BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

HASIL DAN PEMBAHASAN

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Bahan dan Alat Penelitian 3.3. Metode Penelitian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANTAUAN FASE PERTUMBUHAN PADI MENGGUNAKAN SENSOR AVNIR DAN PALSAR POLARISASI PENUH (STUDI KASUS PT SANG HYANG SERI, SUBANG)

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 6 Kenampakan pada citra Google Earth.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR)

PEMANTAUAN PERTUMBUHAN PADI MENGGUNAKAN L-BAND SAR BERBASIS TEORI DEKOMPOSISI: STUDI KASUS SUBANG ADI YUDHA PRAMONO A

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU JAKARTA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR POLARISASI GANDA

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Padi dan Mobilitas Petani Padi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Geografis Kabupaten Bekasi dan Sekitarnya

III HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini*

PEMANTAUAN POLA PENANAMAN PADI MELALUI ANALISIS HAMBURAN BALIK CITRA ALOS PALSAR SCANSAR

Interpretasi Citra SAR. Estimasi Kelembaban Tanah. Sifat Dielektrik. Parameter Target/Obyek: Sifat Dielektrik Geometri

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Ketahanan Pangan Nasional

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan)

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITAN ' ' KEC. BINONG KEC. PAMANUKAN KAB. INDRAMAYU KAB. SUMEDANG ' ' Gambar 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

DAFTAR TABEL. No. Tabel Judul Tabel No. Hal.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur L/O/G/O

PEMANFAATAN CITRA RADARSAT-2 DALAM PEMANTAUAN FASE PERTUMBUHAN TANAMAN PADI (Studi Kasus : PT. Sang Hyang Seri, Subang Jawa Barat)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

G ~ QJ\Y~~\-rJl<~\ Vol. 15 No.2, Desember 2009

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDUGAAN PRODUKTIVITAS PADI DENGAN PENGOLAHAN CITRA YANG DIAMBIL DARI PESAWAT TERBANG MINI

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI Koreksi Geometrik

DETEKSI EKOSISTEM MANGROVE DI CILACAP, JAWA TENGAH DENGAN CITRA SATELIT ALOS

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPAN sejak tahun delapan puluhan telah banyak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan dan Realisasi Antena Mikrostrip Polarisasi Sirkular dengan Catuan Proxmity Coupled

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis

Hasil klasifikasi citra ALOS PALSAR filterisasi Kuan. dengan ukuran kernel size 9x dengan ukuran kernel size 3x

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

PENGGUNAAN PARTIAL LEAST SQUARE REGRESSION

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEM ( Digital Elevation Model

Transkripsi:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Variasi NDVI Citra AVNIR- Citra AVNIR- yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal Desember 008 dan 0 Juni 009. Pada citra AVNIR- yang diakuisisi tanggal Desember 008 dapat ditemui umur padi 7, 74, 76, 8, 8, 9, 9, 94, 95, 96, 97, 00, 0, 0, 0, dan 04. Sedangkan pada tanggal akuisisi 0 Juni 009 diperoleh umur 0,,,, 4, 5, 6, 7, 8, 9,,,, 40, 4, 4, 4, 44, 45, 46, 47, 49, 5, 58, 59, 6, 67, 69, 70, 7, 99, 00, dan 08. Perhitungan nilai NDVI pada penelitian ini didasarkan pada nilai radiansi pada berbagai region of interest (ROI) yang mewakili masing-masing umur. Penyebaran nilai NDVI pada citra AVNIR- yang digunakan pada penelitian ini cukup beragam. Pada citra tahun 008, diperoleh kisaran nilai NDVI 0,8-0,549 sedangkan pada citra tahun 009 diperoleh kisaran -0,09-0,56. Nilai NDVI rendah menunjukkan bahwa tingkat kehijauan tanaman (klorofil) rendah, sedangkan nilai NDVI tinggi menunjukkan bahwa tanaman tersebut mempunyai kanopi yang lebat/hijau (kanopi/hijau daun tanaman menutupi permukaan tanah). Keberagaman nilai NDVI pada lahan sawah disebabkan tanaman padi sawah memiliki beberapa fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif, generatif, fase pematangan, dan fase siap panen (Gambar ). Fase vegetatif berlangsung dari umur 0-90 hari. Pada fase vegetatif awal, kenampakan lahan didominasi tanah terbuka dan genangan air karena tubuh tanaman padi masih kecil. Warna yang terlihat pada citra warna alami (natural color) citra AVNIR- pada saat fase vegetatif awal tanam adalah warna coklat yang disebabkan unsur tanah yang lebih dominan (Gambar ). Fase vegetatif awal memerlukan kelembaban tanah yang tinggi untuk menghidupi tanaman padi. Kondisi ini tercermin pada nilai NDVI yang cenderung kecil dan berkisar pada nilai sekitar 0.

