi gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60-70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Disamping itu, partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan. c. Katup putaran (loop valve): tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar daripada 10 μl dan sekarang digunakan dengan cara otomatis (dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi Load, sampel loop (cuplikan dalam putaran) diisi pada tekanan atmotsfir. Bila katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom. 13

Gambar 2. Tipe injektor dan katup putaran 2.3.2.4 Kolom Kolom merupakan jantung dari sistem kromatografi cair kinerja tinggi yang fungsinya adalah melakukan pemisahan analit dari campuran. Kolom adalah tempat dimana fase gerak berkontak dengan fase diam, membentuk suatu antarmuka dengan permukaan yang besar. Sebagian besar pengembangan kolom akhir-akhir ini dititik beratkan pada cara untuk meningkatkan kontak antar muka (Kazakevich dan Lobrutto, 2007). Menurut Jhonson dan Stevenson (1978), kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok: 1. Kolom analitik: diameter khas adalah 2-6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis kemasan. Untuk kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm. Untuk kemasan mikropartikel berpori, umumnya 10-30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm. 14

2. Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25-100 cm. Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Kemasan kolom tergantung pada mode KCKT yang digunakan. 2.3.2.5 Detektor Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, rentang respons linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh (Johnson dan Stevenson, 1978). Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer UV 254 nm. Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang luas. Detektor indeks refraksi juga secara luas digunakan, terutama dalam kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif dari pada detektor spektrofotometer UV. Detektor lainnya, antara lain: detektor fluometer, detektor ionisasi nyala, detektor elektrokimia dan lain-lain juga telah digunakan (Johnson dan Stevenson, 1978). 15

2.3.2.6 Alat pengolah data Alat pengumpul data seperti komputer, integrator dan rekorder dihubungkan ke detektor. Alat ini mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor dan memplotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dievaluasi oleh seorang analis (Gandjar dan Rohman, 2009). 2.3.2.7 Fase gerak Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan daya resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel (Gandjar dan Rohman, 2009). Pada KCKT, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah satu hal penting yang mempengaruhi proses pemisahan. Berbagai macam pelarut dipakai dalam semua jenis KCKT, tetapi ada beberapa syarat fase gerak yang digunakan dalam KCKT. Menurut Jhonson dan Stevenson (1978), kriteria fase gerak yang ideal adalah sebagai berikut: a. Murni, tanpa cemaran; b. Tidak bereaksi dengan kemasan; c. Sesuai dengan detektor; d. Dapat melarutkan cuplikan; e. Mempunyai viskositas rendah; f. Memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika diperlukan; g. Harganya wajar. Pada umumnya, pelarut dibuang setelah digunakan karena tata kerja pemurniannya memakan waktu dan mahal. Dari semua persyaratan di atas, 4 16

persyaratan pertama merupakan yang paling penting (Jhonson dan Stevenson, 1978). 2.3.2.8 Elusi isokratik dan gradien Menurut Gritter, dkk., (1985), elusi pada kromatografi cair kinerja tinggi dapat dibagi menjadi 2 sistem yaitu: 1. Sistem elusi isokratik Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan satu macam atau lebih fase gerak dengan perbandingan tetap (komposisi fase gerak tetap selama elusi). 2. Sistem elusi gradien Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan perbandingan fase gerak yang perbandingannya berubah-ubah dalam waktu tertentu (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi). Analisis isokraktik sudah umum dipakai pada aplikasi quality control. Kelemahan dari sistem ini adalah kapasitas puncak pada kromatogram yang terbatas (jumlah puncak maksimum yang dapat diakomodasi pada kromatogram) dan masalah pada sampel yang mempunyai polaritas yang berbeda, juga lambat mengelusi (contohnya pada dimer) sangat sulit di hitung pada analisis dengan sistem isokratik karena bentuk puncak yang sangat melebar dan waktu retensi yang lama (Ahuja dan Dong, 2005). Berlawanan dengan sistem isokratik, analisis dengan sistem gradien yang memungkinkan untuk menaikkan kekuatan dari fase gerak selama proses elusi sangat baik untuk sampel kompleks dan sampel yang mempunyai analit dengan polaritas yang luas. Sistem gradien dapat digunakan untuk screening dengan hasil yang baik dan untuk menguji cemaran. Sistem ini memberikan hasil pemisahan 17

