BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORI DAN KONSEP

TOILET TRAINING. 1) Imam Rifa i 2) Rut Aprilia Kartini 3) Sukmo Lelono 4) Sulis Ratnawati

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TOILET TRAINING. C. Faktor-Faktor Yang Mendukung Toilet Training Pada Anak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SATUAN ACARA PENYULUHAN TOILET TRAINING PADA ANAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2005). Pada periode ini anak akan mulai berjalan dan mengekplorasi rumah dan

Psikologi Terapan UI ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB I PENDAHULUAN. orang tua yang sudah memiliki anak. Enuresis telah menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL

BAB I PENDAHULUAN. etika-moral. Perkembangan anak sangat penting untuk diperhatikan karena akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan anak selanjutnya (Nursalam dkk, 2008).

TOILET TRAINING PADA ANAK DOWN SYNDROME

BAB I PENDAHULUAN. 1 tahun), usia bermain/toddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), sekolah

Tinjauan Mata Kuliah Masa TK : perkembangan fisik dan kemampuan anak berlangsung sangat cepat. Perkembangan Motorik Perkembangan motorik identik denga

BAB 1 PENDAHULUAN. terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya

BAB I PENDAHULUAN. adalah aktifitas untuk mencapai tugas perkembangan melalui toilet training.

SATUAN ACARA PENYULUHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa anak prasekolah (3-5 tahun) adalah masa yang menyenangkan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dini. Salah satu permasalahan yang sering dijumpai adalah mengompol yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 Asimetri Kemampuan usia 4 bulan. selalu meletakkan pipi ke alas secara. kedua lengan dan kepala tegak, dan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008 ) Peningkatan dan perbaikan upaya kelangsungan, parkembangan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditempat tidur (biasanya dimalam hari) atau pada pakaian disiang hari dan

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S

Tahap-tahap Tumbuh Kembang Manusia

KONSEP TUMBANG ANAK INFANT DAN TODDLER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan

SISTEM PENGELUARN (EKSKRESI )

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, manusia dalam kehidupannya mengalami tahapan

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 2 peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan

KARAKTERISTIK TAHAPAN PERKEMBANGAN MASA BAYI (0 2 TAHUN)

SISTEM PENGELUARAN (EKSKRESI ) Rahmad Gurusinga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga dalam hubungannya dengan anak diidentikkan sebagai

PERGERAKAN MAKANAN MELALUI SALURAN PENCERNAAN

BAB V HASIL PENELITIAN

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

CATATAN PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA. Blok Urinary System

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA PRA SEKOLAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi

2-3. Checklist Indikator. PERKEMBANGANANAK Usia 2-3 tahun. Sumber: Konsep Pengembangan PAUD Non Formal, Pusat Kurikulum Diknas, 2007

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

SURAT PERNYATAAN MENJADI RESPONDEN. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

Gambar 4.1 Perkembangan Fisik Manusia

Tahapan Masa Pertumbuhan Batita

KEBERHASILAN TOILET TRAINING PADA ANAK USIA 3-4 TAHUN BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN DISPOSIBLE DIAPER. Dadang Kusbiantoro

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Untuk mempelajari perkembangan anak dari usia 2 tahun, ada baiknya

BAB I PENDAHULUAN. anak yang sudah mulai memasuki fase kemandirian (Wong, 2004). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. lokasi yang berbeda menginformasikan bahwa terdapat hubungan yang. pada anak akan diikuti oleh gangguan perkembangannya.

Tumbuh kembang anak. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA ELIMINASI. Oleh : ENNO DIAN GUSDIANI L. S.Kep

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh

KONSEP KEBUTUHAN ELIMINASI MASYKUR KHAIR

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

MEMAHAMI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK BAGI PENGEMBANGAN ASPEK SENI ANAK USIA DINI Oleh: Nelva Rolina

Laporan Pendahuluan Eliminasi Alvi

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty

Lampiran 1 Kuesioner kompetensi perkembangan anak usia tahun NO INDIKATOR KOGNITIF TES PERBUATAN PENILAIAN

Blok Gastroenterohepatologi Manual Keterampilan Prosedur Enema

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orang pada masa mulai lahir sampai masa anak- anak tertentu pasti

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar

APA YANG HARUS DIKETAHUI DI USIA 2 TAHUN?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)

BAB I KONSEP DASAR. dapat dilewati (Sabiston, 1997: 228). Sedangkan pengertian hernia

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS

Penting sekali bagi guru PAUD untuk mengetahui ciri usia anak. Kegunaannya adalah untuk memberikan sukar atau mudahnya dalam proses pembelajaran atau

BAB II Enuresis Stres Susah buang air besar Alergi TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training. Oleh : Adelita Dwi Aprilia Reguler 1 Kelompok 1

LAPORAN PENDAHULUAN. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE, INTRA, POST OPERASI HAEMOROIDEKTOMI DI RUANG DIVISI BEDAH SENTRAL RS. Dr.

