Kriteria Pengembangan Kota Banjarbaru Sebagai Pusat Pemerintahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kriteria Pengembangan Kota Banjarbaru Sebagai Pusat Pemerintahan"

Transkripsi

1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: Kriteria Pengembangan Kota Banjarbaru Sebagai Pusat Pemerintahan Ivana Putri Yustyarini dan Rulli Pratiwi Swtiawan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya rulli.setiawan@urplan.its.ac.id Pusat pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan dipindah dari Kota Banjarmasin ke Kota Banjarbaru karena Kota Banjarmasin dianggap memiliki kelemahan sebagai pusat Banjarbaru merupakan kota baru yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi pusat Namun, pengembangan Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan belum optimal. Penelitian ini menganalisis potensi Kota Banjarbaru, serta faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan Kota Banjarbaru sebagai pusat Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk merumuskan kriteria Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui potensi Kota Banjarbaru sebagai pusat Analisis deskriptif juga digunakan untuk menentukan faktor yang berpengaruh dan kriteria pemerintahan serta untuk merumuskan arahan Hasil dari penelitian ini adalah kriteria pemerintahan, yaitu peningkatan kualitas jaringan jalan menuju kantor pusat pemerintahan dan pengembangan keterpaduan moda transportasi serta perencanaan dan penataan penggunaan lahan untuk pembangunan pusat perkantoran pemerintah provinsi, perumahan, perdagangan jasa, industri, kawasan bandara, dan kawasan universitas Kata Kunci : kriteria pengembangan, pusat pemerintahan K I. PENDAHULUAN ota Banjarmasin adalah salah satu kota besar di Indonesia. Kota Banjarmasin memiliki fungsi sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan. Namun, pada tahun 2006 Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan berencana memindahkan pusat perkantoran dari Banjarmasin ke Banjarbaru [1]. Pemindahan kantor gubernur ke Banjarbaru ini tertuang dalam RPJMD Dalam RPJMD itu disebutkan bahwa salah satu prioritas pembangunan adalah mempersiapkan dan merealisasikan proses pemindahan ibukota Provinsi Kalimantan Selatan dari Banjarmasin ke Banjarbaru [1]. Kota Banjarmasin terus mengalami peningkatan jumlah penduduk tiap tahunnya dengan pertumbuhan mencapai 2,07% pada tahun Pertumbuhan penduduk yang cukup pesat membuat kepadatan penduduk Kota Banjarmasin pada tahun 2011 mencapai 90 jiwa/ha. Jumlah ini hampir 66 kali lipat dibandingkan kepadatan penduduk di Kabupaten lain di Kalimantan Selatan. Kepadatan Kota Banjarmasin juga dapat dilihat pada penggunaan lahan. Luas wilayah Kota Banjarmasin kurang lebih 7200 Ha sedangkan penggunaan lahan di Kota Banjarmasin tahun 2010 untuk bangunan sebesar 5.307,125 Ha, ini artinya luas lahan terbangun mencapai 73,71% dari luas Kota Banjarmasin. Banjarbaru merupakan sebuah kota baru dalam wilayah Provinsi Kalimantan Selatan yang berdiri pada tanggal 20 April Dalam kategorisasi kota baru Kota Banjarbaru termasuk dalam kota baru mandiri karena Kota Banjarbaru memiliki jumlah penduduk sebesar jiwa. Kota Banjarbaru juga mampu menyerap tenaga kerja mencapai 93,31%. Selain itu Kota Banjarbaru memiliki jarak sebesar 35Km dari Kota Banjarmasin. Sebagai kota baru, Banjarbaru memiliki kapasitas tampung optimal penduduk dengan pola perkembangan permukiman secara horisontal sebesar jiwa. Sedangkan jumlah penduduk Kota Banjarbaru pada tahun 2010 baru mencapai jiwa. Banjarbaru memiliki luas lahan sebesar Ha. Luas lahan Kota Banjarbaru ini lima kali lebih luas dari Kota Banjarmasin. Hal ini membuat kepadatan penduduk Kota Banjarbaru sangat rendah yaitu 5 jiwa/ha. Dalam hubungan antar-wilayah, posisi geografis Kota Banjarbaru sangat strategis karena memiliki akses jalan simpang tiga liang anggang yang menghubungkan Banjarmasin-Kotabaru dan Banjarmasin-Hulu Sungai hingga ke Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, juga akses pelabuhan laut Trisakti sebagai gerbang jalur transportasi laut melalui jalan lingkar selatan liang anggang dan akses Bandar Udara Syamsuddin Noor sebagai jalur transportasi udara di Kalimantan Selatan. Melihat lokasi Kota Banjarbaru yang sangat strategis perlu didukung oleh infrastruktur jalan yang baik. Namun, kondisi jalan yang rusak berat pada Kota Banjarbaru mencapai 1,04 % dan jalan yang beraspal di Kota Banjarbaru baru mencapai 87 %. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan infrastruktur lebih lanjut untuk mendukung fungsi Kota Banjarbaru sebagai pusat Kota sebagai pusat pelayanan harus mampu menyediakan prasarana yang dapat membantu kelancaran

