TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga

dokumen-dokumen yang mirip
PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELUARGA BADRANINGSIH LASTARIWATI/UNY

PERAN ISTRI DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELUARGA DAN KESEJAHTERAAN SUBYEKTIF KELUARGA NELAYAN PADA SISTEM MATRILINEAL ARINA ZULIANY

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Teori Keluarga

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN Latar Belakang


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia

PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

BAB VIII KELUARGA 8.1 Pengantar 8.2 Pengertian Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA Peran Keluarga Teori Struktural-Fungsional

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan

TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga Teori Struktural Fungsional

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

TINJAUAN PUSTAKA Kesejahteraan Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB II LANDASAN TEORI. Kata gender dalam istilah bahasa indonesia sebenarnya berasal dari bahasa

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh

BAB IV KESIMPULAN. publik. Secara lebih khusus, Mansfield Park menceritakan posisi perempuan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istri, dengan atau tanpa anak. Sedangkan menurut Sumner dan Keller

PENDAHULUAN Latar Belakang

Keluarga merupakan tempat berlindung dari tekanan-tekanan fisik maupun psikis yang datang dari lingkungannya. Untuk melindungi diri maka diperlukan

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN. 1937, Murdok menemukan tiga Tipe keluarga yaitu; keluarga inti (Nurclear

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. terdahulu, dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris (lelaki

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2

TINJAUAN PUSTAKA. Keluarga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses produksi masyarakat pantai dimana keterlibatan tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

BAB 9. KELUARGA DAN TENAGA KERJA WANITA (TKW) Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. 1.1 Latar Belakang Organisasi Dharma Wanita Persatuan

1 ( atau

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA

Hukum Adopsi menurut Hukum Adat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel

BAB I PENDAHULUAN. keluarga dalam ikatan suatu perkawinan.ikatan perkawinan adalah ikatan lahir

\Pengertian Lembaga Keluarga

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. PENDEKATAN TEORITIS

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap keberhasilan pembangunan bangsa. Ahmadi (2004:173) menyatakan

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum waris itu sangat erat kaitannya

TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dan Pendekatan Teori Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keluarga dan Pendekatan Teori Pengertian dan Fungsi Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan

Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik sendiri dalam pelaksanaan pembangunan yang menuntut semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 1. Pendahuluan. Ketika anak tumbuh didalam keluarga yang harmonis, ada satu perasaan yang

2 Kebiasaan (Folksway) Norma yang menunjukan perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

METODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

UU 13/1998, KESEJAHTERAAN LANJUT USIA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 13 TAHUN 1998 (13/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA)

Transkripsi:

7 Definisi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami, istri, dan anak. Keluarga adalah dua orang atau lebih yang memiliki ikatan darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah tangga. Rumah tangga dan keluarga adalah dua istilah yang berbeda. Keluarga adalah unit terkecil yang menampung anggota yang terikat dalam ikatan darah, perkawinan, atau adopsi, sementara rumah tangga adalah sebuah kesatuan dari beberapa individu yang mengelola sumberdaya secara bersama-sama untuk mencapai kepuasan bersama, sehingga dalam sebuah keluarga pasti terdapat rumah tangga (bisa jadi lebih dari satu rumah tangga), akan tetapi dalam rumah tangga bisa jadi tidak terdapat hubungan keluarga (Puspitawati 2009). Fungsi Keluarga Fungsi keluarga diterangkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 21 Tahun 1994 (BKKBN 1996), dimana fungsi-fungsi tersebut ada delapan, yaitu: 1) Fungsi Keagamaan, 2) Fungsi Sosial Budaya, 3) Fungsi Cinta Kasih, 4) Fungsi Melindungi, 5) Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan, 6) Fungsi Reproduksi, 7) Fungsi Ekonomi, 8) Fungsi Pembinaan Lingkungan. Sementara itu, menurut resolusi majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta menciptakan kepuasan dan lingkungan yang sehat untuk tercapainya keluarga sejahtera (Megawangi, 1999). Pendekatan Teori Struktural-Fungsional Pendekatan struktural fungsional merupakan salah satu pendekatan teori sosiologi yang digunakan dalam menganalisis keluarga. Keluarga dipandang sebagai institusi dalam masyarakat yang memiliki prinsip-prinsip yang serupa dengan kehidupan sosial masyarakat. Pendekatan ini mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial yang merupakan sumber dari adanya struktur

