BAB III PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

dokumen-dokumen yang mirip
Tabel 4.1 Perbandingan parameter hasil pengolahan data dengan dan tanpa menggunakan moving average

Bab IV Pengolahan Data dan Analisis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit altimetri pertama kali diperkenalkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA)

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TEKNOLOGI SATELIT ALTIMETRI DAN PASUT LAUT

Jurnal Geodesi Undip Januari 2016

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB 2 DATA DAN METODA

PENENTUAN KOMPONEN KOMPONEN PASANG SURUT DARI DATA SATELIT JASON DENGAN ANALISIS HARMONIK METODE KUADRAT TERKECIL

STUDI SEA LEVEL RISE (SLR) MENGGUNAKAN DATA MULTI SATELIT ALTIMETRI K. SAHA ASWINA D., EKO YULI HANDOKO, M. TAUFIK

Jurnal Geodesi Undip Januari 2016

Jurnal Geodesi Undip April 2016

PERBANDINGAN AKURASI PREDIKSI PASANG SURUT ANTARA METODE ADMIRALTY DAN METODE LEAST SQUARE

SEA SURFACE VARIABILITY OF INDONESIAN SEAS FROM SATELLITE ALTIMETRY

Bab II Teori Harmonik Pasang Surut Laut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis

STUDI PASANG SURUT DI PERAIRAN INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1

BAB 3 METODOLOGI. Gambar 3.1 Foto stasiun pengamatan pasut di Kecamatan Muara Gembong

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan lapangan. Penelitian di

Studi Analisa Pergerakan Arus Laut Permukaan Dengan Menggunakan Data Satelit Altimetri Jason-2 Periode (Studi Kasus : Perairan Indonesia)

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN PENGUKURAN GPS KINEMATIK

I Elevasi Puncak Dermaga... 31

Oleh: Ikhsan Dwi Affandi

BAB 3 DATA DAN PENGOLAHAN DATA

Analisis Harmonik Pasang Surut untuk Menghitung Nilai Muka Surutan Peta (Chart Datum) Stasiun Pasut Sibolga

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI PASANG SURUT DI PERAIRAN INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013

3. METODOLOGI PENELITIAN

Perbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square

BAB 4 IDENTIFIKASI DAN ANALISIS WAVEFORM TERKONTAMINASI

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Konsep Dasar Satelit Altimetri

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

B 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab III Satelit Altimetri dan Pemodelan Pasut

BAB II SATELIT ALTIMETRI

PEMODELAN POLA ARUS LAUT PERMUKAAN DI PERAIRAN INDONESIA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA

PEMODELAN POLA ARUS LAUT PERMUKAAN DI PERAIRAN INDONESIA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

Jurnal Geodesi Undip APRIL 2015

STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN (Studi Kasus: Alur Pelayaran Barat Surabaya)

BAB III METODOLOGI. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam studi ini meliputi :

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Dasar Pengukuran Satelit Altimetri =( )/2 (2.1)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (Juni, 2013) ISSN: ( Print)

Pengertian Pasang Surut

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM. 3.1 Alasan digunakan Metode Exponential Smoothing. Banyak metode peramalan yang dapat digunakan dalam memprediksi tingkat

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Samudera Hindia bagian Timur

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

ANALISA FENOMENA SEA LEVEL RISE PADA PERAIRAN INDONESIA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2 PERIODE TAHUN

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS. 4.1 Nilai undulasi geoid dari koefisien geopotensial UTCSR

HASIL DAN ANALISIS. Tabel 4-1 Hasil kalibrasi kamera Canon PowerShot S90

PEMANFAATAN DATA MULTI SATELIT ALTIMETRI UNTUK KAJIAN KENAIKAN MUKA AIR LAUT PERAIRAN PULAU JAWA DARI TAHUN 1995 s.d 2014

2 BAB II LANDASAN TEORI DAN DATA

BAB III APLIKASI METODE GWR

BAB III PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN DATA. Penelitian dilakukan menggunakan gravimeter seri LaCoste & Romberg No.

BAB IV PENGOLAHAN DATA

Kajian Landas Kontinen Ekstensi Batas Maritim Perairan Barat Laut Sumatra

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

III METODE PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS. Tabel 4.1 Offset GPS-Kamera dalam Sistem Koordinat Kamera

STUDI ANALISA PERGERAKAN ARUS LAUT PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2 PERIODE (STUDI KASUS : PERAIRAN INDONESIA)

SATELIT ALTIMETRI DAN APLIKASINYA DALAM BIDANG KELAUTAN

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV

BAB III PEMBAHASAN. Metode kriging digunakan oleh G. Matheron pada tahun 1960-an, untuk

Tahun Pasifik Barat Hindia Selatan Teluk Benggala Total

BAB III KAJIAN SIMULASI

PENENTUAN MODEL GEOID LOKAL DELTA MAHAKAM BESERTA ANALISIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari katalog gempa BMKG Bandung, tetapi dikarenakan data gempa yang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Jurnal Geodesi Undip April 2016

BAB IV ANALISIS 4.1 Vektor Pergeseran Titik Pengamatan Gunungapi Papandayan

3. METODOLOGI. Penelitian tentang Kinerja OTT PS 1 Sebagai Alat Pengukur Pasang Surut

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN GPS KINEMATIK

KOREKSI GEOMETRIK. Tujuan :

Regresi Linier. Metode Numerik POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA DEPARTEMEN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

Prayudha Hartanto, Sella Lestari Nurmaulia, Kosasih Prijatna

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Ketelitian Hasil Pengamatan Pasang Surut dengan Sensor Ultrasonik (Studi Kasus: Desa Ujung Alang, Kampung Laut, Cilacap)