a). Fase Bera b). Fase vegetatif (awal tanam) c). Fase Vegetatif d). Fase Generatif Gambar. Fase pertumbuhan tanaman padi lahan sawah PT Sang Hyang Seri tahun 009 Gambar. Citra ALOS AVNIR- dengan Komposit RGB. Citra JAXA

Gambar 4 menyajikan hubungan antara nilai NDVI citra pada tahun 008 dan 009. Pada umur awal tanaman padi, NDVI menunjukkan nilai negatif. Pada umur-umur tersebut lahan sawah berada pada tahap pengolahan tanah sehingga masih banyak terdapat genangan air. Nilai NDVI semakin bertambah dengan bertambahnya umur padi. Namun, pada umur 8 hari, nilai NDVI mengalami penurunan yang cukup signifikan. Menurut pengamatan, hal ini disebabkan adanya serangan hama tikus dan keong emas pada tanaman padi tersebut. Serangan hama menyebabkan kerusakan yang serius pada tanaman padi di wilayah studi. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kerusakan pada tanaman padi yang terkena serangan hama adalah dengan melakukan penyulaman. Setelah dilakukan penyulaman, nilai NDVI perlahan-lahan meningkat seiring bertambahnya umur padi. Gambar 4. Variasi nilai NDVI pada Citra ALOS AVNIR- tahun 008 dan 009 Nilai NDVI meningkat secara cepat sampai umur padi mencapai 90 hari yaitu saat tanaman padi mengalami perubahan fase dari vegetatif ke fase generatif. Pada umur padi mencapai sekitar 60 hari, kenampakan dicirikan dengan adanya penambahan jumlah daun dan peningkatan tinggi tanaman. Pada fase ini, vegetasi dicirikan oleh meningkatnya klorofil secara signifikan. Hal ini menyebabkan kenampakannya berwarna hijau tua pada citra warna alami karena besarnya pantulan spektrum warna hijau sehingga terjadi kenaikan nilai NDVI yang cukup

4 signifikan (Gambar 4). Pada umur menjelang 90 hari, tanaman padi mulai tumbuh malai, pengisian bulir dan ditandai oleh menguningnya daun atau terjadi pengurangan klorofil pada daun sehingga nilai NDVI juga menurun (fase generatif). Menurut Le Toan et al. (997), fase generatif ini juga dicirikan dengan adanya penurunan jumlah daun, kadar uap air, dan komponen daun. Pada tahapan ini, nilai NDVI turun dengan cepat mengingat hilangnya sebagian besar klorofil daun. Pola yang ditemukan pada penelitian ini menunjukkan konsistensi dengan penelitian sebelumnya dengan data deret waktu MODIS pada wilayah yang sama (Panuju et al. 009). Pada fase pematangan dan fase siap panen, nilai NDVI sangat rendah karena jumlah klorofil yang rendah. Nilai NDVI terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya umur padi sampai saat tahap pemanenan. Pada Gambar 5 terlihat adanya perbedaan antara boxplot tahun 008 dan 009. Secara umum, fase vegetatif merupakan fase yang panjang (sekitar 90 hari pada varietas Ciherang), dengan variasi tutupan lahan yang besar (dari dominansi tanah terbuka ke dominansi vegetatif). Implikasinya adalah cukup lebarnya rentang yang ditunjukkan oleh panjang boxplot. Hal tersebut juga menyebabkan timbulnya banyak pencilan atau outlier pada fase vegetatif pada kedua citra. Kondisi tersebut terlihat berbeda pada fase generatif dan fase pematangan yang memiliki kenampakan lahan sawah yang cenderung seragam dengan selang umur yang lebih pendek sehingga nilai NDVI juga ditunjukkan tidak terlalu beragam (tidak terdapat outlier). Secara teoritik, pola boxplot yang lebih sesuai dengan pola NDVI yang didapat adalah pola boxplot pada tahun 009. Hal itu disebabkan perbedaan rentang umur pada citra tahun 008 dan 009. Pada citra tahun 008, fase vegetatif dimulai pada umur 7, 74, 76, 8, dan 8, sedangkan pada citra tahun 009 dimulai pada umur 0,,,, 4, 5, 6, 7, 8, 9,,,, 40, 4, 4, 4, 44, 45, 46, 47, 49, 5, 58, 59, 6, 67, 69, 70, dan 7. Ketersediaan data pada citra tahun 008 menyebabkan nilai NDVI nya juga relatif tinggi karena fase vegetatif sudah memasuki fase vegetatif akhir, sedangkan pada citra tahun 009, umur vegetatif dimulai pada fase awal vegetatif sehingga nilai NDVI nya pun juga masih rendah. Dengan demikian dapat diduga bahwa pemisahan fase generatif dan pematangan dalam prosedur klasifikasi dengan data NDVI relatif nyata (distinct).

