V. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Semua Peubah Bebas (Xi) Terhadap Peubah Tidak Bebas (Y)

dokumen-dokumen yang mirip
2. KERANGKA TEORITIS Tinjauan Pustaka

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

3. PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Peternak

II. TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI. Oleh : Desvionita Nasrul BP

Diarsi Eka Yani. ABSTRAK

LANDASAN TEORI. perilaku petani peternak adalah sebuah komponen yang sangat penting. Peranan

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

LAPORAN PELAKSANAAN PELATIHAN PENINGKATAN PENGUASAAN TEKNOLOGI PERTANIAN LAHAN KERING KABUPATEN DONGGALA. OLEH : SYAMSYIAH GAFUR, dkk

KARAKTERISTIK PETANI PENERIMA METODE SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) PADI DI KECAMATAN CIAWI BOGOR.

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB VI PEMBAHASAN. itu sendiri. Karakter-karakter tersebut yang membedakan tipe perilaku petani pada

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis dan Topografis Desa Penelitian

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

INDEKS TENDENSI KONSUMEN JAWA TENGAH TRIWULAN IV-2012

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

I. PENDAHULUAN. baik, yang sesuai dengan martabat manusia. Oleh karena itu setiap warga negara

BAB IV METODE PENELITIAN

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),

Laki-laki Perempuan Jumlah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V PROFIL RELAWAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyuluhan pertanian merupakan suatu keniscayaan sekaligus. merupakan kewajiban Pemerintah untuk menyelenggarakannya.

Rancang Bangun Sistem dan Metode Penyuluhan

KAJIAN EFEKTIVITAS PELATIHAN TEKNOLOGI USAHA AYAM HIBRIDA BAGI PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETRAMPILAN PETANI

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

I. PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan ruang lingkup dari penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tambah, daya saing, dan ekspor serta (4) meningkatkan kesejahteraan petani (RKT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di

I. PENDAHULUAN. masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pembelajaran dan latihan

METODE PENELITIAN. deskriptif. Metode penelitian ini akan menggambarkan secara menyeluruh

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan

TINJAUAN PUSTAKA. dorongan kepada para petani agar mau mengubah cara berpikir, cara kerja dan

I. PENDAHULUAN1. dalam kenyataannya tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu indikator utama pembangunan dan

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

***) Praktek Pembuatan MOL Drs. Edi Husen, M.Sc.

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd

BAB I PENDAHULUAN. ternyata mendorong meningkatnya permintaan dan kosumsi komoditas-komoditas

BAB I PENDAHULUAN. kuantitas maupun kualitasnya. Keberhasilan pembangunan sub sektor

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai tugas untuk

DAMPAK PENYULUHAN PERTANIAN PARTISIPATIF TERHADAP PENINGKATAN KESEJAHTERAAN KELOMPOK TANI PEMULA

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INDEKS TENDENSI KONSUMEN JAWA TENGAH TRIWULAN I-2014

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Petani Karakteristik petani dalam penelitian ini meliputi Umur, Pendidikan

Tingkat Adopsi Petani terhadap Teknologi Jamu Ternak di Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. akan hal tersebut. Seperti halnya pada mata pelajaran Geografi yang diajarkan di

VI KARAKTERISTIK RESPONDEN

PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN BAB I PENDAHULUAN

PERAN PENYULUH PERTANIAN TERHADAP PENGELOLAAN BUDIDAYA KAKAO DI DESA PENGKENDEKAN KECAMATAN SABBANG KABUPATEN LUWU UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Astawan, 1989). Telur itik yang diolah menjadi telur asin, dapat meningkatkan

Menumbuh Kembangkan Kelembagaan Petani Pembudidaya Sapi Potong Dalam Mendukung Program Nusa Tenggara Barat Bumi Sejuta Sapi (NTB BSS )

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

RESPON PETERNAK TERHADAP PEMBERIAN UREA MOLASES MULTINUTRIENT BLOCK (UMMB)

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh hasil pencarian dari suatu pokok permasalahan dalam penelitian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINGKAT PENDIDIKAN IBU, HUBUNGANNYA DENGAN PERILAKU MAKAN DAN STATUS GIZI SISWA SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai masalah yang timbul di masa yang akan datang.