MODUL PELATIHAN PEMBANGUNAN INDEKS KERENTANAN PANTAI

BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Gambaran ellipsoid, geoid dan permukaan topografi.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (

Transkripsi:

BAB III PENGOLAHAN DATA DAN HASIL Kualitas hasil sebuah pengolahan data sangat bergantung pada kualitas data ukuran yang terlibat di dalam proses pengolahan data dan strategi dari pengolahan data itu sendiri. Hal ini juga berlaku untuk penentuan konstanta pasut laut dengan menggunakan data altimetri. Oleh karenanya, diperlukan strategi yang tepat dalam menangani pengolahan data supaya hasil pengolahan data bisa memberikan kualitas yang optimal sesuai dengan kualitas data yang tersedia. Penentuan konstanta pasut laut lokal pada studi ini menggunakan data SLA (Sea Level Anomaly) dari satelit TOPEX/Poseidon, dimana koreksi pasut laut yang biasanya diperoleh dari model pasut laut global tidak dilibatkan. Dengan tidak dilibatkannya koreksi pasut laut global diharapkan sinyal-sinyal pasut laut yang ada bisa diamati sehingga analisis untuk penentuan konstanta pasut laut dapat dilakukan. Oleh karena nilai SLA permukaan laut yang dihasilkan TOPEX/Poseidon masih dipengaruhi oleh berbagai macam kesalahan yang bisa menyebabkan terjadinya data spike, maka dalam studi ini akan dicoba dilakukan smoothing data SLA di sepanjang groundtrack satelit yang digunakan pada setiap cycle. Metode yang digunakan untuk smoothing data SLA ini adalah metode moving average. Kemudian, karena terdapat variasi posisi pada pengukuran altimetri di setiap titik di setiap cyclenya, maka diperlukan penentuan titik normal dimana titik-titik pengamatan satelit yang akan diolah harus diinterpolasi terlebih dahulu sehingga terletak diatas titik normal tersebut. Setelah diperoleh nilai-nilai SLA tiap cycle di atas titik normal, barulah proses analisis harmonik dengan menggunakan metode kuadrat terkecil dapat dilakukan. Untuk mendapatkan hasil analisis harmonik yang optimal, maka perlu dilakukan pembobotan yang sesuai dengan kualitas setiap data. Setelah pembobotan dimasukkan dan pengolahan data dilakukan, maka konstanta pasut laut di atas perairan yang diamati bisa diperoleh. Sebagai kontrol, dilakukan analisis hasil pengolahan pasut laut di titik-titik crossover untuk membandingkan antara hasil pengolahan pasut laut pada pass ascending dengan hasil pengolahan pasut laut pada pass descending. Uji hipotesis chi-square juga dilakukan untuk melihat apakah hasil pengolahan data yang telah dilakukan secara statistik dapat diterima atau tidak secara statistik. Visualisasi pengolahan data pada tugas akhir ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut. 31

Gambar 3.1 Diagram alir pengolahan data 3.1 Pengambilan Data Data TOPEX/Poseidon diambil dari RADS (Radar Altimeter Database System) yang dapat diakses melalui internet atau langsung dari server yang tersedia (dalam studi ini, data dari RADS diambil langsung dari server yang ada di laboratorium KK Geodesi, ITB). RADS itu sendiri adalah sebuah sistem basis data yang menyediakan data dari berbagai satelit altimetri seperti GEOSAT, ERS-1, ERS-2, TOPEX/Poseidon dan Jason-1 yang dapat dimanfaatkan untuk mencari dan memanipulasi data dari berbagai misi satelit tersebut. Dengan memasukkan posisi titik pengamatan, rentang waktu pengamatan, beserta koreksikoreksi yang akan digunakan, RADS dapat langsung memberikan data satelit altimetri yang kita inginkan. 3.1.1 Pemilihan Lokasi dan aktu Pengamatan Seperti apa yang telah dikemukakan pada ruang lingkup pembahasan tugas akhir ini, penentuan komponen pasut laut di dalam studi ini meliputi perairan dangkal, perairan dalam, perairan terbuka dan perairan sempit di wilayah perairan Indonesia. Tabel 3.1 dan gambar 3.2 menunjukkan titik-titik pengamatan satelit TOPEX/Poseidon yang dijadikan objek studi dalam tugas akhir ini: 32

Tabel 3.1 Lokasi pengamatan yang dijadikan objek studi No. 1 Koord Geodetik 1.9753 LS 107.7087 BT Deskripsi Geografis P. Bangka, perairan sempit, dangkal 2 3 4 5 6 7 5.9327 LS 107.1321 BT 9.8066 LS 96.3783 BT 5.93233 LS 128.9749 BT 9.80699 LS 133.2271 BT 5.9326 LS 137.4789 BT 1.98911 LU 123.3055 BT Laut Jawa, perairan sempit, dangkal mudera Hindia, perairan terbuka, dalam Laut Banda, perairan sempit, dalam Selatan Papua, perairan luas, dalam Barat Papua, perairan sempit, dangkal Utara Sulawesi, perairan sempit dalam Titik 7 Titik 1 Titik 3 Titik 2 Titik 4 Titik 6 Titik 5 Gambar 3.2 Lokasi pengamatan yang dijadikan objek studi Penentuan konstanta pasut laut di dalam studi ini melibatkan data selama 10 tahun, dimulai dari September 1992 hingga Juni 2002. Data sepanjang ini merupakan data pada cycle 1 hingga cycle 360 dari TOPEX/Poseidon. 3.1.2 Pengambilan Dataa Pada RADS Pengambilan data TOPEX/Poseidon pada RADS bisa dilakukan per cycle atau per pass. Cycle adalah periode pengulangan yang dibutuhkan satelit untuk kembali ke sebuah titik yang sama di sepanjang lintasan orbitnya. Pass adalah lintasan orbit sepanjang setengah revolusi satelit yang dihitung dari kutub ke kutub. Pass dengan arah lintasan orbit dari kutub selatan ke arah kutub utara disebut pass ascending. Passs dengan arah sebaliknyaa disebut pass descending. Pemilihan pass didasari oleh lokasi tititik yang akan diamati. Secara umum, perairan yang diamati dalam studi ini adalah perairan di wilayah Indonesia. Oleh karena itu, pass yang digunakann hanya pass yang melintasi perairan Indonesia. 33

