JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No.2, (2015) ISSN: ( Print) C-133

dokumen-dokumen yang mirip
Kriteria Lokasi Industri Pengolahan Pisang di Kabupaten Lumajang

Arahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang

Arahan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Petani Jeruk Siam berdasarkan Perspektif Petani di Kec. Bangorejo Kab. Banyuwangi

Penentuan Alternatif Lokasi Pengembangan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Pertanian Unggulan di Kabupaten Lamongan

Faktor yang Berpengaruh dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Perikanan di Pulau Poteran

Identifikasi Variabel Berpengaruh Pada Peningkatan Keunggulan Kompetitif Industri Alas Kaki di Kabupaten Mojokerto

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print)

ARAHAN LOKASI INDUSTRI PENGOLAHAN BERAS KABUPATEN JOMBANG

Identifikasi Variabel Berpengaruh pada Peningkatan Keunggulan Kompetitif Industri Alas Kaki di Kabupaten Mojokerto

Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penentuan Variabel Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan

DEDIARTA BINTORO ( ) Dosen Pembimbing : Ir. PUTU RUDY SETIAWAN, Msc

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KEC. BANGOREJO KAB. BANYUWANGI

Faktor Penentu Pengembangan Industri Pengolahan Perikanan Di Kabupaten Sidoarjo melalui Pengembangan Ekonomi Lokal

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

Kriteria Pengembangan Kota Banjarbaru Sebagai Pusat Pemerintahan

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO

Tipologi Kawasan Bahaya Banjir di Kawasan Perkotaan Kecamatan Sampang

Keterkaitan Sektor Ekonomi di Provinsi Jawa Timur

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

Penentuan Cluster Pengembangan Agroindustri Pengolahan Minyak Kayu Putih di Kabupaten Buru

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Analisis Cluster dalam Mengidentifikasi Tipe Kawasan Berdasarkan Karakteristik Timbulan Sampah Rumah Tangga di Perkotaan Kabupaten Jember

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) D-157

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

Arahan Pengembangan Kawasan Prigi Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek Melalui Konsep Minapolitan

Optimalisasi Penggunaan Lahan Untuk Memaksimalkan Pendapatan Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo (Studi Kasus : Kecamatan Waru)

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

Analisa Penetapan Harga Jual Unit Rumah di Perumahan Griya Agung Permata, Lamongan

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

TUGAS AKHIR PW Penentuan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Unggulan Sektor Pertanian Kabupaten Probolinggo

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

dan antar pemangku kepentingan pembangunan. Keseimbangan diartikan sebagai keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor,

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Analisis Jaringan Sosial Pariwisata di Kampung Pesisir Bulak Surabaya

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TUBAN TAHUN

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

Klaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

Merumuskan Kriteria Pengendalian Lahan di Area Tambak Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik

Konsep Land Sharing Sebagai Alternatif Penataan Permukiman Nelayan di Kelurahan Gunung Anyar Tambak Surabaya

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print C-45

Pengembangan Komoditas Unggulan Sektor Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Karangasem Melalui Pendekatan Agribisnis

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

Oleh : Nanda Gayuk Candy DosenPembimbing : Bapak Adjie Pamungkas, ST. M. Dev. Plg. Phd.

PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA

Pengendalian Konversi Lahan Pertanian Pangan Menjadi Non Pertanian Berdasarkan Preferensi Petani di Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN. 6.1 Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

Arahan Distribusi Lokasi Pos Pemadam Kebakaran Berdasarkan Kawasan Potensi Risiko Bencana Kebakaran di Kota Surabaya

IDENTIFIKASI KOMODITAS UNGGULAN DI KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN PASAMAN

Identifikasi Kemampuan Pelayanan Ekonomi dan Aksesibilitas Pusat Kegiatan Lokal Ngasem di Kabupaten Kediri

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI

PENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN SUBSEKTOR PERKEBUNAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI PROVINSI ACEH

Analisa Highest And Best Use (HBU) pada Lahan Bekas SPBU Biliton Surabaya

Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya di Kelurahan Tambak Wedi Kota Surabaya

Analisis Highest and Best Use (HBU) Pada Lahan Jl. Gubeng Raya No. 54 Surabaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya di Kelurahan Tambak Wedi Kota Surabaya