Persepsi Nelayan Tentang Profesi Nelayan Di Desa Sungai Selodang Kecamatan Sungai Mandau Kabupaten Siak Provinsi Riau. Oleh

V. KARAKTERISTIK PETANI. Tabel 5.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

ADOPSI TEKNOLOGI PERTANIAN ORGANIK DALAM PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN PERKOTAAN DI KOTA SERANG PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. dari bangsa itu sendiri. Hal itu sesuai dengan ketentuan umum Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses pengembangan daya nalar, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 yang berkaitan dengan

I PENDAHULUAN. Kambing perah peranakan etawah (PE) merupakan ternak dwiguna yang

EFEKTIVITAS FUNGSI KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DI KECAMATAN DUMOGA TIMUR KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan tidak terlepas dari tujuan pendidikan yang telah hendak dicapai,

ADOPSI PETANI DALAM PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH DI KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung Tilu, dengan ketinggian antara 1000-

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi

SIKAP PETANI BUAH NAGA MERAH (Hylocereus Polyrhizus) TERHADAP TEKNIK PENYULUHAN DI DESA TORIYO KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan yang berkaitan dengan Sumber Daya Manusia atau SDM pada suatu

METODE PENYULUHAN PERTANIAN. Dedy Kusnadi, SP., M.Si.

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Transkripsi:

V. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Semua Peubah Bebas (Xi) Terhadap Peubah Tidak Bebas (Y) Berdasarkan hasil penelitian terbukti, ada pengaruh yang nyata antara variabel bebas (Umur petani, Tingkat pendidikan formal, Motivasi, Materi penyuluhan, Prinsip Metoda penyuluhan dan Perlengkapan penyuluhan) secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebas (Persepsi efektifitas penyuluhan pertanian). Pernyataan ini dibuktikan oleh uji-f, diketahui nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel yaitu, F hitung (3,237) > F tabel (2,46). Berdasarkan hasil komputasi diketahui nilai R Square 0,545. Nilai tersebut mengartikan bahwa, persepsi efektifitas penyuluhan pertanian dapat dijelaskan dan dipengaruhi oleh peubah bebas sebesar 41,80% sisanya sebesar 58,20%, dijelaskan dan dipengaruhi oleh peubah lain dalam penelitian ini. Sedangkan nilai multiple-r yang didapat adalah 0,647 (mendekati 1 dan arahnya positif). Artinya, secara bersama-sama peubah bebas (X) mempunyai hubungan yang erat dengan peubah tidak bebas (Y), bila peubah bebas meningkat secara bersamaan maka peubah tidak bebas ikut meningkat, dan sebaliknya penurunan variabel bebas secara bersama-sama menyebabkan penurunan pula pada variabel tidak bebas. 5.2. Pengaruh Masing-Masing Peubah Bebas Terhadap Peubah Tidak Bebas 5.2.1. Pengaruh Peubah Umur Petani (X1) Terhadap Persepsi Efektifitas Penyuluhan Pertanian (Y) Umur biasanya dihubungkan dengan daya terima seseorang terhadap hal yang baru. Bagi yang berumur tua ada kecenderungan sulit menerima sesuatu yang bersifat baru, karena selalu bertahan dengan nilai-nilai lama. Hadirnya sesuatu yang baru relatif akan lebih sulit diterima oleh golongan tua dibandingkan dengan golongan muda. Pohan (1971, lihat Kusomowardani, 1996). 65