Dalam studi ini, data TOPEX/Poseidon diperoleh dari database RADS yang ada di Laboratorium KK Geodesi ITB. Untuk memperoleh output data, terlebih dahulu harus dibuat file namelist (getraw) yang berfungsi sebagai kontrol pemilihan lokasi, pemilihan data, penentuan koreksi serta pemilihan referensi dari data yang akan digunakan. Untuk mengambil data dalam jumlah yang banyak bisa digunakan program yang harus dibuat terlebih dahulu dalam RADS atau dengan menggunakan bahasa pemrograman seperti yang dilakukan pada tugas akhir ini menggunakan bahasa C Shell di Linux. 3.2 Pra Pengolahan Data Sebelum dilakukan pengolahan data dengan menggunakan analisis harmonik pasut laut, terlebih dahulu dilakukan proses pra pengolahan data pada data yang diperoleh dari RADS. Pra pengolahan data ini antara lain bertujuan untuk mensmoothing data SLA yang akan digunakan sehingga diharapkan data-data spike dari sebuah set data SLA dapat tereduksi oleh proses smoothing ini. Pada proses pra pengolahan data ini juga dilakukan interpolasi untuk memperoleh nilai SLA dan waktu pengamatan pada titik normal sehingga nantinya seluruh nilai SLA yang digunakan di dalam proses analisis harmonik terletak di atas titik yang sama. 3.2.1 Moving average alaupun penerapan koreksi terhadap data TOPEX/Poseidon telah dilakukan, namun tetap saja sering ditemukan data-data spike pada sebuah set data SLA di sepanjang lintasan satelit. Masalah yang akan terjadi adalah ketika akan dilakukan interpolasi untuk penentuan titik normal pengamatan, dimana ada banyak data yang terlibat dalam penentuan parameter persamaan interpolasi. Data spike akan sangat mempengaruhi penentuan parameter interpolasi tersebut. Untuk meminimalisir efek kesalahan dari data spike tersebut, dilakukan smoothing terhadap data SLA di sepanjang lintasan satelit. Prinsip smoothing dengan menggunakan metode moving average adalah dengan merata-ratakan beberapa buah set data yang saling bertetanggaan, dimana hasil rata-rata tersebut menjadi data hasil smoothing bagi data yang berada di tengah. Di dalam studi ini, jumlah set data yang dijadikan window untuk dirata-ratakan adalah sebanyak tiga buah data. Proses mererata-ratakan tersebut terus dilakukan secara kontinyu sepanjang set data pengamatan dengan jumlah data yang dirata-ratakan tetap yaitu masing-masing tiga buah data. Untuk lebih memperjelas, gambar 3.3 berikut ini memperlihatkan prinsip dari moving average. 34

4 = 3 set data 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 1 = ( 1 + 2 + 3) 2 = 3 3 = ( 2 + 3 + 4) 3 3 + 4 + 5 3 ( )... 21= ( 21+ 22+ 23) 3 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 23 SLA: Gambar 3.3 Proses moving average pada sebuah set data (23 data) Dan gambar 3.4 berikut ini adalah contoh hasil moving average pada sebuah set data dari pengukuran Gambar 3.4 Contoh hasil moving average pada data SLA 35

3.2.2 Interpolasi Titik Normal alaupun orbit satelit telah dirancang untuk dapat mengulang di atas tempat yang sama, namun tetap saja terdapatt variasi posisi posisi tiap groundtrack yaitu ± 1 km. Oleh karena itu, untuk menciptakan kekonsistenan pada posisi titik pengamatan dan juga untuk memudahkan proses pengolahann data maka ditentukan sebuah titik normal dengan koordinat yang tetap sebagai titik pengamatan. Titik-titik yang diamati TOPEX/Poseidon akan diinterpolasi nilai SLA-nya terhadap titik normal sehingga nilai SLA yang digunakan di dalam pengolahan data merupakan nilai SLA diatas titik normal. Dalam studi ini, nilai SLA di atas titik normal diperoleh dengan menggunakan interpolasi kuadratik. Gambar 3.5 berikut memperlihatkan interpolasi kuadratik untuk memperoleh SLA di atas titik normal: Titik pengamatan satelit Titik Normal Gambar 3.5 Titik Normal Pada studi ini, jumlah set data yang dilibatkan di dalam proses interpolasi titik normal pada sebuah pass di setiap cycle dibatasi pada lintang ± 9` ke arah utara dan selatan dari posisi titik normal yang ditentukan. Dengann pembatasan area sepanjang itu, data SLA yang terlibat untuk menginterpolasi titik normal adalah kurang lebih sebanyak 4 buah data. Gambar 3.6 berikut ini merupakan gambar hasil interpolasi kuadratik dari empat buah data untuk memperoleh SLA di titik normal. 36