8 dalam masyarakat. Keragaman struktur tersebut menciptakan peran yang beragam dalam sistem (Megawangi 1999). Selanjutnya, Megawangi (1999) menyatakan bahwa keseimbangan akan menciptakan sebuah sistem sosial yang tertib. Ketertiban sosial ini akan tercipta jika keluarga memiliki struktur atau strata yang jelas dan setiap individu yang ada dalam keluarga tersebut mematuhi sistem nilai yang ada dengan menjalankan peran dan fungsinya masing-masing. Menurut teori ini, keluarga dilihat sebagai salah satu subsistem yang tidak terlepas dari interaksinya dengan subsistemsubsistem lainnya yang ada dalam masyarakat. Dalam interaksi tersebut, keluarga berfungsi sebagai pemelihara keseimbangan sosial masyarakat (equilibrium state). Persyaratan struktural yang diperlukan oleh keluarga agar dapat berfungsi sebagai sistem adalah: (1) diferensiasi peran yang merupakan sebentuk alokasi peran yang harus dilakukan oleh anggota keluarga, (2) alokasi solidaritas yang menyangkut distribusi hubungan antaranggota keluarga menurut cinta, kekuatan, dan intensitas hubungan, (3) alokasi ekonomi yang menyangkut distribusi barang dan jasa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, (4) alokasi politik yang berkaitan dengan distribusi kekuasaan, peran, dan pengaruh dalam keluarga, serta (5) alokasi integrasi dan ekspresi yang merupakan distribusi teknik atau cara-cara bersosialisasi dan menunjukkan afeksi yang ditunjukkan keluarga dalam berinteraksi (Megawangi 1999). Pendekatan struktural-fungsional menekankan pada keseimbangan sistem yang stabil dalam keluarga dan kestabilan sistem sosial dalam masyarakat. Adapun asumsi dasar dalam teori ini adalah: (1) masyarakat selalu mencari titik keseimbangan, (2) masyarakat membutuhkan kebutuhan dasar agar keseimbangan terpenuhi, (3) kebutuhan dasar terpenuhi apabila fungsi dijalankan, (4) fungsi terpenuhi apabila terdapat struktur demi berlangsungnya kondisi homeostatik (Megawangi 1999).

9 Manajemen Sumberdaya Keluarga Manajemen Manajemen adalah upaya untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki seoptimal mungkin untuk mencapai hasil yang diharapkan. Proses dalam manajemen bermula dari perencanaan hingga pelaksanaan dari penggunaan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan dalam mencapai tujuan. Manajemen memungkinkan individu dan keluarga untuk bertahan menghadapi tekanan dan kondisi yang berubah, serta menjadi jalan untuk menghadapi masa depan. Manajemen mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan internal dan eksternal dalam suatu ekosistem. Tindakan manajerial berorientasi pada tujuan dan terkait dengan sumberdaya yang dimiliki atau yang tersedia (Deacon dan Firebaugh 1988). Sumberdaya Sumberdaya adalah alat atau kekayaan yang tersedia untuk menyelesaikan persoalan atau masalah. Deacon dan Firebaugh (1988) mendefinisikan sumberdaya sebagai alat atau bahan yang tersedia dan diketahui potensinya untuk memenuhi keinginan. Sumberdaya juga didefinisikan sebagai segala bentuk komoditi, baik secara materi dan non materi yang bisa memuaskan kebutuhan fisik dan psikologis individu (Rettig dan Leichtentritt 1998). Sumberdaya ini mencakup cinta, status, informasi, uang, barang, dan jasa. Sumberdaya materi adalah sumberdaya yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan fisik, yaitu uang dan aset. Sementara itu, sumberdaya non materi adalah sumberdaya yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan psikologis dan relatif tidak berwujud, seperti cinta, status, informasi, dan jasa. Manajemen Sumberdaya Keluarga Menurut Iskandar (2007), manajemen sumberdaya keluarga adalah kemampuan keluarga untuk meraih hasil dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya melalui kegiatan suami, istri, anak-anak, dan anggota lainnya. Oleh karena itu, fungsi-fungsi dalam manajemen sumberdaya keluarga menjadi sangat penting.