Analisis Nilai Pasar Tanah Perumahan Kawasan Industri Tuban (KIT) dengan Metode Pengembangan Lahan

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1

Penentuan Prioritas Pengembangan KAPET DAS KAKAB Di Kabupaten Barito Selatan

BAB I PENDAHULUAN. Sub sektor peternakan mempunyai peranan penting dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENENTUAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DI WILAYAH PINGGIRAN KOTA YOGYAKARTA

Pengembangan Sentra Industri Kerajinan Kayu di Kecamatan Kepanjenkidul Blitar (Melalui Pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal)

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No.2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-133 Kriteria Zona Industri Pendukung Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Tuban Naya Cinantya Drestalita dan Dian Rahmawati Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: d_rahmawati@urplan.its.ac.id Abstrak Kabupaten Tuban merupakan kabupaten yang memiliki potensi sektor pertanian yang cukup besar, dengan kontribusi sebesar 24,6% dalam PDRB. Dalam RTRW Kabupaten Tuban terdapat arahan pengembangan kegiatan pengolahan hasil pertanian, serta terdapat arahan pengembangan KSK Agropolitan di lima kecamatan yaitu Kecamatan Palang, Kecamatan Semanding, Kecamatan Plumpang, Kecamatan Widang dan Kecamatan Jatirogo. Agroindustri merupakan salah satu kegiatan dalam sistem agribisnis yang dikembangkan dalam kawasan agropolitan, sehingga dalam kawasan agropolitan tersebut diharapkan terdapat zona untuk kegiatan agroindustri. Karena itu penelitian ini bertujuan untuk menentukan kriteria zona industri dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Tuban. Teknik analisis yang digunakan dalam menyusun kriteria zona industri tersebut adalah analisis deskriptif menggunakan pedoman dan standar, literatur, maupun studi kasus yang relevan. Hasil akhir penelitian ini didapatkan delapan kriteria zona industri pendukung pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Tuban yang divisualisasikan menggunakan software ArcGIS 10.2, yaitu kriteria kondisi fisik dasar, kriteria bahan baku, kriteria pasar, kriteria tenaga kerja, kriteria aksesibilitas (yang terdiri dari sub kriteria jaringan jalan dan jarak ke pusat kabupaten), kriteria sarana dan prasarana (yang terdiri dari sub kriteria ketersediaan jaringan listrik, jaringan air bersih, jaringan telekomunikasi, ketersediaan fasilitas perekonomian, dan ketersediaan rumah potong hewan), kriteria aglomerasi, serta kriteria penggunaan lahan. Kata Kunci agribisnis, agropolitan, kriteria, zona industri K I. PENDAHULUAN onsep pengembangan kawasan agropolitan merupakan salah satu alternatif pengembangan wilayah perdesaan sebagai solusi ketimpangan pembangunan antara wilayah perkotaan dan perdesaan [1]. Konsep ini diterapkan dengan cara mengoptimalkan potensi suatu wilayah melalui sistem agribisnis. Sistem agribisnis merupakan sistem kegiatan berbasis pertanian yang terdiri dari empat subsistem mulai dari sub sistem produksi hingga pemasaran [2]. Dengan perhatian khusus dari pemerintah terhadap potensi usaha yang ada di wilayah tersebut, dapat mendukung peningkatan keunggulan kompetitif dan komparatif pada wilayah tersebut [3]. Kabupaten Tuban merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang memiliki potensi di dua sektor ekonomi, yaitu sektor pertanian dan sektor industri. Sejak tahun 2009 terjadi pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten Tuban. Sektor pertanian yang dulunya merupakan sektor dengan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Tuban digeser oleh sektor industri pengolahan. Hal ini dapat dilihat dari PDRB sektor industri pengolahan di Kabupaten Tuban pada tahun 2013 yaitu sebesar 6.622.949,51 juta rupiah atau memiliki kontribusi sebesar 25,3% (tanpa migas). Sedangkan PDRB sektor pertanian sebesar 6.535.685,67 juta rupiah atau kontribusi sebesar 24,66% [3]. Dengan adanya potensi sektor pertanian tersebut, dalam RTRW Kabupaten Tuban Tahun 2012-2032 terdapat arahan pengembangan agroindustri. Selain itu, untuk mendukung pengembangan sektor pertanian, terdapat arahan pengembangan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) Agropolitan di lima Kecamatan yaitu Kecamatan Palang, Kecamatan Semanding, Kecamatan Plumpang, Kecamatan Widang dan Kecamatan Jatirogo. Dari kelima kecamatan tersebut, Kecamatan Palang dan Semanding sudah ditetapkan sebagai kawasan agropolitan dalam SK Bupati Tuban No.188.45/127/KPTS/414.012/2009. Berdasarkan hasil analisis dalam RTRW Kabupaten Tuban Tahun 2012-2032, sub sektor tanaman pangan dan peternakan merupakan sub sektor pertanian unggulan di Kabupaten Tuban. Hal ini dapat dilihat dari PDRB kedua sub sektor tersebut. Sektor pertanian tanaman pangan merupakan sub sektor unggulan dengan kontribusi terbesar untuk sektor pertanian pada tahun 2013, yaitu 68,31% dan PDRB sebesar 4.464.694,12 juta rupiah. Sedangkan sub sektor peternakan memiliki PRDB sebesar 985.976,02 juta rupiah pada tahun 2013 atau kontribusi terbesar kedua setelah tanaman pangan yaitu sebesar 15,1% [4]. Kegiatan pengolahan yang memanfaatkan komoditas dari kedua sub sektor tersebut masih berupa kegiatan skala rumah tangga yang belum menghasilkan produk siap konsumsi. Selain itu, jumlahnya tidak berkembang sejak tahun 2009 [5]. Adanya arahan pengembangan agroindustri dan kawasan agropolitan merupakan upaya pemerintah Kabupaten Tuban dalam mengoptimalkan potensi pertanian yang ada. Dalam struktur kawasan agropolitan, agroindustri merupakan salah satu bagian dari sub sistem agribisnis yang menjadi pusat kegiatan ekonomi. Karena itu, diperlukan adanya suatu zona untuk kegiatan industri pertanian sebagai pusat pengolahan