SLA hasil ukuran SLA titik normal SLA spike Gambar 3.6 Hasil interpolasi kuadratik untuk data SLA di titik normal 3.3 Model Pembobotan Model pembobotan data ukuran yang digunakan di dalam studi ini diturunkan dari matriks variansi-kovariansi residu ( dari hasil pengolahan data tanpa bobot. Formulasinya adalah sebagai berikut: (3.1) karena, maka: (3.2) (3.3) dengan Q vv = matriks kofaktor residu, A = matriks desain, Q = matriks kofaktor data ukuran lama (matriks identitas), F = dataa ukuran, X = parameterr persamaan, Q ll = variansi-kovariansi data ukuran yang baru, dan P = matriks bobot yang baru. Model pembobotan inilah yang dianggap paling cocok digunakan di dalam pengolahan data tugas akhir ini setelah dibandingkan dengann model pembobotan yang lain. 37

3.4 Penghitungan Analisis Harmonik Penghitungan analisis harmonik pada setiap titik di dalam studi ini dilakukan dalam dua tahap. Proses pra pengolahan data tetap dilakukan pada setiap tahap pengolahan data. Tahap pertama, dilakukan analisis harmonik dengan menggunakan seluruh komponen pasut laut yang ada, yaitu sejumlah 38 buah komponen pasut laut. Setelah dilakukan analisis harmonik, dilakukan uji chi-square untuk melihat kesalahan apa yang terdapat pada proses pengolahan data. Tujuh buah titik pengamatan yang diamati dalam studi ini memberikan hasil uji chi-square di bawah batas daerah penerimaan. Hal ini mengindikasikan adanya kesalahan yang diakibatkan karena terlalu banyak parameter yang dilibatkan dalam proses analisis harmonik. Oleh karenanya, harus dilakukan pengeliminasian parameter-parameter yang seharusnya tidak terlibat dari proses pengolahan data. Pengeliminasian tersebut dilakukan dengan cara menyeleksi komponen pasut laut yang mempunyai amplitudo di bawah 1.65 cm, kemudian mengeliminasi komponen-komponen tersebut agar tidak terlibat dalam penghitungan analisis harmonik selanjutnya. Batasan amplitudo itu sendiri ditentukan dengan cara trial and error, dengan tetap mempertimbangkan bahwa ketelitian pengukuran TOPEX/Poseidon adalah 2-3 cm. Tahap kedua, dilakukan analisis harmonik dengan menggunakan komponenkomponen pasut laut baru yang tidak tereliminasi oleh tahap sebelumnya. Setelah analisis harmonik selesai dilakukan, uji chi-square kembali diterapkan. Apabila hasil uji chi-square masih berada di bawah batas daerah penerimaan uji chi-square, maka dilakukan pengeliminasian parameter ulang seperti pada tahap satu. Namun apabila uji chi-square berada di atas batas daerah penerimaan uji hipotesis, berarti komponen yang dieliminasi pada tahap pertama terlalu banyak. Tahap pertama dilakukan ulang dengan menggunakan batas amplitudo yang baru hingga diperoleh parameter-parameter yang paling cocok untuk dimasukan ke dalam proses analisis harmonik. Hal ini juga dilakukan dengan cara trial and error. Penghitungan analisis harmonik dianggap telah selesai dilakukan apabila hasil uji chisquare yang telah dilaksanakan berada di dalam daerah penerimaan uji chi-square. Pada kebanyakan proses penghitungan analisis harmonik yang telah dilakukan, tahap kedua hanya cukup dilakukan sebanyak satu kali. Tahap kedua perlu dilakukan berulang kali ketika terjadi kesalahan dalam pemilihan komponen pasut laut yang dilibatkan di dalam proses penghitungan, dimana komponen pasut laut dangkal ikut dilibatkan dalam proses penghitungan analisis harmonik di perairan dalam, atau sebaliknya. Oleh karena itu, diperlukan informasi mengenai kedalaman perairan dari titik yang sedang diamati walaupun informasi tersebut hanya bersifat kualitatif. Informasi tersebut dapat dilihat pada tabel 3.1. 38

3.4.1 Penerapan Uji Statistik Chi-square Setelah dilakukan perataan parameter untuk memperoleh nilai amplitudo dan fase dari komponen-komponen pasut laut yang terlibat, dilakukan uji statistik chi-square untuk mengetahui apakah perataan yang telah dilakukan adalah benar atau salah secara statistik. Seperti yang telah tertera pada BAB 2 tugas akhir ini, uji chi-square dapat digunakan untuk mendeteksi kesalahan pada pemakaian parameter yang dilibatkan, model pembobotan, dan untuk mendeteksi adanya blunder pada data pengamatan. Tabel 3.2 berikut ini adalah tabel hasil percobaan yang telah dilakukan untuk melihat kesalahan pada model pembobotan yang terdeteksi oleh uji chi-square. Data yang digunakan adalah data TOPEX/Poseidon pada pass 227, lintang -9.8069 0, cycle 1-360. Jumlah parameter yang dilibatkan adalah 15 buah parameter. Percobaan yang dilakukan adalah dengan menggunakan bobot yang berbeda pada setiap data (tertera pada Bagian 3.3) dan dengan menggunakan bobot yang sama bagi semua data. Tabel 3.2 Hasil percobaan uji chi-square terhadap model pembobotan Percobaan Jumlah Parameter Batas Atas Batas Bawah Hasil Uji Chi square Lulus Bobot berbeda 15 319.577677 228.2089266 236.0230225 Ya Bobot sama 15 319.577677 228.2089266 24.0954757 Tidak Dari tabel 3.2, dapat diketahui bahwa hasil uji chi-square masuk pada daerah penerimaan ketika dimasukan model pembobotan. Ketika bobot untuk semua data dianggap sama, hasil uji chi-square tidak masuk ke dalam daerah penerimaan uji statistik. Karena model pembobotan yang diterapkan pada semua penghitungan analisis harmonik di semua titik pengamatan dalam tugas akhir ini adalah sama (seperti yang tertera pada Bagian 3.3), maka uji chi-square yang diterapkan hanya dimanfaatkan untuk mendeteksi kesalahan pada pemakaian parameter yang dilibatkan. Tabel 3.3 adalah tabel hasil percobaan yang telah dilakukan untuk melihat kesalahan pada pemilihan komponen pasut laut yang terlibat sebagai parameter yang terdeteksi oleh uji chi-square. Data yang digunakan sama dengan data pada percobaan sebelumnya. 39