2 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: penduduk untuk memperoleh pelayanan. Namun, prasarana listrik dan air bersih Kota Banjarbaru masih rendah. Hingga saat ini jangkauan pelayanan listrik Kota Banjarbaru hanya sekitar 65% saja. Hal ini berakibat pada pemadaman bergilir yang terjadi antara 30 menit hingga 9 jam. Sedangkan untuk pelayanan air bersih, sampai pada tahun 2009 tingkat pelayanannya baru mencapai 23%. Kota sebagai pusat pemerintahan harus memiliki dukungan fungsi ekonomi yang cukup kuat. Ekonomi suatu kota dapat dilihat dari nilai PDRB. Kota Banjarbaru hanya mendapatkan perolehan PDRB pada kisaran 1 trilyun rupiah pada tahun Angka ini dinilai cukup rendah jika dibandingkan dengan Kota Banjarmasin yang mencapai kisaran 9 trilyun rupiah. Kota Banjarbaru mempunyai potensi untuk menjadi pusat pemerintahan, namun pengembangannya masih belum optimal dalam segi ekonomi, infrastruktur, dan pemanfaatan ruang. Potensi Kota Banjarbaru perlu diteliti agar fungsinya sebagai pusat pemerintahan II. TINJAUAN PUSTAKA a. Pengembangan Kota Baru Kota baru dapat diartikan sebagai wilayah yang dibangun dan direncanakan yang cukup mampu untuk berfungsi sebagai kota mandiri setelah sebelumnya terdapat kota yang telah tumbuh dengan tujuan untuk mengurangi beban atau mengatasi masalah kota induk. Pengembangan kota baru dipengaruhi aspek lahan. Pengembangan kota baru akan memerlukan lahan yang cukup luas untuk melakukan pembangunan [2]. Menurut Golany pengembangan kota baru harus mampu menciptakan berbagai tipe penggunaan lahan guna mendukung variasi aktifitas. Sehingga ketersediaan lahan kosong merupakan indikator yang penting dalam pengembangan kota baru. Penduduk merupakan aspek berpengaruh dan menentukan dalam pembangunan kota baru [2]. Untuk kota diluar Pulau Jawa, Madura, Bali dan Lombok harus memiliki jumlah penduduk minimal jiwa [3].Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk merupakan indikator dalam pengembangan sebuah kota baru. Selain itu, ketersediaan pelayanan perkotaan juga penting untuk diperhatikan dalam pengembangan kota baru [3]. Ketersediaan pelayanan perkotaan yang baik ini akan mempengaruhi perkembangan kota baru tersebut kedepannya. Pelayanan pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan rekreasi kepada penduduk di sebuah kota baru dapat meningkatkan kehidupan masyarakat [2]. Selain sarana pelayanan perkotaan berupa sarana pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan rekreasi penduduk, juga diperlukan prasarana fisik yang baik. Prasarana disini adalah jalan, jaringan air bersih, dan jaringan listrik. b. Kota Sebagai Pusat Pemerintahan Pusat pemerintahan harus memiliki kualitas SDM yang baik untuk dapat menjalankan fungsi pusat Kondisi SDM yang baik akan membantu proses kegiatan Pusat pemerintahan harus melakukan fungsi pemberdayaan dengan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam kegiatan pembangunan dan penyelenggaraan Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik indikator kota sebagai pusat pemerintahan adalah kondisi SDM yang mendukung kegiatan Kondisi SDM yang dapat mendukung kegiatan pemerintahan dalam penelitian ini adalah tenaga kerja yang dimiliki oleh Kota Banjarbaru. Kota sebagai pusat pemerintahan memiliki fungsi sebagai pusat pelayanan yang mencakup pelayanan publik. Fasilitas payanan terdiri atas fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan dan ketersediaan sarana transportasi. c. Aspek aspek yang Mempengaruhi Pengembangan Pusat Pemerintahan Pengembangan pusat pemerintahan dipengaruhi oleh beberapa aspek. Aspek yang mempengaruhi pusat pemerintahan adalah ketersediaan infrastruktur dan fasilitas publik [3] [4]. Selain itu aspek pembangunan ekonomi juga mempengaruhi pengembangan pusat Dengan perekonomian yang kuat pembangunan pusat pemerintahan baru dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Ketersediaan lahan perlu diperhatikan dalam pengembangan pusat pemerintahan [3] [4]. Ketersediaan lahan yang luas akan memungkinakan untuk dilakukan pembangunan. Perlu adanya ketersediaan jalan dalam pengembangan pusat pemerintahan [3]. Aksesibilitas yang tinggi dapat menjamin kelancaran dan kemudahan pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah [4].. Hal ini berarti aksesibilitas yang harus diperhatikan dalam pelayanan pusat pemerintahan adalah jarak pusat pemerintahan terhadap kabupaten / kota lain dalam lingkup provinsi, jarak kantor pusat pemerintahan terhadap jaan utama, bandara, dan pelabuhan. Selain beberapa hal diatas, kondisi geografis yang penting untuk diperhatikan adalah terpenuhinya tingkat kerentanan alam yang rendah [4]. Dengan tingkat kerentanan terhadap bencana yang rendah maka kegiatan pelayanan dapat berjalan dengan baik. III. METODOLOGI PENELITIAN a. Pengumpulan Data Dalam penelitian ini menggunakan survei sekunder dalam pengumpulan data. Survei Sekunder adalah survei yang dilakukan untuk mendapatkan data sekunder dari instasnsional. Data data dari instansi tersebut berguna untuk mendukung pembahasan penelitian yang disesuaikan dengan kebutuhan data yang diperlukan. b. Metode Analisis Metode analisis digunakan untuk mengolah data data yang diperoleh dari hasil survei sekunder untuk mencapai tujuan penelitian. Proses analisa dilakukan dalam 3 tahap. Berikut adalah tahapan proses analisis. 1. Deskriptif Kuantitaif Analisis deskripsi kuantitatif merupakan analisis yang paling mendasar untuk menggambarkan keadaan data

