BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ditularkan kepada manusia melalui makanan (Suardana dan Swacita, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Kuta Selatan merupakan salah satu kecamatan yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi adalah hewan ternak yang merupakan famili Bovidae dari subfamili

BAB I PENDAHULUAN. dan telah lama dimanfaatkan sebagai sumber protein yang cukup penting bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan pada manusia. Bakteri Escherichia coli pertama kali ditemukan oleh Theodor

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat

Prevalensi Infeksi Escherichia coli O157:H7 pada Sapi Bali di Kecamatan Mengwi dan Kuta Selatan, Badung, Bali

BAB I PENDAHULUAN. kecil. Pengelolaan sapi perah rakyat pada kenyataannya masih bersifat tradisional.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri yang termasuk dalam famili Enterobactericeae,

BAB I PENDAHULUAN. Data-data cemaran mikrobia pada produk susu mentah sudah ada dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki klorofil dengan ukuran rata-rata selnya 0,5-1 x 2-5 μm, memiliki bentuk

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Foodborne Disease

Jurnal Kajian Veteriner, Edisi Desember 2016 Volume 4, No 2 : 21-27

Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: PUJI ANITASARI J

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan ini memiliki luas

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013

TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintah, 2004). Sumber pangan yang berasal dari sumber nabati ataupun

BAB I PENDAHULUAN. dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Editorial Team. l. Dr. drh. I Wayan Batan, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Bali- Indonesia

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tergolong dalam filum Proteobacteria, kelas Gammaproteobacteria, ordo

kemungkinan untuk ikut berkembangnya bakteri patogen yang berbahaya bagi

I. PENDAHULUAN. Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) merupakan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terkait meningkatnya konsumsi masyarakat akan daging babi. Khusus di Bali, ternak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

BAB I PENDAHULUAN. segala umur. 1.5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare. Faktor

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

UJI BAKTERIOLOGI AIR ES BATU BALOK DI DAERAH PABELAN. SUKOHARJO DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Escherichia coli pertama kali ditemukan oleh Theodor Escherich pada tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

BAB I PENDAHULUAN. tikus. Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini melalui kontak dengan urin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia dan juga hewan. Bakteri Coliform adalah bakteri indikator

PENGANTAR. Latar Belakang. Leptospirosis disebabkan oleh Spirochaeta termasuk genus Leptospira. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein)

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh

COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI ( )

BAB I PENDAHULUAN. terdapat sampai pada dasar laut yang paling dalam. Di dalam air, seperti air

Global Warming. Kelompok 10

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian pedesaan di Kabupaten Bima. Sebagian besar petani peternak

TINJAUAN PUSTAKA. xvii

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

DASAR KEHIDUPAN MIKROORGANISME DI LINGKUNGAN. ZAENAB, SKM, M.Kes. HP : /

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak

TINJAUAN PUSTAKA UNIVERSITAS MEDAN AREA

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan pokok manusia yang paling penting. Air

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging

BAKTERI YANG MENCEMARI SUSU SEGAR, SUSU PASTEURISASI DAN CARA PENGENDALIANNYA Oleh: Dewi Hernawati ABSTRAK

: Clostridium perfringens

BAB I PENDAHULUAN. bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun

PENDAHULUAN. Latar Belakang. bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Peningkatan kebutuhan

I. PENDAHULUAN. hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh serta kelangsungan hidup. Dengan demikian menyediakan air

Kontaminasi Pada Pangan

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella sp merupakan salah satu bakteri patogen yang dapat menimbulkan

sebagai vector/ agen penyakit yang ditularkan melalui makanan (food and milk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo,

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB I PENDAHULUAN. utama pada manusia (Dorland, 2006). di negara tropis berkisar antara kejadian tiap penduduk

HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Untuk pemenuhan kebutuhan

Palembang Zuhri, Tangerang Christiyanto, 2002

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

MACAM-MACAM PENYAKIT. Nama : Ardian Nugraheni ( C) Nifariani ( C)

ISOLASI ACTINOMYCETES DARI LALAT RUMAH (Musca domestica) YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK TERHADAP Escherichia coli