Tabel 3.3 Hasil percobaan uji chi-square terhadap jumlah parameter yang digunakan Percobaan Jumlah Parameter Batas Atas Batas Bawah Hasil Uji Chi-square Lulus Percobaan 1 21 306.5571932 217.2293174 118.1075222 Tidak Percobaan 2 15 319.577677 228.2089266 236.0230225 Ya Percobaan 3 9 332.5758565 239.2108321 9423.878897 Tidak Pada tabel 3.3, percobaan 1 nilai uji chi-squarenya lebih kecil dari batas bawah daerah penerimaan. Hal ini dikarenakan jumlah parameter yang dilibatkan di dalam perataan tersebut terlalu banyak, yaitu berjumlah 21 buah parameter. Pada percobaan 3, nilai uji chisquare yang diperoleh jauh melampaui batas atas daerah yang diterima karena jumlah parameter yang terlibat dalam percobaan 3 terlalu sedikit, yaitu 9 buah parameter. Jumlah parameter yang paling tepat digunakan di dalam percobaan ini ada pada percobaan 2, yaitu dengan 15 buah parameter. Pada percobaan 2, nilai uji chi-square dari hasil perataan berada di dalam daerah penerimaan. Dengan demikian, uji statistik chi-square dapat digunakan untuk melihat apakah pelibatan parameter-parameter di dalam pengolahan data sudah tepat atau belum. Ketika hasil uji chi-square menunjukan indikasi adanya kelebihan penggunaan parameter di dalam proses analisis harmonik, maka eliminasi parameter dapat dilakukan dari parameter-parameter yang mempunyai amplitudo terkecil atau dengan menggunakan batasan nilai tertentu (dalam studi ini adalah 1.65 cm) dimana parameter-parameter yang mempunyai besar amplitudo di bawah batasan nilai tersebut dihilangkan dari proses perataan. Dengan demikian, proses analisis harmonik dapat dilakukan dengan melibatkan semua parameter yang tersedia, kemudian mengeliminasi parameter-parameter yang mempunyai amplitudo lemah. Dari proses eliminasi parameter-parameter tersebut tersisa parameter-parameter yang mempunyai kontribusi signifikan dalam proses analisis harmonik. Proses analisis harmonik dilakukan ulang dengan menggunakan parameter-parameter tersebut hingga akhirnya diperoleh nilai akhir dari proses analisis harmonik. Tabel 3.4, 3.5, 3.6, 3.7, 3.8, 3.9 dan 3.10 menunjukan hasil pemilihan komponenkomponen pasut laut pada tujuh buah titik objek studi tugas akhir ini. Pada tabel-tabel tersebut hanya dipaparkan jumlah komponen yang masuk uji chi-square, sedangkan nama komponen-komponennya sendiri akan dipaparkan pada bagian 3.5 selanjutnya. 40

Tabel 3.4 Hasil uji chi-square untuk menentukan jumlah parameter yang digunakan pada Titik 1 (P. Bangka) Pass 229 Pass 64 Jumlah Batas chi Batas chi Komponen atas square atas square 38 260.7854 179.0007 47.6999 278.2619 193.5244 48.0311 15 308.7289 219.0576 280.1114 326.0795 233.7072 306.0413 Tabel 3.5 Hasil uji chi-square untuk menentukan jumlah parameter yang digunakan pada Titik 2 (L. Jawa) Pass 51 Pass 64 Jumlah Batas chi Batas chi Komponen atas square atas square 38 281.5330 196.2533 25.2276 278.2619 193.5244 27.0800 13 335.8221 241.9646 249.6359 332.5759 239.2108 284.5549 Tabel 3.6 Hasil uji chi-square untuk menentukan jumlah parameter yang digunakan pada Titik 3 (S. Hindia) Pass 77 Pass 1464 Jumlah Batas chi Batas chi Komponen atas square atas square 21 267.3453 184.4409 20.6340 276.0802 191.7061 27.5267 12 323.9128 231.8738 276.2563 332.5759 239.2108 300.4143 Tabel 3.7 Hasil uji chi-square untuk menentukan jumlah parameter yang digunakan pada Titik 4 (L. Banda) Pass 75 Pass 88 Jumlah Batas chi Batas chi Komponen atas square atas square 21 272.8061 188.9801 35.3398 276.0802 191.7061 32.3189 15 322.8293 230.9574 244.5144 326.0795 233.7072 233.9791 Tabel 3.8 Hasil uji chi-square untuk menentukan jumlah parameter yang digunakan pada Titik 5 (Selatan Papua) Pass 227 Pass 164 Jumlah Batas chi Batas chi Komponen atas square atas square 21 269.5302 186.2560 32.5963 282.6230 197.1633 40.8084 14 321.7455 230.0411 273.3640 334.7402 241.0466 330.5319 Tabel 3.9 Hasil uji chi-square untuk menentukan jumlah parameter yang digunakan pada Titik 6 (Barat Papua) Pass 49 Pass 62 Jumlah Batas chi Batas chi Komponen atas square atas square 38 247.6421 168.1439 103.7052 265.1595 182.6267 117.3174 25 276.0802 191.7061 242.0023 293.5128 206.2736 271.6084 41