10 Adapun fungsi dalam manajemen sumberdaya keluarga menurut Deacon dan Firebaugh (1988) ada empat, yaitu: 1. Perencanaan (Planning) Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan berdasarkan kebutuhan dan sumberdaya yang dimiliki secara keseluruhan serta menetukan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Perencanaan merupakan proses yang penting dalam manajemen, karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tidak dapat berjalan. 2. Pengorganisasian (Organizing) Pengorganisasian dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih sederhana. Pengorganisasian memudahkan keluarga untuk melakukan pengawasan dan menentukan sumberdaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan menentukan tugas yang harus dikerjakan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, bagaimana tugas tersebut diselesaikan, dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya. 3. Pelaksanaan (Actuating) Pelaksanaan adalah membuat perencanaan menjadi kenyataan. Pembagian tugas yang telah disepakati dilaksanakan dalam keluarga. 4. Pengawasan (Controlling) Pengawasan adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota keluarga berusaha mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan yang telah disepakati. Dalam fungsi pengawasan ini, jika diperlukan, akan dilakukan penyesuaian standar antaranggota keluarga. Konsep Gender Peran Gender dalam Keluarga Menurut Moser (2001), gender berbeda dengan jenis kelamin yang maknanya mengacu pada perbedaan fisik yang terdapat pada laki-laki dan perempuan. Gender mengacu pada peran yang berbeda antara laki-laki dan perempuan yang berlaku di masyarakat, serta mencakup hak dan kewajiban yang

11 menyertai peran itu (Riley 1997). Hasil penelitian Oladeji (2008) menyatakan bahwa peran gender dan norma gender bersifat spesifik secara budaya dan juga beragam di seluruh penjuru dunia. Hampir di semua daerah di dunia, laki-laki dan perempuan memiliki kekuasaan, status, dan kebebasan yang berbeda dan bervariasi secara substansial. Gender memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam pengambilan keputusan dan perilaku reproduktif dalam keluarga. Gender menciptakan peran yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Besarnya porsi pembagian peran dan tanggung jawab ini diasosiasikan sebagai peran gender. Semakin seimbang peran gender, berarti semakin banyak tanggung jawab yang dibagi bersama antara laki-laki dan perempuan. Peran Peran adalah suatu bagian yang dimainkan seseorang dalam suatu pengaturan sosial yang dipengaruhi oleh norma kepantasan dan kepatutan. Suatu peran mengindikasikan tugas, tanggung jawab, kualifikasi, atau sesuatu yang diharapkan dari seseorang berdasarkan statusnya. Adapun peran gender maknanya adalah norma yang diterima dalam masyarakat yang dihubungkan dengan sifat laki-laki atau perempuan dalam suatu masyarakat tertentu. Menurut Puspitawati (2012), berkaitan dengan peran gender, terdapat istilah kegiatan produktif, reproduktif, dan kemasyarakatan yang digunakan dalam analisis gender, yang bermakna: (1) kegiatan produktif atau peran publik yaitu kegiatan yang dilakukan anggota masyarakat dalam mencari nafkah, (2) kegiatan reproduktif atau peran domestik yaitu kegiatan yang berhubungan erat dengan pemeliharaan dan pengembangan keluarga serta menjamin keberlangsungan sumberdaya manusia dalam keluarga yang biasanya dilakukan bersamaan dengan tanggung jawab domestik tanpa menghasilkan uang, dan (3) kegiatan sosial atau peran kemasyarakatan yang berkaitan dengan kegiatan politik dan sosial budaya. Peran Istri Peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga adalah posisi tawar yang dimiliki oleh istri karena keterlibatannya dalam merencanakan, mengatur, dan mengelola sumberdaya keluarga serta mencakup penguasaannya terhadap faktor-faktor ekonomi baik materi maupun non materi. Ashraf et al. (2006)