5 Namun demikian, variasi fase vegetatif yang besar dapat mempengaruhi pemisahan kelas pada data NDVI. a). tahun 008 b). tahun 009 Gambar 5. Boxplot Nilai NDVI pada Berbagai Fase Pertumbuhan Padi Pada Gambar 6 disajikan grafik variasi nilai NDVI dengan menggunakan regresi polinomial pada berbagai umur padi. Nilai yang digunakan dalam pembuatan pemodelan tersebut adalah nilai rataan dari sebaran nilai NDVI. Umur padi dikelompokkan menjadi 8 kelas yang kemudian dipilih median dari masingmasing kelas umur. Model polinomial dengan menggunakan variabel nilai rataan memiliki nilai R dan galat model (standard error) yang relatif kecil dibandingkan dengan menggunakan variabel nilai median dan nilai maksimum. Tabel berikut menyajikan perbandingan nilai R dan galat model pada ketiga parameter yang diuji tersebut. Gambar 6. Regresi polinomial pada nilai NDVI tahun 008 dan 009 Gambar 6. Regresi polinomial pada nilai NDVI tahun 008 dan 009

6 Tabel. Perbandingan nilai R dan standard error (SE) pada citra AVNIR- R SE Median 0.94.578 Rataan 0.944.745 Nilai Maksimum 0.96.974 5.. Variasi Hamburan Balik Citra ALOS PALSAR ALOS PALSAR (Phased Array-type L-band Synthetic Aperture Radar) merupakan salah satu sensor dari ALOS. Citra ALOS PALSAR yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal 5 Maret 007 dan 0 Maret 009 dengan polarisasi HH, HV, dan VV. Pada citra tahun 007, pengamatan dilakukan pada data umur padi menjelang panen (87-4 hari) pada lokasi pengamatan lapang. Sedangkan pada citra tahun 009, pengamatan dilakukan pada data umur padi 79-6 hari. Data tersebut dikelompokkan ke dalam 4 kelas berdasarkan fase pertumbuhan padi yaitu fase vegetatif (0-90 hari), fase generatif (90-00 hari), fase pematangan (00-0 hari), dan fase siap panen (0-0 hari). Pengelompokan fase ini agak berbeda dengan data AVNIR mengingat pada data AVNIR- tidak teridentifikasi adanya lahan dengan fase siap panen. Citra komposit PALSAR disajikan pada Gambar 7 berikut. Gambar 7. Citra ALOS PALSAR Komposit RGB VV, HV, dan HH. Citra JAXA-METI

7 Gambar 8 dan 9 menunjukkan hubungan antara umur padi dengan koefisien hamburan balik pada fase vegetatif sampai fase siap panen. Pada fase pertumbuhan tersebut, nilai koefisien hamburan balik pada polarisasi linier HH secara konsisten tertinggi dibandingkan dengan kedua polarisasi linier lainnya yaitu HV dan VV. a). tahun 007 b). tahun 009 Gambar 8. Hubungan antara koefisien hamburan balik dan pertumbuhan kanopi padi berdasarkan fase pertumbuhan padi a). tahun 007 b). tahun 009 Gambar 9. Hubungan antara koefisien hamburan balik dan pertumbuhan kanopi padi berdasarkan umur tanaman padi Secara umum dapat dilihat bahwa terdapat pola penurunan nilai koefisien hamburan balik pada polarisasi HH selama akhir fase vegetatif sampai siap panen. Pada citra akuisisi tahun 007 terlihat bahwa nilai tertinggi dari koefisien hamburan balik pada polarisasi HH adalah pada umur 86-90, sedangkan pada citra akuisisi tahun 009, puncaknya berada pada umur padi ke 9-95. Pada saat umur padi tersebut, tanaman padi sedang mengalami peralihan dari fase vegetatif menuju fase generatif. Setelah itu nilai hamburan balik cenderung mengalami penurunan sampai fase panen. Hal itu sesuai dengan hasil penelitian Rosenqvist