Tabel 3.10 Hasil uji chi-square untuk menentukan jumlah parameter yang digunakan pada Titik 7 (Utara P. Sulawesi) Pass 101 Pass 64 Jumlah Batas chi Batas chi Komponen atas square atas square 21 271.7143 188.0719 38.5825 272.8061 188.9801 40.6837 15 321.7455 230.0411 274.3068 322.8293 230.9574 285.8486 3.5 Hasil Analisis Harmonik Metode Kuadrat Terkecil Setelah langkah-langkah penghitungan yang telah dijelaskan sebelumnya selesai dilakukan, berikut ini tabel 3.11, 3.12, 3.13, 3.14, 3.15, 3.16 dan 3.17 merupakan tabel hasil pengolahan analisis harmonik dengan menggunakan metode kuadrat terkecil pada tujuh buah titik objek studi. Amplitudo dan standar deviasi pada tabel-tabel tersebut ditulis dalam besaran meter (m), sedangkan fase ditulis dalam besaran derajat ( o ). Tabel 3.11 Konstanta pasut hasil analisis harmonik metode kuadrat terkecil pada Titik 1 (P. Bangka) Pass : 229 (ascending) 64 (descending) Komponen Amplitudo Fase std_ampli std_fase Amplitudo Fase std_ampli std_fase 0.116 2.038 0.010 4.895 0.107 7.653 0.009 4.835 Ssa 0.029 26.781 0.010 19.111 0.073 248.364 0.009 6.999 Mf 0.076 137.639 0.067 51.508 0.062 152.783 0.062 58.085 QI 0.055 295.281 0.010 10.137 0.064 296.372 0.009 8.075 O1 0.353 304.189 0.010 1.551 0.362 304.575 0.009 1.437 NO1 0.028 295.382 0.010 19.345 0.031 301.798 0.009 17.250 P1 0.164 9.744 0.010 3.426 0.174 12.114 0.009 2.987 S1 0.019 123.929 0.010 31.438 0.019 82.436 0.009 27.426 K1 0.541 47.669 0.010 1.042 0.544 46.919 0.009 0.957 J1 0.024 66.985 0.010 22.904 0.014 109.125 0.009 36.454 N2 0.021 74.400 0.010 28.324 0.020 65.916 0.009 26.293 NU2 0.010 314.616 0.010 57.381 0.016 250.882 0.009 32.863 M2 0.015 346.163 0.010 36.270 0.016 341.386 0.009 31.299 S2 0.037 132.552 0.010 15.084 0.037 119.244 0.009 14.445 MP1 0.005 303.089 0.010 115.549 0.019 323.113 0.010 29.492 2SM2 0.073 298.464 0.067 54.146 0.060 56.385 0.062 59.132 M6 299.346 0.010 72.466 0.016 239.060 0.009 32.376 2MS6 0.016 285.581 0.010 36.701 0.018 200.361 0.009 30.150 42

Tabel 3.12 Konstanta pasut hasil analisis harmonik metode kuadrat terkecil pada Titik 2 (L. Jawa) Pass : 51 (ascending) 64 (descending) Komponen Amplitudo Fase std_ampli std_fase Amplitudo Fase std_ampli std_fase 0.030 159.865 0.006 12.402 0.040 171.150 0.007 10.056 Ssa 0.033 181.569 0.006 11.146 0.038 205.592 0.007 10.573 Mm 0.020 269.309 0.006 18.551 0.019 296.306 0.007 21.749 Mf 0.074 204.167 0.044 34.325 0.029 203.105 0.048 95.996 O1 0.048 243.237 0.006 7.642 0.048 223.238 0.007 8.388 P1 0.044 243.392 0.007 8.256 0.028 218.654 0.007 14.593 S1 0.017 21.486 0.007 21.238 0.023 17.363 0.007 17.095 K1 0.088 1.348 0.006 4.195 0.121 358.780 0.007 3.384 N2 0.038 34.559 0.006 9.830 0.043 41.165 0.007 9.299 M2 0.108 350.114 0.006 3.420 0.119 349.038 0.007 3.411 S2 0.075 317.818 0.006 5.084 0.066 320.630 0.007 6.342 K2 0.027 59.265 0.006 13.564 0.024 60.129 0.007 16.615 2SM2 0.073 201.740 0.044 34.841 0.025 230.632 0.049 110.573 Tabel 3.13 Konstanta pasut hasil analisis harmonik metode kuadrat terkecil pada Titik 3 (mudera Hindia) Pass : 77 (ascending) 14 (descending) Komponen Amplitudo Fase std_ampli std_fase Amplitudo Fase std_ampli std_fase 0.077 236.409 0.006 4.017 0.080 242.454 0.007 4.375 Ssa 0.039 299.886 0.006 8.341 0.006 336.849 0.007 26.116 QI 0.015 161.411 0.006 9.085 0.025 113.962 0.007 14.279 O1 0.077 117.042 0.006 4.198 0.072 124.580 0.007 4.530 P1 0.046 134.467 0.006 5.568 0.041 141.877 0.007 5.724 S1 0.019 124.157 0.006 16.765 252.349 0.007 45.482 K1 0.129 176.058 0.006 0.211 0.128 175.678 0.007 0.502 N2 0.055 217.657 0.006 4.066 0.066 213.242 0.007 3.230 NU2 64.819 0.006 44.194 0.016 339.160 0.007 9.125 M2 0.273 313.353 0.006 0.992 0.276 314.685 0.007 1.024 S2 0.101 7.396 0.007 0.904 0.093 14.841 0.007 1.260 K2 0.027 143.218 0.006 8.282 0.024 149.062 0.007 8.523 43

