BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

BAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam utang-piutang, kreditor bersedia menyerahkan sejumlah uang

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT UNTUK KEPENTINGAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Van Koophandel (WvK), buku Ketiga yang berjudul Van de Voordieningen in Geval

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

UNIVERSITAS MEDAN AREA BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. dirinya mampu untuk ikut serta berkompetisi dalam pasar global,

HUKUM DAGANG. Panji Susilo ( ) 03 HUKMD 417 KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

I. PENDAHULUAN. membutuhkan modal karena keberadaan modal sangat penting sebagai suatu sarana

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. tahun Putusan pailit ini dapat dikatakan menghebohkan, k arena tidak ada yang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Indikator Insolvensi Sebagai Syarat Kepailitan Menurut Hukum Kepailitan Indonesia. Oleh : Lili Naili Hidayah 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan perekonomian dan perdagangan yang pesat di dunia serta

BAB I PENDAHULUAN. tersebut akan melakukan barter, yaitu menukarkan barang yang. usaha dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu : Perusahaan Perorangan (sole

PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan adalah setiap badan usaha yang menjalankan kegiatan di bidang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

TANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. tersebut akan menimbulkan masalah-masalah berantai, yang apabila tidak. adanya perangkat hukum yang mendukungnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

ANALISA MENGENAI PUTUSAN PENGADILAN NIAGA NO.22/PAILIT/2003/PN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Lazimnya dalam suatu gugatan yang diajukan oleh kreditor terhadap

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

(SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PIHAK-PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT DALAM UNDANG-UNDANG KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut PKPU) pada umumnya dikaitkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kemampuan usahanya, bahkan untuk mempertahankan. kelangsungan kegiatan usaha tidak mudah. Kesulitan tersebut sangat

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

BAB III AKIBAT HUKUM PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OJK TERHADAP KETENTUAN PASAL 2 AYAT (3) UU NO. 37

BAB V KESIMPULAN, KETERBATAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan Hasil Penelitian dan Pembahasan yang telah penulis

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

BAB II KEADAAN DIAM (STANDSTILL) DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA. Konsep keadaan diam atau standstill merupakan hal yang baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

Penundaan Pembayaran Utang bagi Debitor yang dinyatakan Pailit dalam Kasus Kepailitan Oleh : Umar Haris Sanjaya 1 ABSTRAKSI

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang

SKRIPSI PEMBAGIAN IMBALAN JASA BAGI KURATOR DI PENGADILAN NIAGA JAKARTA. Oleh : HERU PERMANA PUTRA PROGRAM KEKHUSUSAN : HUKUM PERDATA (PK I)

BAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. fungsi intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak masalah. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha pada umumnya sebagian besar merupakan pinjaman yang berasal dari berbagai sumber, baik dari bank, penanaman modal, penerbitan obligasi maupun cara lain yang diperbolehkan, menimbulkan permasalahan penyelesaian utang piutang dalam masyarakat. Krisis moneter yang melanda negara Asia termasuk Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan kesulitan yang besar terhadap perekonomian dan perdagangan nasional. Kemampuan dunia usaha dalam mengembangkan usahanya sangat terganggu, bahkan untuk mempertahankan kelangsungan kegiatan usahanya juga tidak mudah. Hal tersebut sangat mempengaruhi kemampuan untuk memenuhi kewajiban pembayaran utangnya. Keadaan tersebut berakibat timbulnya masalah masalah yang berantai, yang apabila tidak segera diselesaikan akan berdampak lebih luas, antara lain hilangnya lapangan kerja dan permasalahan sosial lainnya. Keadaan perekonomian saat ini sangat memprihatinkan, terlebih dengan terjadinya krisis global yang awalnya terjadi di Amerika Serikat yang secara otomatis merembet ke seluruh negara termasuk Indonesia dikarenakan ketergantungan dunia terhadap dollar Amerika. Krisis finansial dalam

