III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi alamnya sangat mendukung untuk mengembangkan usaha tersebut, namun kenyataannya kegiatan budidaya dan agroindustri sutera alam semakin ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia. Biaya produksi dalam pengolahan sutera yang kian mahal dan tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh, ditambah dengan keuletan yang harus dimiliki dalam pemeliharaan ulat menjadi kendala utama dalam mempertahankan keberadaan agroindustri sutera alam. Rumah Sutera Alam (RSA) yang terletak di Ciapus Bogor merupakan salah satu agroindustri sutera yang sampai saat ini masih bertahan di Jawa Barat. Sama halnya dengan agroindustri sutera lainnya, keuntungan yang dihasilkan berada dibawah biaya produksi yang dikeluarkan. RSA masih mampu bertahan karena dibantu dengan sektor agrowisata yang dibuat dan dikelola sendiri oleh pemilik dan karyawan-karyawannya. Hal ini membuat usaha pengolahan sutera menjadi sedikit dikesampingkan, karena perusahaan lebih mengutamakan pemasukan dari bidang agrowisata yang dimilikinya, sehingga kurang maksimal dalam menjalani peran sebagai produsen sutera. Sampai saat ini produk dengan jumlah terbanyak yang dihasilkan oleh RSA adalah benang sutera matang (thrown silk). Keputusan mengenai jumlah dari masing-masing produk yang akan diproduksi didasarkan pada ketersediaan sarana dan sumberdaya manusia terampil yang dibutuhkan selama proses produksi berlangsung. Sementara untuk memasarkan produknya, RSA lebih banyak menjualnya kepada konsumen skala besar seperti penenun atau pembatik. Banyaknya permintaan yang tidak didukung oleh ketersediaan produk yang memadai, membuat pemasaran produk menjadi terbatas sehingga pihak perusahaan tidak memikirkan potensi pasar, biaya pengiriman, jarak, dan sebagainya. Padahal, dengan mengoptimalkan pengolahan produk unggulan dan pasar yang potensial, dapat menjadi solusi dari masalah keterbatasan pemasukan perusahaan. Selain kedua hal tersebut, pasokan bahan baku berupa kokon yang diperoleh dari mitra plasma (petani ulat), mempunyai kuantitas dan kualitas yang masih kurang menurut pihak perusahaan, namun sampai saat ini belum ada tindak lanjut perusahaan mengenai hal itu. Dalam hal ini, RSA yang berperan sebagai perusahaan inti masih belum dapat menyaring dan mengawasi para plasma dengan baik. Keuletan dalam memelihara ulat adalah hal utama yang wajib dimiliki oleh plasma, karena salah satu kunci keberhasilan dalam menghasilkan kokon yang baik, adalah dengan menghasilkan ulat yang baik dan sehat pula. Selain itu, faktor-faktor pendukung lainnya juga dapat menjadi kunci kesuksesan dalam menghasilkan kokon yang berkualitas. Pihak RSA sebaiknya dapat memilih dan meninjau keberadaan para plasma terlebih dahulu sebelum membuat kesepakatan dalam proses jual-beli dan pemeliharaan. Perlu adanya solusi untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam agroindustri sutera alam ini. Salah satu solusi yang diharapkan dapat membantu perusahaan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut yaitu dengan membuat suatu sistem penunjang keputusan yang dapat membantu pengambil keputusan memilih berbagai alternatif keputusan berupa hasil pengolahan informasi-informasi yang diperoleh. Sistem ini dilengkapi dengan 19
model-model pemilihan yang merupakan representasi dari permasalahan yang ada di perusahaan. Model-model yang tersedia yaitu model pemilihan produk prospektif, model pemilihan pasar potensial, dan model pemilihan strategi plasma unggul. Selain itu, dalam sistem ini juga dilengkapi dengan model pengukuran kinerja perusahaan. Model tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran lebih jauh mengenai kinerja agroindustri ini. Pengembangan sistem ini dipadukan dengan manajemen rantai pasok guna memperlancar setiap informasi dan produk, mulai dari suplier sampai dengan konsumen, agar tercipta suatu hubungan teratur dari hulu ke hilir. Selain itu, dalam program aplikasi Letulet juga dilengkapi dengan informasiinformasi mengenai budidaya ulat, proses pengolahan benang, standar mutu kokon kering dan benang sutera berdasarkan SNI, dan mekanisme manajemen rantai pasok dalam agroindustri sutera alam. Diagram kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Diagram alir kerangka pemikiran 20
B. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan sekumpulan elemen-elemen yang berada dalam keadaan yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Pendekatan sistem merupakan suatu metode pemecahan masalah yang dimulai dengan identifikasi dan analisa kebutuhan, serta diakhiri dengan hasil berupa sistem operasi yang efektif dan efisien. Marimin (2004) menyatakan bahwa pada dasarnya pendekatan sistem adalah penerapan sistem ilmiah dan manajemen. Dengan cara ini, hendak diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan keberhasilan suatu organisasi atau sistem. Metode ilmiah dapat menghindarkan manajemen mengambil kesimpulan yang sederhana dan searah oleh suatu faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan sistem dan memberikan dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem. Pendekatan sistem ini dicirikan dengan adanya metodologi perencanaan atau pengelolaan yang bersifat multidisiplin dan teroganisir, penggunaan model matematika, mampu berpikir secara kualitatif, penggunaan teknik simulasi, dan optimasi, serta diaplikasikan dengan computer. Pendekatan sistem dengan model yaitu suatu abstraksi keadaan nyata atau penyederhanaan sistem nyata untuk memudahkan pengkajian suatu sistem (Eriyatno, 1999) 1. Analisa Kebutuhan Analisa kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem. Analisa ini dinyatakan dalam kebutuhan-kebutuhan yang ada, kemudian dilakukan tahapan pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang telah dideskripsikan. Analisa kebutuhan selalu menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Analisa ini dapat meliputi hasil survey, pendapat ahli, observasi lapangan, dan sebagainya (Marimin, 2004). Komponen-komponen yang terdapat dalam sistem mempunyai kebutuhan yang berbeda sesuai dengan fungsi dan tujuannya. Komponen-komponen yang berpengaruh dalam pengembangan sistem ini adalah sebagai berikut : a. Pelaku Industri (Perusahaan Inti) Memperoleh keuntungan yang maksimal Potensi mengembangkan industri lebih besar Bahan baku yang diperoleh berkualitas Kinerja agroindustri meningkat b. Pemerintah Terjaganya agroindustri sutera alam Menurunnya angka pengangguran Meningkatkan pendapatan daerah c. Lembaga Litbang Pengembangan dan inovasi produk Adanya upaya mengembangkan industri sutera alam d. Plasma Meningkatkan pendapatan Meningkatkan kepercayaan perusahaan inti Bahan baku yang dihasilkan berkualitas 21
e. Konsumen Mendapatkan produk dengan harga yang sesuai dan berkualitas 2. Formulasi Permasalahan Peluang pasar dan potensi produksi sutera alam relatif besar, namun pada kenyataannya perkembangan produksi dan ketersediaan produk di pasaran relatif masih lambat dibandingkan dengan laju konsumsi dan permintaan produk. Agoindustri sutera bersifat strategis karena sutera diperlukan untuk pemenuhan sumber sandang masyarakat sehingga permintaannya bersifat kontinyu. Salah satu penyebab sulit berkembangnya agroindustri sutera di Indonesia, yaitu karena masyarakat merasa bahwa keuntungan yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan biaya produksi. Selain itu, panjangnya proses yang dilakukan untuk produksi dan lamanya proses perputaran uang di dalamnya membuat agroindustri sutera alam ini dilirik oleh masyarakat sebagai peluang usaha. Rumah Sutera Alam (RSA) Bogor merupakan salah satu usaha agroindustri sutera alam yang sengaja dibangun oleh pemiliknya sebagai usaha sampingan. RSA kini lebih dikenal sebagai agrowisata dibandingkan agroindustri oleh masyarakat. Besarnya penghasilan yang diberikan dari sektor industri yang dirasa kurang maksimal menuntut RSA lebih kreatif menciptakan usaha lain di bidang wisata dan edukatif. Hal ini membuat pengembangan RSA sebagai salah satu industri yang dapat diandalkan untuk menyumbangkan produknya ke pasaran menjadi berkurang. 3. Identifikasi Sistem Identifikasi sistem dilakukan sebagai langkah awal dalam merancang dan mengidentifikasi keperluan sistem. Identifikasi sistem juga merupakan suatu mata rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari permasalahan yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan tersebut (Marimin, 2004). Identifikasi sistem bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap sistem yang dikaji dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat dan diagram input-ouput. Dalam tahap ini diidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung dalam rantai pasok sutera alam. a. Diagram Lingkar Sebab Akibat Diagram sebab akibat menggambarkan interkoneksi antar peubah-peubah penting yang diturunkan dari identifikasi kebutuhan dan masalah yang telah diformulasikan pada suatu sistem tertutup. Hubungan antara komponen tersebut dapat positif atau negatif, dapat berlangsung searah dan dapat juga bersifat timbal balik. Selain itu, diagram sebab akibat harus mempertimbangkan komponen-komponen yang digambarkan pada diagram input-output (Marimin 2004). Diagram sebab akibat sistem disajikan pada Gambar 6. Berdasarkan diagram tersebut, dapat dilihat bahwa agroindustri sutera alam akan meningkat jika motivasi beternak sutera juga meningkat, dan tingginya motivasi beternak ulat sutera dipengaruhi juga tingginya keuntungan dari hasil beternak ulat sutera dan begitu selanjutnya. 22