Tabel 3.14 Konstanta pasut hasil analisis harmonik metode kuadrat terkecil pada Titik 4 (L. Banda) Pass : 75 (ascending) 88 (descending) Komponen Amplitudo Fase std_ampli std_fase Amplitudo Fase std_ampli std_fase 0.080 52.190 5.601 0.072 52.318 0.007 5.964 Ssa 0.037 139.282 11.782 0.025 82.587 0.007 17.368 Mf 0.009 32.834 51.220 356.600 0.007 55.202 QI 0.035 212.481 12.860 0.041 49.486 10.359 O1 0.149 98.961 2.983 0.161 247.660 0.007 2.676 P1 0.088 95.226 5.095 0.082 134.450 0.007 5.311 S1 0.030 177.842 14.567 0.011 219.485 37.073 K1 0.250 275.508 1.782 0.259 225.694 1.648 J1 0.017 165.681 26.620 0.013 72.918 33.166 N2 0.123 301.422 3.664 0.124 235.837 0.007 3.488 NU2 0.033 332.568 14.037 0.030 350.978 0.007 14.465 M2 0.598 152.733 0.745 0.601 254.519 0.718 L2 0.019 170.023 22.927 0.020 84.126 21.092 S2 0.188 199.736 2.386 0.189 197.896 2.264 K2 0.045 245.615 10.105 0.051 300.432 0.007 8.508 Tabel 3.15 Konstanta pasut hasil analisis harmonik metode kuadrat terkecil pada Titik 5 (L.Selatan Papua) Pass : 227 (ascending) 164 (descending) Komponen Amplitudo Fase std_ampli std_fase Amplitudo Fase std_ampli std_fase 0.093 26.872 4.751 0.092 36.948 4.973 Ssa 0.029 11.097 15.503 0.013 9.678 34.504 QI 0.056 219.721 8.041 0.043 73.585 10.680 O1 0.209 205.581 2.155 0.223 294.773 2.008 P1 0.088 44.382 5.063 0.076 184.382 6.113 S1 0.020 261.616 23.725 0.016 270.548 28.087 K1 0.233 55.642 1.954 0.227 271.966 2.018 2N2 0.021 155.300 20.983 0.012 107.099 40.215 MU2 0.022 168.800 20.217 0.013 35.611 35.823 N2 0.101 135.427 4.414 0.102 298.565 4.498 M2 0.432 5.023 1.052 0.434 310.535 1.053 L2 0.017 53.590 26.887 0.009 158.293 49.415 S2 0.138 254.765 3.228 0.136 257.283 3.451 K2 0.043 173.990 10.525 0.035 354.085 13.133 44

Tabel 3.16 Konstanta pasut hasil analisis harmonik metode kuadrat terkecil pada Titik 6 (Teluk di Barat Papua) Pass : 49 (ascending) 62 (descending) Komponen Amplitudo Fase std_ampli std_fase Amplitudo Fase std_ampli std_fase 0.176 31.520 0.016 5.281 0.178 31.047 0.015 4.896 Ssa 0.100 118.180 0.016 9.164 0.090 257.045 0.015 9.463 Mm 0.014 2.757 0.016 64.076 0.017 119.536 0.015 48.106 QI 0.136 107.376 0.017 6.660 0.160 279.793 0.015 5.393 O1 0.700 325.953 0.016 1.322 0.016 177.528 0.015 1.238 NO1 0.050 327.398 0.016 18.483 0.060 169.864 0.015 14.007 P1 0.315 240.226 0.016 2.897 0.308 193.481 0.015 2.819 S1 0.081 288.180 0.016 11.363 0.095 289.635 0.015 9.291 K1 0.941 323.487 0.016 0.978 0.931 10.464 0.015 0.916 J1 0.051 185.214 0.016 18.183 0.038 258.568 0.015 22.896 OO1 0.024 316.865 0.017 37.204 0.028 66.835 0.016 29.304 MU2 0.011 182.217 0.016 79.721 0.020 22.118 0.015 41.840 N2 0.055 121.694 0.016 17.146 0.066 205.635 0.015 13.292 M2 0.201 135.648 0.020 5.626 0.188 40.526 0.019 5.714 T2 0.010 96.765 0.017 88.953 0.020 63.354 0.015 44.768 S2 0.062 54.556 0.015 15.123 0.061 66.022 0.015 14.702 K2 0.018 134.854 0.016 50.818 0.022 183.705 0.015 39.015 SO1 0.004 114.702 0.019 313.459 0.019 285.395 0.019 56.115 MNS2 0.009 140.429 0.016 101.588 0.023 344.866 0.015 36.110 2MS2 0.016 354.902 0.016 55.887 0.017 25.846 0.015 51.387 MSN2 0.011 107.489 0.017 89.900 0.029 176.476 0.016 32.125 MN4 0.002 233.087 0.016 525.448 0.018 20.634 0.015 48.470 MK4 0.024 64.877 0.017 41.365 0.016 152.792 0.016 57.675 S4 0.019 10.257 0.015 52.145 0.040 189.994 0.014 23.684 2MS6 0.024 61.746 0.016 38.119 0.017 212.447 0.015 50.656 45