66 Berdasarkan hasil penelitian, diketahui umur petani tidak berpengaruh secara nyata terhadap persepsi efektifitas penyuluhan pertanian di Kelompok Tani Margo Tani II. Pernyataan ini dibuktikan melalui hasil uji-t, dimana nilai t-hitung lebih kecil dari nilai t-tabel yaitu -0,180 < 1,70329. Hal ini berarti menolak hipotesa awal yang menyatakan bahwa umur petani berpengaruh terhadap persepsi efektifitas penyuluhan pertanian. Berdasarkan Tabel 4.9. persentase tertinggi sebesar 44,12 % (15 orang) merupakan responden yang memiliki umur antara 31 sampai 40 tahun. Persentase sebesar 29,41 % (10 orang) adalah responden yang memiliki umur antara 41 sampai 50 tahun. Sedangkan persentase sebesar 14,71 % (5 orang) adalah responden yang memiliki umur 61-70 tahun. Sisanya persentase sebesar 8,82 % (3 orang) dan 2,94 % (1 orang) masing- masing dimiliki oleh responden yang berumur 51 sampai 60 tahun dan responden dengan umur 20 sampai 30 tahun. Hal ini berarti bahwa responden yang berada pada umur produktif dan persentase yang paling banyak, yaitu pada 44,12 % atau 15 orang. Hal ini menunjukkan bahwa umur petani tidak berpengaruh terhadap persepsi efektifitas penyuluhan pertanian disebabkan karena tidak ada perbedaan umur antara petani yang usianya sudah lanjut dengan petani yang masih muda dalam memahami kegiatan penyuluhan. Artinya petani yang berumur tua ataupun muda sama-sama memiliki tingkat pemahaman yang sama mengenai usahatani mereka dan tidak ada perbedaannya. Apalagi dalam hal ini mengenai usahatani beternak yang sudah menjadi usahatani turun-temurun dari keluarga mereka.. 5.2.2. Pengaruh Peubah Tingkat Pendidikan Formal (X2) Terhadap Persepsi Efektifitas Penyuluhan Pertanian (Y) Berdasarkan hasil penelitian, diketahui tingkat pendidikan formal tidak berpengaruh secara nyata terhadap persepsi efektifitas penyuluhan pertanian di Kelompok Tani Margo Tani II. Pernyataan ini dibuktikan melalui hasil uji-t, dimana nilai t-hitung lebih kecil dari nilai t-tabel yaitu 0,177 < 1,70329. Hal ini berarti menolak hipotesa awal yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan formal berpengaruh terhadap persepsi efektifitas penyuluhan pertanian. Tingkat

67 pendidikan formal yang semakin tinggi berarti pengetahuan yang dimilikinya juga tinggi sehingga tentu saja akan lebih mantap memahami materi penyuluhan pertanian yang diberikan penyuluh. Tingkat pendidikan formal tidak berpengaruh terhadap persepsi efektifitas penyuluhan pertanian, hal ini berarti tinggi rendahnya tingkat pendidikan petani tidak mempengaruhi persepsi efektifitas pertanian. Hasil yang tidak signifikan ini terjadi karena jenjang pendidikan rata-rata yang dicapai hanyalah tamatan SD. Hal ini dapat dilihat pada Tabel.4.10 dimana sebanyak 18 orang atau 52,94 % adalah tamatan SD, 5 orang (14,71 %) tamat SLTP, 9 orang (26,47 %) tamat SLTA dan tidak tamat SD hanya 2 orang (5,88 %). Dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan petani responden pada umumnya adalah tamatan SD. Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan responden secara umum masih tergolong rendah. Ketidakseimbangan tingkat pendidikan responden ini kemungkinan menyebabkan jawaban yang kurang variatif, sehingga kurang menggambarkan apakah tingkat pendidikan mempengaruhi. Tidak adanya pengaruh yang nyata antara tingkat pendidikan formal dengan persepsi efektifitas penyuluhan pertanian juga di duga disebabkan karena banyak petani responden yang pendidikannya masih rendah yaitu tamatan SD. Walaupun ada 9 orang tamatan SLTA, namun dalam mengikuti penyuluhan dan memahami materi penyuluhan pertanian tidak begitu dibutuhkan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan formal yang tinggi melainkan ketrampilan yang lebih diperlukan. Dan juga tidak ada perbedaan pengetahuan. untuk menjadi seorang petani terutama dalam hal ini berusaha tani ternak tidaklah dibutuhkan seorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, melainkan keahliannya yang lebih diperlukan, bahkan belum tentu petani yang berpendidikan tinggi, keahliannya tinggi. Karena faktor pengalaman dan keahlian disini yang sangat besar peranannya. Dan juga diduga tidak adanya pengaruh yang nyata antara tingkat pendidikan dengan persepsi efektifitas penyuluhan pertanian ini dikarenakan pengalaman berusaha tani yang didapat petani tidak didapat didalam bangku pendidikan atau dengan sekolah melainkan diperoleh secara turun-temurun dari