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari hal hal yang telah ada, maupun perubahan karena timbulnya unsur

Referat Fisiologi Nifas

Formulir persetujuan menjadi responden penelitian hubungan toilet training terhadap kemampuan anak dalam melakukan eliminasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Rumusan masalah 1.3 Tujuan

Bagian Keperawatan. Maternitas PSIK FK UNAIR

PERTUMBUHAN & PERKEMBANGAN ANAK USIA PRA SEKOLAH, SEKOLAH & REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

MASALAH ELIMINASI FECAL

BABI. PENDAillJLUAN. Ketika anak mulai menginjak masa awal kanak-kanak (2-6 tahun), anak

BAB I PENDAHULUAN. keluarga lain, pengalaman dini belajar anak khususnya sikap sosial yang awal

PERKEMBANGAN MASA BAYI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Ekskresi Manusia

2

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Toilet Training 2.2.1 Pengertian Toilet Training Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besa (Hidayat, 2005). Menurut Supartini (2004), toilet training merupakan aspek penting dalam perkembangan anak usia todler yang harus mendapat perhatian orang tua dalam berkemih dan defekasi. Dan toilet training juga dapat menjadi awal terbentuknya kemandirian anak secara nyata sebab anak sudah bisa untuk melakukan hal-hal yang kecil seperti buang air kecil dan buang air besar (Harunyahya, 2007). Pada tahapan usia 1 sampai 3 tahun atau usia toddler, kemampuan sfingter uretra untuk mangontrol rasa ingin berkemih dan sfingter ani untuk mengontrol rasa ingin defekasi mulai berkembang (Supartini, 2002). Sedangkan menurut Gupte (2004) sekitar 90 persen bayi mulai mengembangkan kontrol kandung kemihnya dan perutnya pada umur 1 tahun hingga 2,5 tahun. Dan toilet training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai 24 bulan (Hidayat, 2005). 2.1.2 Cara mengajarkan toilet training pada anak Latihan buang air besar atau buang air kecil pada anak atau dikenal dengan nama toilet training merupakan suatu hal yang harus dilakukan pada orang tua

anak, mengingat dengan latihan itu diharapkan anak mempunyai kemampuan sendiri dalam melaksanakan buang air kecil dan buang air besar tanpa merasakan ketakutan atau kecemasan sehingga anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia tumbuh kembang anak. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam melatih anak untuk buang air besar dan kecil, di antaranya: 1) Teknik lisan Merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan intruksi pada anak dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air kecil dan buang air besar. Cara ini kadang-kadang merupakan hal biasa yang dilakukan pada orang tua akan tetapi apabila kita perhatikan bahwa teknik lisan ini mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk buang air kecil atau buang air besar dimana lisan ini persiapan psikologis pada anak akan semakin matang dan akhirnya anak mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil dan buang air besar. 2) Teknik modelling Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air besar dengan cara meniru untuk buang air besar atau mamberikan contoh. Cara ini juga dapat dilakukan dengan memberikan contoh-contoh buang air kecil dan buang air besar atau membiasakan buang air kecil dan buang air besar secara benar. Dampak yang jelek pada cara ini adalah apabila contoh yang diberikan salah sehingga akan dapat diperlihatkan pada anak akhirnya anak juga mempunyai kebiasaan salah. Selain cara tersebut di atas terdapat beberapa hal yang dapat

