BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Upaya manajemen untuk mencapai tujuan organisasi bertumpu pada fungsi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Adalah suatu keadaan pada saat seluruh penerimaan (total revenues) secara persis hanya mampu menutup seluruh pengeluaran (total cost) pada keadaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I PENDAHULUAN. Dengan situasi perekonomian yang dinamis membuat persaingan antar usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengendalian. Proses ini memerlukan sejumlah teknik dan prosedur pemecahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah spesifikasi (perumusan) dari tujuan perusahaan yang ingin dicapai serta

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Analysis Cost Volume Profit: Alat Perencanaan Manajerial Source: Hansen & Mowen (2007) Chapter 11. Present By: Ayub W.S. Pradana 30 Maret 2016

BAB II LANDASAN TEORI. memenuhi kebutuhan hidupnya.begitupun pula dengan perusahaan yang dalam

PERTEMUAN KE-13 ANALISIS BIAYA DAN VOLUME LABA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hansen & Mowen (2005:274) Analisis biaya-volume-laba (costvolume-profit

BAB 4 BREAK - EVEN POINT DALAM UNIT DAN DOLAR PENJUALAN

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan dunia usaha semakin pesat. Pesatnya perkembangan

TITIK PULANG POKOK SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA JANGKA PENDEK PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. Akibat dari krisis sektor ekonomi yang berkelanjutan dan keadaan politik

BAB I PENDAHULUAN. Laba merupakan salah satu alasan untuk berdirinya sebuah organisasi / perusahaan.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada umumnya tujuan utama suatu perusahaan adalah untuk mencapai

BAB II LANDASAN TEORI. datang. Pada umumnya tujuan perusahaan adalah untuk memperoleh laba yang

ANALISA BIAYA PRODUKSI

ANALISA BREAK EVENT POINT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Klasifikasi Biaya dan Perhitungan Harga Jual Produk pada PT. JCO Donuts

[Type the document title]

ABSTRAK. Perencanaan laba diperlukan oleh perusahaan agar perusahaan dapat

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Department of Business Adminstration Brawijaya University

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Biaya BIAYA TPPHP. distribusi dan merupakan pengorbanan. produksi-distribusi COST. Contoh:

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Pengertian dan Fungsi Akuntansi Biaya. 1. Pengertian Akuntansi Biaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

BAB II LANDASAN TEORI. Biaya merupakan sebuah elemen yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS COST VOLUME PROFIT UNTUK PERENCANAAN LABA JANGKA PENDEK PADA PT. ANEKA CARGO KHATULISTIWA KOTABARU

ANALISIS BREAK EVENT POINT (TITIK IMPAS) DAN BAURAN PEMASARAN

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pengertian analisa menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah sebagai

COST VOLUME PROVIT (CVP) ANALYSIS

BAB II ANALISIS PROFITABILITAS PELANGGAN DAN PELAPORAN SEGMEN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

2.2.2 Penggolongan Biaya Menurut sifatnya, biaya dapat dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS BREAK EVEN POINT (BEP)

BAB II ANALISIS BIAYA VOLUME LABA SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA. datang, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu, tugas

M. Yusuf Universitas Pamulang Abstract

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PENENTUAN HARGA JUAL DENGAN PENDEKATAN VARIABEL COSTING

BAB I PENDAHULUAN. kompetitor bisnis baru dalam bidang usaha membuat perusahaan melalui pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian negara kita dewasa ini semakin pesat. Proses

BAB II LANDASAN TEORI. II.1. Arti dan Tujuan Akuntansi Manajemen. Definisi normatif Akuntansi Manajemen menurut Management

ANALISIS BREAK EVENT POINT DALAM KEBIJAKAN PERENCANAAN PENJUALAN DAN LABA (Studi Pada PT Wonojati Wijoyo Kediri)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTANSI UNTUK PERENCANAAN LABA. Tugas Kelompok

ANALISIS BREAK EVEN POINT TERHADAP PERENCANAAN LABA CV. ARTHA SARI JAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi perusahaan yang berorientasi pada laba, laba merupakan hal penting

BAB II LANDASAN TEORI. Ada beberapa pendapat dari beberapa ahli mengenai pengertian. Menurut Hasibuan ( 2007 ), dfinisi manajemen yaitu :

PERENCANAAN LABA MENGGUNAKAN ANALISIS BIAYA- VOLUME-LABA PADA UKM SLAMET SEMARANG TAHUN 2014

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pendekatan Perhitungan Biaya, Pendapatan & Analisis Kelayakan Usahatani

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS BREAK EVEN POINT

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERTANYAAN PENELITIAN. mencapai tujuan organisasi. Menentukan tujuan perusahaan termasuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami krisis moneter sejak tahun 1997 yang menyebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biaya

Bahan Kuliah. Manajemen Keuangan Bisnis I Pertemuan VII. Analisis Break Even. Dosen : Suryanto, SE., M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini persaingan di setiap bidang usaha sangat tinggi dengan semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI LEMBAR PENGASAHAN ABSTRAKSI KATA PENGANTAR

Andri Helmi M, SE., MM.

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini persaingan di setiap bidang usaha sangat tinggi dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. semua industri di Indonesia terkena dampak dan gulung tikar, tidak

BAB II LANDASAN TEORI

Analisis Biaya-Volume-Laba (Cost-Volume-Profit/CVP Analysis)

Akuntansi Biaya. Analisis Perilaku Biaya (Cost Behaviour Analysis) Rista Bintara, SE., M.Ak. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

ABSTRACT. Keywords: Cost-Volume-Profit Analysis, short term profit planning, Contribution Margin, Break Even Point, what if analysis

ANALISIS BREAK EVEN PADA PERUSAHAAN PABRIK MINUMAN UD. USAHA BARU MAKASSAR ZAINAL ABIDIN STIE YPUP MAKASSAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS COST VOLUME PROFIT SEBAGAI DASAR PERENCANAAN PENJUALAN UNTUK MENCAPAI LABA YANG DIINGINKAN (STUDI PADA QUICK CHICKEN CABANG KOTA BLITAR)