68 keluarganya yang juga petani. Hal ini berarti karena faktor pengalaman petani dalam berusaha tani yang sudah lama diusahakannya sejak dulu. Selain itu, untuk memahami materi penyuluhan tidak perlu mempunyai intelegensi yang tinggi. Berpendidikan tinggi ataupun rendah, seseorang akan yang telah memutuskan sebagai petani akan melakukan budidaya sesuai keinginannya. Petani akan melakukan usahatani ternak sapi dalam hal ini produksi susu perah tanpa memperhatikan pendidikan formal yang dimiliki. Mereka melakukan produksi susu perah sesuai dengan keinginannya dengan berbagai pertimbangan yang mereka miliki. Berdasarkan hal tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat pengaruh antara tingkat pendidikan formal petani responden dengan persepsi efektifitas penyuluhan pertanian, karena pada tingkat pendidikan formal berapapun petani bisa memahami materi penyuluhan yang diberikan penyuluh. 5.2.3. Pengaruh Peubah Motivasi (X3) Terhadap Persepsi Efektifitas penyuluhan Pertanian (Y) Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa motivasi berpengaruh secara nyata terhadap persepsi efektifitas penyuluhan pertanian di Kelompok Tani Margo Tani II. Pernyataan ini dibuktikan melalui hasil uji-t, dimana nilai t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel yaitu 2,289 > 1,70329. Hal ini berarti mendukung hipotesa awal yang menyatakan bahwa motivasi berpengaruh terhadap persepsi efektifitas penyuluhan pertanian. Motivasi dapat diartikan dorongan atau support dari diri seseorang untuk mencapai maksud atau tujuan tertentu. Hasibuan (1991, lihat Sinaga, 2002) mengatakan bahwa motivasi menjadi sangat penting karena merupakan hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Adanya motivasi akan menyebabkan petani bekerja dengan sebaik-baiknya sekiranya petani tersebut yakin akan mendapatkan imbalan yang berhubungan langsung dengan kerja itu. Motivasi berpengaruh terhadap tingkat efektifitas penyuluhan pertanian disebabkan karena ada karena timbal balik antara apa yang dibutuhkan responden

69 atau apa yang menjadi tujuan responden dengan keyakinan responden terhadap efektifitas penyuluhan pertanian yang dapat memberi kepuasaan terhadap pemenuhan kebutuhan atau pencapaian tujuan responden. Semakin tinggi motivasi petani akan meningkatkan pendapatan, peningkatan pengetahuan dan keterampilan, perubahan sikap kearah yang lebih baik dan maju, dan motivasi untuk bertemu/berkumpul dengan teman atau bersosialisasi, hal ini berarti bahwa semakin tinggi motivasi petani akan semakin tinggi pula tingkat efektifitas penyuluhan pertanian. Semakin kuat motivasi maka makin besar keinginan untuk meningkatkan pendapatan yang akhirnya akan memberikan hasil yang positif. Dengan demikian semakin tinggi motivasi yang dimiliki petani untuk mencapai tujuan, maka semakin tinggi persepsi efektifitas penyuluhan pertanian. 5.2.4. Pengaruh Peubah Materi Penyuluhan (X4) Terhadap Persepsi Efektifitas Penyuluhan Pertanian (Y) Menurut Kartasapoetra (1987) materi penyuluhan harus sesuai dengan kebutuhan sasaran (petani) dengan demikian petani akan tertarik perhatian dan terangsang untuk mempraktekkannya. Materi yang menarik perhatian para petani tentunya adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan usaha perbaikan produksi, perbaikan pendapatan dan perbaikan tingkat kehidupannya. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui materi penyuluhan berpengaruh secara nyata terhadap persepsi efektifitas penyuluhan pertanian di Kelompok Tani Margo Tani II. Pernyataan ini dibuktikan melalui hasil uji-t, dimana nilai t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel yaitu -2,266 > 1,70329 tetapi arahnya berlawanan. Hal ini berarti menerima hipotesa awal yang menyatakan bahwa materi penyuluhan berpengaruh terhadap persepsi efektifitas penyuluhan pertanian. Tetapi semakin tinggi materi penyuluuhan yang diberikan maka semakin rendah persepsi efektifitas penyuluhan pertanian. Hal ini diduga karena materi yang diberikan oleh Petugas Penyuluhan Lapangan merupakan rekomendasi atau permintaan dari petani dalam hal ini untuk memecahkan masalah yang dihadapi petani responden pada saat itu. Materi

