BAB I PENDAHULUAN. bahaya gempabumi cukup tinggi. Tingginya ancaman gempabumi di Kabupaten

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang rawan terhadap bencana alam. Hal tersebut

PELATIHAN TEKNIK MITIGASI BENCANA GEMPABUMI BAGI KOMUNITAS SMPN 2 BANTUL

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan

PELATIHAN TEKNIK PENYELAMATAN DIRI DARI DAMPAK BENCANA ALAM GEMPABUMI BAGI KOMUNITAS SLB B KARNNA MANOHARA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pada episentrum LU BT (

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

MITIGASI BENCANA ALAM TSUNAMI BAGI KOMUNITAS SDN 1 LENDAH KULON PROGO. Oleh: Yusman Wiyatmo ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological

BAB I PENDAHULUAN. manusia, yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, yang. serta melampaui kemampuan dan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan the ring of fire. Wilayah ini berupa sebuah zona

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

13 Tahun Tsunami Aceh Untuk Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Masyarakat Sumatera Barat akan Ancaman Bencana Gempabumi dan Tsunami

BAB I PENDAHULUAN. kanan Kota Palu terdapat jalur patahan utama, yaitu patahan Palu-Koro yang

PENGETAHUAN SISWA SMA MTA SURAKARTA KELAS X DAN KELAS XI TERHADAP KESIAPSIAGAAN BENCANA GEMPABUMI ARTIKEL PUBLIKASI. Guna Mencapai Derajat S-1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Apa itu Tsunami? Tsu = pelabuhan Nami = gelombang (bahasa Jepang)

KESIAPSIAGAAN KOMUNITAS SEKOLAH UNTUK MENGANTISIPASI BENCANA ALAM DI KOTA BENGKULU LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI), 2006 BENCANA ALAM

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menempati wilayah zona tektonik tempat pertemuan tiga

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan

PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN CAPACITY BUILDING KESIAPSIAGAAN BENCANA BERBASIS SEKOLAH 7 11 SEPTEMBER 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional (UU RI No 24 Tahun 2007). penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan korban jiwa, kerugian harta benda kerusakan lingkungan,

LAMPIRAN. Kuesioner Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Becana Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

BAB I PENDAHULUAN. Boyolali disebelah utara, Kabupaten Sukoharjo disebelah timur, Kabupaten Gunung Kidul (DI Yogyakarta) disebelah selatan, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang nomor 24 tahun 2007). Australia yang bergerak relative ke Utara dengan lempeng Euro-Asia yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. 10

KESIAPSIAGAAN TERHADAP BENCANA GEMPA BUMI BERDASARKAN STATUS KESIAGAAN SEKOLAH DI SMP N 1 DAN SMP N 2 IMOGIRI BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Gerakan ketiga

KERENTANAN (VULNERABILITY)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERBEDAAN KESIAPSIAGAAN BENCANA GEMPA BUMI PADA SEKOLAH DITINJAU DARI STATUS KESIAGAAN SEKOLAH DI SMP N 1 DAN 2 IMOGIRI BANTUL YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

INTEGRASI RPB dalam PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VI PENUTUP. terlambat dan terkesan terlalu lama dalam proses pengaktivasiannya. Sehingga

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

BAB 1 PENDAHULUAN. Gempa bumi merupakan bencana alam yang relatif sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI DESA BERO KECAMATAN TRUCUK KABUPATEN KLATEN DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN MASYARAKAT

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gempa bumi tersebut antara lain terjadi beberapa kali di wilayah Aceh, Nias,

BERSAMA RELAWAN PALANG MERAH INDONESIA CABANG ACEH BESAR

Jurnal Ilmu Kebencanaan (JIKA) ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 7 Pages pp

Fokus Penelitian Kesiapsiagaan

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ).