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No.2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-134 dalam kawasan agropolitan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kriteria zona industri tersebut, dimana kegiatan industri dibatasi pada industri pertanian dari sub sektor pertanian unggulan di Kabupaten Tuban. II. METODE PENELITIAN Sebelum menyusun kriteria, tahap pertama dari penelitian ini adalah menentukan variabel-variabel yang mempengaruhi penentuan zona industri pendukung pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Tuban. Variabel-variabel tersebut ditentukan berdasarkan hasil kajian pustaka yang kemudian dikonfirmasikan kepada stakeholders terkait menggunakan teknik content analysis. Analisis tersebut dilakukan dengan memberikan kode-kode pada sumber teks yang berupa transkrip wawancara, yang diorganisasikan atau diklasifikasikan berdasarkan permasalahan penelitian [6]. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1. Selanjutnya, dalam menyusun kriteria zona industri pendukung pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Tuban digunakan analisis deskriptif. Analisis ini menggunakan sumber-sumber seperti standar dan peraturan, literatur, maupun berbagai studi kasus yang relevan untuk mendeskripsikan kriteria dari setiap variabel. Standar dan peraturan yang digunakan antara lain Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 543/KPTS/M/2001, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41 Tahun 2007, dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010. Dari analisis deskriptif akan dihasilkan kriteria berupa tiga tingkat kesesuaian, yaitu sesuai, cukup sesuai, dan tidak sesuai. Tabel 1. Variabel Penelitian memiliki luas kurang lebih 53.006 Ha. Kabupaten Tuban sendiri berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah utara, Kabupaten Lamongan di sebelah Timur, Kabupaten Bojonegoro di sebelah selatan, serta Kabupaten Blora dan Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, di sebelah barat. Pada penelitian ini, kriteria dan sub kriteria disusun berdasarkan indikator dan variabel penelitian menggunakan analisis deskriptif. Berdaskan indikator penelitian, terdapat delapan indikator atau delapan kriteria. Setiap kriteria dipetakan dengan warna merah (tidak sesuai), kuning (cukup sesuai), dan hijau (sesuai) melalui software ArcGIS 10.2. Kriteria pertama adalah kriteria kondisi fisik dasar. Kriteria ini terdiri dari dua sub kriteria, yaitu sub kriteria jenis tanah dan sub kriteria kerawanan bencana. Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010, kegiatan industri sebaiknya berada pada kawasan dengan jenis tanah yang tidak subur untuk pertanian. Artinya, jenis tanah yang sesuai sebagai zona industri adalah jenis tanah dengan tingkat kesuburan rendah. Di Kabupaten Tuban terdapat lima jenis tanah, yaitu alluvial, grumusol, litosol, mediteran renzina, dan rawa atau tanah gambut. Jika dilihat dari sifat tanahnya, jenis alluvial merupakan jenis tanah yang subur untuk kegiatan pertanian sehingga tidak cocok untuk kegiatan industri. Untuk jenis tanah grumusol merupakan jenis tanah yang cocok untuk pertanian, namun memiliki kandungan organik yang rendah dan tingkat kesuburan cukup. Karena itu jenis tanah grumusol dinilai cukup sesuai sebagai zona industri. Jenis tanah mediteran renzina dan rawa merupakan jenis tanah yang tidak subur dengan unsur hara rendah sehingga dinilai cocok sebagai zona industri. Sub kriteria jenis tanah pada wilayah penelitian dapat dilihat pada gambar 1. Indikator Variabel Kondisi Fisik Dasar Bahan Baku Pasar Tenaga Kerja Aksesibilitas Sarana dan Prasarana Aglomerasi Penggunaan Lahan Sumber: Hasil Analisis, 2015 Jenis Tanah Kerawanan Bencana Ketersediaan Bahan Baku Ketersediaan Pasar Jumlah Tenaga Kerja Ketersediaan Jaringan Jalan Jarak ke Pusat Kabupaten Ketersediaan Jaringan Listrik Ketersediaan Jaringan Air Bersih Ketersediaan Jaringan Telekomunikasi Ketersediaan Fasilitas Perekonomian Ketersediaan Rumah Potong Hewan Jumlah Industri Sejenis Jenis Penggunaan Lahan III. HASIL DAN DISKUSI Ruang lingkup wilayah penelitian ini meliputi lima kecamatan di Kabupaten Tuban, yaitu Kecamatan Palang, Kecamatan Semanding, Kecamatan Plumpang, Kecamatan Widang, dan Kecamatan Jatirogo. Kelima kecamatan tersebut Gambar. 1. Peta Sub Kriteria Jenis Tanah Untuk sub kriteria kerawanan bencana, pada wilayah penelitian terdapat dua jenis bencana yaitu banjir dan longsor. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006, kawasan rawan bencana banjir dan longsor masih boleh dimanfaatkan sebagai lokasi kegiatan industri. Namun, bangunan industri harus memenuhi standar fisik tertentu, serta kawasan bebas bencana harus diutamakan sebagai lokasi kegiatan industri. Karena itu kawasan rawan banjir dan longsor