70 penyuluhan sangatlah beragam, dan beragam pula sumber informasi yang dijadikan materi penyuluhan sehingga tidak semua masalah petani responden dalam hal ini tentang beternak tidak bisa langsung dipecahkan atau diselesaikan oleh PPL dengan secara cepat, karena beragam masalah yang dihadapi petani responden pada saat itu. Atau dengan kata lain setiap responden mempunyai masalah yang berbeda-beda dan materi yang diberikan belum menyentuh kebuthan-kebutuhan dalam rangka meningkatkan produksi pertaniannya. Dan diduga juga karena materi yang berasal dari lembaga-lembaga resmi (pemerintah dan atau swasta) seringkali tidak sesuai dengan kondisi responden, meskipun telah teruji melalui metoda ilmiah tertentu. Hal ini mungkin disebabkan karena, baik lingkungan fisik maupun sumberdaya yang digunakan tidak selalu sama seperti yang dimiliki atau yang dapat dimanfaatkan oleh responden, khususnya yang berkaitan dengan: peralatan yang digunakan, pengetahuan dan ketrampilan yang dikuasai dan tersedianya modal yang terbatas. Sehingga materi penyuluhan tersebut secara teknis tak dapat dilaksanakan dan oleh karena itu materi berpengaruh terhadap persepsi efektifitas penyuluhan pertanian tetapi pengaruhnya kearah negatif, artinya semakin tinggi materi penyuluhan maka semakin rendah persepsi efektifitas penyuluhan pertanian 5.2.5. Pengaruh Peubah Prinsip Metode Penyuluhan (X5) Terhadap Persepsi Efektifitas Penyuluhan Pertanian (Y) Sebelum menentukan metode penyuluhan yang akan dipakai sebaiknya penyuluh perlu menjadikan prinsip-prinsip metode penyuluhan sebagai landasan untuk memilih metode yang tepat. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui prinsip metode penyuluhan tidak berpengaruh secara nyata terhadap tingkat efektifitas penyuluhan pertanian di Kelompok Tani Margo Tani II. Pernyataan ini dibuktikan melalui hasil uji-t, dimana nilai t-hitung lebih kecil dari nilai t-tabel yaitu -1,149 < 1,70329. Hal ini berarti menolak hipotesa awal yang menyatakan bahwa prinsip metode penyuluhan berpengaruh terhadap persepsi efektifitas penyuluhan pertanian.