Vol.10, No Februari 2015 ISSN

BAB II HARGA POKOK PRODUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Analisis Cost-Volume-Profit (CVP) Upaya manajemen untuk mencapai tujuan organisasi bertumpu pada fungsi kembar, yakni perencanaan dan pengendalian. Fungsi pengendalian adalah upaya sistematis oleh manajemen untuk menghimpun dan mengatur kekuatan alam, perilaku manusia, dan objek-objek material ke dalam suatu unit yang terkoordinasi untuk mencapai tujuan yang direncanakan. Sedangkan fungsi perencanaan pada dasarnya adalah proses pengambilan keputusan sehubungan dengan hasil-hasil yang ingin dicapai, penggunaan sumber daya, dan pembentukan suatu sistem komunikasi yang memungkinkan pelaporan dan pengendalian hasil aktual serta pembandingan hasil-hasil tersebut. Dalam melaksanakan fungsi perencanaan, manajemen fokus kepada pencapaian laba optimal jangka pendek maupun jangka panjang. Pada jangka pendek, manajemen dibatasi oleh tingkah laku biaya, kapasitas normal dan luasnya barang modal yang tersedia. Untuk itu manajemen harus merencanakan, menganalisis, dan memutuskan kebijakan jangka pendek secermat mungkin, agar laba optimal dapat tercapai. Perencanaan juga mencakup penelitian atas sifat usaha perusahaan, kebijaksanaan utamanya, penentuan waktu dalam tahap-tahap yang besar dan faktor-faktor lain yang ada kaitannya dengan rencana jangka pendek maupun panjang. Perencanaan yang efektif didasarkan atas analisis dan fakta-fakta yang dikumpulkan.

Hal yang erat hubungannya dengan perencanaan yang baik adalah penetapan tujuan perusahaan. Tujuan merupakan suatu sasaran atau hasil akhir. Dalam menetapkan tujuan suatu badan usaha, banyak orang menekankan pada kebutuhan untuk memperoleh laba. Untuk mendapatkan laba yang optimal, perusahaan harus menghasilkan produk atau memberi jasa-jasa dengan cara-cara tertentu dalam volume, waktu, biaya, dan harga yang dalam jangka panjang dapat menjamin adanya laba disamping memperoleh kerjasama dari karyawan, mendapatkan nama baik dari para pelanggan dan memenuhi tanggung jawab sosial. Perencanaan perusahaan menurut Lynch dan Williamson (1983:139) dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan program anggaran. Sebagian besar program anggaran berisi taksiran penghasilan yang akan diperoleh dan biaya-biaya yang akan terjadi untuk memperoleh penghasilan tersebut dan akhirnya menunjukkan laba yang akan dicapai. Menurut Munawir (2002:183) ada beberapa langkah untuk mencapai laba optimal dalam perencanaan maupun realisasinya yaitu: 1. menekan biaya produksi maupun biaya operasi serendah mungkin dengan mempertahankan tingkat harga jual dan volume penjualan yang ada, 2. menentukan harga jual sedemikian rupa sesuai laba yang dikehendaki, 3. meningkatkan volume penjualan sebesar mungkin. Ketiga langkah tersebut tidak dapat dilakukan secara terpisah karena terdapat hubungan yang erat antara harga jual, volume produksi, dan biaya. Biaya menentukan harga jual, harga jual mempengaruhi volume penjualan, volume penjualan mempengaruhi volume produksi, dan volume produksi ini mempengaruhi jumlah biaya yang dikeluarkan.

Manfaat perencanaan laba bagi perusahaan adalah sebagai berikut di bawah ini. 1. Memberikan pendekatan yang terarah dalam pemecahan permasalahan. 2. Memaksa pihak manajemen untuk secara dini mengadakan penelaahan terhadap masalah yang dihadapinya dan menanamkan kebiasaan pada organisasi untuk mengadakan telaah yang seksama sebelum mengambil suatu keputusan. 3. Menciptakan suasana organisasi yang mengarah pada pencapaian laba, mendorong timbulnya perilaku yang sadar akan penghematan biaya dan pemanfaatan sumber daya secara optimal. 4. Merangsang peran serta dan mengkoordinasi rencana operasi berbagai segmen dari secara keseluruhan organisasi manajemen sehingga keputusan akhir dan rencana yang saling terkait dapat menggambarkan keseluruhan organisasi dalam bentuk rencana yang terpadu dan menyeluruh. 5. Menawarkan kesempatan untuk menilai secara sistematis setiap segi atau aspek organisasi maupun untuk memeriksa serta memperbaharui kebijakan dan pedoman secara berkala. 6. Mengkoordinasi serta mempertemukan semua upaya perusahaan ke dalam suatu prosedur perencanaan anggaran yang terarah, karena inilah satu-satunya cara paling cepat mengungkapkan kelemahan kegiatan manajemen. 7. Mengarahkan penggunaan modal dan daya upaya pada kegiatan yang paling menguntungkan.

8. Mendorong standar prestasi yang tinggi dengan merangsang semangat untuk bersaing, menanamkan keinginan untuk mencapai tujuan, dan menumbuhkan minat untuk melaksanakan kegiatan secara lebih efektif. 9. Berperan sebagai tolak ukur untuk mengukur hasil kegiatan dan nenilai kebijaksanaan manajemen dan tingkat kecakapan dari setiap pelaksana. Analisis biaya, volume, dan laba (cost-volume-profit analysis atau CVP) yang menghasilkan break even point adalah alat yang dapat digunakan untuk merencanakan volume dan biaya dalam pencapaian tingkat laba tertentu yang diharapkan. Menurut Blocher dkk (2002:298): Cost-volume-profit analysis is a method for analyzing how operating decision and marketing decisions affect net income based on an understanding of the relationship between variable costs, fixed costs, unit selling price, and the output level. Menurut Horngren dkk (2003:47): Cost-volume-profit analysis is the study of the effects of output volume on revenue (sales), expenses (costs), and net income (net profit). Analisis biaya-volume-laba (analisis CVP) dimulai dari mengamati perilaku pendapatan, biaya, dan volume. Langkah alamiah adalah dengan mulai mencari unit pada tingkat break even. Keputusan pertama perusahaan dalam menerapkan pendekatan unit yang dijual pada analisis CVP adalah penentuan apa yang

dimaksud dengan unit. Keputusan kedua berpusat pada pemisahan biaya ke dalam komponen biaya tetap dan variabel. Analisis CVP memfokuskan pada faktor yang mempengaruhi perubahan dalam komponen laba. Hansen dan Mowen (2000:40) menyatakan bahwa fokus analisis ini ditujukan pada perusahaan secara keseluruhan, karenanya biaya meliputi semua biaya dari perusahaan: produksi, pemasaran, dan administrasi. Juga termasuk pembahasan mengenai biaya variabel dan biaya tetap. Batasan-batasan CVP adalah sebagai berikut ini. 1. Konsep tentang variabilitas biaya dapat diterima, karena itu, biaya harus realistis diklasifikasikan sebagai variabel dan tetap. 2. Rentang yang relevan pada semua tahap analisis harus ditentukan. 3. Harga jual per unit tidak berubah jika terjadi perubahan volume. 4. Jika analisis digunakan untuk berbagai jenis produk atau kombinasi produk (product mix), sales mix-nya harus tetap atau konstan. 5. Kebijaksanaan manajemen terhadap operasi perusahaan tidak berubah secara material dalam jangka pendek. 6. Tingkat harga umum stabil dalam jangka pendek. 7. Sinkronisasi antara penjualan dan produksi, yang berarti tingkat persediaan harus konstan atau kosong (nol). 8. Efisiensi dan produktivitas tidak mengalami perubahan-perubahan, khususnya dalam jangka pendek.