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No.2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-135 dianggap cukup sesuai sebagai zona industri, sedangkan kawasan bebas bencana dianggap sesuai sebagai zona industri. Untuk peta sub kriteria kerawanan bencana dapat dilihat pada gambar 2. Kriteria ketiga adalah kriteria pasar. Sebagai fasilitas pendukung pemasaran produk industri, ketersediaan pasar perlu diperhatikan. Zona industri sebaiknya berada pada radius pelayanan pasar, yaitu 5-8 km [7]. Artinya, kawasan yang berada pada radius 5 km dari pasar dianggap sesuai sebagai zona industri. Kawasan yang berada pada radius 5-8 km dari pasar dianggap cukup sesuai, sedangkan kawasan yang berada di luar radius 8 km dari pasar dianggap tidak sesuai sebagai zona industri. Kriteria pasar pada wilayah penelitian dapat dilihat pada gambar 4. Gambar. 2. Peta Sub Kriteria Kerawanan Bencana Kritera kedua adalah kriteria bahan baku. Kriteria ini dimaksudkan agar lokasi zona industri dapat dengan mudah menjangkau bahan baku. Pada penelitian ini, zona industri yang dimaksud tidak dibatasi pada komoditas tertentu, melainkan dibatasi pada dua sub sektor yaitu tanaman pangan dan peternakan. Harapannya, dalam zona industri tersebut dapat berkembang kegiatan-kegiatan industri dari berbagai komoditas dari sub sektor tersebut. Oleh karena itu, semakin banyak jenis komoditas unggulan dalam satu kecamatan berarti kecamatan tersebut memiliki potensi pengembangan industri yang lebih bervariasi. Kriteria bahan baku pada wilayah penelitian dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 4. Peta Kriteria Pasar Kriteria keempat adalah kriteria tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja menjadi salah satu faktor penting dalam pengembangan industri dan harus dipertimbangkan dalam penentuan lokasi industri [8]. Diasumsikan semakin banyak penduduk usia produktif dalam satu kecamatan, maka kecamatan tersebut semakin sesuai sebagai zona industri karena memiliki ketersediaan tenaga kerja. Kecamatan Semanding memiliki jumlah penduduk usia produktif paling banyak yaitu sebesar 83.185 jiwa, sedangkan Kecamatan Widang memiliki jumlah penduduk usia produktif paling sedikit yaitu 36.676 jiwa. Berdasarkan data tersebut, digunakan rumus interval seperti dalam (1). Interval = Nilai terbesar - Nilai terkecil (1) Jumlah orde Gambar 3. Peta Kriteria Bahan Baku Kecamatan Semanding memiliki 4 jenis komoditas unggulan dari sub sektor tanaman pangan dan peternakan. Kecamatan Palang memiliki 3 komoditas unggulan, sedangkan Kecamatan Plumpang, Widang dan Jatirogo hanya memiliki komoditas unggulan dari sub sektor tanaman pangan saja. Karena itu Kecamatan Semanding dinilai sesuai, Kecamatan Palang dinilai cukup sesuai, dan lainnya dinilai tidak sesuai sebagai zona industri. Berdasarkan hasil perhitungan, kecamatan dengan jumlah penduduk usia produktif sebanyak 36.676-52.179 jiwa dianggap tidak sesuai sebagai zona industri. Untuk kecamatan dengan jumlah penduduk usia produktif sebanyak 52.180-67.683 jiwa dianggap cukup sesuai, sedangkan kecamatan dengan penduduk usia produktif sebanyak 67.683-83.185 jiwa dianggap sesuai sebagai lokasi zona industri, seperti yang terlihat pada gambar 5.