2 perusahaan tidak dapat dihindarkan dimana perusahaan tidak berjalan dengan baik dan terkadang mengalami kesulitan di bidang keuangan sehingga perusahaan tersebut tidak lagi sanggup membayar utang-utangnya. Didalam menjalankan usahanya, perusahaan membutuhkan modal, baik berupa uang ataupun berupa barang. Di dalam menjalankan usaha, satu hal yang pasti perusahaan akan memperoleh keuntungan atau kerugian. Jika perusahaan itu memperoleh keuntungan, tentu saja perusahaan itu akan terus berkembang bahkan dapat menjadi perusahaan raksasa, tetapi apabila perusahaan tersebut mengalami kerugian, maka untuk mempertahankan usahanya akan dirasakan sangat sulit. Untuk mempertahankan usahanya tersebut perusahaan dapat melakukan peminjaman uang yang dibutuhkan kepada pihak lain. Dalam kehidupan memang tersedia sumber-sumber dana bagi seseorang atau badan hukum yang ingin memperoleh pinjaman, dari sumber-sumber dana itulah kekurangan dana dapat diperoleh. Pemberian pinjaman oleh kreditor kepada debitor didasarkan pada asumsi bahwa kreditor percaya debitor dapat mengembalikan utang tepat pada waktunya. Pelunasan utang oleh debitor kepada kreditor tidak selalu dapat berjalan dengan lancar adakalanya debitor tidak membayar utangnya kepada kreditor walaupun telah jatuh tempo. Debitor yang tidak mampu melunasi utangnya, maka harta kekayaan debitor yang bergerak maupun tidak bergerak dan baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan atas utangnya. Hal ini diatur dalam Pasal 1131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dengan kata lain Pasal 1131 KUHPerdata

3 tersebut tidak hanya menentukan bahwa semua harta kekayaan seseorang debitor demi hukum menjadi tanggungan utangnya kepada kreditor yang mengutanginya, tetapi juga menjadi tanggungan bagi semua kewajiban lain yang timbul karena perikatan-perikatan lain, baik perikatan itu timbul karena undang-undang maupun karena perjanjian selain perjanjian kredit atau perjanjian pinjam-meminjam uang. Ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata mengisyaratkan bahwa setiap kreditor memiliki kedudukan yang sama terhadap kreditor lainnya, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang karena memiliki alasan-alasan yang sah untuk didahulukan daripada kreditor-kreditor lainnya. Kedua pasal tersebut di atas merupakan jaminan bagi kreditor untuk mendapatkan pelunasan bagi semua piutangnya, tapi untuk melaksanakan pembayaran utang oleh debitor kepada kreditor dengan adil diperlukan peraturan khusus, salah satunya adalah peraturan khusus yang mengatur tentang kepailitan yaitu Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang diumumkan dalam Lembaran Negara Nomor 131 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4443. Ketentuan yang mengatur secara khusus tentang kepailitan pada awalnya terdapat dalam Buku Ke III WetBoek van Koophandel ( WVK), namun dicabut dan diganti dengan Staatblad 1905 No. 217 Tentang Faillissemensverordening staatblad 1906 No.348. Peraturan ini kemudian disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

4 Kepailitan yang kemudian pada tanggal 9 September 1998 ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Kepailitan dan Kewajiban Pembayaran Utang. Pada tahun 2004, Undang-undang tersebut disempurnakan lagi dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang selanjutnya dikenal dengan Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK PKPU). Dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) dapat disimpulkan bahwa permohonan pernyataan pailit hanya dapat dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Debitor paling sedikit mempunyai dua kreditor dengan kata lain harus memiliki lebih dari satu kreditor; 2. Debitor paling sedikit tidak membayar satu utang kepada kreditor; dan 3. Utang yang tidak dibayar itu telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih. Kepailitan merupakan proses dimana: 1 1. Seorang debitor yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga, dikarenakan debitor tersebut tidak dapat membayar utangnya. 2. Harta debitor dapat dibagikan kepada para kreditor sesuai dengan peraturan kepailitan. 1 Rudhy A. Lontoh, dkk, 2011 Hukum Kepailitan Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pemba yaran Utang, Alumni Bandung, hlm. 23.

5 Tujuan-tujuan dari hukum kepailitan (bankruptcy law) adalah: 2 1. Menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitor diantara para kreditornya; 2. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan kreditor; 3. Memberikan perlindungan kepada debitor yang beritikad baik dari para kreditornya, dengan cara memperoleh pembebasan utang. Kepailitan merupakan suatu langkah akhir yang dilakukan kreditor maupun debitor itu sendiri terhadap ketidakmampuan debitor untuk melunasi seluruh utang-utangnya terhadap kreditor, memang syarat untuk mengajukan permohonan pailit terhadap debitor hanya terbatas terhadap debitor yang memiliki kreditorminimal dua atau lebih dimana debitor memiliki utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. 3 UUK PKPU telah membatasi kewenangan mengenai pengajuan permohonan pailit terhadap debitor sehingga tidak semua kreditor memiliki kewenangan untuk mengajukan permohonan pailit terhadap debitor. Pembagian mengenai kewenangan para pihak untuk mengajukan permohonan pailit terhadap debitor merupakan suatu langkah pembeda yang diberlakukan oleh UUK PKPU dikarenakan banyaknya pembagian jenis debitor. 4 UUK PKPU membagi jenis-jenis debitor dan kreditor yang berhak 2 Sutan Remy Sjahdeini,2009, Hukum Kepailitan; Memahami Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, hlm. 28. 3 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 4 Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, hlm. 103.