dilakukan seperti melakukan observasi waktu pada saat anak merasakan buang air kecil dan buang air besar, tempatkan anak di atas pispot atau ajak ke kamar mandi, berikan pispot dalam posisi aman dan nyaman, ingatkan pada anak bila akan melakukan buang air kecil dan buang air besar, dudukkan anak di atas pispot atau orang tua duduk atau jongkok di hadapannya sambil mengajak bicara atau bercerita, berikan pujian jika anak berhasil jangan disalahkan dan dimarahi, biasakan akan pergi ke toilet pada jam-jam tertentu dan beri anak celana yang mudah dilepas dan dikembalikan (hidayat, 2005). 2.1.3 Latihan mengontrol berkemih dan defekasi pada anak Orang tua harus diajarkan bagaimana cara melatih anak untuk mengontrol rasa ingin berkemih, di antaranya pot kecil yang bisa diduduki anak apabila ada, atau langsung ke toilet, pada jam tertentu secara regular. Misalnya, setiap dua jam anak dibawa ke toilet untuk berkemih. Anak didudukkan pada toilet atau pot yang bisa diduduki dengan cara menapakkan kaki dengan kuat pada lantai sehingga dapat membantunya untuk mengejan. Latihan untuk merangsang rasa untuk mengejan ini dapat dilakukan selam 5 sampai 10 menit. Selama latihan, orang tua harus mengawasi anak dan kenakan pakaian anak yang mudah untuk dibuka (Supartini, 2002). 2.1.4 Faktor-faktor yang mendukung toilet training pada anak 1) Kesiapan fisik a. Usia telah mencapai 18-24 bulan. b. Dapat jongkok kurang dari 2 jam c. Mempunyai kemampuan motorik kasar seperti duduk dan berjalan

d. Mempunyai kemampuan motorik halus seperti membuka celana dan pakaian 2) Kesiapan mental a. Mengenal rasa ingin berkemih dan defekasi b. Komunikasi secara verbal dan nonverbal jika merasa ingin berkemih c. Keterampilan kognitif untuk mengikuti perintah dan meniru perilaku orang lain 3) Kesiapan psikologis a. Dapat jongkok dan berdiri ditoilet selama 5-10 menit tanpa berdiri dulu b. Mempunyai rasa ingin tahu dan rasa penasaran terhadap kebiasaan orang dewasa dalam buang air keci, dan buang air besar c. Merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat dicelana dan ingin segera diganti segera 4) Kesiapan orangtua a. Mengenal tingkat kesiapan anak dalam berkemih dan defekasi b. Ada keinginan untuk meluangkan waktu untuk latihan berkemih dan defekasi pada anak c. Tidak mengalami konflik tertentu atau stres keluarga yang berarti (Perceraian) 2.1.5 Hal-hal yang perlu diperhatikan selama Toilet Training 1. Hindari pemakain popok sekali pakai. 2. Ajari anak mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan buang air kecil dan buang air besar dengan benar.

3. Motivasi anak untuk melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci tangan dan kaki sebelum tidur dan cuci muka disaat bangun tidur. 4. Jangan memarahi anak saat anak dalam melakukan toilet training. 2.1.6 Tanda anak siap untuk melakukan toilet training 1. Tidak mengompol dalam waktu beberapa jam sehari minimal 3-4 jam 2. Anak berhasil bangun tidur tanpa mengompol 3. Anak mengetahui saat merasa ingin BAK dan BAB dengan menggunakan kata-kata pup 4. Sudah mampu member tahu bila celana atau popok sekali pakainya sugah basah dan kotor 5. Bila ingin BAK dan BAB anak memberi tahu dengan cara memegang alat kelamin atau minta ke kamar mandi 6. Bias memakai dan melepas celana sendiri 7. Memperlihatkan ekspresi fisik misalnya wajah meringis, merah atau jongkok saat merasa BAB dan BAK 8. Tertarik dengan kebiasaan masuk ke kamar mandi seperti kebiasaan orang sekitarnya 9. Minta diajari menggunakan toilet 10. Mampu jongkok lima sampai sepuluh menit tanpa berdiri dulu 2.1.7 Pengkajian masalah toilet training Pengkajian kebutuhan terhadap toilet training merupakan sesuatu yang harus diperhatikan sebelum anak melakukan buang air kecil dan buang air besar, mengingat anak yang melakukan buang air besar atau buang air kecil akan

meengalami proses keberhasilan dan kegagalan, selama buang air kecil dan buang air besar. Proses tersebut akan dialami oleh setiap anak, untuk mencegah terjadinya kegagalan maka dilakukan sesuatu pengkajian sebelum melakukan toilet training yang meliputi pengkajian fisik, pengkajian psikologis, dan pengkajian inteletual. 1) Pengkajian Fisik Pengkajian fisik yang harus diperhatikan pada anak yang akan melakukan buang air kecil dan buang air besar dapat meliputi kemampuan motorik kasar seperti berjalan, duduk, meloncat dan kemampuan motorik halus seperti mampu melepas celana sendiri. Kemampuan motorik ini harus mandapat perhatian karena kemampuan untuk buang air besar ini lancar dan tidaknya dapat dilihat dari kesiapan fisik sehingga ketika anak berkeinginan untuk buang air kecil dan buang air besar sudah mampu dan siap untu melakukannya. Selain itu, yang harus dikaji adalah pola buang air besar yang sudah teratur, sudah tidak mengompol setelah tidur. 2) Pengkajian Psikologis Pengkajian psikologis yang dapat dilakukan adalah gambaran psikologis pada anak ketika akan melakukan buang air kecil dan buang air besar seperti anak tidak rewel ketika akan buang air besar, anak tidak menangis sewaktu buang air besar atau buang air kecil, ekspresi wajah menunjukan kegembiraan dan ingin melakukan secara sendiri, anak sabar dan sudah mau ke toilet selama 5 sampai 10 menit tanpa rewel atau meninggalkannya, adanya keinginantahuan kebiasaan