yang baik untuk puncak yang keluar pada waktu-waktu awal elusi dan memberikan puncak yang lebih tajam pada puncak yang keluar pada akhir elusi. Kekurangannya adalah memerlukan peralatan yang lebih kompleks dan keahlian yang lebih tinggi untuk mengembangkan metode serta kesulitan dalan mentransfer metode (Ahuja dan Dong, 2005). 2.3.3 Parameter penting dalam KCKT 2.3.3.1 Tinggi dan luas puncak Tinggi dan luas puncak berkaitan secara proporsional dengan kadar atau jumlah analit tertentu yang terdapat dalam sampel (memiliki informasi kuantitatif). Namun demikian, luas puncak lebih umum digunakan dalam perhitungan kuantitatif karena lebih akurat/cermat daripada perhitungan menggunakan tinggi puncak (Ahuja dan Dong, 2005). Hal ini dikarenakan luas puncak relatif tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi kromatografi, kecuali laju alir. Sementara itu, tinggi puncak dipengaruhi oleh banyak faktor seperti misalnya faktor tambat, suhu kolom serta cara injeksi sampel (Miller, 2005). Hal ini akan menyebabkan tinggi puncak relatif labil selama analisis. Namun demikian tinggi puncak masih dapat digunakan dalam perhitungan kuantitatif bila puncak analit simetris (Meyer, 2004). 2.3.3.2 Waktu tambat Periode waktu antara penyuntikan sampel dan puncak maksimum yang terekam oleh detektor disebut sebagai waktu tambat.waktu tambat dari suatu komponen yang tidak ditahan oleh fase diam disebut sebagai waktu hampa/void time (t0). Waktu tambat merupakan fungsi dari laju alir fase gerak dan panjang 18

kolom. Jika fase gerak mengalir lebih lambat atau kolom semakin panjang, waktu hampa dan waktu tambat akan semakin besar, dan sebaliknya bila fase gerak mengalir lebih cepat atau kolom semakin pendek, maka waktu hampa dan waktu tambat akan semakin kecil (Meyer, 2004). 2.3.3.3 Faktor kapasitas Waktu tambat dipengaruhi oleh laju alir, ukuran kolom dan parameter yang lain. Oleh karena itu, diperlukan suatu ukuran derajat tambatan dari analit yang lebih independen yakni faktor kapasitas (Meyer, 2004). Dalam beberapa literatur lain, faktor kapasitas juga disebut sebagai faktor tambat (k ). Idealnya, analit yang sama jika diukur pada dua instrumen berbeda dengan ukuran kolom yang berbeda namun memiliki fase diam dan fase gerakyang sama, maka faktor tambat dari analit pada kedua sistem KCKT tersebut secara teoritis adalah sama (Meyer, 2004). Faktor tambat yang disukai berada di antara nilai 1 hingga 10. Jika nilai k terlalu kecil menunjukkan bahwa analit terlalu cepat melewati kolom sehingga tidak terjadi interaksi dengan fase diam dan oleh karena itu tidak akan muncul dalam kromatogram. Sebaliknya, nilai k yang terlalu besar mengindikasikan waktu analisis akan panjang. Nilai k dari analit yang lebih besar dari 10 akan menjadi masalah dalam analisis KCKT karena waktu analisis yang terlalu panjang dan sensitifitas yang buruk sebagai akibat dari pelebaran puncak yang berlebihan (Meyer, 2004). 2.3.3.4 Selektifitas Proses pemisahan antara dua komponen dalam KCKT hanya memungkinkan bila kedua komponen memiliki kecepatan yang berbeda dalam melewati kolom. Kemampuan sistem kromatografi dalam 19