3 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: secara umum. Analisis didasarkan pada data data sekunder dari variabel tersebut. Kemudian data data tersebut ditabulasikan dan dideskripsikan. Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi potensi Kota Banjarbaru. 2. Teoritical Deskriptif Analisis tersebut merupakan analisis yang akan digunakan untuk memberikan gambaran mengenai objek studi secara mendalam disertai dengan pembahasanpembahasan yang disesuaikan dengan teori-teori yang terkait. Analisis ini digunakan untuk menganalisis faktor fakor yang berpengaruh terhadap pengembangan Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan 3. Deskriptif Kualitatif Menentukan kriteria pengembangan Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan didasarkan pada faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan pusat Analisis dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan hasil identifikasi potensi Kota Banjarbaru dan peraturan pemerintah yang terkait dengan pusat pemerinathan. Adapun peraturan tersebut adalah sebagai berikut : 1. PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah 2. PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 3. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Identifikasi potensi Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan didasarkan pada kerentanan, ketersediaan lahan, ketersediaan sarana dan prasarana, kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, kondisi SDM, dan keterjangkauan. 1. Kerentanan Kota Banjarbaru terdapat empat jenis kerentanan bencana di Kota Banjarbaru yaitu banjir, kebakaran, angin topan, dan kekeringan. Berikut adalah indeks rawan bencana Kota Banjarbaru. Tabel 1 Indeks Rawan Bencana Kota Banjarbaru Kerawanan Nilai Kategori Banjir 18 Sedang Kebakaran 21 Tinggi Angin Topan 16 Tinggi Kekeringan 13 Sedang Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa Kota Banjarbaru memiliki kerentanan terhadap bencana kebakaran dan agin topan yang tinggi dan bencana banjir dan kekeringan yang sedang. Indeks kerentanan ini masih berada di bawah Kota Banjarmasin. Hal ini merupakan potensi,karena menurut PERMENDAGRI No.30 Tahun 2011 yang menyebutkan bahwa bahwa pusat pemerintahan provinsi harus memenuhi syarat resiko bencana alam yang paling sedikit. 2. Ketersediaan Lahan Kota Banjarbaru memiliki ketersediaan lahan kosong yang mencapai ,15 Ha. Berikut adalah tabel pola penggunaan lahan Kota Banjarbaru. Tabel 2 Analisis Pola Penggunaan Lahan Kota Banjarbaru Lahan Eksisting Rencana (Ha) % (Ha) % Luas Lahan , , Luas Lahan 4.854, ,14 71 Terbangun Luas Lahan Tak Tebangun , ,86 29 Sebagai pusat pemerintahan, ketersediaan lahan kosong yang ada harus mampu mencukupi kebutuhan pembangunan pusat perkantoran pemerintah provinsi. Secara umum, luas lahan perkantoran pemerintah di Kota Banajrmasin adalah 0,5 1,2 Ha. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa kebutuhan lahan untuk pembangunan 1 kantor pemerintahan adalah 0,5 1,2 Ha. Adapun SKPD Provinsi Provinsi Kalimantan Selatan terdiri atas Sekertaris Daerah, 17 Dinas, 13 Badan, dan 4 Lembaga. Hal ini berarti total SKPD yang dimiliki Provinsi Kalimantan Selatan adalah 35, sehingga dapat disimpulkan bahwa kebutuhan luas lahan untuk perkantoran Provinsi Kalimantan Selatan adalah 17,5 Ha 42 Ha. Saat ini, Kota Banjarbaru memiliki luas lahan kosong mencapai ,15 Ha. Hal ini berarti, ketersediaan lahan kosong di Kota Banjarbaru telah memenuhi kebutuhan pembangunan pusat perkantoran pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Selain itu pusat pemerintahan baru akan berdampak pada munculnya berbagai macam kegiatan baru yang berakibat pada pembangunan Kota Banjarbaru. Lahan kosong yang luas akan dapat mengakomodasi kepentingan untuk pembangaunan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada rencana penggunaan lahan yang menunujukkan bahwa lahan terbangun Kota Banjarbaru akan direncanakan mencapai 71,4%. Hal ini berarti akan ada alokasi lahan untuk pembangunan mencapai 58,3% atau sebesar ,45 Ha.Kota Banjarbaru memiliki ketersediaan sarana kesehatan, pendidikan, perdagangan, dan sarana transportasi yang lengkap untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Namun untuk pelayanan terhadap listrik dan air bersih di Kota Banjarbaru masih berada di bawah standart dan perlu untuk dikembangkan. 3. Jumlah Penduduk Kota Banjarbaru memiliki jumlah penduduk sebesar jiwa. Jumlah ini telah memenuhi kebutuhan minimal penduduk untuk pusat pemerintahan, yaitu sebesar jiwa (Howard dalam Budharjo, 2005). Hal ini merupakan potensi yang baik karena dengan terpenuhinya