8 (999) yang menggunakan JERS- SAR multitemporal untuk mempelajari karakteristik spasial dan temporal lahan padi beririgasi pada L-band polarisasi HH. Hasil penelitian tersebut menunjukkan pada saat padi berumur 45-90 hari koefisien hamburan balik meningkat dan mencapai puncaknya lalu mengalami penurunan saat memasuki fase pematangan yaitu saat umur padi 90-0 hari. Kedua data menunjukkan pola variasi yang kurang konsisten pada polarisasi VV. Hal ini mungkin disebabkan oleh fenomena rotasi Faraday yang tidak dikompensasi pada penelitian ini. Rotasi Faraday terjadi akibat interaksi ionosfer dengan gelombang elektromagnetik SAR pada L- atau P-band. Menurut Sumantri et al (006), efek Faraday merupakan peristiwa rotasi bidang polarisasi cahaya yang terpolarisasi linier dan merambat melalui medium dalam pengaruh medan magnet. Pada polarisasi HV, terjadi peningkatan nilai hamburan balik sejak fase vegetatif sampai fase pematangan kemudian menurun lagi sampai tahap siap panen. Namun demikian, pola yang jelas belum terlihat pada data HV. Dari hasil tersebut, dapat dilihat bahwa polarisasi linier HH lebih sensitif terhadap variasi struktur padi pada berbagai tingkat umurnya dibandingkan dengan polarisasi linier lainnya. Panjang gelombang juga mempengaruhi nilai koefisien hamburan balik. Hal ini bersesuaian dengan penelitian Wang et al. (009) yang dilakukan di wilayah sub tropika. Penelitian Wang et al. (009) menunjukkan bahwa L band pada polarisasi HH lebih sensitif terhadap variasi struktur padi dibandingkan dengan polarisasi linear lainnya. Demikian pula kesimpulan yang diperoleh dari penelitian Rosenqvist (999). Hal tersebut mengindikasikan bahwa polarisasi HH cukup bermanfaat untuk mempelajari pola pertumbuhan padi lahan sawah. Penelitian Wu et al, (0) menunjukkan hubungan yang cukup tinggi antara koefisien hamburan balik polarisasi linier HV dengan umur padi pada data RADARSAT- (C-band). Masih menurut Wu et al. (0), untuk mendapatkan data parameter padi, polarisasi HV atau VH lebih sesuai dibandingkan dengan polarisasi HH dan VV. Namun demikian, hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan yang signifikan pada C-band tidak dapat diperoleh pada panjang gelombang yang lebih tinggi (L-band). Hal ini terkait dengan kekuatan penetrasi

9 L-band yang berinteraksi dengan bagian bawah kanopi padi. Pada wavelength yang panjang, seperti L band, sinyal radar dapat menembus kanopi sehingga dapat menyediakan informasi struktural, sedangkan indeks vegetasi pada citra optik cenderung terpenuhi hanya pada tahap puncak pertumbuhan padi. Gambar 0 menyajikan grafik variasi nilai koefisien hamburan balik dengan menggunakan regresi polinomial pada berbagai umur padi. Grafik tersebut dibuat pada polarisasi VV, HV, dan HH. Pada polarisasi VV dan HV menggunakan variabel nilai rataan, sedangkan polarisasi HH menggunakan variabel nilai median. Seperti halnya regresi nilai NDVI pada citra ALOS AVNIR-, variabel yang digunakan dalam regresi nilai hamburan balik pada ALOS PALSAR juga mempertimbangkan nilai R dan galat model (SE). Berikut disajikan tabel nilai R dan SE pada masing-masing polarisasi dan variabel yang digunakan. Tabel. Perbandingan nilai R dan standard error (SE) pada citra PALSAR Polarisasi Median Rataan Nilai Maksimum R² SE R² SE R² SE VV 0.9 0.04 0.9.474 0.6 6.67 HV 0.668 6.068 0.78.7 0.8 0.9 HH 0.95 4.665 0.89 9.68 0.897.576