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No.2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-136 Gambar 5. Peta Kriteria Tenaga Kerja Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010, kegiatan industri sebaiknya berada pada kawasan yang terlayani oleh jaringan jalan arteri primer. Suatu kawasan dinilai sesuai untuk kegiatan industri jika berada pada radius 5 km dari jalan arteri primer. Karena itu, untuk sub kriteria jaringan jalan, zona industri harus berada pada kawasan yang berada pada radius 5 km dari jalan arteri primer, seperti yang terlihat pada gambar 6. Gambar 7. Peta Sub Kriteria Jarak ke Pusat Kabupaten Kriteria keenam adalah kriteria sarana dan prasarana. Kriteria ini memiliki lima sub kriteria, yaitu sub kriteria jaringan listrik, sub kriteria jaringan air bersih, sub kriteria jaringan telekomunikasi, sub kriteria fasilitas perekonomian, serta sub kriteria rumah potong hewan (RPH). Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010, kegiatan industri harus terlayani jaringan listrik yang dapat bersumber dari PLN maupun sumber tenaga listrik lainnya. Karena itu, kecamatan yang terlayani jaringan listrik PLN dinilai sesuai sebagai zona industri. Karena kelima kecamatan sudah terlayani jaringan PLN, maka seluruh wilayah penelitian dinilai sesuai sebagai zona industri berdasarkan sub kriteria jaringan listrik. Gambar 6. Peta Sub Kriteria Jaringan Jalan Untuk sub kriteria jarak dengan pusat kabupaten, berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010, kegiatan industri sebaiknya berada dekat dengan pusat kota/kabupaten, dengan jarak minimal 10 km. Selain Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 juga digunakan rumus interval seperti pada (1) sesuai jarak kecamatan yang paling dekat dan yang paling jauh dari Kecamatan Tuban, yang di dalam RTRW Kabupaten Tuban disebutkan sebagai pusat kegiatan ekonomi. Kawasan dengan radius 10 km dari Kecamatan Tuban dinilai tidak sesuai sebagai zona industri karena berada terlalu dekat dengan pusat kabupaten. Sedangkan kawasan yang berada pada radius 10-33 km dianggap sesuai sebagai zona industri, dan untuk kawasan dengan radius lebih dari 33 km dianggap cukup sesuai sebagai zona industri seperti yang terlihat pada gambar 7. Gambar 8. Peta Sub Kriteria Jaringan Listrik Sub kriteria selanjutnya adalah sub kriteria air bersih, yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 bahwa kegiatan industri harus terlayani jaringan air bersih dengan debit minimal 0,55 liter/detik. Di kelima kecamatan yang menjadi wilayah peneltian, hanya Kecamatan Widang yang belum terlayani jaringan air bersih dari PDAM. Untuk empat kecamatan lainnya sudah terlayani jaringan air bersih dengan debit rata-rata 20 liter/detik sehingga sudah memenuhi persyaratan.

