I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal utama yang dapat menopang kemajuan suatu negara. Kemajuan tersebut dapat diperoleh dengan tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang. Ketercapaian tujuan pendidikan ditentukan oleh kesesuaian kurikulum dengan tujuan pendidikan, kemampuan tenaga kependidikan dalam menjalankan tanggung jawabnya, serta keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi yang diharapkan. Berdasarkan kurikulum 2013 yang sedang berlaku saat ini, ditetapkan bahwa setiap siswa harus mencapai tiga kompetensi setelah melalui proses pembelajaran. Tiga kompetensi tersebut meliputi aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude). Hal ini mengisyaratkan bahwa keluaran yang diharapkan dari proses pembelajaran bukan hanya siswa yang memiliki kompetensi di bidang pengetahuan dan keterampilan saja. Siswa juga diharapkan memiliki kompetensi yang baik dalam bersikap. IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) merupakan satu mata pelajaran yang diwajibkan bagi siswa tingkat SMP. Melalui pembelajaran IPA, siswa dapat mempelajari alam semesta beserta lingkungan disekitarnya. Pembelajaran ini dapat membantu siswa untuk mengenali diri dan lingkungannya. Pengenalan terhadap diri dan
2 lingkungan dapat memperkokoh keimanan siswa terhadap Tuhan beserta sifatsifat-nya, bersyukur terhadap nikmat, hingga muncul kecintaan dan kepedulian siswa terhadap diri dan lingkungannya. Selain itu, topik-topik pembelajaran IPA yang menuntut siswa berpikir logis dan empiris, juga dapat mengarahkan siswa untuk konsisten dalam menjaga objektivitas dan prinsip taat asas. Hal ini mengindikasikan bahwa melalui pembelajaran IPA, kompetensi sikap spiritual dan sosial siswa dapat dibentuk dan dikembangkan secara sekaligus. Indikasi ketercapaian kompetensi siswa dalam pembelajaran tentunya harus didukung dengan adanya proses penilaian yang sesuai dengan aspek-aspek yang perlu dinilai. Melakukan penilaian yang tepat merupakan salah satu keahlian yang harus dimiliki oleh guru di kelas. Penilaian yang diberikan mestinya objektif, akurat dan mencakup tiga aspek kompetensi harapan bagi siswa. Ketiga aspek tersebut adalah aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian yang demikian membutuhkan instrumen khusus yang sesuai sebagai acuan untuk mengukur ketercapaian kompetensi siswa. Pembuktian kesesuaian keadaan ideal dengan keadaan lapangan dilakukan dengan observasi di SMP IT Bustanul Ulum. Sekolah ini dipilih dengan pertimbangan bahwa sejak awal berdiri, sekolah ini telah berhasil mempraktikkan konsep pembelajaran yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan dengan agama. Kedua hal tersebut terbukti saling bersinergis dalam membentuk kualitas siswa. Melalui penerapan konsep tersebut, SMP IT Bustanul Ulum mampu menghasilkan siswasiswa berprestasi baik skala provinsi maupun nasional. Selain membentuk siswasiswa yang berpestasi, sekolah ini juga mampu melekatkan akhlak yang baik pada
diri siswa sehingga jarang ditemukan siswa yang bermasalah dari sisi moral. 3 Berdasarkan hal tersebut, diharapkan keadaan sekolah ini dapat dijadikan acuan untuk memprediksi keadaan sekolah-sekolah lain yang menerapkan konsep yang hampir sama. Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa tidak semua guru IPA melakukan penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial. Melalui penyelidikan lebih lanjut, diketahui bahwa guru-guru tersebut tidak menggunakan instrumen khusus untuk menilai kompetensi sikap spiritual dan sosial siswa. Sebagian besar guru mengaku kesulitan untuk membuat dan menggunakan instrumen penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial siswa. Sedangkan guru yang merasa tidak kesulitan dalam membuat instrumen, mengaku belum menggunakannya dalam menilai siswa karena penggunaannya yang tidak efektif dan efisien. Data tersebut menujukkan bahwa 100% guru di SMP IT Bustanul Ulum belum menggunakan instrumen khusus untuk menilai kompetensi sikap spiritual dan sosial siswa. Hasil penilaian yang tidak menggunakan instrumen akan didominasi oleh persepsi guru terhadap siswa. Sedangkan persepsi guru terhadap siswa, belum tentu sesuai dengan keadaan siswa sesungguhnya. Hal ini berarti, hasil penilaian yang dilakukan oleh guru IPA sangat mungkin tidak objektif. Guru IPA sebagai individu yang membelajarkan objektivitas, selayaknya memberikan contoh kepada siswa dan guru-guru mata pelajaran lain untuk bersikap objektif khususnya dalam penilaian. Ketidakobjektivan penilaian yang dilakukan guru IPA dapat mendorong siswa dan guru-guru mata pelajaran lain bersikap sama.