toilet training pada orang dewasa atau saudaranya, adanya ekspresi untuk menyenangkan pada orangtuanya. 3) Pengkajian Intelektual Pengkajian intelektual pada latihan buang air kecil dan buang air besar antara lain kemampuan anak untuk mengertibuang air kecil dan buang air besar, kemampuan mengkomunikasikan buang nair kecil dan buang air besar, anak menyadari timbulnya buang air kecil dan buang air besar, mempunyai kemampuan kognitif untuk meniru prilaku yang tepat seperti buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya serta etika dalam buang air kecil dan buang air besar. Dalam melakukan pengkajian kebutuhan buang air kecil dan buang air besar, terdapat beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan selama toilet training, diantaranya: hindari pemakain popok sekali pakai dimana anak akan merasa aman, ajari anak mengucapkan kata-kata yang khas yang berhubungan dengan buang air besar, mendorong anak melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci muka saat bangun tidur, cuci muka, cuci kaki, dan lain-lain. 2.2 Eliminasi 2.2.1 Eliminasi Urine Miksi (berkemih) adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu : Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua. Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan

kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak. Refleks Berkemih, ketika kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi berkemih ini biasanya secara spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor berhenti berkontraksi, dan tekanan turun kembali ke garis basal. Karena kandung kemih terus terisi, refleks berkemih menjadi bertambah sering dan menyebabkan kontraksi otot detrusor lebih kuat. Sekali refleks berkemih mulai timbul, refleks ini akan menghilang sendiri. Artinya, kontraksi awal kandung kemih selanjutnya akan mengaktifkan reseptor regang untuk menyebabkan peningkatan selanjutnya pada impuls sensorik ke kandung kemih dan uretra posterior, yang menimbulkan peningkatan refleks kontraksi kandung kemih lebih lanjut, jadi siklus ini berulang dan berulang lagi sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat. Kemudian, setelah beberapa detik sampai lebih dari semenit, refleks yang menghilang sendiri ini mulai melemah dan siklus regeneratif dari refleks miksi ini berhenti, menyebabkan kandung kemih berelaksasi. Jadi refleks berkemih adalah suatu siklus tunggal lengkap dari : Peningkatan tekanan yang cepat dan progresif, Periode tekanan dipertahankan dan Kembalinya tekanan ke tonus basal kandung kemih. Sekali refleks berkemih terjadi tetapi tidak berhasil mengosongkan kandung kemih, elemen saraf dari

refleks ini biasanya tetap dalam keadaan terinhibisi selama beberapa menit sampai satu jam atau lebih sebelum refleks berkemih lainnya terjadi. Karena kandung kemih menjadi semakin terisi, refleks berkemih menjadi semakin sering dan semakin kuat. Sekali refleks erkemih menjadi cukup kuat, hal ini juga menimbulkan refleks lain, yang berjalan melalui nervus pudendal ke sfingter eksternus untuk menghambatnya. Jika inhibisi ini lebih kuat dalam otak daripada sinyal konstriktor volunter ke sfingter eksterna, berkemih pun akan terjadi. Jika tidak, berkemih tidak akan terjadi sampai kandung kemih terisi lagi dan refleks berkemih menjadi makin kuat.pada umumnya anak kecil masih tidak mampu mengontrol sfingter eksternal. Enuresis Sering terjadi pada anak-anak, Umumnya terjadi pada malam hari, nocturnal enuresis dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam. Penyebab enuresis Kesulitan mengontrol kandung kemih Kebanyakan anak-anak belajar untuk tidak mengompol di siang hari pada umur dua tahun dan umur tiga tahun, mereka juga tidak mengompol pada malam hari. Beberapa anak sengaja menanyakan toiletnya setiap beberapa menit sekali; anak yang lainnya akan mengompol setelah beranjak dari toiletnya. Beberapa kelompok anak sengaja buang air kecil untuk beberapa lama. Untuk semua hal ini mungkin lebih baik untuk mencari penyebab masalah prilaku ini. Perlu untuk orang tua melakukan sesuatu yang khusus untuk mengoreksi hal ini. Anda akan memperlakukan semuanya dengan hanya mengabaikannya. Tetapi jangan lupa mencari nasehat medis jika dicurigai ada penyakit. Jika anak mulai buang air terus-menerus, pastikan bahwa anak tidak memmiliki infeksi saluran kemih.