4 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: jumlah minimal penduduk maka Kota Banjarbaru dapat menjalankan perannya sebagai pusat Tahun Tabel 4.3 Tingkat Pertumbuhan Penduduk Kota Banjarbaru Jumlah Penduduk (Jiwa) Pertumbuhan Jumlah Penduduk (Jiwa) Tingkat Pertumbuhan Penduduk ,97% ,13% ,43% ,40% Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa Kota Banjarbaru memiliki tingkat pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Bahkan pada tahun peningkatan jumlah penduduk mencapai 16,40%. Walaupun memiliki pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, namun Kota Banjarbaru memiliki kepadatan penduduk rendah yaitu hanya sebesar 5 jiwa/ha. Kepadatan yang rendah juga merupakan potensi karena hal ini berarti Kota Banjarbaru masih dapat terus berkembang 4. Kondisi SDM Selain dilihat dari jumlah penduduk, sebagai pusat pemerintahan, Kota Banjarbaru juga harus dilihat dari kondisi SDM. Kondisi SDM juga dilihat dari kondisi tenaga kerja. Berikut adalah tabel kondisi tenaga kerja Kota Banjarbaru. Tabel 4 Kondisi Tenaga Kerja Kota Banjarbaru Tahun TPAK TPT Bekerja ,00 9,15 90, ,19 8,10 91, ,06 6,69 93,31 Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bawha jumlah pengangguran terbuka Kota Banjarbaru mengalami penurunan mulai tahun Hal ini seiring dengan peningkatan jmlah penduduk yang bekerja dari tahun Data tingkat penduduk angkatan kerja, menunjukkan peningkatan tiap tahunnya, namun pengangguran justru menurun dan tingkat penduduk bekerja meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Banjarbaru telah mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduk. Tahun Tabel 5 Tenaga Kerja per Sektor Sektor Tersier Sektor Sekunder (%) (%) Sektor Primer (%) ,07 18,34 15, ,80 18,20 15, ,12 29,00 14,88 Jika dilihat berdasarkan tiga kelompok sektor, diketahui bahwa penduduk Kota Banjarbaru sebagian besar bekerja pada sektor tersier (perdagangan dan jasa). Lebih dari 50% penduduk Kota Banjarbaru bekerja pada sektor tersebut. Namun, pada tahun terjadi penurunan persentase jumlah penduduk yang bekerja pada sektor tersier. Hal ini terjadi karena meningkatnya penduduk yang bekerja pada sektor sekunder (industri manufaktur). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi sosial penduduk Kota Banjarbaru sebagian besar bekerja pada sektor perdagangan jasa dan industri. 5. Kemampuan Ekonomi Kota Banjarbaru memiliki pendapatan yang terus mengalami peningkatan tiap tahunnya lebih dari 10%, peningkatan yang baik terjadi pada sektor jasa, perdagangan, dan industri. Namun, peningkatan PDRB tiap tahunnya ternyata tidak berkonribusi besar terhadap PDRB Provinsi Kalimantan Selatan. Kontribusi PDRB Kota Banjarbaru yang kecil pada lingkup provinsi yaitu hanya sebesar 3%, sedangkan sebagai pusat pemerintahan Kota Banjarbaru harus memiliki kondisi ekonomi yang kuat. Namun, melihat kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang baik, perekonomian Kota Banjarbaru memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Tabel 4.6 Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Kota Banjarbaru Tahun Banjarbaru Pendapatan Pertumbuhan Kontribusi ,32% ,16% 3,28% ,82% 3,27% ,31% 3,30% ,26% 3,16% 6. Keterjangkuan Kota Banjarbaru memiliki rata rata jarak terhadap kota/kabupaten di Kalimantan Selatan dan jarak terhadap bandara relatif lebih dekat jika dibandingkan dengan Kota Banjarmasin. rata rata jarak kota/kabupaten di Kalimantan Selatan terhadap Kota Banjarbaru adalah sebesar 128,5 Km. Rata rata jarak kota/kabupaten di Kalimantan Selatan terhadap Kota Banjarmsin adalah sebesar 148,08 Km. Selain itu Kota Banjarbaru juga memiliki akses langsung melalui jalur lingkar selatan menuju pelabuhan. Lokasi kantor pusat pemerintahan terletak di Kecamatan Cempaka. Jarak kantor pemerintahan terhadap jalan utama adalah 2 Km. untuk menuju kantor pusat pemerintahan tersebut, saat ini hanya dapat dilakukan dengan menggunkan kendaraan pribadi. Untuk jarak terhadap bandara Bandar Udara Syamsuddin Noor sebagai jalur transportasi udara di Kalimantan Selatan, memiliki jarak 10Km. jarak ini relativ ekat jika dibandingkan dengan jarak Kota Banrmasin meuju bandara yang mencapai 25 Km. Untuk jarak terhadap pelabuhan, Kota Banjarbaru memiliki jarak yang cukup jauh, mencapai 37 Km. Namun, Kota Banjarbaru memiliki

