BAB V PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Sibela Kota Surakarta yang terletak di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres. Puskesmas Sibela merupakan Puskesmas rawat inap dengan wilayah kerja meliputi Puskesmas Pembantu I yang berada di wilayah Lampo Batang dan Puskesmas Pembantu II yang berada di wilayah Rinjani. Fasilitas di Puskesmas Sibela diantaranya terdapat pelayanan Poli Umum, Poli Gigi, Poli MTBS, Poli KB, Poli KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), pelayanan konsultasi gizi atau laktasi serta pelayanan rawat inap untuk umum dan persalinan. Pengambilan data dimulai pada bulan April sampai Mei 2016 dengan dengan jumlah responden suami 37 orang dari ibu hamil trimester III yang datang memeriksakan kehamilannya di Poli KIA. Poli KIA terletak di bagian depan bersebelahan dengan Poli Gigi. Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan KIA meliputi seorang dokter dan dua orang bidan. Kegiatan pemeriksaan kehamilan dilaksanakan setiap hari Rabu dan Sabtu. Salah satu program kerja di Puskesmas Sibela dalam pelayanan KIA adalah meningkatkan pelayanan kehamilan. Bentuk nyata pelayanan kehamilan di Puskesmas Sibela adalah melakukan kerjasama lintas pelayanan seperti laborat dan konsultasi gizi serta mengoptimalkan kelas ibu hamil yang dilaksanakan satu bulan sekali pada hari Sabtu minggu ketiga. 48
49 B. Tingkat Pengetahuan Suami tentang Inisiasi Menyusu Dini Pengetahuan merupakan hasil dari penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Beberapa faktor internal antara lain pendidikan, umur, dan pekerjaan. Sedangkan, faktor eksternal meliputi lungkungan dan sosial budaya. Menurut Notoatmodjo (2007). Pengetahuan merupakan dasar pembentukan tindakan seseorang. Tindakan yang didasari oleh pengetahuan kesadaran, dan sikap yang positif akan lebih langgeng daripada tindakan yang tidak didasari oleh pengetahuan. Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa suami yang berpengetahuan baik tentang Inisiasi Menyusu Dini sebanyak 10 orang (27%), disebabkan oleh tingkat pendidikan yang tinggi yaitu Pengetahuan baik jenjang pendidikan perguruan tinggi. Menurut Suradi (2010) pengetahuan merupaka n hal pertama kali yang harus diperhatikan suami dalam dalam mengambil keputusan sebab, pengetahuan tinggi menjadi dasar sikap dalam menentukan keberhasilan IMD. Pengetahuan baik tentang Inisiasi Menyusu Dini dapat dilihat dari jawaban kuisioner responden yang sudah mengetahui pengertian serta langkah-langkah selama Inisiasi Menyusu Dini. Suami yang berpengetahuan cukup sebanyak 21 orang (56,8%) dan suami yang berpengetahuan kurang sebanyak 6 orang (16,2%). Sebagian besar suami memiliki pengetahuan cukup bahkan kurang, hal ini disebabkan karena faktor pendidikan yang relatif masih rendah yaitu pendidikan suami terakhir SMA maupun SMP, hasil diatas sesuai dengan Notoatmodjo (2007) pendidikan adalah proses belajar sejalan dengan pengetahuan, pengetahuan merupakan hasil dari
50 suatu penginderaan terhadap suatu objek tertentu, serta pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang cukup atau kurang dapat dilihat dari jawaban kuisioner responden yang belum memahami pengertian dan penatalaksanaan Inisiasi Menyusu Dini seperti melakukan penimbangan terlebih dahulu setelah bayi lahir. Selain ditinjau dari faktor pendidikan, pengetahuan suami yang cukup atau kurang diakibatkan oleh suami yang belum memiliki pengalaman mendampingi persalinan atau saat proses Inisiasi Menyusu Dini. Hal ini terjadi karena suami baru mempunyai anak pertama kalinya atau sudah mempunyai anak lebih dari satu, namun anak sebelumnya tidak melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoadmojo (2007) bahwa pada dasarnya pengetahuan akan terus bertambah dan bervariatif sesuai dengan proses pengalaman yang dialami. Oleh karena itu, pengetahuan suami yang masih rendah tentang Inisiasi Menyusu Dini terjadi karena belum adanya pengalaman pribadi dari suami itu sendiri. Umur merupakan salah satu hal yang mempengaruhi tingkat pengetahuan. Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan umur suami sebagian besar adalah 20-40 tahun sebanyak 34 responden (91,9%). Umur ini termasuk golongan umur peralihan dewasa muda sehingga kemungkinan daya tangkap terhadap informasi tentang IMD cukup baik yang akan mendasari sikap mendukung terhadap Inisiasi Menyusu Dini. Hal ini sesuai dengan pendapat Papalia (2014) bahwa umur 20-40 tahun pada perkembangan kognitif, pemikiran dan perkembangan moral menjadi lebih kompleks, sehingga daya tangkap dalam memperoleh informasi yang
51 diterima cukup baik dan adanya sikap dilihat dari respon setelah penerimaan informasi tentang Inisiasi Menyusu Dini. Tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi pengetahuan. Pada tabel 4.1 mengenai tingkat pendidikan suami dapat diketahui bahwa pendidikan suami terbanyak adalah SMA berjumlah 21 orang ( 56,8%), suami berpendidikan SMP berjumlah 7 orang ( 18,9%), suami yang berpendidikan Perguruan Tinggi berjumlah 9 orang ( 24,3%). Hal ini sesuai dengan penyataan (Mubarak, 2011) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah pula dalam menerima informasi, sehingga pengetahuan yang dimiliki semakin bertambah. Demikian sebaliknya, apabila seorang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, akan menghambat perkembangan sikap dalam memperoleh informasi baru. Oleh sebab itu, tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan pengetahuan suami dalam Inisiasi Menyusu Dini. Pekerjaan juga dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, berdasarkan tabel 4.1 ditemukan hasil bahwa sebagian besar suami bekerja sebagai karyawan swasta 22 orang ( 59,5%). Suami yang bekerja sebagai karyawan swasta lebih mendukung Inisiasi Menyusu Dini dengan ikut terlibat menambah informasi tentang Inisiasi Menyusu Dini melalui berbagai sumber informasi dari faktor luar misalnya rekan kerja. Selain itu, faktor lainnya yaitu suami bisa secara langsung memperoleh akses informasi dari media atau internet yang terdapat di lingkungan pekerjaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Wawan dan Dewi (2010) Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Walaupun
52 bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu, tetapi dapat memberikan pengalaman serta pengetahuan. Lingkungan pekerjaan dapat membentuk suatu pengetahuan karena adanya saling menukar informasi tentang Inisiasi Menyusu Dini antara teman-teman di lingkungan kerja.. Paritas menunjukkan suatu pengalaman yang dialami oleh suami, pengalaman pribadi suami dapat menambah tingkat pengetahuan. Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar suami mempunyai anak lebih dari satu sebanyak 20 responden (54,1%), sementara itu suami yang akan mempunyai anak pertama sebanyak 17 orang ( 45,9 %). Adanya jumlah anak hidup dapat menunjukkan pengalaman pribadi suami dalam mendampingi proses persalinan serta Inisiasi Menyusu dini. Sehingga suami dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pengalamannya. Hal ini sesuai pendapat Notoadmojo (2007) bahwa p engalaman pribadi dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan melalui pemecahan yang dihadapi masa lalu. Menurut Azwar (2013) Pengalaman pribadi merupakan pembentukan dasar dari sikap dan pengalaman seseorang. Oleh sebab itu, sikap akan mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Dalam hal ini faktor emosional terbentuk antara suami, ibu dan bayi selama Inisiasi Menyusu Dini. Salah satu upaya petugas kesehatan dalam memberikan infomasi guna meningkatkan pengetahuan suami dilakukan dengan cara menganjurkan suami mendampingi ibu saat proses persalinan dan Inisiasi Menyusu Dini. Dalam hal ini, waktu pemberian informasi tentang Inisiasi Menyusu Dini sebagai langkah awal ASI eksklusif terdapat perbedaan. Pada Peraturan Pemerintah No 33 tahun