6 mengajukan permohonan pailit terhadapnya didasarkan pada bahwasannya tidak semua debitor dapat diajukan permohonan pailit oleh kreditor manapun, karena tidak semua kepailitan debitor hanya berdampak kepada debitor dan kreditor itu sendiri, namun dapat berdampak terhadap stakeholder yang lain, bahkan dapat dimungkinkan terjadinya efek sistemik. Oleh karena itu, UUK PKPU membagi jenis-jenis debitor dan kreditor yang berwenang untuk mengajukan permohonan pailit terhadapnya di dalam Pasal 2 UUK PKPU. Di dalam Pasal 2 UUK PKPU terdapat enam pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit, yaitu: 1. Debitor itu sendiri. 2. Satu atau lebih kreditor. 3. Kejaksaan untuk kepentingan umum. 4. Bank Indonesia jika debitornya adalah suatu bank. 5. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) jika debitornya adalah perusahaan Efek. 6. Menteri Keuangan jika debitornya adalah Perusahaan Asuransi. Dalam penelitian tesis ini akan dibatasi penelitian terhadap Subyek pemohon kepailitan dapat berbeda-beda, menurut Pasal 2 UUK PKPU menyebutkan bahwa pemohonan dapat diajukan oleh Kejaksaan. 5 Dalam rentang dua peraturan perundang- undangan tentang Kepailitan di Indonesia, baik Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan 5 Jeany Tabita, 2014, Kejaksaan dan Bank Indonesia sebagai Subyek Pemohon Pailit diakses dari http://www.hukumkepailitan.com/2012/01/27/kejaksaan-dan-bank-indonesia-sebagai-subyekpermohon -pailit/#more-66, pada tanggal 19 April 2014.

7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang maupun UUK PKPU, pemahaman mengenai Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan untuk kepentingan umum. Kepentingan umum dalam hal ini menurut penjelasan UUK PKPU adalah kepentingan bangsa dan Negara dan atau masyarakat luas. Dalam praktek, ada beberapa pengajuan gugatan pailit oleh Kejaksaan adalah dalam kasus PT Aneka Surya Agung yang tercatat dalam register No. 02/Pailit/2005/PN-Niaga/Medan sebagai Pemohon adalah Kejaksaan Negeri Lubuk Pakam yang mewakili kepentingan umum. Kemudian Kejaksaan Negeri Cibadak melayangkan permohonan pailit terhadap PT Qurnia Subur Alam Raya (QSAR) ke Pengadilan Niaga Jakarta. Permohonan diajukan karena Kejaksaan mengalami jalan buntu ketika akan mengeksekusi Putusan Mahkamah agung Nomor 308 K/Pid/2004 yang telah menghukum pengurus perusahaan tersebut. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai kewenangan kejaksaan dalam pengajuan permohonan kepailitan berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. mengajukan permohonan pernyataan pailit.

8 B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, rumusan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: 1. Mengapa Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang memberi kewenangan Kejaksaan mengajukan permohonan pailit? 2. Hal-hal apa saja yang dijadikan pertimbangan Kejaksaan dalam pengajuan permohonan pailit? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan dari rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Untuk mengkaji kewenangan kejaksaan mengajukan permohonan pailit sesuai dengan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 2. Untuk mengkaji hal-hal yang dijadikan pertimbangan Kejaksaan dalam pengajuan permohonan pailit. D. Manfaat penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini mencakup dua aspek, antara lain : 1. Aspek Teoritikal

9 Dilihat dari aspek teoritikal diharapkan dapat memberikan suatu masukan bagi perkembangan ilmu hukum di masa datang, khususnya bidang hukum kepailitan berkaitan dengan kewenangan Kejaksaan mengajukan permohonan pailit sesuai dengan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 2. Aspek Praktikal Dilihat dari aspek praktikal diharapkan dapat melindungi kepentingan para pihak khususnya para kreditor dan bahan referensi bagi kalangan praktisi hukum, mahasiswa dan masyarakat pebisnis lainnya dengan memberikan perkembangan mengenai Hukum Kepailitan khususnya dibidang kewenangan pengajuan permohonan pailit. E. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis berdasarkan hasil penelusuran Perpustakaan Universitas Gajah Mada penulisan hukum atau tesis dengan judul Kajian Yuridis Kewenangan Kejaksaan Dalam Pengajuan Permohonan Kepailitan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang belum ditulis oleh siapapun dan penulisan ini merupakan hasil karya penulis, bukan merupakan hasil duplikasi maupun plagiasi dari hasil karya orang lain. Namun ada penulisan hukum atau tesis yang memiliki kemiripan dalam menganalisis mengenai permohonan kepailitan oleh Kejaksaan yang ditulis oleh Agusalim Nasution dari Universitas Sumatera Utara dengan judul : Standart Kepentingan Umum