memisahkan/membedakan analit yang berbeda dikenal sebagai selektifitas (a).selektifitas umumnya tergantung pada sifat analit itu sendiri, interaksinya dengan permukaan fase diam serta jenis fase gerak yang digunakan. Nilai selektifitas yang didapatkan dalam sistem KCKT harus lebih besar dari 1. Selektifitas disebut juga sebagai faktor pemisahan atau tambatan relatif (Meyer, 2004). 2.3.3.5 Efisiensi kolom Salah satu karakteristik sistem kromatografi yang paling penting adalah efisiensi atau jumlah lempeng teoritis. Bilangan lempeng (N) yang tinggi disyaratkan untuk pemisahan yang baik yang nilainya semakin kecilnya nilai H. Istilah H merupakan tinggi ekivalen lempeng teoritis atau HETP (high equivalent theoretical plate) yang mana merupakan panjang kolom yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu lempeng teoritis. Kolom yang baik akan mempunyai bilangan lempeng yang tinggi dan nilai H yang rendah, untuk mencapai hal ini ada beberapa faktor yang mendukung yaitu kolom yang dikemas dengan baik, kolom yang lebih panjang, partikel fase diam yang lebih kecil, viskositas fase gerak yang lebih rendah dan suhu yang lebih tinggi, molekul-molekul sampel yang lebih kecil, dan pengaruh di luar kolom yang minimal (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.3.3.6 Resolusi Tingkat pemisahan komponen dalam suatu campuran dengan metode kromatografi direfleksikan dalam kromatogram yang dihasilkan, untuk hasil pemisahan yang baik puncak-puncak dalam kromatogram harus terpisah secara 20

sempurna dari puncak lainnya. Resolusi adalah perbedaan waktu retensi 2 puncakyang saling berdekatan, dibagi dengan rata-rata lebar puncak, dengan rumus sebagai berikut: 2(t2 - t1) RS = (W1+ W2) Keterangan: t = waktu retensi puncak W = lebar puncak Nilai Rs mendekati atau lebih dari 1,5 akan memberikan pemisahan yang baik (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.3.3.7 Faktor Asimetri Adanya puncak yang asimetris dapat disebabkan oleh hal hal berikut: a. Ukuran sampel yang dianalisis terlalu besar. Jika sampel terlalu besar maka fase gerak tidak mampu membawa solut dengan sempurna karenanya terjadi pengekoran atau tailing. b. Interaksi yang kuat antara solut dengan fase diam dapat menyebabkan solut sukar terelusi sehingga dapat menyebabkan terbentuknya puncak yang mengekor. c. Adanya kontaminan dalam sampel yang dapat muncul terlebih dahulu sehingga menimbulkan puncak mendahului (fronting) (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.4 Penentuan Kadar Simvastatin Secara KCKT Menurut Abu-Nameh, et al., (2006) simvastatin tablet dapat ditentukan kadarnya dengan metode KCKT menggunakan kolom C18 Hypersil, fase gerak 21

asetonitril-buffer fosfat-metanol (5:3:1) dan dideteksi pada panjang gelombang 230 nm. Metode tersebut telah divalidasi dan memenuhi syarat linearitas, presisi, akurasi, spesifisitas dan sensitivitas. Serta diperolehnya koefisien regresi sebesar 0,9995. Pada penelitian Guzik, et al., (2010) dilakukan perbandingan dan validasi dua metode untuk analisis simvastatin dengan KCKT menggunakan campuran pelarut yang berbeda yaitu asetonitril-air dan metanol-air dalam sistem elusi gradien. Percobaan juga dilakukan pada beberapa jenis kolom dan temperatur yang berbeda-beda. Parameter validasi memenuhi persyaratan untuk kedua metode tersebut. Pada penelitian Kumar dan Gowda (2012), dilakukan juga penetapan kadar simvastatin dengan KCKT menggunakan campuran pelarut metanol-0,1% asam ortofosfat di dalam air (10:90) pada panjang gelombang 238 nm. Waktu retensi berada pada menit ke 3,106. Metode tersebut divalidasi dengan parameter spesifisitas, linearitas, presisi, akurasi dan kekasaran. Dimana diperoleh % recovery 97,45-98,32 % serta koefisien korelasi sebesar 0,9999. 2.5 Validasi Metode Validasi metode dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang di analisis. Suatu metode analisis harus di validasi untuk verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi masalah dalam analisis. Parameter analisis yang ditentukan pada vaidasi adalah akurasi, presisi, batas deteksi, batas kuantitasi, spesifiksi, linieritas dan rentang, kekasaran (Ruggedness) dan ketahanan (Robustness) (Harmita, 2004). 22