12 menemukan bahwa pendapatan harus berada dalam wewenang istri dalam upaya untuk meningkatkan posisi tawar mereka dalam rumah tangga, bukan hanya dihasilkan oleh istri. Duflo (2003) dan Rangel (2005) yang menemukan bahwa peningkatan pada kontribusi ekonomi istri diartikan sebagai meningkatnya peran istri dalam pengelolaan dan penguasaan sumberdaya keluarga yang akhirnya akan membawa kepada tingkat kepuasan yang lebih baik dari perspektif istri. Namun, perlu diperhatikan bahwa pendapatan yang lebih tinggi saja tidak cukup untuk membuat istri merasa lebih sejahtera. Hal yang terpenting adalah memberikan akses yang memadai kepada istri dalam mengatur pendapatan dan meningkatkan peran istri dalam mengelola sumberdaya materi dan non materi berdasarkan uang yang telah dialokasikan (Ashraf et al. 2006). Di masa yang semakin modern ini, perempuan tampak semakin berperan di ranah publik termasuk dalam mencari nafkah. Hal tersebut mendorong perempuan untuk ikut serta berperan dalam sektor ekonomi demi menambah penghasilan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan. Berkaitan dengan hal ini, menurut Puspitawati 1998, terdapat 2 (dua) strategi yang dilakukan oleh keluarga dalam mengatasi masalah keuangan, yaitu: (1) generating additional income atau menambah penghasilan dan (2) cutting back expenses atau melakukan penghematan. Perempuan yang bekerja, dalam hal ini, melakukan peningkatan sumberdaya keluarga dengan cara bekerja hingga mampu berkontribusi dalam menambah pendapatan keluarga. Kesejahteraan Keluarga Pengertian Kesejahteraan Keluarga Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material, maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir batin yang memungkinkan setiap warga negara untuk mengadakan usahausaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

13 Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga antara lain (Syarief dan Hartoyo 1993): 1. Faktor ekonomi. Kemiskinan dapat menghambat upaya peningkatan pembangungan sumberdaya yang dimiliki keluarga, akhirnya dapat menghambat upaya peningkatan kesejahteraan keluarga. 2. Faktor budaya. Kualitas kesejahteraan keluarga ditandai oleh adanya kemantapan budaya yang dicerminkan dengan penghayatan dan pengamalan nilainilai luhur budaya bangsa. Kemantapan budaya diharapkan mampu memperkokoh keluarga dalam melaksanakan fungsinya. 3. Faktor teknologi. Peningkatan kesejahteraan keluarga harus didukung oleh pengembangan teknologi. Keberadaan teknologi dalam proses produksi harus diakui telah mampu meningkatkan kapasitas dan efisiensi produksi. Penguasaan teknologi ini berkaitan dengan tingkat pendidikan, kualitas sumberdaya manusia, dan kepemilikan modal. 4. Faktor keamanan. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat ditentukan oleh adanya stabilitas keamanan yang terjamin. 5. Faktor kehidupan beragama. Kesejahteraan keluarga juga menyangkut masalah kesejahteraan spiritual. Setiap keluarga diberi hak untuk dapat mempelajari dan menjalankan syariat agamanya masing-masing tanpa memaksakan agama yang satu kepada yang lain. 6. Faktor kepastian hukum. Peningkatan kesejahteraan keluarga menuntut adanya jaminan atau kepastian hukum.