53 2012 Pasal 13 ayat 1 menyebutkan bahwa untuk mencapai pemanfaatan pemberian ASI eksklusif secara optimal, tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas kesehatan wajib memberikan informasi dan edukasi kepada ibu atau keluarga dari bayi yang bersangkutan sejak pemeriksaan kehamilan sampai dengan periode pemberian ASI eksklusif selesai. Pemberian informasi dan edukasi yang dimaksud adalah melalui penyuluhan, konseling dan pendampingan. Sehingga pemberian informasi oleh petugas kesehatan seharusnya dilakukan pada saat suami menemani ibu melakukan kunjungan kehamilan di fasilitas kesehatan. Apabila suami tidak bisa menemani ibu karena sibuk bekerja, pemberian informasi kepada suami dapat diberikan pada saat pertemuan warga seperti rapat, ataupun pengajian bersama. C. Sikap Suami tentang Inisiasi Menyusu Dini Berdasarkan tabel 4.3 sikap suami tentang Inisiasi Menyusu Dini dapat diketahui bahwa suami yang mempunyai sikap positif dan sikap negatif. Sikap positif adalah sikap yang mendukung, menyenangi, mendekati dan mengharapkan sedangkan sikap negatif adalah sikap yang menghindari, membenci, menjauhi dan kurang menyukai. Menurut Wawan dan Dewi, (2010) Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus maupun objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Beberapa faktor yang mempengaruhi sikap yaitu tingkat pendidikan dan adanya akses informasi. Sikap positif suami tentang Inisiasi Menyusu Dini sebanyak 21 responden (56,8%). Hal ini berhubungan dengan tingkat pengetahuan yang baik, karena
54 suami yang mempunyai pengetahuan baik akan memberikan respon yang rasional dibanding dengan pengetahuan yang kurang. Menurut Mansur dan Budiarti (2014). Sebelum pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini, sikap positif suami dapat ditunjukan dengan memberikan dukungan melalui ikut berpatisipasi aktif dalam mengambil keputusan, serta berngetahuan yang luas tentang pentingnya IMD sebagai langkah awal menyusui. Terbentuknya sikap suami sehingga memberikan dukungan positif dapat ditunjukkan dengan mempersiapkan kebutuhan ibu maupun bayi sebelum melakukan Inisiasi Menyusu Dini. Suami yang mempunyai sikap negatif sebanyak 16 responden (43,2%). Hal ini terjadi karena kurangnya keterlibatan suami dalam memperoleh informasi tentang Inisiasi Menyusu Dini sejak masa kehamilan. Sejalan pendapat Sriasih (2014) kurangnya dukungan suami selama Inisiasi disebabkan oleh kurangnya pengetahuan suami akibat belum diberikan informasi berupa konseling mengenai Inisiasi Menyusu Dini saat mendampingi ibu dalam memeriksakan kehamilan. Apabila dukungan suami kurang baik, pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini tidak berhasil, karena dukungan suami akan meningkatkan rasa percaya diri ibu dan akan menentukan kelancaran reflek let down yang sangat dipengaruhi oleh perasaan ibu. D. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Suami tentang Inisiasi Menyusu Dini Berdasarkan tabel 4.4 mengenai hubungan pengetahuan dan sikap suami tentang Inisiasi Menyusu Dini menunjukkan bahwa suami memiliki pengetahuan yang baik dengan sikap positif 8 orang (21,7 %). Hasil ini membuktikan bahwa