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. disebabkan oleh protozoa, seperti Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic Escherichia coli atau disebut EHEC yang dapat menyebabkan kematian pada manusia (Andriani, 2005; Todar, 2008). Manusia bisa terinfeksi dan menyebabkan hemorrhagic colitis (HC) dengan gejala meliputi kejang perut yang diikuti dengan diare (seringkali bercampur darah), mual, muntah, kadang -kadang demam yang ringan. Komplikasi yang terjadi adalah hemolytic uremic syndrome (HUS), infeksi saluran kemih yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut pada anak-anak (Suardana dan Swacita, 2009). Sapi merupakan reservoir utama dari Shiga toksin Escherichia coli (STEC) termasuk didalamnya yaitu serotipe E. coli O157:H7 (Caprioli et al., 2005). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hancock et al. (1994) di Washington menunjukkan bahwa bakteri ini ditemukan 0,3% dari 3.570 sapi perah, 0,7% dari 1.412 sapi potong dan 0,3% dari 600 peternakan sapi potong. Andriani (200 5) menegaskan bahwa meskipun di dalam saluran pencernaan sapi terdapat E. coli O157:H7 namun hewan tersebut tidak menunjukkan sakit. Hewan yang dalam saluran pencernaannya terdapat bakteri E. coli O157:H7 maka hewan tersebut dapat menyebarkan bakteri ini baik ke hewan lain maupun ke manusia. Adanya infeksi E. coli O157:H7 pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa agen tersebut benar-benar zoonosis (menular dari hewan ke manusia atau 1

2 sebaliknya). E. coli O157:H7 sebagai agen zoonosis pada manusia ditentukan oleh kemampuannya untuk menghasilkan toksin (Selan, 2008). Kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup mikroorganisme. Kehadiran mikroorganisme patogen termasuk E. coli O157:H7 sangat tergantung pada faktor lingkungan seperti kelembaban, suhu dan curah hujan (Rahayu, 2010). Menurut data yang diperoleh dari aplikasi komputer Google Earth Pro 4.1.7087.5048, Kecamatan Mengwi terletak pada ketinggian 0-348 m dari permukaan laut. Berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG Wilayah III Denpasar), suhu rata -rata Kecamatan Mengwi berkisar 27,59 o C, kelembaban rata-rata 78,41% dan curah hujan rata-rata 293,71 mm. Pada tahun 2013 Kecamatan Mengwi tercatat memiliki jumlah total ternak sapi sebanyak 7.417 ekor yang tersebar di 20 desa/kelurahan (BPS Kab. Badung, 2013 b ). Sistem pemeliharaan sapi yang dilakukan oleh para peternak di Kecamatan Mengwi secara umum menggunakan kandang. Di sisi lain Kecamatan Kuta Selatan terletak pada ketinggian 0-200 m dari permukaan laut. Suhu rata-rata Kecamatan Kuta Selatan berkisar 27,35 o C, kelembaban sekitar 80,37% dan curah hujan rata-rata berkisar 208,51 mm. Menurut informasi Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung (2013 a ), di Kecamatan Kuta Selatan terdapat 10.958 ekor sapi yang tersebar di 6 desa/kelurahan. Sapi yang dipelihara di Kecamatan Kuta Selatan umumnya diumbarkan atau dilepas bebas dan dibiarkan mencari makanan sendiri.

3 Berdasarkan uraian di atas serta melihat kondisi geografis dan sistem pemeliharaan sapi yang berbeda antara Kecamatan Mengwi dan Kecamatan Kuta Selatan maka penelitian dengan judul prevalensi infeksi Escherichia coli O157:H7 pada sapi di Kecamatan Mengwi dan Kuta Selatan menarik untuk dilakukan. 1.2 Rumusan Masalah Apakah terdapat perbedaan prevalensi infeksi Escherichia coli O157:H7 pada sapi di Kecamatan Mengwi dan Kuta Selatan. 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui prevalensi infeksi Escherichia coli O157:H7 pada sapi di Kecamatan Mengwi dan Kuta Selatan. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang prevalensi infeksi Escherichia coli O157:H7 pada sapi di Kecamatan Mengwi dan Kuta Selatan. 1.5 Kerangka Konsep Pertumbuhan bakteri di alam tergantung pada suhu dan kelembaban dari lingkungan itu sendiri. Secara umum bakteri di alam memerlukan kelembaban optimum yang cukup tinggi yaitu 85% termasuk bakteri E. coli O157:H7. Suhu merupakan faktor ekstrinsik yang penting dalam pertumbuhan bakteri. Pada suhu rendah, pertumbuhannya akan terhenti, sedangkan pada suhu tinggi bakteri akan mati (Selan, 2008).