Kadangkala, anak anda mungkin mengucurkan air kencingnya teus-menerus setiap menit. Dokter akan mencari tahu kemungkinan anak ini mengalami malformasi yang biasanya diperbaiki dengan pembedahan. Frekuensi kencing yang tinggi berhubungan dengan rasa haus dan rasa lapar mungkin disebabkan diabetes mellitus. Dan orang tu dianjurkan untuk membawa anak ke dokter. 2.2.2 Eliminasi Fekal Eliminasi produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada sistem gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya. Pengeluaran feses yang sering, dalam jumlah besar dan karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya insiden kanker kolorektal (Robinson, 1989). Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Refleks dalam proses defekasi, refleks defekasi intrinsik: berawal dari feses yang masuk rektum sehingga terjadi distensi rektum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesenterika dan terjadilah gerakan perilstaltik. Feses di anus, secara sistematis spingter interna relaksasi maka terjadilah defekasi. Refleks defekasi parasimpatis: feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian diteruskan ke spinal cord, dan dari spinal cord kemudian dikembalikan ke kolon desenden, sigmoid dan rektum yang menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi spinter internal, maka terjadilah defekasi. Dorongan feses juga dipengaruhi oleh : kontraksi otot abdomen, tekanan

diafragma, dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. Feses normal berwarna coklat karena pengaruh sterkobilin, mobilin, dan aktivitas bakteri. Bau khas karena pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensi lembek namun berbentuk. Faktor Faktor yang mempengaruhi proses defekasi: usia, diet, intake cairan, aktivitas, fisiologis, pengobatan, gaya hidup, prosedur diagnostik, penyakit, anestesi dan pembedahan, nyeri, kerusakan sensorik dan motorik. Pada usia bayi lambung kecil, enzim pencernaan sedikit. Makanan melewati saluran pencernaan dengan cepat karena gerakan perilstaltik berlangsung dengan cepat, kontrol defekasi belum berkembang (neuromuskuler belum berkembang). Pada usia lanjut gigi mulai berkurang, jumlah enzim dalam saliva dan volume asam lambung menurun, ketidakmampuan mencerna, kontrol defekasi menurun. Makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi. Tonus otot abdomen, pelvis dan diafragma akan sangat membantu proses defekasi. Gerakan peristaltik akan memudahkan bahan feses bergerak sepanjang kolon. Individu yang mengalami kecemasan, ketakutan atau marah. Kesulitan mengontrol buang air besar Selama masa latihan buang air besar, perhatikan bahwa anak tidak mengalami kostipasi. Feses yang keras khususnya satu feses besar dengan diameter yang besar bisa menyebabkan sakit. Terkadang kejadian seperti ini bisa mengakibatkan robekan pada anus, yang biasa disebut retak anus yang cukup menyakitkan dan butuh waktu lama untuk menyembuhkannya. Anak mengalami

konstipasi kadang menahan buang air besar yang menyebabkan merasa lebih sakit. Ternyata hasilnya masih merupakan feses yang lebih keras. Siklus yang buruk sedang terjadi. Konsultasikan dengan dokter. Tugas anda adalah memastikan anan anda mendapat cukup minuman dan makanan yang dapat menyebabkan feses keras. Hindari menggunakan obat pencuci perut atau obat pencahar. Jika anak yang sudah dilatih menjadi tidak teratur buang air besarnya, konsultasikan dengan dokter. Mungkin anak ini sudah mengalami infeksi, misalnya diare. Akan munculnya gigi, marah, perubahan keadaan sekitar, dan kecemburuan adalah faktor-faktor lain yang bisa menyebabkan kemunduran pada seorang anak yang sudah belajar. Jangan memarahi atau mengejeknya. Sebaliknya, dorong dia secara ramah untuk mengatasi kesulitan dan kembali ke kondisi normal seperti yang sudah diberikan dalam latihan. 2.3 Anak usia todler Todler adalah anak antara rentang usia 12 sampai 36 bulan. Toddler tersebut ditandai dengan peningkatan kemandirian yang diperkuat dengan kemampuan mobilitas fisik dan kognitif lebih besar (Harunyahya, 2007). Dan menurut Suryani (2002) toddler adalah anak yang berusia dibawah lima tahun dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan fisik, psikologis, dan spiritual yang pesat. Definisi tumbuh kembang Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran berat (gram, kilogram), ukuran panjang(centimeter, meter), umur