2.5.1 Akurasi Akurasi/kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery). Akurasi/kecermatan dapat ditentukan dengan dua metode, yakni spiked placebo recovery dan standard addition method. Pada spiked placebo recovery atau metode simulasi, analit murni ditambahkan (spiked) ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi, lalu campuran tersebut dianalisis dan jumlah analit hasil analisis dibandingkan dengan jumlah analit teoritis yang diharapkan. Jika plasebo tidak memungkinkan untuk disiapkan, maka sejumlah analit yang telah diketahui konsentrasinya dapat ditambahkan langsung ke dalam sediaan farmasi otentik. Metode ini dinamakan metode standard addition method atau metode penambahan baku. Jumlah keseluruhan analit kemudian diukur dan dibandingkan dengan jumlah teoritis, yaitu jumlah analit yang murni berasal dari sediaan farmasi otentik tersebut, ditambah dengan jumlah analit yg di-spiked ke dalam sediaan (Harmita, 2004). 2.5.2 Presisi Presisi diekspresikan dengan standar deviasi atau standar deviasi relatif (RSD) dari serangkaian data. Data untuk menguji presisi seringkali dikumpulkan sebagai bagian dari kajian-kajian lain yang berkaitan dengan presisi seperti linearitas atau akurasi. Biasnya replikasi 6-15 dilakukan pada sampel tunggal untuk tiap-tiap konsentrasi. Pada pengujian dengan KCKT, nilai RSD antara 1-2% biasanya dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak 23

sedangkan untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit RSD berkisar antara 5-15% (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.5.3 Spesifitas Penentuan spesifitas metode dapat diperoleh dengan dua jalan. Cara pertama adalah dengan melakukan optimasi sehingga diperoleh senyawa yang dituju terpisah secara sempurna dari senyawa-senyawa lain (resolusi senyawa yang dituju > 1,5). Cara kedua untuk memperoleh spesifitas adalah dengan menggunakan detektor selektif terutama untuk senyawa-senyawa yang terelusi secara bersama-sama sebagai contoh detektor elektrokimia hanya akan mendeteksi senyawa tertentu, sementara senyawa yang lainnya tidak terdeteksi. Penggunaan detektor UV pada panjang gelombang yang spesifik juga merupakan cara yang efektif untuk melakukan pengukuran selektifitas (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.5.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat ditentukan dengan 2 metode yakni metode non instrumental visual dan metode perhitungan. Metode non instrumental visual digunakan pada teknik kromatografi lapis tipis dan metode titrimetri. Metode perhitungan didasarkan pada simpangan baku respon (SB) dan derajat kemiringan/slope (b) dengan rumus perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi sbb: Batas deteksi (LOD) = Batas kuantitasi (LOQ) = 3 x SY X slope 10 x SY X slope 24

Simpangan baku respon dapat ditentukan berdasarkan simpangan baku blanko, simpangan baku residual dari garis regresi atau simpangan baku intersep y pada garis regresi (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.5.5 Linearitas Lineritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasilhasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x). Linearitas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan koefisien korelasinya (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.5.6 Rentang Rentang atau kisaran suatu metode didefinisikan sebagai konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analisis menunjukkan akurasi, presisi, dan linearitas yang mencukupi. Kisaran-kisaran konsentrasi yang diuji tergantung pada jenis metode dan kegunaannya (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.5.7 Kekuatan Kekuatan/ketahanan dievaluasi dengan melakukan variasi parameterparameter metode seperti persentase pelarut organik, ph, kekuatan ionik, suhu, dan sebagainya. Suatu praktek yang baik untuk mengevaluasi ketahanan suatu metode adalah dengan memvariasi parameter-parameter penting dalam suatu metode secara sistematis lalu mengukur pengaruhnya pada pemisahan (Gandjar dan Rohman, 2007). 25