0 NILAI RATAAN a). Polarisasi VV NILAI RATAAN b). Polarisasi HV NILAI MEDIAN c). Polarisasi HH Gambar 0. Variasi nilai koefisien hamburan balik pada citra ALOS PALSAR

5.. Teknik Klasifikasi 5... Keterpisahan Kelas Pada citra ALOS AVNIR-, kenampakan spektral pada setiap fase pertumbuhan padi cukup mudah diidentifikasi. Hal ini juga ditunjukkan dengan nilai TD yang cukup tinggi (Tabel ). Pada citra tahun 009, nilai TD berkisar antara,9 sampai. Nilai TD yang terendah adalah antara fase vegetatif dan pematangan. Secara visual, fase vegetatif dan fase pematangan cukup mudah untuk dibedakan. Nilai TD rendah pada fase vegetatif dan pematangan kemungkinan disebabkan adanya haze atau kabut tipis pada citra ALOS AVNIR- tahun 009. Secara keseluruhan, data AVNIR tahun 009 menunjukkan keterpisahan yang baik antar kelas. Namun demikian, kisaran nilai TD,9 masih bisa dikatakan baik. Tabel. Nilai Transformed Divergence pada citra AVNIR- tahun 009 Fase Padi Vegetatif Generatif Pematangan Vegetatif -.0.9 Generatif.0 -.0 Pematangan.9.0 - Perhitungan nilai Transform Divergence juga dilakukan pada citra ALOS PALSAR. Tabel 4 menyajikan nilai TD pada tahun citra 009. Tabel 4. Nilai Transformed Divergence pada citra PALSAR tahun 009 Fase Padi Vegetatif Generatif Pematangan Siap Panen Vegetatif -.0.0.0 Generatif.0 -.0.0 Pematangan.0.0 -.9 Siap Panen.0.0.9 - Tidak jauh berbeda dengan citra AVNIR tahun 009, citra ALOS PALSAR tahun 009 juga memiliki nilai TD yang tinggi yaitu di atas,9. Nilai TD terendah berada di antara fase siap panen dan pematangan. Kedua fase

tersebut cukup sulit dibedakan baik secara spektral maupun melalui kenampakan langsung di lapang. Pada fase pematangan dan siap panen, kenampakan tanaman padi sudah sama-sama menguning dan sudah terdapat bulir-bulir padi. Hal ini menyebabkan nilai TD paling rendah dibandingkan dengan fase-fase lainnya. 5... Akurasi Penelitian ini menggunakan pendekatan klasifikasi pohon keputusan untuk memetakan berbagai fase pertumbuhan padi. Gambar menunjukkan pohon keputusan yang terbentuk cukup sederhana yang dapat dibangun dari data AVNIR-. Pada pohon keputusan CRUISE maupun QUEST, band memberikan kontribusi yang cukup besar pada pembangunan pohon keputusan. Band memberikan banyak informasi tentang permukaan air, khususnya dalam pembedaan fase vegetatif dan pematangan. Pada fase generatif dengan menggunakan algoritma CRUISE, band yang paling berperan adalah band. Bentuk pohon yang sederhana dan tidak terlalu banyak cabang mengindikasikan bahwa data pembangun citra AVNIR- ini juga sederhana. Hasil akurasi dari kedua algoritma ini cukup tinggi yaitu 94,74% untuk algoritma CRUISE dan 90,9% untuk algoritma QUEST. Hasil klasifikasi tematik dari algoritma QUEST dan CRUISE disajikan pada Gambar.