5 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: akses langsung pelabuhan laut Trisakti sebagai gerbang jalur transportasi laut melalui jalan lingkar selatan liang anggang. Selain jarak, Kota Banjarbaru juga memiliki potensi dalam keretsediaan jalan. Berikut adalah tabel ketersediaan jalan dan aksesibilitas Kota Banjarbaru. Tabel 4.7 Tingkat Ketersediaan Jalan dan Aksesibilitas di Kota Banjarbaru Tahun Panjang Jalan (Km) Kebutuhan (Km) Presentase Tingkat Ketersediaan Aksesibilitas , ,78 468,10% 1, , ,90 544,89% 1, ,675 98,53 569,04% 1, ,120 95,54 585,23% 1,543 Berdasarkan tabel tersebut, ketersediaan jalan di Kota Banjarbaru telah memenuhi kebutuhan penduduk. Aksesibilitas yang dimiliki Kota Banjarbaru masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari indeks aksesibilitas yang hanya 1,5. Indeks aksesibilitas yang rendah ini menunujukkan bahwa panjang jalan yang ada tidak sebanding dengan luas wilayah Kota Banjarbaru. Namun, dengan luas lahan kosong Banjarbaru yang besar, peningkatan aksesibilitas dengan pembangunan jalan baru masih dapat dilakukan. Potensi Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan digambarkan pada peta sebagai berikut. pengembangan Kota Banjarbaru didasarkan pada faktor pengembangan dan kriteria pengembangan Kota Banjarbaru sebagai pusat Perumusan faktor pengembangan didasarkan pada hasil identifikasi potensi Kota Banjarbaru dan variabel hasil tinjauan pustaka. Adapun faktor pengembangan 119 Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan adalah sebagai berikut: 1. Faktor SDM pada sektor industri, perdangangan dan jasa. 2. Faktor pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan pendapatan daerah dalam sektor jasa, industri dan perdagangan. 3. Faktor kemudahan dan kedekatan jarak menuju kantor pusat 4. Faktor kondisi kerentanan bencana banjir, kekeringan, kebakaran, dan angin topan yang lebih rendah. 5. Faktor pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi untuk mendukung pembangunan kota sebagai pusat pemerintahan 6. Faktor pelayanan listrik dan air bersih untuk mendukung pengembangan pusat 7. Faktor ketersediaan lahan untuk pembangunan pusat perkantoran pemerintah provinsi, perumahan, perdagangan jasa, industri, kawasan bandara, dan kawasan universitas. Perumusan kriteria pengembangan didasarkan pada hasil analisis faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan dan peraturan perundangan. Kriteria pengembangan Kota Banjarbaru sebagai Pusat Pemerintahanyang dihasilkan adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan mutu pendidikan dan alokasi SDM pada sektor industri, perdangangan, dan jasa 2. Peningkatan promosi dan kesempatan investasi pada sektor jasa, industri, dan perdagangan 3. Peningkatan kualitas jaringan jalan menuju kantor pusat pemerintahan dan pengembangan keterpaduan moda transportasi 4. Pemeliharaan lingkungan hidup dan pencegahan dampak negatif kegiatan masnusia terhadap kerusakan lingkungan. 5. Penyediaan dan penataan permukiman; peningkatan pelayanan sarana dan prasarana; serta membuka kesempatan kerja baru. 6. Pelestarian daerah sumber air bersih, peningkatan kualitas dan keterpaduan jaringan air bersih, serta pengembangan pembangkit listrik untuk penyediaan kebutuhan listrik 7. Perencanaan dan penataan penggunaan lahan untuk pembangunan pusat perkantoran pemerintah provinsi, perumahan, perdagangan jasa, industri, kawasan bandara, dan kawasan universitas Gambar 1 Potensi Kota Banjarbaru berdasarkan hasil analisis Pengembangan Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan dirumuskan dalam arahan pengembangan Kota Banjarbaru sebagai pusat Arahan V. KESIMPULAN/RINGKASAN Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Kota Banjarbaru memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai pusat Potensi yang dimiliki meliputi aspek kependudukan, ketersediaan lahan, ketersediaan sarana prasarana, kekuatan ekonomi, dan aksesibilitas. Adapun Kriteria pengembangan Kota Banjarbaru sebagai Pusat

6 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: Pemerintahan adalah 1) Peningkatan mutu pendidikan dan alokasi SDM pada sektor industri, perdangangan, dan jasa; 2) Peningkatan promosi dan kesempatan investasi pada sektor jasa, industri, dan perdagangan; 3)Peningkatan kualitas jaringan jalan menuju kantor pusat pemerintahan dan pengembangan keterpaduan moda transportasi; 4) Pemeliharaan lingkungan hidup dan pencegahan dampak negatif kegiatan masnusia terhadap kerusakan lingkungan; 5) Penyediaan dan penataan permukiman; peningkatan pelayanan sarana dan prasarana; serta membuka kesempatan kerja baru; 6) Pelestarian daerah sumber air bersih, peningkatan kualitas dan keterpaduan jaringan air bersih, serta pengembangan pembangkit listrik untuk penyediaan kebutuhan listrik; 7) Perencanaan dan penataan penggunaan lahan untuk pembangunan pusat perkantoran pemerintah provinsi, perumahan, perdagangan jasa, industri, kawasan bandara, dan kawasan universitas DAFTAR PUSTAKA [1] Wajidi. Banjarbaru Menuju Ibukota Provinsi. ru-menuju-ibukota-provinsi-3/ (diakses tanggal 5 November 2012) [2] Budiharjo, Eko; Sujarto, Djoko Kota berkelanjutan. Bandung: Alumni [3] Nurmandi, Ahmad Manajemen Perkotaan. Yogyakarta : Lingkaran Bahasa [4] Adisasmita, Rahardjo; Adisasmita, Sakti Adji Logika Pemindahan Ibukota Jakarta. Yogyakarta : Graha Ilmu

memerintahkan untuk merancang Banjarbaru sebagai alternatif ibukota Provinsi Kalimantan Selatan.