BAB I PENDAHULUAN. Gempabumi yang terjadi pada 27 mei 2006 yang melanda DIY-Jateng

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

Need-based Initiatives

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sebaran episenter gempa di wilayah Indonesia (Irsyam dkk, 2010). P. Lombok

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh faktor alam, atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai selatan Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling besar berpotensi gempa bumi sampai kekuatan 9 skala

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Negara dibawah koordinasi Satkorlak Bencana Gempa dan Tsunami di Banda

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

BAB I PENDAHULUAN pulau besar dan kecil dan diantaranya tidak berpenghuni.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sarat akan potensi bencana gempa bumi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bantul merupakan salah satu wilayah yang memiliki ancaman bahaya gempabumi cukup tinggi. Tingginya ancaman gempabumi di Kabupaten Bantul telah dibuktikan dengan terjadinya gempabumi pada tanggal 27 Mei 2006. Bencana tersebut telah mengakibatkan lebih dari 5.760 orang meninggal dunia, lebih dari 40.000 orang luka-luka, dan lebih dari 1.000.000 orang kehilangan tempat tinggalnya (Bappenas, 2006). Gempabumi 2006 selain mengakibatkan korban jiwa juga mengakibatkan kerusakan dan kerugian di sektor perumahan, sosial, infrastuktur, sektor produktif, dan lintas sektor. Total kerugian dan kerusakan yang dialami akibat bencana tersebut di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah diperkirakan mencapai Rp 29,1 triliyun. Perincian besarnya kerusakan dan kerugian dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Rekapitulasi Kerusakan dan Kerugian Per Sektor (Rp Triliun) Akibat Gempabumi 2006 di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah No. Sektor Terdampak Kerusakan Kerugian Total 1. Perumahan 13,9 1,4 15,3 2. Sosial 3,9 0,1 4 3. Produktif 4,3 4,7 9 4. Infrastuktur 0,4 0,2 0,6 5. Lintas Sektor 0,2 0,1 0,3 Total 22,8 6,4 29,1 Sumber : Bappenas, 2006 1

2 Kabupaten Bantul selain rawan gempabumi juga rawan terhadap ancaman tsunami. Tahun 2006 tsunami Pangandaran terjadi. BMKG menyebutkan tsunami tersebut dipicu oleh gempabumi di dasar samudera dengan magnitudo 7.1 SR, berpusat di 293 km barat daya Cilacap atau 10.01 0 LS dan 107.69 0 BT. Gempabumi tersebut terjadi pada tanggal 17 Juli 2006 pukul 03.06 WIB dan memicu gelombang tsunami. Ketinggian gelombang tsunami yang terpantau di kawasan pantai selatan Kabupaten Bantul mencapai 1-3,4 meter. Fenomena alam tersebut memang tidak menelan korban jiwa dan harta benda di Kabupaten Bantul, namun cukup untuk menunjukkan bahwa kawasan pesisir selatan Kabupaten Bantul memiliki ancaman multibahaya gempabumi dan tsunami yang sama tingginya dengan pesisir selatan pulau Jawa yang lainnya (Mustafa, 2007). Keterkaitan gempabumi dan tsunami telah banyak dicatat dalam peristiwa sejarah bencana di Indonesia. Dari 105 kejadian tsunami di Indonesia 90,5 % diantaranya disebabkan oleh gempabumi dasar samudera, 8,6% disebabkan oleh erupsi gunungapi, dan 1% disebabkan oleh longsorlahan. Sejarah mencatat bahwa kejadian tsunami di sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa disebabkan oleh gempabumi dasar samudera dan erupsi gunungapi. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.2. Berdasarkan dua kejadian tsunami di selatan Jawa yang dipicu oleh gempabumi dengan magnitudo 7,8 (1994) dan 7,7 (2006) dapat disimpulkan bahwa peluang terjadinya tsunami di pesisir selatan Jawa selama periode ulang 25 tahun adalah 0,08. (Dewi, R. S, 2010).