B le 60 B le 6 B le 9 B le 6 B le 9 B le 0 B 4 le 56 B le 65 B le 47 B le 5 4 5 6 B le 70 B le 48 4 YES NO a). Algoritma CRUISE B le 65 B le 7 B le 9 B 4 le 54 B le 6 B 4 le 58 B le 49 6 YES NO B 4 le 65 B le B 4 le 69 4 5 b). Algoritma QUEST Gambar. Pohon keputusan pada citra ALOS AVNIR-

4 a). CRUISE b). QUEST Gambar. Hasil klasifikasi pada citra ALOS AVNIR Tabel 5 menjelaskan tentang beberapa kriteria yang ada dalam pohon keputusan pada fase pertumbuhan padi. Masing-masing fase pertumbuhan padi memiliki beberapa kriteria. Fase vegetatif memiliki 5 kriteria pada algoritma CRUISE dan kriteria pada QUEST, fase generatif memiliki 6 kriteria pada CRUISE dan 5 kriteria pada QUEST, dan fase pematangan memiliki kriteria pada CRUISE dan kriteria pada QUEST. Pada algoritma CRUISE, penentuan kriteria dominan dilakukan oleh band. Band memiliki panjang gelombang 0,4-0,50 mikrometer. Pada fase vegetatif, kriteria pertama adalah suatu piksel memiliki nilai pada band di antara 65 dan 70. Jika nilai band pada piksel tersebut berada di antara 6 dan 6 maka band harus lebih kecil atau sama dengan 47 (termasuk kriteria kedua). Jika piksel tersebut memiliki nilai di antara 60 dan 6 pada band maka nilai pada band harus lebih kecil atau sama dengan 9 (termasuk kriteria ketiga). Jika nilai pada band kurang dari atau sama dengan 60 maka nilai pada band harus di antara nilai 9 dan 0. Namun demikian jika nilai band lebih kecil atau sama dengan 9 maka nilai band 4 harus lebih besar dari 56. Pada fase generatif, kriteria pertama dalam klasifikasi adalah nilai pada band kurang dari atau sama dengan 6 dan nilai pada band lebih dari 48. Kriteria pertama pada fase pematangan adalah nilai pada band kurang dari 70. Pada algoritma QUEST, band masih menjadi kriteria yang dominan dalam proses klasifikasi. Klasifikasi pertama pada fase vegetatif adalah nilai pada band berada di antara 65 dan 7 dan nilai pada band 4 harus kurang dari atau

5 sama dengan 54, sedangkan pada fase generatif nilai pada band kurang dari atau sama dengan 6 dan nilai pada band 4 harus lebih dari 65. Pada fase pematangan, kriteria pertama hanya ditentukan oleh band saja yaitu dengan nilai lebih besar dari 7. Tabel 5. Kriteria pohon keputusan pada citra ALOS AVNIR- Kriteria Vegetatif Generatif Pematangan Algoritma CRUISE K- 65<B 70 B 6 dan B>48 B>70 K- K- K-4 K-5 6<B 6 dan B 47 60<B 6 dan B 9 B 60 dan 9<B 0 B 60 dan B 9 dan B4>56 K-6 - K- K- 65<B 7 dan B4 54 B 65 dan B 9 dan B4>58 K- - K-4 - K-5 - B 6 dan 47<B 48 6<B 65 B 6 dan B> - B 6 dan 9<B B 60 dan B>0 - B 60 dan B 9 dan B4 56 Algoritma QUEST B 6 dan B4>65 B>7 B 6 dan B4 65 B 6 dan B 49 dan B> B 6 dan B 49 dan B dan B4>69 B 6 dan B 49 dan B dan B4 69 - - 65<B 7 dan B4>54 6<B 65 - -

6 Pada pohon keputusan algoritma CRUISE dan QUEST pada citra ALOS PALSAR (Gambar 4), terlihat bahwa polarisasi yang berperan dalam proses klasifikasi adalah VV (band ) dan HH (band ). Pada fase pertumbuhan vegetatif, polarisasi yang paling berperan adalah polarisasi VV, sedangkan pada fase generatif, pematangan, dan siap panen, polarisasi yang paling berperan adalah HH. Dari kedua algoritma tersebut, pohon keputusan yang diturunkan sangat kompleks. Hal ini disebabkan oleh data pembangun yang cukup kompleks. Tingginya keragaman data pembangun tersebut berdampak pada tingkat kecepatan pemrosesan. Hasil akurasi dari kedua algoritma tersebut juga rendah yaitu 40% dengan menggunakan algoritma QUEST dan 56,6% dengan algoritma CRUISE. Implementasi dari hasil klasifikasi dapat dilihat pada gambar berikut. a). CRUISE b). QUEST Gambar. Hasil klasifikasi pada citra ALOS PALSAR.