Kualitas produk Potensi pemasaran Keuletan pemeliharaan Daya beli konsumen Keuntungan tinggi Kontinuitas suplai Motivasi beternak sutera Agroindustri sutera alam Pandangan miring terhadap agroindustri sutera - Kesejahteraan petani sutera Stabilitas harga - Import produk Pendapatan daerah Keterangan : Gambar 6. Diagram Lingkar Sebab-Akibat b. Diagram Input Output Analisis sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasokan dilakukan dengan pendekatan bottom up yang dimulai dengan identifikasi kebutuhan pengguna sehingga menghasilkan rancang diagram input-output sistem. Diagram input-output menggambarkan skema identifikasi didasarkan pada masukan dan keluaran model yang dikembangkan dengan dilengkapi dengan operasi awal yang dilakukan (Marimin 2004). Gambar 7 menggambarkan diagram input output dari Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Sutera Alam. 23
Gambar 7. Diagram input-output C. TATA LAKSANA 1. Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dibutuhkan pada penelitian ini dilakukan melalui metode sebagai berikut : a. Studi pustaka Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data dan informasi mengenai metode budidaya dan pengolahan sutera serta informasi mengenai rantai pasok. Studi pustaka dilakukan beberapa tempat, yaitu : Perpustakaan LSI IPB Perpustakaan Rumah Sutera Alam Subdit Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan b. Obervasi Observasi (pengamatan langsung) dilakukan di Rumah Sutera Alam Ciapus, Bogor selama bulan April-Juli 2010, untuk memperoleh informasi mengenai proses budidaya dan pengolahan kokon menjadi benang dan kain yang dilakukan perusahaan. c. Wawancara Wawancara dilakukan dengan pakar yang berkaitan dengan agroindustri sutera alam, pihak pemerintah dalam hal ini adalah Departemen Kehutanan, dan pihak lembaga penelitian dalam hal ini adalah pihak Balai Sutera Alam. Wawancara dilakukan dalam penentuan prioritas mengenai produk prospektif, pasar potensial, dan penentuan strategi pemilihan plasma unggul dengan menggunakan kuesioner serta memperoleh informasi tambahan mengenai model-model 24
tersebut. Teknik wawancara yang digunakan adalah teknik wawancara individual, dimana pewawancara memberikan pertanyaan yang berstruktur kepada beberapa responden. 2. Pengolahan dan Analisis Data Pada pengembangan sistem, analisis data dilakukan dengan menggunakan metode MPE dan AHP. Wawancara dengan pakar dilakukan dengan pengisian kuesioner. Sebelum membuat operasi fungsi dalam sistem, data dari hasil kuesioner untuk model pemilihan produk prospektif dan pasar potensial diolah dengan menggunakan Ms. Excel 2007 (Microsoft Inc. 2006) terlebih dahulu dengan metode MPE. Sementara data dari hasil kuesioner untuk model pemilihan strategi plasma unggul dan model pemilihan metrik pengukuran kinerja tersebut dianalisis menggunakan perangkat lunak Expert Choice (Expert Choice, Inc. 2000). Hasil analisis data kuesioner tersebut menjadi bobot prioritas tujuan dari pemilihan strategi plasma unggul dan bobot prioritas tujuan dari pemilihan matriks penilaian kinerja. Pada model pengukuran kinerja, pemilihan matrik kinerja dilakukan dengan menggunakan metode AHP yang dikombinasikan dengan SCOR. SCOR merupakan salah satu pendekatan untuk mengukur kinerja rantai pasok perusahaan secara keseluruhan. Model SCOR yang digunakan pada penelitian ini adalah SCOR versi 8.0. SCOR versi terbaru, yaitu SCOR versi 10.0 menggambarkan kebutuhan pelatihan dan pengukuran kinerja individu untuk masing-masing proses sehingga pemimpin dapat menemukan dan mengembangkan orang-orang yang memiliki keahlian dan pengalaman (Anonim 2011). Tiga bobot prioritas terbesar pada bobot prioritas tujuan dari model pemilihan matriks penilaian kinerja akan dijadikan sebagai poin penilaian mewakili keseluruhan matriks yang ada. Kemudian dari ketiga poin penilaian tersebut, keluaran