3 Tabel 1.2 Rekaman Data Kejadian Tsunami di Pesisir Selatan Pulau Jawa Tahun Penyebab Magnitudo Gempabumi Episenter Run-up Maksimum Magnitudo Tsunami 1889 Gempabumi 6,0 Selatan Jawa < 0,3 m 2 1994 Gempabumi 7,8 Java Trench 14 m 4 2006 Gempabumi 7,7 Lepas pantai selatan Jawa 10 m 3 Sumber : Dewi S. R. (2010:75) Tingginya ancaman gempabumi dan tsunami di Kabupaten Bantul haruslah diimbangi dengan tingkat kesiapsiagaan masyarakat yang tinggi. Kesiapsiagaan masyarakat yang tinggi dapat meminimalisasi risiko bencana gempabumi dan tsunami. Kesiapsiagaan dari pemerintah, individu dan rumah tangga, serta komunitas sekolah yang tinggi dapat meningkatkan upaya pengurangan risiko bencana secara terpadu dan berkesinambungan. Bertolak belakang dengan kondisi yang diharapkan tersebut, penemuan di lapangan berkata lain. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh LIPI bekerjasama dengan UNESCO/ISDR tahun 2006, di daerah rawan tsunami diketahui bahwa tingkat kesiapsiagaan komunitas masyarakat relatif masih rendah, terutama komunitas sekolah. Termasuk komunitas sekolah di Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul yang memiliki keterpaparan tinggi terhadap ancaman tsunami (LIPI, UNESCO/ISDR, 2006). Sekolah-sekolah di Kabupaten Bantul relatif jauh dari kata siaga dan tahan terhadap ancaman gempabumi dan tsunami. Gempabumi 27 Mei 2006 telah menyebabkan kerusakan sarana prasarana pendidikan. Dari 1.116 sekolah mulai dari TK, SD/MI, SMP/MTs, SLB, SMA/MA dan SMK terdapat 197 sekolah yang

4 hancur, 421 sekolah rusak berat, 344 sekolah rusak ringan, dan hanya 154 sekolah dalam kondisi baik (Bappenas, 2006). Sebagai respon terhadap dampak gempabumi Bantul tahun 2006, pada tahun 2010 SC-DRR bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional, LPMP UNY dan YP2SU merintis sekolah percontohan siaga bencana, yang kemudian disebut Sekolah Siaga Bencana (SSB). SSB bertujuan untuk mewujudkan budaya kesiapsiagaan dan keselamatan di tingkat komunitas sekolah yang meliputi siswa, orang tua siswa, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, kepala sekolah, pengawas, dinas pendidikan pelaksana program (Konsorsium Pendidikan Bencana, 2011). SSB di Kabupaten Bantul diselenggarakan di tiga sekolah, yaitu SDN 2 Parangtritis, SMPN 2 Imogiri dan SMAN 1 Kretek. Ketiga sekolah tersebut terpilih karena minimal terpapar oleh dua ancaman bencana, memiliki kerawanan tinggi dan memiliki kapasitas lembaga yang cukup untuk mendukung penerapan SSB. Dikaitkan dengan ancaman gempabumi dan tsunami, dari ketiga sekolah percontohan SSB tersebut, sekolah di Kecamatan Kretek yang memiliki ancaman tsunami tinggi adalah SDN 2 Parangtritis dan SMAN 1 Kretek. Dalam peta bahaya tsunami Kabupaten Bantul, di Kecamatan Kretek masih terdapat beberapa sekolah yang belum menerapkan program SSB. Pada jenjang SD terdapat SDN Bungkus dan SDN Sono yang terletak di sekitar sungai Opak, serta SDN 1 Parangtritis yang terletak 1 km dari Pantai Parangtritis. Pada jenjang SMP terdapat SMPN 2 Kretek yang berjarak 2 km dari pantai. Pada jenjang SMA/Sederajat terdapat SMK Ma arif I Kretek yang berjarak 2,5 km dari

5 pantai. Sekolah-sekolah tersebut belum menerapkan program SSB karena alasan keterbatasan sumberdaya material dan non material. Dengan adanya perbedaan implementasi SSB tersebut, diduga terdapat perbedaan tingkat kesiapsiagaan antara tingkat kesiapsiagaan komunitas SSB dengan Non SSB. Kondisi sedemikian rupa menunjukkan adanya urjensi pengkajian secara mendalam mengenai perbandingan tingkat kesiapsiagaan komunitas SSB dengan Non SSB, dalam mengantisipasi ancaman gempabumi dan tsunami di Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul. Seberapa signifikan kontribusi SSB terhadap peningkatan kesiapsiagaan komunitas sekolah, faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberhasilannya, dan faktor-faktor apa yang menjadi kendalanya. 1.2 Permasalahan Penelitian Berdasarkan latar belakang, diketahui adanya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan yang ada di lapangan. Komunitas sekolah yang seharusnya aman dari ancaman gempabumi dan tsunami justru memiliki keterpaparan yang tinggi, memiliki kerawanan yang tinggi dan memiliki kesiapsiagaan yang masih rendah. Tingkat kesiapsiagaan yang rendah tersebut ditunjukkan dengan adanya program Sekolah Siaga Bencana yang belum diterapkan di semua sekolah yang berada pada zona ancaman gempabumi dan tsunami tinggi di Kecamatan Kretek. Komunitas Sekolah Siaga Bencana (SSB) belum tentu memiliki tingkat kesiapsiagaan yang lebih tinggi dari pada komunitas non Sekolah Siaga Bencana (Non SSB), atau sebaliknya. Program SSB di Kabupaten Bantul masih berupa projek percontohan yang menemui berbagai kendala dalam pelaksanaannya,