71 Sebelum menemukan metode yang tepat penyuluh hendaknya mempunyai landasan yaitu yang disebut Prinsip-prinsip metode penyuluhan. Prinsip-prinsip metode penyuluhan yaitu : 1) Upaya Pengembangan berpikir kreatif ; 2) Tempat yg paling baik adalah di tempat kegiatan sasaran ; 3) Setiap individu terkait dengan lingkungan sosialnya ; 4) Ciptakan hubungan yang akrab dengan sasaran ; 5) Memberikan sesuatu untuk terjadinya perubahan. Dengan prinsip-prinsip tersebut penyuluh dapat menjadikan landasan untuk memilih metode yang tepat. Prinsip metode penyuluhan tidak berpengaruh terhadap persepsi efektifitas penyuluhan pertanian diduga disebabkan karena prinsip-prinsip metode penyuluhan belum diterapkan penyuluh terhadap petani hal ini bisa dilihat dengan kegiatan penyuluhan yang tidak pernah dilaksanakan dilapangan (dilingkungan kegiatan usahatani) melainkan didalam balai desa. Sehingga penyuluh belum dapat memahami betul keadaan petani termasuk masalah-masalah yang dihadapi petani. Selain itu juga prinsip metode penyuluhan tidak berpengaruh diduga karena penyuluh belum mampu memberikan metode yang sejauh mungkin dapat mengembangkan daya nalar dan kreativitas petani hal ini dapat dilihat bahwa metode yang diberikan penyuluh terhadap petani responden kebanyakan metode ceramah, metode demonstrasi juga sering digunakan tetapi sangatlah jarang. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), metode ceramah ini kurang efektif karena mempunyai kelemahan yaitu bahwa yang diucapkan penyuluh biasanya mudah dilupakan dibandingkan dengan tertulis. Juga sulit untuk mempertahankan perhatian hadirin terhadap pokok ceramah lebih dari 15 menit, kecuali jika ceramah sangat dinamis dan menarik. Ceramah dan pidato juga merupakan metode yang lemah untuk mengajarkan penerapan informasi. Metode ini harus digabung dengan diskusi dan demonstrasi untuk mencapai tujuan. Dari penjelasan diatas disimpulkan bahwa prinsip metode penyuluhan tidak berpengaruh terhadap persepsi efektifitas penyuluhan dikarenakan penyuluh belum dapat menerapkan prinsip-prinsip metode penyuluhan dengan tepat.

72 5.2.6. Pengaruh Peubah Perlengkapan Penyuluhan (X6) Terhadap Persepsi Efektifitas Penyuluhan Pertanian (Y) Didalam penyuluhan, perlengkapan penyuluhan sangat penting untuk: membantu kelancaran pelaksanaan penyuluhan maupun untuk memperjelas materi yang disampaikan agar mudah diingat dan dipahami oleh masyarakat penerima manfaatnya (Mardikanto, 2009). Berdasarkan hasil penelitian, diketahui perlengkapan penyuluhan berpengaruh secara nyata terhadap persepsi efektifitas penyuluhan pertanian di Kelompok Tani Margo Tani II. Pernyataan ini dibuktikan melalui hasil uji-t, dimana nilai t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel yaitu 3,232 > 1,70329. Hal ini berarti mendukung hipotesa awal yang menyatakan bahwa perlengkapan penyuluhan berpengaruh terhadap persepsi efektifitas penyuluhan pertanian. Perlengkapan penyuluhan berpengaruh terhadap persepsi efektifitas penyuluhan pertanian hal ini berarti semakin baik dan lengkap perlengkapan penyuluhan semakin tinggi persepsi efektifitas penyuluhan pertanian. Dalam hal ini penyuluhan lebih efektif, karena dengan adanya perlengkapan penyuluhan membuat petani responden lebih cepat menerima dan memahami segala sesuatu yang dimaksudkan penyuluh. Dan juga perlengkapan penyuluhan yang digunakan penyuluh dapat menjelaskan isi dari materi penyuluhan, sehingga petani responden dapat mengingat dan tidak mudah melupakan kegiatan penyuluhan yang diikuti petani responden. Selain itu juga dengan adanya perlengkapan penyuluhan dapat menghemat waktu yang diperlukan penyuluh untuk menjelaskan materi yang ingin disampaikan atau dijelaskan. Perlengkapan yang baik dan sesuai akan menarik perhatian petani responden, sehingga lebih mengkonsentrasikan diri untuk mengikuti penyuluhan yang sedang dilaksanakan oleh penyuluh yang bersangkutan. Dengan demikian, semakin lengkap dan sesuai perlengkapan yang digunakan penyuluh maka semakin tinggi persepsi efektifitas penyuluhan pertanian.