Menurut Horngren dkk (2003:62) berikut adalah asumsi yang digunakan. CVP analysis is based on several assumptions: 1. Changes in the levels of revenues and costs arise only because of changes in the number of product (or service) units produced and sold. The number of output units is the only revenue driver and the only cost driver. Just as a cost driver is any factor that affects costs, a revenue driver is a variable, such as volume, that causally affects revenues. 2. Total costs can be seperated into a fixed component that does not vary with the output level and a component that is variable with respect to the output level. Variable costs include both ndirect variable costs and indirect fixed costs of a product. 3. When represented graphically, the behaviors of total revenues and total costs are linear (meaning they can be represented as a straigh line) in relation to output level within a relevant range (and time period). 4. Selling price, variable costs per unit, and fixed costs (within a relevant range and period) are known and constant. 5. The analysis either covers a single product or assumes that the proportion of different products when multiple products are sold will remain constant as the level of total units sold changes. 6. All revenues and costs can be added and compared without taking into account the time value of money. B. Pengertian Break Even Point Hubungan antara biaya, volume, dan laba sering juga disebut analisis impas (break even analysis). Karena memang analisis CVP menghasilkan gambaran hubungan variabel-variabel tersebut, termasuk keadaan break even dan keadaan untuk mencapai tingkat laba tertentu. Menurut Riyanto (1997:359): analisa break even adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan.

Menurut Ahyari (2002:50) analisis pulang pokok (seringkali disebut sebagai analisis impas atau analisis break even) adalah merupakan alat yang dapat dipergunakan untuk mengetahui hubungan antara tingkat kegiatan yang dilaksanakan, pendapatan perusahaan dan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Analisis break even akan menghasilkan break even point. Penjualan break even point adalah volume penjualan yang tidak menimbulkan laba ataupun rugi. Meskipun analisis break even point merupakan konsep statis, namun penerapannya pada situasi yang dinamis akan membantu manajemen dalam merencanakan dan mengendalikan operasi. Menurut Horngren dkk (2003:64): The breakeven point (BEP) is that quantity of output sold at which total revenues equal total costs that is, the quantity of output sold at which the operating income is $0. Menurut Horngren dkk (2003:48): The break-even point is the level of sales at which revenues equals expenses and net income is zero. Menurut Blocher dkk (2002:301): The breakeven point is the point at which revenues equal total cost and profit is zero.

Analisis CVP mudah digunakan dan murah biayanya dengan asumsi-asumsi di atas. Asumsi-asumsi berikut merupakan anggapan-anggapan dasar ataupun konsep pemikiran dan juga sekaligus menggambarkan keterbatasan analisis break even point. 1. Bagan break even pada dasarnya merupakan analisis statik, umumnya perubahan-perubahan hanya dapat diperlihatkan denagn menggambarkan bagan baru atau sejumlah bagan lainnya. 2. Dalam rentang yang relevan dirumuskan besarnya biaya tetap dan variabel untuk periode dan tingkat produksi tertentu. Rentang yang relevan umumnya merupakan rentang kegiatan yang dapat dinyatakan dengan berbagai ukuran penjualan dan beban. Untuk kegiatan di luar rentang yang relevan besarnya biaya tetap dan variabel akan berubah. 3. Semua biaya dapat diklasifikasikan menjadi biaya tetap dan variabel atau dpat dibagi ke dalam komponen tetap dan komponen variabel. 4. Biaya variabel per unit tetap sama dan terdapat hubungan langsung di antara biaya dan volume. 5. Volume merupakan satu-satunya faktor penting yang mempengaruhi perilaku biaya. Faktor lainnya seperti harga per unit, bauran penjualan, dan metode produksi diabaikan. Perubahan perilaku biaya menyebabkan terjadinya modifikasi pada tingkat break even. 6. Harga jual per unit dan kondisi pasar lainnya tidak berubah. 7. Total biaya tetap diasumsikan konstan untuk rentang yang relevan.

8. Perubahan persediaan tidak begitu berarti sehingga tidak mempengaruhi analisis. 9. Tidak ada perbaikan efisiensi dalam periode bersangkutan, dan kebijakan serta teknik manajerial tidak berpengaruh terhadap biaya. 10. Teknologi produk diasumsikan tidak berubah. 11. Jika analisis break even point meliputi lebih dari satu produk, maka diasumsikan bahwa ada penjualan yang tidak berubah. Bauran penjualan (sales mix) menunjukkan kombinasi atau perbandingan jumlah produk yang dijual perusahaan. C. Manfaat Analisis Break Even Point Analisis break even point atau analisis titik impas sangat penting bagi perusahaan terutama perusahaan-perusahaan industri dan perdagangan. Analisis tersebut merupakan alat praktis untuk mengukur hasil-hasil usaha, baik bagi pimpinan perusahaan maupun bagi pihak-pihak di luar perusahaan. Kegunaan analisis break even point bagi manajemen meliputi hal-hal berikut. 1. Keputusan investasi Hasil dari analisis break even point, disamping memberikan gambaran tentang hubungan antara biaya, volume, dan laba juga akan dapat membantu atau memberikan informasi kepada manajemen dalam memecahkan masalahmasalah lain yang dihadapinya. Misalnya masalah penambahan atau penggantian fasilitas pabrik atau investasi dalam aktiva tetap lainnya, apakah

penambahan ataupun penggantian aktiva ini memungkinkan ditinjau dari segi ekonomi, atau apakah dengan penambahan atau penggantian aktiva tetap ini akan menguntungkan bagi perusahaan. Dengan menggunakan analisis break even point maka masalah ini akan terjawab. 2. Keputusan menutup usaha Kegunaan lain dari analisis break even point bagi manajemen adalah bantuannya dalam pengambilan keputusan menutup usaha atau tidak (dapat memberikan informasi kapan sebaiknya usaha tersebut dihentikan). Untuk menjawab permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan analisis break even point. Pada keadaan break even, perusahaan tidak memperoleh keuntungan karena jumlah penghasilan sama dengan jumlah biaya, tetapi perusahaan yang selalu mengalami keadaan break even tidak harus ditutup karena dalam keadaan tersebut perusahaan masih mendapatkan sisa uang (jumlah penerimaan lebih besar daripada pengeluarannya). Hal ini dapat terjadi karena biaya yang terjadi dalam suatu periode pada dasarnya terdiri dari biaya tunai yaitu biaya yang memerlukan pengeluaran uang dan biaya yang tidak memerlukan pengeluaran uang, misalnya biaya depresiasi aktiva tetap, kerugiaan piutang, dan pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan pada masa yang lalu yang manfaatnya masih dinikmati sampai sekarang. Suatu usaha harus dihentikan atau ditutup apabila penghasilan yang diperoleh tidak dapat menutup biaya tunainya. Untuk mengetahui pada tingkat penjualan berapa suatu usaha harus dihentikan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus maupun grafik break even.