14 Kesejahteraan Keluarga Subyektif Kesejahteraan digolongkan menjadi dua, yaitu kesejahteraan obyektif dan kesejahteraan subyektif. Kesejahteraan obyektif hanya dinilai berdasarkan kepuasan finansial atau materi. Menurut Krueger (2009), kesejahteraan subyektif adalah pengukuran tingkat kepuasan dan kebahagiaan seseorang secara subyektif terhadap keadaannya dalam waktu tertentu. Kesejahteraan subyektif ini berhubungan erat dengan kepuasan. Kesejahteraan subyektif dibagi menjadi kesejahteraan materi dan non materi. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kepuasan individu atau keluarga, maka semakin tinggi kesejahteraan subyektif yang dirasakannya. Hasil penelitian Simanjuntak (2010) menyatakan bahwa peningkatan akses terhadap sumberdaya fisik dan non fisik keluarga seperti keuangan, makanan, maupun aset akan memberikan kepuasan subyektif yang lebih tinggi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Gusnita (2011) mengenai kesejahteraan subyektif yang menunjukkan bahwa kesejahteraan subyektif perempuan bekerja di Sumatera Barat dipengaruhi oleh: (1) kepemilikan aset atau peran terhadap sumberdaya keluarga dan (2) pendapatan total keluarga. Aset adalah sumberdaya atau kekayaan yang dimiliki. Aset berperan sebagai alat pemuas kebutuhan, baik fisik maupun hedonik. Oleh karena itu, keluarga yang memiliki aset lebih banyak cenderung lebih sejahtera dibandingkan yang memiliki aset terbatas. Karakteristik Sistem Matrilineal Sistem Kekerabatan Garis Keturunan Ibu Sistem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Seorang anak laki-laki atau perempuan merupakan klen dari perkauman ibu. Ayah tidak dapat memasukkan anaknya ke dalam klen-nya sebagaimana yang berlaku dalam sistem patrilineal. Oleh karena itu, waris dan pusaka diturunkan menurut garis ibu pula (Abidin 2009). Sistem matrilineal menegaskan bahwa perempuan diposisikan sebagai pengikat, pemelihara dan penyimpan, sebagaimana diungkapkan pepatah adatnya amban puruak atau tempat penyimpanan. Itulah sebabnya dalam penentuan

15 peraturan dan perundang-undangan adat, perempuan tidak diikut sertakan. Perempuan menerima bersih tentang hak dan kewajiban di dalam adat yang telah diputuskan sebelumnya secara adat. Menurut Radjab (1969) dalam Abidin (2009), sistem matrilineal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Keturunan dihitung menurut garis ibu. 2. Suku terbentuk menurut garis ibu. 3. Tiap orang diharuskan kawin dengan orang luar sukunya (exogami). 4. Kekuasaan di dalam suku, menurut teori, terletak di tangan ibu, tetapi jarang sekali dipergunakan karena bersifat kekuasaan domestik. 5. Perkawinan bersifat matrilokal, yaitu suami mengunjungi atau tinggal di rumah istrinya. 6. Hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya. Suami dan anak laki-laki dalam keluarga tidak punya hak atas kepemilikan harta pusaka. Keunggulan dari sistem ini adalah mampu bertahan walaupun sistem patrilineal muncul sebagai sebuah sistem kekerabatan yang lain. Sistim matrilieal tidak hanya jadi sebuah aturan saja, tetapi telah menjadi semakin kuat menjadi suatu budaya, jalan hidup, hingga menjadi kecenderungan yang paling dalam dari diri setiap orang Minangkabau. Laki-laki Minang cenderung untuk menyerahkan harta pusaka dan warisan dari hasil pencahariannya sendiri kepada anak perempuannya, yang seharusnya dibagi menurut hukum faraidh. Anak perempuan itu nanti menyerahkan pula kepada anak perempuan keturunan selanjutnya. Proses tersebut terus berlangsung dari generasi ke generasi. Namun, pewarisan seperti ini hanya berlaku untuk harta pusaka tinggi milik kaum dalam suku, bukan harta pencaharian suami istri. Harta pencaharian suami istri diwariskan secara hukum Islam.