memerintahkan untuk merancang Banjarbaru sebagai alternatif ibukota Provinsi Kalimantan Selatan. Bab 2 Kantor Balai Kota Banjarbaru Cikal bakal lahirnya Kota Banjarbaru bermula pada tahun 1951 saat gubernur Dr. Murdjani memimpin apel di halaman kantor gubernur di Banjarmasin, saat itu hujan turun

Lebih terperinci

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, () ISSN: 7-59 (-97 Print) Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal Yennita Hana Ridwan dan Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan

Lebih terperinci

Faktor yang Berpengaruh dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Perikanan di Pulau Poteran

Faktor yang Berpengaruh dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Perikanan di Pulau Poteran JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-148 Faktor yang Berpengaruh dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Perikanan di Pulau Poteran Dira Arumsani dan Adjie Pamungkas

Lebih terperinci

Klaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh

Klaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 23373539 (23019271 Print) 1 Klaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh Adinda Putri Siagian dan Eko Budi

Lebih terperinci

Arahan Distribusi Lokasi Pos Pemadam Kebakaran Berdasarkan Kawasan Potensi Risiko Bencana Kebakaran di Kota Surabaya

Arahan Distribusi Lokasi Pos Pemadam Kebakaran Berdasarkan Kawasan Potensi Risiko Bencana Kebakaran di Kota Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Arahan Distribusi Lokasi Pos Pemadam Kebakaran Berdasarkan Kawasan Potensi Risiko Bencana Kebakaran di Kota Surabaya Devi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecamatan Bakauheni yang terletak di Kabupaten Lampung Selatan merupakan gerbang masuk menuju Pulau Sumatera dari Pulau Jawa. Pulau Sumatera memiliki peranan penting

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah yang berlandaskan UU No. 32 tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, memberikan kewenangan yang sangat

Lebih terperinci

Kriteria Lokasi Industri Pengolahan Pisang di Kabupaten Lumajang

Kriteria Lokasi Industri Pengolahan Pisang di Kabupaten Lumajang JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Lokasi Industri Pengolahan Pisang di Kabupaten Lumajang Rendy Rosyandana Zulkarnaen, dan Rulli Pratiwi Setiawan Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang terletak 6 55-7 6 LS dan 110 15-110 31 BT, dengan batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut : sebelah utara : Laut Jawa sebelah selatan : Kabupaten

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No.2, (2015) ISSN: ( Print) C-133

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No.2, (2015) ISSN: ( Print) C-133 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No.2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-133 Kriteria Zona Industri Pendukung Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Tuban Naya Cinantya Drestalita dan Dian Rahmawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 RTRW Kota Cilegon Djoko Sujarto, Perencanaan perkembangan kota baru,penerbit ITB, 2012, hlm 16

BAB I PENDAHULUAN. 1 RTRW Kota Cilegon Djoko Sujarto, Perencanaan perkembangan kota baru,penerbit ITB, 2012, hlm 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota baru di Indonesia dimulai sejak tahun 1950-an dan terus berkembang menjadi landasan pemikiran konseptual dalam memecahkan masalah mengenai fenomena

Lebih terperinci

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Kawasan Pantai Timur Surabaya sebagai Kawasan Konservasi Berkelanjutan

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Kawasan Pantai Timur Surabaya sebagai Kawasan Konservasi Berkelanjutan JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-65 Penilaian Tingkat Keberlanjutan Kawasan Pantai Timur sebagai Kawasan Konservasi Berkelanjutan Yani Wulandari dan Rulli Pratiwi

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

Penentuan Variabel Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan

Penentuan Variabel Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan C1 Penentuan Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan Dwi Putri Heritasari dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan Wilayah dan Kota,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i vii xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-2 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4 1.3.1 Hubungan RPJMD

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN UMUM

BAB II KETENTUAN UMUM BAB II KETENTUAN UMUM 2.1. Pengertian Umum Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan

Lebih terperinci

Klaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh

Klaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 23373539 (23019271 Print) C78 Klaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh Adinda Putri Siagian dan Eko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

Identifikasi Karakteristik Lingkungan Permukiman Kumuh di Kelurahan Kapuk, Jakarta Barat

Identifikasi Karakteristik Lingkungan Permukiman Kumuh di Kelurahan Kapuk, Jakarta Barat JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-240 Identifikasi Karakteristik Lingkungan Permukiman Kumuh di Kelurahan Kapuk, Jakarta Barat Niken Fitria dan Rulli Pratiwi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi II-1 BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi Pembangunan Tahun 2011-2015 adalah Melanjutkan Pembangunan Menuju Balangan yang Mandiri dan Sejahtera. Mandiri bermakna harus mampu