Selain itu analisis break even point dapat juga digunakan dalam perencanaan operasional, pengendalian berdasarkan anggaran yang dihasilkan analisis ini, dan juga menganalisis hasil yang telah dicapai. Manfaat tersebut antara lain: 1. menyelidiki pengaruh dan akibat dari suatu reorganisasi, 2. menyelidiki pengaruh dan akibat dari suatu peraturan operasional, 3. membandingkan kemungkinan laba operasional dari berbagai macam perusahaan pada berbagai tingkat operasi, 4. menetapkan penambahan hasil penjualan bersih yang sesuai dengan perluasan alat-alat produksi tahan lama atau untuk mengimbangi pengurangan dalam biaya penjualan, 5. menetapkan pengaruh dari perubahan terhadap laba operasional. D. Berbagai Faktor Yang Mempengaruhi Break Even Point dan Analisis Sensitivitas Aspek yang penting dalam analisis break even point bahwa adanya perubahan dalam satu faktor atau lebih yang mempengaruhi hasil analisis dapat dinilai atau dievaluasi. Aspek ini sangat penting bagi manajemen dalam proses penyusunan atau perencanaan, karena hal ini akan memungkinkan diadakan percobaan untuk menentukan akibat adanya perubahan berbagai faktor atau mempertimbangkan berbagai alternatif.

Faktor-faktor yang dapat berubah dalam hubungannya dengan analisis break even point menurut Munawir (2002:201) antara lain biaya tetap, biaya variabel, harga jual maupun komposisi penjualan dalam bauran penjualan. Perubahan sebagian faktor penentu break even point atau faktor yang mengakibatkan perubahan tingkat break even, mungkin tidak mempengaruhi atau mengakibatkan perubahan pada faktor-faktor yang lain, misalnya perubahan hanya terjadi pada jumlah biaya tetap sedangkan biaya variabel, harga jual maupun volume penjualan tetap. Tetapi kemungkinan bisa terjadi perubahan dalam sebagian faktor akan mengakibatkan perubahan pada faktor lain, misalnya perubahan volume penjualan bisa berakibat pada perubahan biaya variabel dan sebagainya. Rayburn (1999:17) menyatakan bahwa perubahan nilai input (faktor-faktor yang mempengaruhi analisis break even point) membawa pengaruh terhadap hasil akhir. Dan untuk menganalisis hal tersebut dalam pengambilan keputusan yang disebutkan sebelumnya dalam manfaat analisis break even point diperlukan analisis terhadap setiap perubahan yang terjadi, yang disebut dengan analisis sensitivitas (sensitivity analysis). Misalnya, apabila terdapat perubahan pada biaya variabel per unit, bauran penjualan, harga jual, total biaya tetap, ataupun input lainnya yang digunakan dalam analisis CVP, maka break even point serta jumlah laba atau rugi akan berubah. Analisis sensitivitas memungkinkan manajemen menentukan pengaruh dari perubahan nilai input terhadap break even point dan laba.

Analisis sensitivitas menurut Horngren dkk (2003:70): Sensitivity analysis is a what-if technique that managers use to examine how a result will change if the original predicted data are not achieved or if an underlying assumption changes. Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi analisis break even point. 1. Perubahan jumlah biaya tetap yang ada di dalam suatu perusahan akan berakibat langsung terhadap terdapatnya perubahan biaya total pada berbagai tingkat penjualan. Biaya tetap sebagai unsur biaya apabila bertambah besar maka biaya total yang ada dalam perusahaan tersebut akan menjadi bertambah besar juga. Besarnya pertambahan biaya total ini akan sama dengan besarnya pertambahan yang terjadi pada biaya tetap yang ada di dalam perusahaan yang bersangkutan, dan sebaliknya juga jika mengalami penurunan. 2. Biaya variabel yang ada dalam perusahaan ini merupakan unsur biaya total (disamping biaya tetap) dalam perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu perubahan biaya variabel dalam perusahaan juga akan mempengaruhi biaya total yang ada di dalam perusahaan bersangkutan, sehingga tingkat break even dalam perusahaan tersebut juga akan berubah. Jika terjadi kenaikan biaya variabel per unit, maka untuk memproduksi sejumlah unit tertentu akan terjadi kenaikan dalam jumlah biaya variabel, yang akan berakibat terhadap kenaikan jumlah biaya total yang ada dalam perusahaan tersebut. Dengan naiknya jumlah biaya total ini maka tingkat break even point akan menjadi naik pula, dan berlaku sebaliknya dalam hal penurunan.

3. Perubahan harga jual mempunyai pengaruh yang sama seperti perubahan biaya variabel. Perubahan harga jual produk mempengaruhi secara langsung terhadap penerimaan pendapatan perusahaan. Oleh karena penerimaan pendapatan merupakan unsur pembentuk break even point, maka besarnya break even point dalam perusahaan yang bersangkutan ini akan berubah sejalan dengan perubahan harga jual produk perusahaan. Namun demikian pengaruh harga jual produk tidak akan berdiri sendiri di dalam menentukan penerimaan pendapatan, karena adanya kenaikan atau penurunan harga jual dapat berakibat terhadap volume penjualan yang juga berakibat langsung terhadap perubahan besarnya break even point. Kedua variabel tersebut akan bersama-sama menentukan kenaikan atau penurunan penerimaan pendapatan total. 4. Perusahaan yang memproduksi dan menjual produk yang lebih dari satu jenis, akan mendapatkan komposisi batas kontribusi yang berbeda yang disebabkan oleh komposisi penjualan yang berbeda. Hal ini menyebabkan BEP total akan berbeda pada komposisi penjualan yang berbeda dengan komposisi yang lain. Untuk maksud tersebut maka komposisi antara barang-barang tersebut harus tetap sama, baik dalam komposisi produksinya maupun penjualannya. Break even point dalam keseluruhan atau total tidak berarti bahwa masing-masing produk harus dalam keadaan break even. Kemungkinan terjadi satu macam produk menderita kerugiaan sedang produk yang lain mengalami laba, atau kemungkinan masing-masing produk dalam keadaan break even. Apabila komposisinya berubah maka break even point secara total akan berubah pula.