7 B le - 7 B le - B le - 9 B le - B le - 5 6 B le - B le - 8 B le - 8 4 B le - 0 B le - 8 B le - 5 S ia p p a n e n 9 S ia p p a n e n 0 B le - 0 B le - 9 5 B le - 0 B le - B le - 8 B le - 9 B le - 8 S ia p p a n e n 5 S ia p p a n e n 7 S ia p p a n e n 8 6 B le - 9 B le - 8 S ia p p a n e n B le - 7 S ia p p a n e n 6 B le - 8 S ia p p a n e n B le - 6 5 B le - 5 7 B le - 6 S ia p p a n e n B le - 5 B le - 4 YES NO B le - 6 4 6 S ia p p a n e n 4 a). Algoritma CRUISE B le - 4 B le - 5 B le - 9 B le - B le - 7 4 B le - B le - 8 B le - B le - 8 S ia p p a n e n 6 5 B le - B le - B le - B le - B le - 8 S ia p p a n e n 5 B le - 9 7 B le - 0 S ia p p a n e n B le - 0 S ia p p a n e n S ia p p a n e n 4 B le - 0 B le - 0 4 B le - B le - YES 4 5 5 B le - NO S ia p p a n e n 6 b). Algoritma QUEST Gambar 4. Pohon keputusan pada citra ALOS PALSAR

8 Berdasarkan implementasi dari algoritma QUEST dan CRUISE dapat terlihat bahwa kedua gambar tersebut memiliki perbedaan di beberapa bagian. Hal itu disebabkan oleh sensitivitas algoritma pohon keputusan yang berbeda. Rendahnya nilai akurasi pada klasifikasi citra PALSAR tersebut dapat disebabkan oleh rentang waktu pembagian fase yang kurang seimbang. Fase vegetatif memiliki rentang yang sangat panjang dan lebih beragam dibandingkan fase lainnya. Fase generatif, pematangan, dan siap panen memiliki rentang yang pendek dan berdekatan sehingga cenderung lebih sulit untuk dibedakan. Selain itu, pada data lapang tahun 009, lahan padi sedang mengalami serangan hama yang cukup parah sehingga banyak dilakukan penyulaman pada lahan sawah. Penyulaman menyebabkan keragaman umur dan vigor tanaman padi menjadi cukup tinggi. Hal ini juga memberi kontribusi pada rendahnya tingkat akurasi tersebut. Tabel 6 menunjukkan kriteria pohon keputusan untuk masing-masing fase pertumbuhan padi pada citra ALOS PALSAR. Fase vegetatif memiliki 6 kriteria pada algoritma CRUISE dan 5 kriteria pada QUEST, fase generatif memiliki 7 kriteria pada kedua algoritma, fase pematangan memiliki 6 pada CRUISE dan 5 pada QUEST, dan fase siap panen memiliki 0 kriteria pada CRUISE dan 6 kriteria pada QUEST. Pada citra PALSAR, berturut-turut B, B, dan B menunjukkan polarisasi VV, HV, dan HH. Pada fase vegetatif menggunakan algoritma CRUISE, kriteria pertama adalah polarisasi VV dan HH. Pada kriteria pertama ini, nilai hamburan balik pada polarisasi VV berada di antara - dan - dan nilai hamburan balik pada polarisasi HH harus lebih dari -5. Apabila nilai hamburan balik pada VV berada di antara - dan - maka nilai hamburan balik pada HH harus di antara -8 dan -5 (kriteria kedua). Apabila nilai hamburan balik pada VV di antara -7 dan - maka nilai hamburan balik HH harus lebih besar dari -8 (kriteria ketiga). Untuk kriteria keempat, nilai hamburan balik pada VV berada di antara -7 dan - dan nilai hamburan balik pada HH harus kurang dari atau sama dengan -. Selanjutnya jika nilai hamburan balik pada VV kurang dari atau sama dengan -7 maka nilai hamburan balik pada HH bisa lebih dari atau kurang dari sama dengan -9. Pada fase generatif, pematangan, dan siap panen polarisasi HH merupakan kriteria pertama. Pada fase generatif, kriteria nilai