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) D122 Evaluasi Timbulnya Genangan Pada Catchment Area Sistem Pematusan Greges Yang Dilayani Rumah Pompa Greges Di Rayon Genteng Surabaya Januar Catur Putranto dan Mas Agus Mardyanto Jurusan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i iv ix BAB I PENDAHULUAN... I - 1 I.1 Latar Belakang... I - 1 I.2 Dasar Hukum Penyusunan... I - 3 I.3 Hubungan Antar Dokumen... I - 7 I.4 Sistematika

Lebih terperinci

PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, P ISSN X - E ISSN

PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, P ISSN X - E ISSN PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, 136-142 2016 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973 KETIMPANGAN SPASIAL PERKOTAAN TANAH GROGOT KABUPATEN PASER Ratih Yuliandhari 1, Agam Marsoyo 2, M Sani Royschansyah

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya di Kelurahan Tambak Wedi Kota Surabaya

Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya di Kelurahan Tambak Wedi Kota Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-218 Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya di Kelurahan Tambak Wedi Kota Surabaya Mia Ermawati dan Ema Umilia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permasalahan di sektor transportasi merupakan permasalahan yang banyak terjadi

I. PENDAHULUAN. Permasalahan di sektor transportasi merupakan permasalahan yang banyak terjadi I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan di sektor transportasi merupakan permasalahan yang banyak terjadi di berbagai kota. Permasalahan transportasi yang sering terjadi di kota-kota besar adalah

Lebih terperinci

Terkait Perekonomian daerah pada tahun 2013 Kota Banjarbaru telah mampu menghasilkan nilai tambah Bruto sebesar 2,66 milyar rupiah, berdasarkan harga

Terkait Perekonomian daerah pada tahun 2013 Kota Banjarbaru telah mampu menghasilkan nilai tambah Bruto sebesar 2,66 milyar rupiah, berdasarkan harga BAB I PENDAHULUAN Dari sisi geografis, letak Kota Banjarbaru sangat strategis karena memiliki akses jalan trans Kalimantan yaitu di sekitar simpang tiga Liang Anggang yang menghubungkan Banjarmasin-Kotabaru

Lebih terperinci

Tingkat Pelayanan Fasilitas Pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Atas di Kabupaten Sidoarjo

Tingkat Pelayanan Fasilitas Pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Atas di Kabupaten Sidoarjo JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-197 Tingkat Pelayanan Fasilitas Pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Atas di Kabupaten Sidoarjo Sisca Henlita, Ketut Dewi Martha

Lebih terperinci

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan 18 Desember 2013 STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan Deputi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 18 Desember 2013 Peran Jakarta

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kawasan Gerbangkertosusila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya- Sidoarjo-Lamongan) merupakan salah satu Kawasan Tertentu di Indonesia, yang ditetapkan dalam PP No.

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print C-45

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print C-45 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print C-45 Penentuan Prioritas Pengembangan Infrastruktur Kawasan Wisata Bahari di Desa Sumberejo, Desa Lojejer dan Desa Puger Kulon, Kabupaten

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

Faktor Prioritas Penyebab Kumuh Kawasan Permukiman Kumuh Di Kelurahan Belitung Selatan, Kota Banjarmasin

Faktor Prioritas Penyebab Kumuh Kawasan Permukiman Kumuh Di Kelurahan Belitung Selatan, Kota Banjarmasin C166 Faktor Prioritas Penyebab Kumuh Kawasan Permukiman Kumuh Di Kelurahan Belitung Selatan, Kota Banjarmasin Abi Syarwan Wimardana, dan Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG bidang TEKNIK ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG MOHAMAD DONIE AULIA, ST., MT Program Studi Teknik Sipil FTIK Universitas Komputer Indonesia Pembangunan pada suatu

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek 3.1.1 Kondisi Administratif Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten dari

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI BANTEN

STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI BANTEN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI BANTEN Tiar Pandapotan Purba 1), Topan Himawan 2), Ernamaiyanti 3), Nur Irfan Asyari 4) 1 2) Program Studi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG TATA CARA DAN KRITERIA PENETAPAN SIMPUL DAN LOKASI TERMINAL PENUMPANG SERTA LOKASI FASILITAS PERPINDAHAN MODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya di Kelurahan Tambak Wedi Kota Surabaya

Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya di Kelurahan Tambak Wedi Kota Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya di Kelurahan Tambak Wedi Kota Surabaya Penulis : Mia Ermawati, dan Dosen

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN INDUSTRI KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN INDUSTRI KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN INDUSTRI KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar Ngakan Gede Ananda Prawira dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.I Latar belakang Manusia guna memenuhi keperluan yang dibutuhkan selalu melakukan kegiatan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan akan menunjang kegiatan ekonomi ini perlu dukungan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

Penentuan Prioritas Pengembangan KAPET DAS KAKAB Di Kabupaten Barito Selatan

Penentuan Prioritas Pengembangan KAPET DAS KAKAB Di Kabupaten Barito Selatan JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-158 Penentuan Prioritas Pengembangan KAPET DAS KAKAB Di Kabupaten Barito Selatan Andrea Yuandiney dan Eko Budi Santoso Program

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-17 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal manusia dan sebagian orang memanfaatkan lahan sebagai