yang diterima oleh pengguna akan ditambahkan dengan rekomendasi dari sistem berupa saran perbaikan yang bersifat umum. SCOR adalah referensi model proses yang memungkinkan perusahaan untuk mengubah rantai pasokan mereka dengan pemetaan proses rantai pasokan, menentukan dimana link lemah, dan mengukur kinerja yang dibandingkan dengan target perusahaan standar industri. Metode ini terdiri atas beberapa lapisan yang semakin rinci, yang memungkinkan perusahaan untuk memeriksa hubungan mereka dengan mitra, pemasok dan pelanggan (Supply Chain Council 2006). Namun, metode SCOR ini juga mempunyai kekurangan, yaitu hanya menilai kinerja dari dua perspektif saja. Penilaian internal dilakukan oleh pihak perusahaan dan penilaian ektsternal yang hanya diwakili oleh customer. Metrik-metrik pengukuran dalam SCOR juga memberikan sistem pengukuran yang masih bersifat generik bagi para penggunanya (Ervil 2010). 3. Pengembangan Sistem Setelah permasalahan dan informasi teridentifikasi dirancang, dilanjutkan dengan tahap persiapan meliputi pengumpulan data melalui studi pustaka, observasi, dan wawancara serta tahap pengolahan dan analisis data. Sementara, tahap pengembangan dilakukan dengan mengembangkan Sistem Manajemen Basis Data dan Sistem Manajemen Basis Model yang dihubungkan dengan sistem pengolahan terpusat serta sistem manajemen basis dialog yang mempermudah komunikasi antara pengguna dan komputer. 25
a. Sistem Manajemen Basis Data Manajemen Basis Data merupakan salah satu komponen penting dari suatu sistem karena adanya perbedaan kebutuhan data. Basis data merupakan mekanisasi integrasi berbagai jenis data internal dan eksternal. Ada kemungkinan basis data harus dimanipulasi atau diubah dalam penggunaannya agar dapat menghasilkan model tertentu. b. Sistem Manajemen Basis Model Sistem manajemen basis model merupakan bagian dari sistem sistem penunjang keputusan yang memberikan fasilitas pengelolaan model untuk mengkomputasikan pengambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam pemodelan. Sistem ini meliputi berbagai formulasi matematika sebagai penunjang dalam pengambilan keputusan (decision making). Sistem manajemen basis model Letulet terdiri atas empat model, yaitu model pemilihan produk prospektif, model pemilihan pasar potensial, model strategi pemilihan plasma unggul, dan model pengukuran kinerja perusahaan. Model produk prospektif dan pasar potensial merupakan model yang digunakan untuk menentukan jenis olahan sutera alam dan pasar penjualan yang akan diprioritaskan dalam produksi dan pemasaran. Kedua model tersebut menggunakan metode MPE. Model strategi pemilihan plasma unggul digunakan untuk menentukan strategi penilaian perusahaan dalam memilih mitra plasma yang dianggap unggul dan dilakukan pembobotan dengan menggunakan AHP. Sementara model pengukuran kinerja perusahaan digunakan untuk mengukur kinerja atau performa perusahaan dan dilakukan dengan metode SCOR yang dikombinasikan dengan AHP. c. Implementasi Koordinasi dilakukan pada tahap ini antara basis data dan basis model yang akan diimplementasikan dalam suatu program komputer. Pengembangan sistem ini menggunakan XAMPP 2.5 (Apache 2007) dan pengembangan basis datanya menggunakan My SQL (Oracle 2010). d. Verifikasi Verifikasi adalah proses pemeriksaan apakah logika operasional model (program komputer) sesuai dengan logika diagram alur (Sargent 2007). Pada tahap ini dilakukan perbandingan hasil perhitungan program aplikasi Letulet dengan yang dilakukan menggunakan perangkat lunak Ms. Excel 2007 (Microsoft Inc. 2006). Verifikasi diperlukan untuk memeriksa adanya kesalahan-kesalahan yang dilakukan pada tahap implementasi. Dengan adanya tahap verifikasi kesalahan yang terjadi dapat segera diperbaiki dengan cepat. e. Validasi Validasi dilakukan untuk mengetahui dan memastikan ketepatan konsep logika dari model yang dirancang serta hubungan yang tepat dan rasional antara input dan output yang digunakan pada model (Sargent 2007). Teknik validasi yang digunakan adalah teknik face validity. Menurut Sargent (2007), face validity merupakan teknik validasi yang dilakukan dengan menanyakan kepada pakar (orang yang berkompeten) mengenai ketepatan model dan perilaku model yang dirancang. Dalam melakukan face validity, pakar yang ditemui yaitu Drs. Wariso (Pihak Litbang/Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial) dan Rido Rachman (Pihak perusahaan yang menangani pemasaran produk dan distribusi ulat). 26