4 Daya tahan terhadap temperatur tidak sama bagi setiap spesies bakteri. Ada spesies yang mati setelah mengalami pemanasan beberapa menit di dalam medium cair, sebaliknya ada juga spesies yang tahan hidup setelah dipanasi dengan uap 100 C bahkan lebih (bakteri yang membentuk spora). E. coli tumbuh baik pada temperatur antara 8 C - 46 C dan temperatur optimum 37 C. Bakteri yang dipelihara di bawah temperatur minimum atau sedikit di atas temperatur maksimum, tidak akan segera mati melainkan berada di dalam keadaan tidur atau dorman (Melliawati, 2009). Menurut hasil penelitian Wang et al. (1996) di dalam feses sapi pada suhu 37 o C dengan kelembaban relatif 10%, bakteri E. coli O157:H7 dapat hidup selama 42-49 hari. E. coli O157:H7 termasuk bakteri yang tidak tahan panas dan dapat dimatikan dengan pemanasan 60 o C selama 15-30 menit (Usajewicz dan Nalepa, 2006). Kecamatan Mengwi yang dijadikan sebagai tempat pengambilan sampel memiliki suhu harian berkisar 27,59 o C dan kelembaban rata-rata berkisar 78,41%. Kecamatan Kuta Selatan memiliki suhu harian berkisar 27,35 o C dengan kelembaban rata-rata berkisar 80,37%. Jika dilihat dari suhu dan kelembaban kedua wilayah tersebut, maka dimungkinkan adanya E. coli O157:H7 di Kecamatan Mengwi dan Kuta Selatan. Prevalensi infeksi E. coli O157:H7 cenderung meningkat pada musim hujan, hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Tokhi et al. (1993), dari 171 sampel ditemukan 91 sampel positif E. coli O157:H7 atau sekitar 53%. Berbeda halnya dengan musim kemarau, Faith et al. (1996) menemukan 10 sampel positif dari 560 total sampel atau sekitar 1,8%. Hal ini membuktikan

5 bahwa hujan sangat berpengaruh terhadap prevalensi E. coli O157:H7. Kecamatan Mengwi memiliki curah hujan rata-rata 293,71 mm pertahun sedangkan curah hujan di Kecamatan Kuta Selatan berkisar 208,51 mm pertahun. Jika diamati sistem pemeliharaan sapi di Kecamatan Mengwi dan Kecamatan Kuta Selatan, maka akan ditemukan perbedaan sistem pemeliharaan yang sangat mencolok. Di Kecamatan Mengwi umumnya sapi dipelihara di dalam kandang sedangkan di Kecamatan Kuta Selatan umumnya sapi diumbarkan atau dilepas untuk mencari makan sendiri. Sistem pemeliharaan yang dilakukan di dalam kandang memiliki pengaruh terhadap kemungkinan infeksi berbagai penyakit termasuk di dalamnya infeksi E. coli O157:H7. Sapi yang dipelihara di dalam kandang akan sangat mudah menularkan penyakit terhadap sapi lain dalam satu kandang, karena kotoran yang dikeluarkan dari sapi yang terinfeksi jatuh ke lantai kandang dan memungkinkan adanya kontaminasi terhadap pakan maupun air minum bila kotoran tersebut tidak dibersihkan oleh peternak (BBalitvet, 2010). Informasi tentang pengaruh lingkungan khususnya curah hujan serta pengaruh sistem pemeliharaan terhadap infeksi E. coli O157:H7 pada sapi masih sangat terbatas. Didasarkan atas adanya perbedaan kondisi lingkungan dan sistem pemeliharaan antara Kecamatan Mengwi dan Kuta Selatan tersebut, diharapkan dapat memberikan gambaran adanya perbedaan tingkat prevalensi infeksi E. coli O157:H7 di kedua kecamatan tersebut.

6 1.6 Hipotesis Berdasarkan kerangka konsep tersebut, maka hipotesis dari penelitian ini adalah tingkat prevalensi infeksi E. coli O157:H7 di Kecamatan Mengwi lebih tinggi bila dibandingkan dengan Kecamatan Kuta Selatan.