E. Klasifikasi Biaya Keberhasilan dalam merencanakan dan mengendalikan biaya bergantung pada pemahaman yang menyeluruh atas hubungan antara biaya dan aktivitas bisnis. Studi dan analisis yang hati-hati atas dampak aktivitas bisnis atas biaya umunya akan menghasilkan klasifikasi tiap pengeluaran sebagai biaya tetap, biaya variabel, dan atau biaya semivariabel. Dalam analisis break even point juga bertolak dari kenyataan bahwa biaya terbagi atas dua kelompok besar yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya secara umum diartikan sebagai segala sesuatu yang dikeluarkan, dinyatakan dengan satuan uang, meliputi harta, modal saham yang diterbitkan, jasa yang diberikan atau utang yang terjadi dalam hubungannya dengan barang atau jasa yang diterima dan akan diterima. Menurut Carter dan Usry (2002:58): Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang secara total tidak berubah saat aktivitas bisnis meningkat atau menurun. Menurut Horngren dkk (2003:43): A fixed cost is a cost that is not immediately affected by changes in the cost driver (any output measure that causes costs) level. Berikut adalah ciri-ciri biaya tetap. 1. Jumlah keseluruhan yang tetap di dalam satu tingkat output yang relevan.

2. Adanya penurunan dalam biaya per unit bila volume bertambah dalam satu tingkat yang relevan. 3. Dapat dibebankan pada bagian-bagian atau departemen-departemen atas dasar keputusan manajemen atau metode alokasi biaya. 4. Tanggung jawab pengendalian lebih banyak dipikul oleh manajemen pelaksana daripada oleh pengawas operasi. Biaya tetap sendiri merupakan pengeluaran yang bersifat tetap karena kebijakan manajemen. Pengeluaran yang demikian kadang-kadang disebut sebagai biaya tetap diskresioner (discretionary fixed costs), contohnya tingkat iklan dan jumlah sumbangan sosial. Pengeluaran yang membutuhkan suatu seri pembayaran selama jangka waktu yang lama disebut biaya tetap terikat (commited fixed costs). Contohnya adalah biaya bunga dan sewa atas utang jangka panjang. Menurut Carter dan Usry (2002:58): Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang secara total meningkat secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas. Menurut Horngren dkk (2003:43): A variable cost is a cost that changes in direct proportion to changes in the cost driver level. Menurut Abas Kartadinata (2000:264), biaya variabel lebih lanjut dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok. 1. Biaya variabel proporsional, yakni biaya variabel yang turun naiknya sebanding dengan volume produksi.

2. Biaya variabel progresif proporsional, yakni biaya variabel yang meningkat lebih cepat dibandingkan dengan kenaikan volume produksi. Contoh: upah lembur. 3. Biaya variabel degresif proporsional, yakni biaya variabel yang meningkat lebih lambat dibandingkan dengan kenaikan volume produksi. Contoh: biaya pesanan bahan. Ciri-ciri biaya variabel ini adalah: 1. totalnya berubah mengikuti perubahan volume, tetapi perubahannya tidak proporsional, 2. biaya per unitnya juga berubah, tetapi terbalik dengan perubahan volume dan tidak sebanding, 3. dapat dibebankan pada bagian operasi dengan cukup mudah dan tepat, dan 4. dapat dikendalikan oleh seorang kepala departemen tertentu. Contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, beberapa perlengkapan, beberapa tenaga kerja tidak langsung, alat-alat kecil, pengerjaan ulang, dan unit-unit yang rusak. Biaya variabel biasanya dapat diidentifikasikan langsung dengan aktivitas yang menimbulkan biaya. Permasalahan yang timbul dalam analisis break even point di dalam perusahaan adalah adanya biaya tetap dan variabel sekaligus serta adanya biaya campuran antara biaya tetap dan variabel (biaya semivariabel). Menurut Carter dan Usry (2002:60): Biaya semivariabel didefinisikan sebagai biaya yang memperlihatkan baik karakteristik-karakteristik dari biaya tetap

maupun biaya variabel. Contoh biaya tersebut adalah biaya listrik, air, gas, bensin, batu bara, perlengkapan, pemeliharaan, beberapa tenaga kerja tidak langsung, asuransi jiwa kelompok untuk karyawan, biaya pensiun, pajak penghasilan, biaya perjalanan dinas, dan biaya hiburan. Dua alasan adanya karakteristik semivariabel pada beberapa jenis pengeluaran. 1. Pengaturan minimum mungkin diperlukan, atau kuantitas minimum dari perlengkapan atau jasa mungkin perlu dikonsumsi untuk memelihara kesiapan beroperasi. Di luar tingkat minimum biaya, yang biasanya tetap, tambahan biaya bervariasi terhadap volume. 2. Klasifikasi akuntansi, berdasarkan objek pengeluaran atau fungsi, umumnya mengelompokkan biaya tetap dan biaya variabel bersama-sama. Misalnya, biaya mesin uap yang digunakan untuk memanaskan ruangan, yang bergantung pada kondisi cuaca, dan biaya mesin uapyang digunakan unyuk proses produksi, yang bergantung pada volume produksi, mungkin dibebankan ke perkiraan yang sama, sehingga mengakibatkan tercampurnya biaya tetap dan biaya variabel dalam perkiraan yang sama. Pada prakteknya untuk memisahkan biaya tetap dan biaya variabel dengan tepat bukanlah hal yang mudah karena adanya beberapa biaya campuran. Biaya campuran adalah biaya yang mengandung elemen biaya tetap dan elemen biaya variabel (sama dengan biaya semivariabel).