tulang dan keseimbagan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh) (Soetjiningsih, 2002). Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil proses pematangan dimana adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya (Soetjiningsih, 2002). 2.3.1 Tahap tumbuh kembang pada todler 1) Dari 18 sampai 24 bulan Tahap perkembangan balita dari 18 sampai 24 bulan yaitu: Fisik: anoreksia fisiologis penurunan kebutuhan pertumbuhan, fontanel anterior tertutup secara fisiologis mampu mengendalikan sfingter, linkar kepala 49 cm sampai 50 cm, lingkar dada lebih besar dari lingkar kepala, peningkatan berat badan 1,8 kg sampai 2,7 kg, peningkatan tinggi badan biasanya 10 cm sampai 12,5 cm, tinggi badan dewasa dua kali tinggi pada usia 2 tahun, gigi geligi utama 16 gigi, dan telah siap untuk mulai kontrol usus dan kandung kemih di siang hari. Motorik Kasar: berjalan naik tangga dengan satu tangan berpegangan, menarik dan mendorong mainan, melompat di tempat dengan kedua kaki, melempar bola dari satu tangan ke tangan lain tanpa jauh, naik dan turun tangga sendiri dengan dua kaki pada setiap langkah, berlari dengan seimbang, dengan langkah lebar, menangkap objek tanpa jatuh, menendang bola tanpa gangguan keseimbangan.

Motorik halus: membangun menara tiga sampai empat kotak, membalik halaman dalam buku, dua atau tiga lembar, dalam menggambar membuat tekanan sesuai tiruan, mengatur sendok tanpa memutar, menyusun dua atau leih kotak menyerupai kereta, dalam menggambar meniru tekanan vertical dan melingkar, menekan bel pintu. Vokalisasi: mengatakan sepuluh kata atau lebih, menunjukkan objek umum, seperti sepatu atau bola, dan dua atau tiga bagian tubuh, mempunyai pembendaharaan kata kira-kira 30 kata, menggunakan dua sampai tiga kata untuk kalimat, menggunakan kata ganti saya, aku, dan kamu, memahami perintah langsung, mengungkapkan kebutuhan untuk toiletin, makan atau minum, bicara dengan tidak terputus-putus. Sosialisasi: mengatur sendok dengan baik, melepaskan sarung tangan, kaus kaki, dan sepatu serta resleting, mulai sadar kepemilikan, mendorong orang untuk menunjukkan sesuatu pada mereka, peningkatan kemandirian dari ibu, berpakaian sendiri dengan pakaian sendiri. 2) Dari 2 sampai 3 tahun Motorik Kasar: melompat dengan kedua kaki, melompat dari kursi atau melangkah, berdiri sebentar pada langkah pada ujung ibu jari kaki, melempar bola dari atas dengan tangan. Motorik Halus: membangun menara delapan kotak, menambahkan lubang asap pada kereta dari kotak, koordinasi jari baik, memegang krayon dengan jari bukan menggenggamnya, menggerakan jari secara mandiri, mengenali 4 gambardengan namanya, menggambarkan penggunaan dua benda, menyalin

gambar lingkaran, mengenal empat warna, berpakaian tanpa bantuan, menyiapkan semangkuk sereal, manggambarkan penggunaan dua benda, mengenakan kaos oblong. Vokalisasi: memberikan nama pertama dan nama akhir, menggunakan kata jamak, menyebutkan satu warna, mengenal seorang teman dengan sebuah nama, melakukan percakapan dengan dua atau tiga kalimat, menggunakan kata depan, meggunakan dua kata sifat. Sosialisasi: dipisahkan dari ibu dengan lebih mudah, dalam bermain, membantu menyingkirkan sesuatu, dapat membawa barang pecah belah, mendorong dengan kendali yang baik, mulai mengakui perbedaan jenis kelamin sendiri, dapat memenuhi kebutuhan ke toilet tanpa bantuan kecuali membersihkan daerah anal nya, dan dapat mencuci dan mengeringkan tangan nya sendiri.