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No.2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-137 Gambar 9. Peta Sub Kriteria Jaringan Air Bersih Sub kriteria selanjutnya yaitu sub kriteria jaringan telekomunikasi. Dalam RTRW Kabupaten Tuban, jaringan telekomunikasi yang saat ini dikembangkan di Kabupaten Tuban berupa BTS bersama. Diasumsikan radius pelayanan satu menara BTS kurang lebih 7 km [9]. Karena itu, kawasan yang berada di luar radius tersebut dinilai tidak sesuai sebagai zona industri. Gambar 11. Peta Sub Kriteria Fasilitas Perekonomian Sub kriteria terakhir dari kriteria sarana dan prasarana adalah rumah potong hewan (RPH). Adanya RPH dapat mendorong munculnya industri ternak, sehingga perlu dipertimbangkan dalam menentukan zona industri [11]. Di Kabupaten Tuban masih belum terdapat peraturan yang menyebutkan radius pelayanan satu unit RPH, sehingga digunakan studi kasus dari kabupaten lain yang telah menetapkan radius pelayanan RPH kurang lebih 10 km [12]. Gambar 10. Peta Sub Kriteria Jaringan Telekomunikasi Selanjutnya, sub kriteria fasilitas perekonomian atau fasilitas pemodalan. Pada penelitian ini fasilitas pemodalan yang dimaksud adalah bank. Radius pelayanan setiap unit bank bergantung pada jumlah penduduk dalam suatu wilayah. Semakin banyak jumlah penduduk yang harus dilayani, maka semakin sempit radius pelayanannya [10]. Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001, setiap 30.000 jiwa penduduk harus tersedia satu unit bank. Radius pelayanan bank tersebut diasumsikan dengan memperhatikan luas setiap kecamatan, sehingga didapatkan radius pelayanan bank 3-5 km. Gambar 12. Peta Sub Kriteria RPH Kriteria ketujuh adalah kriteria aglomerasi, yaitu jumlah industri berbasis pertanian yang ada dalam satu kecamatan. Adanya industri-industri sejenis dalam lokasi yang berdekatan menimbulkan efisiensi karena terdapat kesamaan kebutuhan bahan baku, tenaga kerja, sarana dan prasarana pendukung [14]. Karena itu, semakin banyak jumlah industri berbasis pertanian dalam satu kecamatan, semakin sesuai kecamatan tersebut sebagai zona industri. Untuk mengetahui klasifikasi setiap skor sesuai, cukup sesuai, dan tidak sesuai digunakan rumus interval seperti pada (1), dengan jumlah industri pertanian terbanyak sebanyak 48 unit di Kecamatan Semanding, dan yang paling sedikit sebanyak 39 unit di Kecamatan Palang.