9 hamburan balik pada polarisasi HH kurang dari atau sama dengan -6. Pada fase pematangan, kriteria nilai hamburan balik pada polarisasi HH adalah lebih dari -6, sedangkan pada fase siap panen, kriteria nilai hamburan balik pada polarisasi HH kurang dari atau sama dengan -8. Pada algoritma QUEST, kriteria pertama pada fase vegetatif adalah nilai hamburan balik pada polarisasi VV kurang dari atau sama dengan -. Pada fase generatif, kriteria pertama pada fase generatif adalah nilai hamburan balik pada polarisasi VV lebih dari -8. Pada fase pematangan, ada kriteria yaitu polarisasi VV dan polarisasi HH, nilai hamburan balik pada polarisasi VV berada di antara - dan -8 dan nilai hamburan balik pada polarisasi HH kurang dari atau sama dengan -. Pada fase siap panen, polarisasi HH dan polarisasi HV menjadi kriteria yang pertama dimana nilai hamburan balik pada polarisasi HH berada di antara -8 dan -7 dan nilai hamburan balik pada polarisasi HV harus lebih dari -9. Kriteria K- K- K- K-4 K-5 K-6 Tabel 6. Kriteria pohon keputusan pada citra ALOS PALSAR Fase Pertumbuhan Padi Vegetatif Generatif Pematangan Siap Panen -<B - dan B>-5 -<B - dan -8<B -5-7<B - dan B>-8-7<B - dan B - B -7 dan B -9 B -7 dan B>-9 K-7 - CRUISE B -6 B>-6 B -8 B>-8-8<B -6 B= -0 dan B -5 B= -0 dan -9<B -8-8<B -6 dan B - -<B -0 dan -8<B -7 B -0 dan B>-5 B -0 dan B>-5 -<B -0 dan B -5 B= - dan B>-8 - B - dan -8<B -5 K-8 - - - - B -8 dan B -9 B -9 B -6 dan B - -<B -0 dan B -9 -<B -0 dan -9<B -8 B= - dan B -8 dan B>-0 B= - dan B -8 dan B -0 K-9 - - - B -8 K-0 - - - -7<B - dan -<B -8

40 QUEST K- B - B>-8 K- K- -7<B -5 dan B - -8<B -7 dan B - -<B -8 dan B>- -8<B -7 dan -0<B -9 dan B>-0 -<B -8 dan B - -7<B -5 dan B>- -8<B -7 dan B - -8<B -7 dan B>-9-8<B -7 dan -<B - dan B>- B -8 dan B>-0 K-4 B -4 dan B>-9-8<B -7 dan -<B -9 dan B>- -8<B -7 dan -0<B -9 dan B - B -8 dan B -0 K-5 B -4 dan B -9 dan B - -8<B -7 dan -<B -0-8<B -7 dan -<B -9 dan B - B -8 dan B - K-6 - -8<B -7 dan -<B - dan B - - B -4 dan B -9 dan B>- K-7 - B -7 dan B>- - - Pada Gambar 5 terlihat bahwa luas area terbesar pada lokasi penelitian lahan sawah adalah pada blok sawah fase generatif pada citra AVNIR tahun 008 dan fase vegetatif pada citra tahun 009. Tabel berikut menyajikan data luasan area lahan sawah PT Sang Hyang Seri yang diidentifikasi melalui analisis pohon keputusan dengan nilai akurasi terbaik.

4 a). 007 b). 009 Gambar 5. Peta lahan sawah PT Sang Hyang Seri pada citra ALOS AVNIR- tahun 008 dan 009 Tabel 7. Luas area lahan sawah PT Sang Hyang Seri pada citra AVNIR tahun 008 dan 009 Fase Pertumbuhan Luas Area (ha) 008 009 Vegetatif 46,06.9,0 Generatif 5,59,77 Pematangan 66,94 4,6 Pada Gambar 6 terlihat bahwa luas area terbesar pada blok sawah adalah fase vegetatif pada citra PALSAR tahun 007 dan fase vegetatif pada citra tahun 009. Hasil analisis pohon keputusan terbaik selanjutnya dihitung luasannya dan disajikan pada Tabel 8.

4 a). 007 b). 009 Gambar 6. Peta lahan sawah PT Sang Hyang Seri pada citra ALOS PALSAR tahun 007 dan 009 Tabel 8. Luas area lahan sawah PT Sang Hyang Seri pada citra PALSAR tahun 007 dan 009 Fase Pertumbuhan Luas Area (ha) 007 009 Vegetatif 486,98 55,9 Generatif 55,9 47,7 Pematangan 40,67 0,7 Siap panen 8,7 9,7