55 tingkat pengetahuan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang baik dari dalam maupun dari luar, sehingga semakin tinggi tingkat pengetahuan maka responden cenderung memiliki sikap positif tentang Inisiasi Menyusu Dini. Suami memiliki pengetahuan yang baik dengan sikap negatif sebanyak 2 orang (5,4%) dan suami yang mempunyai pengetahuan cukup dengan sikap negatif sebesar 8 orang (21,7 %). Pada suami yang mempunyai pengetahuan baik atau cukup, namun memiliki sikap negatif dapat terjadi karena adanya anggapan bahwa menyusui adalah urusan ibu dan bayinya. Sebagian besar suami yang mempunyai pengalaman pribadi dengan mendampingi istrinya selama proses Inisiasi Menyusu Dini menganggap menyusui adalah bukan menjadi urusan suami. Oleh karena itu, suami tidak perlu memberikan dukungan yang berlebihan. Hal ini berkaitan dengan hasil penelitian Sirajuddin (2014) yaitu banyak suami cenderung menyerahkan segala pemberian ASI pada ibu saja dan tidak perlu ikut campur dalam proses Inisiasi Menyusu Dini. Pengolahan data dilakukan pengujian menggunakan Spearman Rank dengan menggunakan SPSS for Windows version 20. Hasil analisisi dapat diperoleh yaitu koefisien korelasi π= 0,470 dengan tingkat signifikansi P sebesar 0,003 (P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap suami tentang Inisiasi Menyusu Dini. Koefisien korelasi menunjukkan kekuatan hubungan antara dua variabel yaitu sedang. Adanya kekuatan hubungan yang sedang bisa terjadi karena terdapat faktor lain yang mempengaruhi sikap yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media
56 massa, institusi/ lembaga pendidikan dan faktor emosi dari Individu (Azwar, 2013) Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat dibuktikkan bahwa hipotesis diterima yaitu terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap suami tentang Inisiasi Menyusu Dini. Hal ini sesuai dengan tinjauan teori Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan suami yang tinggi akan mampu menciptakan sikap positif suami. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan kesadaran, dan sikap yang positif akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Suami yang memiliki pengetahuan yang baik cenderung menganjurkan istrinya untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Faizah (2012) dengan judul Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Ibu Hamil tentang Inisiasi Menyusu Dini di Puskesmas Banyuanyar, Surakarta. Hasil analisis menemukan bahwa pengetahuan diatas rata-rata (65,85%) dan sikap diatas rata -rata (53,66%), sehingga didapatkan hasil adanya hubungan diantara kedua variabel dengan nilai positif. Hasil penelitian ini juga didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyawan (2012) dengan judul Hubungan Tingkat Pengetahuan Suami dengan Keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini di Tempat Persalinan Kecamatan Naggulan Kabupaten Kulon Progo dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini dengan
57 p=0,023. Apabila suami yang memiliki tingkat pengetahuan baik (78%) sebagian besar pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini berhasil (74%) E. Keterbatasan Penelitian Peneliti menyadari terdapat keterbatasan dalam penelitian ini. Pertama adalah keterbatasan pada rancangan penelitian khususnya teknik dalam pengambilan sampel. Diharapkan kedepannya penelitian lain melakukan penelitian dengan menggunakan teknik sampling yang berbeda, sehingga cakupan sampel lebih sesuai dengan tujuan penelitian. Kedua yaitu adanya faktor luar yang mempengaruhi pengetahuan tidak dikendalikan dan tidak ikut diteliti, antara lain: faktor lingkungan, adat istiadat, sosial budaya dan lain lain, sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian serta mengakibatkan hubungan antar variabel pengetahuan dan sikap tidak kuat, dengan demikian penelitian selanjutnya diharapkan memahami secara keseluruhan faktor-faktor luar yang tidak dikendalikan yang berada di tempat penelitian. Kendala dalam penelitian ini, yaitu kesulitan dalam mendapatkan responden yang mengantarkan istrinya untuk memeriksaan kehamilan ke Puskesmas dikarenakan jam kunjungan pemeriksaan kehamilan bertepatan dengan jam kerja suami. Untuk mengantisipasi adanya kendala selama penelitian, peneliti menambah teknik pengambilan data dengan cara wawancara disamping menggunakan kuisioner.
58