Perlu pemisahan terhadap biaya campuran (biaya semivariabel) ini menjadi unsur tetap dan unsur variabel, dalam rangka penggunaannya sebagai sumber informasi dalam pengambilan keputusan manajemen dalam hal ini perencanaan dan pengendalian menggunakan analisis break even point. Dalam memisahkan biaya campuran/biaya semivariabel ini secara teliti dapat dipergunakan dua metode berikut. 1. Pendekatan analitis (analytical approach) Dengan meneliti setiap unsur biaya dan ditentukan sifatnya dengan mengingat perlu tidaknya biaya yang bersangkutan dalam cara kerja yang efisien. 2. Pendekatan historis (historical approach) Pemisahan dilakukan berdasarkan angka-angka atau data biaya pada waktu yang lampau, kemudian dari data tersebut dengan menggunakan metode tertentu diterapkan untuk waktu yang akan datang. Adapun metode yang dapat digunakan dalam perhitungan adalah: a. metode titik tertinggi-terendah (high-low point method) yang menghendaki bahwa biaya yang terjadi harus diamati baik pada tingkat volume tinggi maupun pada volume rendah. b. Metode biaya bersiap (stand by cost) yang menggunakan cara perhitungan, pada saat atau perusahaan ditutup sementara, dan biaya yang dikeluarkan pada saat ditutup sementara itu disebut biaya tetap. Sedangkan biaya variabelnya dihitung dengan rumusan: Biaya Variabel Per Unit = Total Biaya Rata - rata - Biaya Tetap Jam Kerja Rata - rata

Jumlah Biaya Total Biaya Rata - rata = Jumlah Waktu c. Metode grafik statistik (Scatter graph) menggunakan cara sebagai berikut: 1) membuat grafik statistik, sumbu vertikal sebagai TC (total biaya), sedangkan sumbu horizontal menunjukkan volume (kuantitas), 2) biaya setiap bulan diletakkan dalam grafik, 3) sebuah garis ditarik yang dapat mewakili semua titik pada (b) di atas, 4) garis yang memotong sumbu tegak (TC) pada volume nol dianggap sebagai biaya tetap, 5) garis lurus ke kanan dari titik pada (d) yang ditarik mendatar adalah biaya tetapnya, 6) biaya variabel per unit = total biaya rata - rata - biaya volume rata - rata tetap (FC) F. Penentuan Break Even Point Telah diuraikan di atas bahwa break even point merupakan suatu keadaan dimana perusahaan tidak mendapatkan laba atau menderita rugi. Kondisi ini bisa digambarkan dalam seperti berikut. 1. Total penjualan perusahaan sama besar dengan total biaya atas penjualan tersebut. 2. Laba perusahaan sama dengan nol. Kondisi ini sangat penting untuk diketahui perusahaan, mengingat dengan mengetahui break even point perusahaan bisa merencanakan operasinya dengan baik atau justru untuk tidak meneruskan operasinya.

Ada tiga pendekatan yang bisa digunakan untuk menentukan break even point baik dalam perhitungan matematis maupun grafis. 1. Pendekatan persamaan yang didasarkan pada keadaan: a. perusahaan tidak memperoleh laba atau menderita rugi, b. total penjualan sama dengan total biaya, c. laba sama dengan nol. Maka persamaan disajikan sebagai berikut: penjualan = total biaya Total biaya adalah penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel, dengan demikian persamaan dapat dijabarkan sebagai berikut: penjualan = biaya tetap + biaya variabel 2. Pendekatan marjin kontribusi Horngren dkk (2003:49) menyatakan bahwa marjin kontribusi (contribution margin atau sering disingkat C/M) adalah sisa hasil penjualan setelah dikurangi dengan biaya variabel. Marjin kontribusi (contribution margin) menurut Rayburn (1999:7) sering juga disebut laba marjinal (marginal income), sedangkan rasio marjin kontribusi dikenal sebagai rasio laba volume (profit-volume, P/V) atau rasio laba marjinal/marginal income ratio. Sebelum membahas perumusan matematis dalam pendekatan ini, akan dikemukakan perbedaan antara contribution margin dan gross margin agar tidak terjadi salah pengertian. Menurut Horngren dkk (2003:59): Gross margin is the excess of sales over the total goods sold. Cost of goods sold is

the cost of the merchandise that is acquired or manufactured and resold. Gross margin (gross profit)= sales price cost of goods sold. Contribution margin = sales price all variable costs. Jumlah marjin kontribusi bisa digunakan untuk menutup biaya tetap dan membentuk laba. Break even point dicari dengan metode marjin kontribusi menetapkan seberapa besar marjin kontribusi cukup untuk menutup biaya tetap. Atau dengan kata lain break even point dicapai ketika jumlah marjin kontribusi sama besarnya dengan jumlah biaya tetap. Dengan pendekatan ini, break even point bisa disajikan dalam satuan unit dan atau dalam satuan mata uang, yaitu rupiah. Break even point (BEP) dalam satuan mata uang (rupiah) dicari dengan persamaan: Biaya Tetap Total BEP (Rupiah) = Total Biaya Variabel 1- Penjualan BEP (Rupiah) = Dimana, Biaya Tetap % Marjin Kontribusi Marjin Kontribusi % Margin Kontribusi = Penjualan Break even point dalam satuan unit dicari dengan persamaan:

Biaya Tetap BEP (Unit) = Harga Jual Per Unit - Biaya Variabel Per Unit Biaya Tetap Total BEP (Unit) = Marjsin Kontribusi Per Unit Pencapaian break even point dapat dibuktikan dengan perhitungan berikut ini yang menghasilkan laba sama dengan nol: Penjualan (harga jumlah unit) Biaya variabel (biaya variabel per unit jumlah unit) Marjin Kontribusi Biaya tetap xxx (xxx) xxx xxx Laba 0 3. Pendekatan grafis Bagan impas atau break even chart menyajikan secara grafis hubungan biaya dengan volume dan laba serta memperlihatkan jumlah laba atau rugi pada setiap volume penjualan dalam rentang waktu tertentu. Dibandingkan dengan penyajian dalam bentuk angka-angka, bagan break even memberikan indikasi yang lebih baik mengenai hubungan biaya, volume, dan laba. Bagan break even menyatakan pendapatan penjualan dan biaya pada sumbu vertikal. Dalam sumbu horizontal terdapat volume, yang biasanya merupakan unit penjualan.