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No.2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-138 Gambar 13. Peta Kriteria Aglomerasi Kriteria kedelapan atau kriteria terakhir adalah kriteria penggunaan lahan. Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010, kegiatan industri harus berada pada lahan selain permukiman, pertanian, dan kawasan lindung. Berdasarkan standar tersebut, kriteria penggunaan lahan pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 14. pasar dalam radius pelayanan 5-8 km. 4. Kriteria tenaga kerja yaitu harus tersedia penduduk usia produktif dalam jumlah 52.180-83.185 jiwa dalam satu kecamatan. 5. Kriteria aksesibilitas terdiri dari dua sub kriteria. Sub kriteria yang pertama adalah jaringan jalan, yaitu harus terlayani jaringan jalan arteri primer dengan radius 5 km. Selanjutnya adalah jarak ke pusat kabupaten. Zona industri harus berada minimal 10 km dari pusat Kabupaten Tuban yaitu Kecamatan Tuban, dan diutamakan berjarak antara 10-33 km dari Kecamatan Tuban. 6. Kriteria sarana dan prasarana terdiri dari lima sub kriteria. Sub kriteria yang pertama adalah jaringan listrik, dimana zona industri harus terlayani jaringan listrik PLN. Sub kriteria yang kedua adalah jaringan air bersih, dimana zona industri harus terlayani jaringan PDAM dengan debit minimal 0,55 liter/detik. Sub kriteria yang ketiga adalah jaringan telekomunikasi. Zona industri harus terlayani BTS dalam radius maksimal 7 km. Selanjutnya sub kriteria fasilitas perekonomian, yaitu zona industri harus terlayani bank sebagai fasilitas pemodalan dengan radius 3-5 km. Sub kriteria yang terakhir adalah rumah potong hewan (RPH), dimana zona industri harus terlayani RPH dengan radius maksimal 10 km. 7. Kriteria aglomerasi adalah tersedianya industri berbasis pertanian dengan jumlah 43-48 unit dalam satu kecamatan. 8. Kriteria penggunaan lahan yaitu zona industri harus berada pada lahan selain lahan pertanian, permukiman, maupun kawasan lindung. Gambar 14. Peta Kriteria Penggunaan Lahan IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan diskusi, dapat disimpulkan terdapat delapan kriteria zona industri pendukung pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Tuban. Penjelasan dari setiap kriteria tersebut adalah: 1. Kriteria kondisi fisik dasar terdiri dari dua sub kriteria. Sub kriteria yang pertama adalah jenis tanah, dimana kegiatan industri harus berada pada lahan dengan jenis tanah yang tidak subur untuk pertanian yaitu jenis tanah mediteran renzina, litosol dan rawa. Selanjutnya sub kriteria kerawanan bencana. Kegiatan industri diutamakan berada pada daerah bebas bencana, atau boleh berada pada daerah rawan banjir dan longsor. 2. Kriteria bahan baku yaitu harus tersedia 3-4 jenis komoditas unggulan dari sub sektor tanaman pangan dan peternakan dalam satu kecamatan. 3. Kriteria pasar yaitu zona industri harus terlayani fasilitas DAFTAR PUSTAKA [1] Husodo, S. 2013. Ketahanan Pangan dan Dilema Sektor Agropolitan. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Yogyakarta. [2] Soeharjo, A. 1990. Kumpulan Makalah Agribisnis. Bogor: IPB Press. [3] Novitasari, A. O. dan D. Rahmawati. 2013. Identifikasi Variabel Berpengaruh pada Peningkatan Keunggulan Kompetitif Industri Alas Kaki di Kabupaten Mojokerto. Jurnal Tekik POMITS 2,2: 153-157. [4] Badan Pusat Statistik. 2013. PDRB Kabupaten Tuban. BPS Kabupaten Tuban. [5] Badan Pusat Statistik. 2013. Kabupaten Tuban dalam Angka 2014. BPS Kabupaten Tuban. [6] Martadwiprani, H. dan D. Rahmawati. 2013. Content Analysis dalam Identifikasi Karakteristik Ekonomi Masyarakat Pesisir Brondong, Kabupaten Lamongan. Jurnal Teknik POMITS 2,2 : 129-133. [7] Ihsan. 1998. Studi Wilayah Pusat Belanja Wilayah di DKI Jakarta. Bandung: Institut Teknologi Bandung. [8] Rudi, W dan Soetriono. 2004. Konsep, teori, dan Landasan Analisis Wilayah. Malang: Bayumedia Publishing. [9] Zulkarnaen, R.R. dan R.P. Setiawan. 2013. Kriteria Lokasi Industri Pengolahan pisang di Kabupaten Lumajang. Jurnal Teknik POMITS 2,1 : 1-6. [10] Wibowo, P. W. 2013. Branchless Banking Setelah Multilicense: Ancaman Atau Kesempatan Bagi Perbankan Nasional. Bank Indonesia. Jakarta. [11] Burhanuddin R., 2007. Studi Kelayakan Pendirian Rumah Potong Hewan di Kabupaten Kutai Timur. Penelitian Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kalimantan Timur. [12] Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 16 Tahun 2007 tentang Rumah Potong Hewan. [13] Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Padang: Badouse Media.