6 sehingga peran SSB dalam meningkatkan kesiapsiagaan komunitas sekolah belum jelas. Berdasarkan kondisi tersebut maka perlu adanya studi komparasi tingkat kesiapsiagaan komunitas SSB dengan Non SSB dalam mengantisipasi ancaman gempabumi dan tsunami di Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut. 1. Menganalisis tingkat kesiapsiagaan komunitas Sekolas Siaga Bencana (SSB) dalam mengantisipasi ancaman gempabumi dan tsunami di Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul. 2. Menganalisis tingkat kesiapsiagaan komunitas Non Sekolah Siaga Bencana (Non SSB) dalam mengantisipasi ancaman gempabumi dan tsunami di Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul. 3. Menganalisis ada tidaknya perbedaan tingkat kesiapsiagaan komunitas Sekolas Siaga Bencana (SSB) dengan komunitas Non Sekolah Siaga Bencana (Non SSB) dalam mengantisipasi ancaman gempabumi dan tsunami di Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul. 4. Menganalisis faktor-faktor yang yang mempengaruhi ada tidaknya perbedaan tingkat kesiapsiagaan komunitas Sekolas Siaga Bencana (SSB) dengan komunitas Non Sekolah Siaga Bencana (Non SSB) dalam mengantisipasi ancaman gempabumi dan tsunami di Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul.