Berikut ini contoh dari masing-masing grafik faktor-faktor yang mempengaruhi bagan break even. a. Grafik penjualan Gambar 2.1 Grafik Penjualan Penjualan Rupiah Kuantitas Sumber: Hongren dkk (2003:44) Grafik penjualan menggambarkan hubungan antara kuantitas dengan penjualan. b. Grafik biaya variabel

Gambar 2.2 Grafik Biaya Variabel Biaya variabel Rupiah Kuantitas Sumber: Ahmad (2000:68) Grafik biaya variabel menggambarkan hubungan antara kuantitas barang yang dijual atau diproduksi dengan biaya variabel atas penjualan ataupun produksi yang bersangkutan. c. Grafik biaya tetap Gambar 2.3 Grafik Biaya Tetap Rupiah Biaya tetap Kuantitas Sumber: Ahmad (2000:67)

Grafik biaya tetap menggambarkan hubungan antara kuantitas barang dengan total biaya tetap. Dalam grafik, biaya tetap digambarkan sebagai garis horizontal yang menunjukkan bahwa jumlah kuantitas (sampai rentang yang relevan) tidak mempengaruhi biaya. Hubungan dalam grafik BEP dapat digambarkan sebagai berikut. Gambar 2.4 Grafik BEP BEP (Titik impas) Total sales (Penjualan) Profit area (Area laba) Rupiah Total Costs (Biaya total) Loss area (Rugi) Variable cost area (Area biaya variabel) Fixed cost (Biaya tetap) Fixed cost area (Area biaya tetap) 0 Volume (Unit) Sumber: Mulyadi (2001:242) Grafik break even juga dapat menggambarkan secara ringkas beberapa keadaan yang disebabkan oleh perubahan unsur-unsur yang mempengaruhi break even point. Beberapa diantaranya sebagai berikut.

a. Biaya tetap (FC) rendah, marjin kontribusi (C/M) tinggi, dan break even point (BEP) rendah. Gambar 2.5 Grafik BEP (a) P TR BEP TC FC 0 Q b. Biaya tetap (FC) rendah, marjin kontribusi (C/M) rendah, dan break even point (BEP) sedang. Gambar 2.6 Grafik BEP (b) P TR TC BEP FC 0 Q c. Biaya tetap (FC) tinggi, marjin kontribusi (C/M) tinggi, dan break even point (BEP) sedang.

Gambar 2.7 Grafik BEP (c) P TR BEP TC FC 0 Q d. Biaya tetap (FC) tinggi, marjin kontribusi (C/M) rendah, dan break even point (BEP) tinggi. Gambar 2.8 Grafik BEP (d) P BEP TR TC FC 0 Q

G. Break Even Point Pada Bauran Penjualan (Sales Mix) Perusahaan industri manufaktur pada umumnya memproduksi dan menjual lebih dari satu produk di pasaran. Swastha (1996:117) menyatakan bahwa seluruh produk yang ditawarkan untuk dijual perusahaan disebut dengan product mix. Menurut Horngren dkk (2003:74): Sales mix is the quantities of various products (or services) that constitute total unit sales of a company. Menurut Horngren dkk (2003:53): The sales mix is the relative proportions or combinations of quantities of products that constitute total sales. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa analisis break even juga dapat diterapkan dalam perusahaan yang memproduksi daan menjual lebih dari satu produk. Untuk maksud tersebut maka komposisi (perbandingan) antara barangbarang tersebut harus tetap sama baik dalam komposisi produksinya (product mix) maupun penjualannya (sales mix). Penerapan analisis break even pada bauran penjualan menurut Hansen dan Mowen (2000:438) juga sering disebut analisis produk berganda dalam kombinasi penjualan dan analisis pulang pokok produk ganda. Perhitungan break even point sehubungan dengan bauran penjualan dapat dilakukan melalui perhitungan individual dan perhitungan product mix. Dalam perhitungan individual, break even point bauran penjualan dihitung untuk masingmasing produk dengan cara-cara yang sudah dijelaskan sebelumnya. Namun perhitungan ini akan menimbulkan masalah yaitu bagaimana memisahkan biaya

tetap yang pada umumnya menjadi biaya bersama dari masing-masing produk. Bagi biaya tetap yang jelas terikat pada salah satu produk (biaya tetap langsung) tidak menjadi masalah, karena dengan adanya keterkaitan yang jelas akan dapat ditentukan besarnya biaya tetap bagi produk yang bersangkutan. Namun bagi biaya tetap yang mempunyai kegunaan bersama (biaya tetap umum), perlu diadakan alokasi biaya tetap kepada masing-masing produk dengan berbagai dasar seperti harga jual produk ataupun besarnya marjin kontribusi. Pendekatan perhitungan individual akan sulit diterapkan jika jumlah produk bertambah dan sangat banyak. Untuk itu perhitungan product mix lebih baik penerapannya dalam menentukan break even point. Berkaitan dengan jumlah produksi gabungan yang terdiri dari berbagai jenis produk, diperlukan juga pengalokasian biaya ke produk gabungan tersebut dengan menggunakan metode tertentu, antara lain: 1. metode harga pasar, 2. metode biaya rata-rata per unit, 3. metode rata-rata tertimbang, 4. metode unit kuantitatif. Dalam penelitian ini akan digunakan metode biaya rata-rata per unit dengan rumus: Total Biaya Biaya Rata - rata Per Unit = Total Unit Break even point untuk bauran penjualan dapat dihitung dengan beberapa pendekatan berikut ini.

1. Pendekatan persamaan Persamaan disajikan sebagai berikut: Penjualan Biaya Variabel Biaya Tetap = Laba = 0 Dimana, Penjualan = (Harga Jual Produk ke-1 Jumlah Unit Produk ke-1) + (Harga Jual Produk ke-2 Jumlah Unit Produk ke-2) +... + (Harga Jual Produk ke-n Jumlah Unit Produk ke-n) Biaya Variabel = Biaya Variabel Produk ke-1 Jumlah Unit Produk ke-1) + (Biaya Variabel Produk ke-2 Jumlah Unit Produk ke-2) +... + (Biaya Variabel Produk ke-n Jumlah Unit Produk ke-n) 2. Pendekatan marjin kontribusi Total Biaya Tetap BEP (Unit) = Rata - rata TertimbangMarjin Kontribusi Dimana, Rata - rata TertimbangMarjin Kontribusi Per Unit Per Unit (Marjin Kontribusi Per Unit Tiap Produk Jumlah Unit Tiap Produk) = Jumlah Unit Tiap Produk Total Biaya Tetap BEP (Rupiah) = % Rata - rata TertimbangMarjin Kontribusi Dimana, % Rata - rata TertimbangMarjin Kontribusi Per Unit = Per Unit Total Marjin Kontribusi Total Penjualan Break even point dapat dibuktikan dengan perhitungan berikut ini yang menghasilkan laba sama dengan nol:

Produk ke-1 Produk ke-n Total Penjualan xxx xxx xxx Biaya variabel (xxx) (xxx) (xxx) Marjin Kontribusi xxx xxx xxx Biaya tetap (xxx) Laba 0 Break even point dalam bauran penjualan juga dapat digambarkan ke dalam satu grafik break even sebagaimana halnya break even point untuk satu produk. H. Marjin Pengaman Menurut Gayle Rayburn (1999:7): Marjin pengaman (margin of safety) adalah kelebihan penjualan aktual atau yang dianggarkan terhadap volume penjualan impas. Apabila hasil penjualan pada keadaan break even dihubungkan dengan penjualan yang dianggarkan atau pada tingkat penjualan tertentu, maka akan diperoleh informasi mengenai seberapa jauh volume penjualan boleh turun sehingga perusahaan tidak menderita kerugiaan. Hubungan atau selisih antara penjualan yang dianggarkan atau tingkat penjualan tertentu dengan penjualan pada keadaan break even merupakan tingkat keamanan (margin of safety) bagi perusahaan dalam menurunkan penjualan. Marjin pengaman juga sering disingkat dengan M/S. Marjin pengaman sering dinyatakan dalam rasio (M/S ratio).