4 Ketidakobjektivan penilaian juga dapat mengurangi kepercayaan siswa dan orang tua terhadap guru, hasil penilaian yang diberikan, sekolah, bahkan mungkin sistem pendidikan yang ada. Kepercayaan siswa dan orang tua merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan proses pendidikan di sekolah. Jika proses pendidikan tidak berlangsung dengan baik, akan sulit terwujud individu-individu berkualitas yang sesuai dengan tujuan pendidikan Indonesia. Ketidakobjektivan penilaian dapat dikurangi secara signifikan dengan adanya instrumen penilaian yang telah memenuhi standar kelayakan. Observasi lanjutan dilakukan di SMP N 2 Bandar Lampung. Melalui observasi tersebut diketahui bahwa guru-guru IPA di SMP tersebut telah menggunakan instrumen untuk menilai kompetensi sikap spiritual dan sosial. Instrumen tersebut berupa lembar observasi sikap yang telah dilengkapi dengan indikatorindikator sikap yang rinci. Hanya saja, penggunaan instrumen tersebut mengharuskan guru meluangkan banyak waktu dalam pembelajaran dan di luar jadwal pembelajaran. Sebagian guru mengeluhkan padatnya jam kerja yang disertai dengan tuntutan yang tinggi. Salah satu hal yang dinilai semakin membebani guru ialah banyaknya aspek yang harus dinilai dari siswa dan masing-masing aspek harus memiliki instrumen penilaian yang telah memenuhi standar kelayakan. Hal ini tentu saja membuat guru memiliki ruang yang semakin terbatas untuk mengembangkan diri. Jika tidak diatasi, dikhawatirkan peningkatan kualitas guru tidak dapat terjadi secara signifikan. Menurut Suryabrata (2012: 303), karakteristik paling utama yang harus ada dalam instrumen penilaian ialah adalah valid dan reliabel. Sedangkan Sudaryono (2013: 103) menyatakan bahwa validitas instrumen penilaian terdiri dari validitas logis
dan empiris. Mengacu pada hal tersebut, peneliti telah mengembangkan 5 instrumen alternatif untuk menilai kompetensi sikap spiritual dan sosial yang valid secara logis, valid secara empiris, dan reliabel. Instrumen penilaian ini juga dapat dikembangkan lebih lanjut oleh guru. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah penelitian ini adalah diperlukan pengembangan instrumen alternatif untuk menilai kompetensi sikap spiritual dan sosial dalam pembelajaran sains untuk siswa SMP yang valid secara logis, valid secara empiris, dan reliabel. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan instrumen alternatif untuk menilai kompetensi sikap spiritual dan sosial dalam pembelajaran sains untuk siswa SMP yang valid secara logis, valid secara empiris, dan reliabel. D. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini, model instrumen penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial yang sudah valid secara logis, valid secara empiris, dan reliabel diberikan sebagai alternatif. Model instrumen penilaian dapat digunakan secara langsung oleh guru dan mempermudah guru untuk mengembangkan lebih lanjut menyesuaikan mata pelajaran dan pokok bahasan. Kemudahan tersebut dapat
membantu guru agar lebih efektif dalam menggunakan waktu sehingga dapat 6 meningkatkan kualitas diri. Kecukupan waktu bagi untuk meningkatkan kualitas diri diharapkan dapat meningkatan profesionalitasnya dalam melaksanakan pembelajaran. Selain itu, tingkat subjektivitas penilaian dapat dikurangi, sehingga kepercayaan orang tua terhadap sekolah semakin meningkat. Keberadaan instrumen penilaian juga semakin meyakinkan siswa bahwa keberhasilan belajar tidak hanya ditentukan oleh ditentukan oleh tingkat pengetahuan dan keterampilan. Kompetensi sikap mereka juga menjadi ukuran untuk menentukan tingkat keberhasilan belajar. Melalui keyakinan ini, siswa akan semakin bersungguhsungguh untuk memperbaiki sikap. E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah: 1. Pengembangan yang dimaksud adalah pembuatan produk instrumen penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial. 2. Sikap spiritual yang dimaksud adalah KI-1: menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya. 3. Sikap sosial dimaksud adalah KI-2: menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. 4. Validitas secara logis ditentukan berdasarkan uji validasi/uji ahli instrumen hasil pengembangan yang dilakukan oleh tiga ahli evaluasi pendidikan.
7 5. Validitas empiris dan reliabilitas ditentukan melalui uji lapang dengan subjek uji coba siswa kelas VIII 6 dan VIII 9 di SMP N 2 Bandar Lampung pada tahun pelajaran 2014/2015 yang masing-masing berjumlah 24 siswa. 6. Objek penelitian pengembangan ini adalah instrumen penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial untuk pembelajaran IPA SMP.