7 1.4 Keaslian Penelitian Penelitian tentang studi komparasi tingkat kesiapsiagaan komunitas Sekolah Siaga Bencan (SSB) dengan komunitas sekolah yang belum menerapkan program Sekolah Siaga Bencana (Non SSB) dalam mengantisipasi ancaman tsunami belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian kesiapsiapsiagaan masyarakat pernah dilakukan oleh LIPI yang bekerjasama dengan UNESCO/ISDR pada tahun 2006 di Aceh, Padang, Nias dan Bengkulu. Penelitian tersebut mengkaji kesiapsiagaan komunitas masyarakat secara luas, meliputi kesiapsiagaan pemerintah, individu dan rumah tangga, serta komunitas sekolah. Penelitian tentang kesiapsiagaan lain juga pernah diteliti dalam tesis, namun keseluruhan penelitian tersebut tidak spesifik pada menguji perbedaan tingkat kesiapsiagaan komunitas SSB dengan Non SSB dalam mengantisipasi ancaman gempabumi dan tsunami di Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul. Penelitian yang sudah pernah dilakukan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3 Penelitian Sebelumnya No. Peneliti/ Prodi/ Tahun/ Judul 1. Yudi Irawan/ Magister Pengelolaan Bencana Alam/ 2009/ Kajian Mitigasi dan Kesiapsiagaan Bencana tsunami di Kota Bengkulu 2. Variadi/ Magister Pengelolaan Bencana Alam/ 2012/ Kajian Rencana Evakuasi dalam Kesiapsiagaan Bencana tsunami dengan Pendekatan Berbasis Masyarakat (Studi Kasus: Kecamatan Meuraksa Kota Banda Aceh) 3. LIPI dan UNESCO/ ISDR/ 2006/ Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Mengantisipasi Bencana Gempabumi dan Tsunami Tujuan Mengetahui lokasi genangan tsunami, mengetahui lokasi genangan yang paling luas dan paling sempit, mengidentifikasi penyelamatan jika tsunami terjadi, mengkaji pola dan rute evakuasi atau penyelamatan diri apabila tsunami terjadi dan kemudian membuat peta evakuasi, dan mengkaji tingkat kesiapsiagaan masyarakat dan aparat Pemerintah Kota Bengkulu terhadap ancaman tsunami. 1. Mengkaji persepsi masyarakat mengenai rencana evakuasi; 2. Mengkaji proses perencanaan, pelaksanaan dan sosialisasi rencana evakuasi; dan 3. Memberikan solusi untuk penyempurnaan rencana evakuasi dengan mempertimbangkan persepsi dan peran serta masayrakat. Mengkaji dan menguji kerangka evaluasi kesiapsiagaan rumah tangga dan individu, komunitas sekolah, serta aparat pemerintah di Aceh, Padang dan bengkulu dalam mengantisipasi bencana gempabumi dan tsunami Metode dan Pengumpulan Data Pemetaan dengan overlay/ Kuesioner Observasi, Survei GPs, Pengukuran Lapangan, Wawancara Kuantitatif, kualitatif dan partisipatif Hasil penelitian Wilayah yang tergenang tsunami mencapai 42,59% untuk kecamatan Teluk Segara, 26,58% untuk kecamatan Ratu Samban, dan 26,64% untuk kecamatan Ratu Agung. Tingkat kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana tsunami termasuk kategori kurang siap, dengan indeks kesiapsiagaan 53,75. Upaya mitigasi dan peningkatan kesiapsiagaan Pemerintah Kota Bengkulu dengan cara penyelarasan peraturan perundangundangan, penguatan Satlak PB, peningkatan anggaran, sosialisasi dan pelatihan serta pendidikan tentang bencana kepada lapisan masyarakat Berdasarkan rencana evakuasi yang di desain sampai tahun 2010 diketahui bahwa fasilitas evakuasi dalam kondisi memprihatinkan dan terdapat perbedaan antara realisasi perencanaan dengan kenyataan di lapangan. Indeks kesiapsiagaan masayarkat dalam rencana evakuasi mencapai 3,09 (skala 4,00). Faktor-faktor yang perlu diperbaiki untuk penyempurnaan rencana evakuasi antara lain menyusun protokol evakuasi individu dan peningkatan fasilitas evakuasi vertikal. Tingkat kesiapsiagaan rumah tangga dan individu, komunitas sekolah, serta aparat pemerintah di Aceh, Padang dan bengkulu dalam mengantisipasi bencana gempabumi dan tsunami masih relatif rendah, terutama unutk kesiapsiagaan komunitas sekolah 8

9 Lanjutan Tabel 1.3 4. Abdi Putra Join/ 2013/ Upaya Kebijakan Kesiapsiagaan Sekolah dalam Pengurangan Resiko Bencana Gempa dan Tsunami di Kota Padang Sumber: Peneliti, 2013 1. Mengidentifikasi upaya kebijakan yang dilakukan untuk meningkatkan kesiapsiagaan sekolah 2. Mengetahui dampak kebijakan pendidikan PRB terhadap kesiapsiagaan sekolah Deskriptif Kualitatif/ Wawancara, observasi, dokumentasi Hasil evaluasi implementasi kebijakan upaya peningkatan kesiapsiagaan sekolah di Kota Padang masih menemui berbagai kendala seperti belum semua kelompok siaga bencana terbentuk di sekolah, tidak semua sekolah memiliki protap yang bisa disepakati bersama dan belum rutinnya pelaksanaan simulasi, distribusi modul dan bahan ajar belum baik. Pelaksanaan pendidikan PRB masih didominasi oleh LSm, maka komitmen dan peran Pemerintah Kota Padang perlu ditingkatkan.

10 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut. 1. Manfaat Akademis Secara akademis diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam menyempurnakan atau bahkan menemukan teori baru demi kemantapan framework kesiapsiagaan komunitas sekolah dan evaluasi pelaksanaan program Sekolah Siaga Bencana di Indonesia. 2. Manfaat Praktis Secara praktis diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat bagi BPBD Kabupaten Bantul, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Pemerintah Kabupaten Bantul dalam menetapkan strategi pengarusutamaan pengurangan risiko sekolah ke dalam Sisdiknas dan peningkatan kesiapsiagaan komunitas sekolah dalam mengantisipasi ancaman gempabumi dan tsunami.