BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus bunuh diri di Indonesia belakangan ini dinilai cukup memprihatinkan karena angkanya cenderung meningkat. Kasus bunuh diri menempati 1 dari 10 penyebab kematian di setiap negara (Ruslan, 2012). Salah satu bentuk bunuh diri yang paling sering dilakukan adalah dalam bentuk gantung diri. Pada tahun 2011, tercatat telah tejadi 142 kasus bunuh diri di Jakarta dengan bentuk gantung diri sebanyak 82 kasus dan pada tahun 2010 angkanya sebanyak 177 kasus dengan cara gantung diri sebanyak 101 kasus (Nurdiansyah, 2012). Di Yogyakarta sendiri kasus bunuh diri juga termasuk tinggi. Salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki angka bunuh diri yang cukup tinggi adalah Gunung Kidul. Dalam kurun waktu Januari 2012 hingga Oktober 2012 tercatat 34 kasus bunuh diri, dan selama kurun 2001-2011 terdapat 314 kasus (Ismiyanto, 2012). Kasus bunuh diri sering terjadi tidak hanya di Indonesia yang merupakan negara berkembang, tetapi juga di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Bunuh 1
2 diri merupakan kasus kematian yang menempati peringkat ke-10 di Amerika Serikat, sementara pembunuhan menempati peringkat ke-16. Di negara itu, rata-rata dalam setiap 13,7 menit terjadi satu kasus bunuh diri (McIntosh & Drapeau,2012). Dalam ilmu kedokteran forensik, gantung diri termasuk dalam kategori kematian karena asfiksia (Dolinak et al., 2005). Istilah asfiksia secara umum dikaitkan dengan kekurangan oksigen, meskipun makna sebenarnya adalah tidak adanya pulsasi (Knight & Saukko, 2004). Menurut penyebabnya, asfiksia yang menyebabkan kematian dapat dikategorikan menjadi beberapa kelompok. Kasus gantung diri merupakan salah satu bentuk dari asfiksia mekanik. Asfiksia mekanik adalah istilah luas yang digunakan untuk mencakup kondisi-kondisi asfiksia yang berbeda-beda, namun pada umumnya jenazah berada pada posisi yang tidak memungkinkan untuk terjadinya proses respirasi atau terdapat tekanan pada dada, leher, atau area tubuh yang lain yang bisa menyebabkan proses respirasi menjadi sulit atau sama sekali tidak dimungkinkan (Dolinak et al., 2005). Tujuan dasar dari respirasi adalah untuk membawa oksigen sampai ke jaringan sel perifer. Segala kondisi
3 dimana terjadi gangguan pada distribusi oksigen bisa disebut sebagai asfiksia, meskipun sebenarnya terdapat istilah lain yang lebih tepat, seperti hipoksia atau anoksia (Knight & Saukko, 2004). Kekurangan oksigen dapat disebabkan oleh beberapa kondisi. Kondisi-kondisi yang bisa mengganggu proses respirasi dan bisa dianggap menyebabkan asfiksia antara lain adalah kurangnya oksigen yang ada di lingkungan, obstruksi jalan napas eksternal dan internal, keterbatasan pada pergerakan dinding dada, penyakit pada paru-paru yang menghambat pertukaran gas, penurunan fungsi jantung, berkurangnya kemampuan darah untuk mendistribusikan oksigen, dan ketidakmampuan sel pada jaringan perifer untuk menggunakan oksigen yang sudah dibawa oleh darah (Knight & Saukko, 2004). RSUP dr.sardjito adalah salah satu rumah sakit di Yogyakarta yang memiliki instalasi forensik. Di antara tahun 2001-2010, terdapat 1820 kasus yang ditangani di Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit dr.sardjito (Hou, 2012). Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran kasus asfiksia mekanik yang ditangani di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP dr.sardjito pada tahun 2007-2012.
4 B. Perumusan Masalah Bagaimanakah gambaran kasus asfiksia mekanik yang ditangani di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP dr.sardjito pada tahun 2007-2012? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui gambaran kasus asfiksia mekanik yang ditangani di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP dr.sardjito pada tahun 2007-2012. D. Keaslian Penelitian Ada beberapa penelitian sejenis yang pernah dilakukan, antara lain: 1. Penelitian Hou (2012) yang berjudul Profile of Drowning Cases During Year 2001 Until 2010 in Forensic Department of dr.sardjito Hospital. Hasil penelitian adalah terdapat 67 kematian yang ditemukan di dalam atau di dekat sumber air dari 1820 kasus yang dikirimkan ke Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit dr.sardjito dari tahun 2001 hingga tahun 2010. Korban laki-laki sebanyak 50 orang dan perempuan sebanyak 17 orang. 2. Penelitian Kurniawan (2011) yang berjudul Gambaran Kasus Kecelakaan Lalu Lintas yang
5 Dimintakan Visum et repertum di Instalasi Kedokteran Forensik dan Medicolegal RSUP dr.sardjito tahun 2009-2010. Hasil penelitian ini adalah kasus kecelakaan lalu lintas yang diperiksa di Instalasi Kedokteran Forensik dan Medicolegal RSUP dr.sardjito paling banyak terjadi di Kabupaten Sleman dan prevalensi korban laki-laki lebih banyak daripada korban perempuan. 3. Penelitian Reddy et al. (2012) yang berjudul Asphyxial Deaths at District Hospital, Tumkur: A Retrospective Study. Hasil penelitian ini adalah didapatkan 438 kasus asfiksia dari total 2288 kasus yang diperiksa di Rumah Sakit Tumkur, India. Kasus asfiksia yang paling sering terjadi adalah kasus gantung diri sebanyak 268 kasus. 4. Penelitian Nixon et al. (1995) yang berjudul Suffocation, choking, and strangulation in childhood in England and Wales: epidemiology and prevention. Hasil penelitian ini adalah didapatkan 136 kasus asfiksia pada anak di Inggris dan Wales pada tahun 1990-1991. Kasus asfiksia yang paling sering terjadi adalah kasus gantung diri sebanyak 268 kasus. Pada kasus itu didapatkan 21 kasus karena tersedak, 39 kasus karena inhalasi
6 muntahan, 29 kasus karena suffocation (mati lemas kekurangan oksigen karena terdapat sumbatan saluran nafas dari luar), dan 47 kasus karena cekikan dan gantung diri. Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis terletak pada kasus yang diteliti, tempat penelitian, dan tahun yang diteliti. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang bisa didapat dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang gambaran kasus asfiksia mekanik yang ditangani di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP dr.sardjito pada tahun 2007-2012.