10 dalam Permohonan Kepailitan oleh Kejaksaan menurut Hukum Kepailitan. Rumusan Masalah : 1. Pertimbangan-pertimbangan apakah yang mendasari pemikiran pemberian kewenangan kepada kejaksaan untuk mengajukan permohonan kepailitan? 2. Bagaimana standar kepentingan umum yang harus diperhatikan dalam pengajuan permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh jaksa berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang? Kesimpulannya adalah : 1. Pertimbangan-pertimbangan yang mendasari pemikiran pemberian kewenangan kepada Kejaksaan untuk mengajukan permohonan kepailitan, adalah Tugas dan wewenang Kejaksaan yang sangat luas menjangkau area hukum pidana, perdata maupun tata usaha negara. Bahwa tugas-tugas Kejaksaan dapat dibagi menjadi dua bidang, yaitu tugas yudisial dan tugas non- yudisial. Meskipun demikian tugas yudisial Kejaksaan sebenarnya bertambah, berdasarkan UU No. 5 Tahun 1991 jo Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, Kejaksaan mendapat kewenangan sebagai pengacara Pemerintah atau Negara. Pasal 27 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1991 menyatakan bahwa, di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar Pengadilan untuk dan atas nama Negara atau Pemerintah. Pengaturan mengenai tugas dan wewenang

11 Kejaksaan RI secara normatif dapat dilihat bahwa dalam beberapa ketentuan undang-undang mengenai Kejaksaan seperti yang ditegaskan dalam Pasal 30 UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, yaitu : a. Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penuntutan, melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat dan sebagainya. b. Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama Negara atau Pemerintah. c. Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat, pengamanan kebijakan penegakan hukum, pengamanan peredaran barang dan sebagainya. 2. Standar kepentingan umum yang harus diperhatikan dalam pengajuan permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh Jaksa berdasarkan UUK PKPU diatur di dalam Pasal 2, dimana terdapat 6 (enam) pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit, yaitu : a. Debitor itu sendiri. b. Satu atau lebih kreditor. c. Kejaksaan untuk kepentingan umum.

12 d. Bank Indonesia jika debitornya adalah suatu bank. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) jika debitornya adalah perusahaan Efek. e. Menteri Keuangan jika debitornya adalah Perusahaan Asuransi. Kejaksaan, seperti yang diatur dalam Pasal 2 UUK PKPU sebagai salah satu pihak yang dapat mengajukan kepailitan, dapat menggunakan haknya untuk mengajukan kepailitan terhadap seorang kreditor yang tidak mampu membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dengan persyaratan yang harus dipenuhi adalah tidak ada pihak lain yang mengajukan permohonan serupa. Wewenang mengajukan permohonan pailit yang diberi kepada Kejaksaan adalah demi kepentingan umum. Sebelum keluarnya UUK PKPU, tidak dijumpai penjelasan yang pasti tentang bagaimana batasan kepentingan umum tersebut. Oleh sebab itu, penafsirannya diserahkan kepada doktrin dan yurisprudensi. Praktik hukum menunjukkan bahwa kepentingan umum ada apabila tidak ada kepentingan perorangan, melainkan alalsan-alasan yang bersifat umum dan lebih serius yang mengesankan penanganan oleh lembaga/alat kelengkapan Negara. Di dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UUK PKPU, diberikan batasan mengenai kepentingan umum. Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat, misalnya : a. Debitor melarikan diri. b. Debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaan.

13 c. Debitor mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha lainnya yang menghimpun dana dari masyarakat. d. Debitor mempunyai utang yang berasal dari perhimpunan dana dari masyarakat luas. e. Debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang-piutang yang telah jatuh tempo. f. Dalam hal lainnya menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2000 tentang Permohonan Pernyataan Pailit untuk Kepentingan Umum yang diumumkan dalam Lembaran Negara Nomor 37 Tahun 2000 dan Tambahan lembaran Negara Nomor 3943 diatur mengenai Permohonan Pernyataan Pailit untuk Kepentingan Umum. Kejaksaan dapat mengajukan permohonan tanpa melalui jasa advokat. Dalam hal ini Kejaksaan bertindak sebagai Pengacara Negara, sehingga diwakili jajaran Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun). Peraturan yang tertera di dalam Pasal 7 UUK PKPU yang mengharuskan permohonan pernyataan pailit diajukan oleh seorang advokat tidak berlaku bagi permohonan kepailitan yang diajukan oleh Kejaksaan, maka sebagai gantinya pihak Kejaksaan harus membawa Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Pengacara Negara dalam persidangan di Pengadilan. Bahwa rumusan masalah penelitian-penelitian sebelumnya berbeda dengan penelitian ini.