Marjin pengaman dan rasionya dapat dihitung dengan rumus berikut ini. M/S = Penjualan Aktual Penjualan Pada BEP Penjualan Aktual - Penjualan Pada BEP M/S Ratio = 100% Penjualan Aktual Perusahaan dengan marjin pengaman yang besar adalah lebih baik bila dibandingkan dengan perusahaan dengan marjin pengaman yang rendah, karena marjin pengaman menunjukkan indikasi atau memberikan gambaran kepada manajemen adanya penurunan penjualan yang dapat ditolerir sehingga perusahaan tidak menderita kerugiaan tetapi juga belum memperoleh laba. Manajemen sangat berkepentingan dengan marjin pengaman, karena dengan diketahuinya marjin pengaman ini berarti manajemen mengetahui tingkat keamanan dari kondisi penjualannya. Marjin pengaman merupakan syarat bagi manajemen perusahaan untuk mengambil keputusan berkaitan dengan kondisi penjualan yang mendekati break even point (laba semakin menurun) dan sebagainya. Untuk mendapatkan besarnya persentase laba dari penjualan dapat dilakukan dengan mengalikan rasio marjin kontribusi dengan rasio marjin pengaman. I. Perencanaan Penjualan dan Biaya Dari Laba Yang Diharapkan Perusahaan yang didirikan dan beroperasi tentunya tidak pernah bercita-cita untuk sekedar beroperasi pada keadaan break even saja, atau tidak memperoleh keuntungan walaupun juga tidak menderita kerugian. Manfaat break even point diantaranya adalah untuk merencanakan penjualan yang akan dilakukan untuk memperoleh laba tertentu yang diharapkan.

Untuk menghitung angka perencanaan penjualan dalam mencapai tingkat laba tertentu dapat dilakukan dengan pendekatan persamaan dan juga pendekatan marjin kontribusi, sebagai berikut: 1. Pendekatan persamaan Penjualan = Biaya Variabel + Biaya Tetap + Laba Untuk menghitung target laba setelah pajak dilakukan dengan mengurangkan pajak dari penghasilan operasi (laba sebelum pajak), dengan persamaan berikut ini: Laba Bersih = Penghasilan Operasi Pajak = Penghasilan Operasi (Tarif Pajak Pengasilan Operasi) = Pengasilan Operasi (1 Tarif Pajak) Maka: Penghasilan Operasi = Laba Bersih / (1 Tarif Pajak) Penjualan Biaya Variabel Biaya Tetap = Laba Bersih / (1 Tarif Pajak) 2. Pendekatan marjin kontribusi Biaya Tetap + Laba Penjualan (Unit) = Marjin Kontribusi Jika dimasukkan dalam perhitungan sesuai dengan persamaan, maka akan tampak sebagai berikut: Penjualan (harga jumlah unit) Biaya variabel (biaya variabel per unit jumlah unit) Marjin Kontribusi Biaya tetap Laba xxx (xxx) xxx xxx xxx

J. Varian Antara Perencanaan dan Realisasi Varian merupakan perbedaan antara hasil realisasi dengan perencanaan yang sudah dibuat. Varian dihitung untuk melihat apakah terdapat selisih antara data perencanaan dengan hasil yang nyata diperoleh dalam lapangan. Hal tersebut dilakukan untuk melakukan pengawasan dan sebagai pertimbangan kepada manajemen perusahaan untuk mengambil keputusan untuk periode selanjutnya. Dalam penelitian ini perhitungan varian tidak dimaksudkan untuk dijadikan alat pengawasan, melainkan hanya sebagai alat untuk melihat sebearapa besar selisih data perencanaan dengan hasil yang terealisasi dan kemudian menilai apakah perencanaan yang dibuat berdasarkan analisis break even point dapat diterapkan atau tidak. Adapun varian terdiri dari varian menguntungkan dan tidak menguntungkan. 1. Varian menguntungkan, yaitu selisih antara data realisasi dengan perencanaaan, dimana selisih tersebut menunjukkan kenaikan terhadap laba operasional. Biasa disingkat dengan M. 2. Varian tidak menguntungkan, yaitu selisih antara data realisasi dengan perencanaaan, dimana selisih tersebut menunjukkan penurunan terhadap laba operasional. Biasa disingkat dengan TM. K. Tinjauan Penelitian Terdahulu Sonbait (2005) melalukan penelitian yang mempelajari penerapan analisis CVP dalam menetapkan penjualan atas target laba pada suatu perusahaan swasta. Hasil

penelitian tersebut menuliskan bahwa analisis CVP dapat digunakan sebagai penentu volume penjualan yang dapat mendukung target laba yang ingin dicapai karena analisis CVP melibatkan harga jual, laba, dan biaya. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Edward (2007) menyebutkan bahwa analisis BEP sebagai salah satu alat dalam analisis CVP ternyata sangat dipegaruhi oleh unsur biaya dan volume penjualan, dan dapat digunakan dalam menentukan target laba. Petra (2008) melakukan penelitian berkaitan dengan strategi yang dapat dilakukan secara tepat melalui pembelajaran analisis CVP. Hasil penelitian membuktikan bahwa melalui analisis CVP, perusahaan dapat menganalisa juga produk yang dapat memberikan kontribusi laba terbesar diantara beberapa bauran produk penjualan. L. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut. Analisis BEP Perencanaan Biaya, Volume, Dan Laba Analisis BEP sebagai salah satu alat untuk membantu merencanakan biaya, volume penjualan, dan laba yang ingin dicapai perusahaan.

M. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konseptual tersebut di atas, maka peneliti membuat hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: Analisis break even point sebagai alat perencanaan biaya, volume, dan laba berhasil diterapkan dan bermanfaat bagi PT Agro Makmur Raya (Musim Mas Group).