Lebih terperinci

Analisis Cluster dalam Mengidentifikasi Tipe Kawasan Berdasarkan Karakteristik Timbulan Sampah Rumah Tangga di Perkotaan Kabupaten Jember

Analisis Cluster dalam Mengidentifikasi Tipe Kawasan Berdasarkan Karakteristik Timbulan Sampah Rumah Tangga di Perkotaan Kabupaten Jember JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Analisis Cluster dalam Mengidentifikasi Tipe Berdasarkan Karakteristik Timbulan Sampah Rumah Tangga di Perkotaan Kabupaten

Lebih terperinci

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-255 Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar Ngakan Gede Ananda Prawira

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (PEPD) maka ada 3 (tiga) komponen yang memajukan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi 4.1.1. Visi Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan, yang mencerminkan harapan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN KOTABARU LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN KOTABARU LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN KOTABARU LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah

Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah Ani Satul Fitriyati dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN 63 BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN Pada bab IV ini akan disajikan secara berturut-turut mengenai analisa dan hasil penelitian meliputi : 4.1. Perekonomian Pulau Jawa saat ini 4.2. Pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi

BAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi BAB V Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran 5.1 Visi Visi merupakan arah pembangunan atau kondisi masa depan daerah yang ingin dicapai dalam 5 (lima) tahun mendatang (clarity of direction). Visi juga menjawab

Lebih terperinci

Arahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan

Arahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan C12 Arahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan Ellen Deviana Arisadi dan Ema Umilia Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Optimalisasi Penggunaan Lahan Untuk Memaksimalkan Pendapatan Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo (Studi Kasus : Kecamatan Waru)

Optimalisasi Penggunaan Lahan Untuk Memaksimalkan Pendapatan Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo (Studi Kasus : Kecamatan Waru) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No., (014) ISSN: 337-3539 (301-971 Print) C-87 Optimalisasi Penggunaan Lahan Untuk Memaksimalkan Pendapatan Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo (Studi Kasus : Kecamatan Waru)

Lebih terperinci

Tipologi Kawasan Bahaya Banjir di Kawasan Perkotaan Kecamatan Sampang

Tipologi Kawasan Bahaya Banjir di Kawasan Perkotaan Kecamatan Sampang JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Tipologi Kawasan Bahaya Banjir di Kawasan Perkotaan Kecamatan Sampang Prana Dutanegara dan Rulli Pratiwi Setiawan, ST., M.

Lebih terperinci

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 PRAKIRAAN PENCAPAIAN TAHUN 2010 RENCANA TAHUN 2010

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 PRAKIRAAN PENCAPAIAN TAHUN 2010 RENCANA TAHUN 2010 MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN BIDANG: WILAYAH DAN TATA RUANG (dalam miliar rupiah) PRIORITAS/ KEGIATAN PRIORITAS 2012 2013 2014 I PRIORITAS BIDANG PEMBANGUNAN DATA DAN INFORMASI SPASIAL A

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling

I. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, pemukiman semakin lama membutuhkan lahan yang semakin luas. Terjadi persaingan yang kuat di pusat kota,

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan merupakan suatu kawasan yang memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat karena mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan

Lebih terperinci

VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR

VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR Visi dan Misi Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tanah Datar mengacu pada Visi dan Misi instansi di

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

PENENTUAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PENENTUAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-290 PENENTUAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Eta Rahayu dan Eko Budi Santoso

Lebih terperinci

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami dan Retno Indryani Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Luas Masing-Masing Kelurahan di Kawasan Tambak Kecamatan Benowo, Tahun 2008 Sumber : Hasil Analisa, 2010

Luas Masing-Masing Kelurahan di Kawasan Tambak Kecamatan Benowo, Tahun 2008 Sumber : Hasil Analisa, 2010 Gambaran Umum Luas Masing-Masing Kelurahan di Kawasan Tambak Kecamatan Benowo, Tahun 2008 Sumber : Hasil Analisa, 2010 Kelurahan Tambak Osowilangon 1140,2 Sememi 458,4 Klakah Rejo 318,9 Kandangan 136,7

Lebih terperinci

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D 306 007 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA

KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA Oleh : Novita Delima Putri 1 Fadillah Hisyam 2 Dosen Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan luas wilayah 265 km 2 dan jumlah penduduk 2.602.612 pada tahun 2013. Pertumbuhan Kota Medan yang

Lebih terperinci

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: HENDRA WIJAYA L2D 307 014 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 i ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 salah satu cita-cita perjuangan bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur, seiring

Lebih terperinci

PENATAAN PERMUKIMAN KAWASAN PESISIR DI KECAMATAN LEKOK KABUPATEN PASURUAN

PENATAAN PERMUKIMAN KAWASAN PESISIR DI KECAMATAN LEKOK KABUPATEN PASURUAN PENATAAN PERMUKIMAN KAWASAN PESISIR DI KECAMATAN LEKOK KABUPATEN PASURUAN Oleh : Akhmad Nasikhudin 3606100004 PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Rumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Pembangunan daerah agar dapat berhasil sesuai dengan tujuannya harus tanggap terhadap kondisi yang terjadi di masyarakat. Kondisi tersebut menyangkut beberapa masalah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI. Halaman PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR ISI Halaman PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 5 1.3 Maksud dan Tujuan... 5 1.4 Ruang Lingkup...

Lebih terperinci