Tabel 3. 17 Konstanta pasut hasil analisis harmonik metode kuadrat terkecil pada Titik 7 (Utara Sulawesi) Pass : Komponen Ssa QI O1 P1 K1 2N2 MU2 N2 NU2 M2 L2 T2 S2 K2 Amplitudo 0.030 0.034 0.023 0.120 0.043 0.140 0.017 0.028 0.094 0.017 0.599 0.022 0.016 0.367 0.080 101 (asce Fase 10.179 300.262 290.601 9.545 148.247 102.373 67.518 14.927 91.304 57.491 150.579 42.318 10.859 326.318 104.900 ending) std_ampli 0.009 0.009 0.009 std_fase 15.411 14.550 21.671 3.951 11.096 3.484 28.670 16.898 5.400 28.637 0.802 22.058 30.341 1.278 5.969 12 (descending) Amplitudo Fase std Ampli std Fase 0.032 30.420 0..009 15. 065 0.013 120.802 0..008 35. 927 0.024 338.816 0..008 20. 625 0.111 193.120 0..008 4.389 0.053 86.430 0..009 9.070 0.148 174.368 0..009 3.261 0.013 178.026 0..009 37. 262 0.017 197.799 0..008 29. 384 0.099 38.616 0..009 5.074 0.034 122.874 0..008 14. 478 0.612 45.710 0..008 0.796 0.027 242.982 0..008 18. 213 0.022 306.336 0..009 22. 833 0.366 327.083 0..008 1.327 0.090 62.032 0..008 5.335 Gambar 3.7, 3.8, 3.9, 3.10, 3.11, 3.12 dan 3.13 berikut ini merupakan diagram tabung yang berisi perbandingan antaraa amplitudo ascending dan pass descending di setiap komponen-komponen pasut laut dari data pass titik pengamatan. Sumbu absis pada diagram- diagram tersebut berisi nama komponen-komponen pasut laut, sedangkan sumbu ordinatnya merupakan besar amplitudo (dalam meter) dari komponen-komponenn pasut laut tersebut. 1.000 0.900 0.800 0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 Ascending Descending Ssa Mf QI O1 NO1 P1 S1 K1 J1 N2 NU2 M2 S2 MP1 2SM2 M6 2MS6 Gambar 3.7 Amplitudo komponen pasut pada Titik 1 (P.Bangka) 46

1.000 0.900 0.800 0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 Ascending Descending Gambar 3.8 Amplitudo komponen pasut pada Titik 2 (L. Jawa) 1.000 0.900 0.800 0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 Ascending Descending Ssa QI O1 P1 S1 K1 N2 NU2 M2 S2 K2 Gambar 3.9 Amplitudo komponen pasut pada Titik 3 (mudera Hindia) 1.000 0.900 0.800 0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 Ascending Descending Ssa Mf QI O1 P1 S1 K1 J1 N2 NU2 M2 L2 S2 K2 Gambar 3.10 Amplitudo komponen pasut pada Titik 4 (L. Banda) 47

1.000 0.900 0.800 0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 Ascending Descending Ssa QI O1 P1 S1 K1 2N2 MU2 N2 M2 L2 S2 K2 Gambar 3.11 Amplitudo komponen pasut pada Titik 5 (Selatan Papua) 1.000 0.900 0.800 0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 Ascending Descending Ssa Mm QI O1 NO1 P1 S1 K1 J1 OO1 MU2 N2 M2 T2 S2 K2 SO1 MNS2 2MS2 MSN2 MN4 MK4 S4 2MS6 Gambar 3.12 Amplitudo komponen pasut pada Titik 6 (Teluk di Barat Papua) 1.000 0.900 0.800 0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 Ascending Descending Ssa QI O1 P1 K1 2N2 MU2 N2 NU2 M2 L2 T2 S2 K2 Gambar 3.13 Amplitudo komponen pasut pada Titik 7 (Utara P. Sulawesi) 48

Perbandingann fase yang diperoleh dari data pass ascending dan pass descending pada setiap titik dapat dilihat pada gambar 3.14, 3.15, 3.16, 3..17, 3.18, 3. 19 dan 3.20.. Sumbu absis pada diagram-diagram tersebut berisi nama komponen-komponen pasut laut, sedangkan sumbu ordinatnya merupakan fase (dalam derajat) dari komponen-komponen pasut laut tersebut. 360 270 ascending descending 180 90 0 Ssa Mf QI O1NO1P1 S1 K1 J1 N2 NU2 M2 S2 MP12SM2M62MS6 Gambar 3.14 Fase komponenn pasut pada Titik 1 (P.Bangka) 360 270 ascending descending 180 90 0 Ssa Mm Mf O1 P1 S1 K1 N2 M2 S2 K2 2SM2 Gambar 3.15 Fase komponen pasut padaa Titik 2 (L. Jawa) 49

360 270 ascending descending 180 90 0 Ssa QI O1 P1 S1 K1 N2 NU2 M2 S2 K2 360 270 Gambar 3.16 Fase komponen pasut pada Titik 3 (mudera Hindia) ascending descending 180 90 0 Ssa Mf QI O1 P1 S1 K1 J1 N2 NU2 M2 L2 S2 K2 Gambar 3.17 Fase komponen pasut pada Titik 4 (L. Banda) 360 270 ascending descending 180 90 0 Ssa QI O1 P1 S1 K1 2N2 MU2 N2 M2 L2 S2 K2 Gambar 3.18 Fase komponen pasut pada Titik 5 (Selatan Papua) 50

360 270 ascending descending 180 90 0 Ssa Mm QI O1 NO1 P1 S1 K1 J1 OO1 MU2 N2 M2 T2 S2 K2 SO1 MNS2 2MS2 MSN2 MN4 MK4 S4 2MS6 Gambar 3.19 Fase komponen pasut pada Titik 6 (Teluk di Barat Papua) 360 270 ascending descending 180 90 0 Ssa Mm QI O1 NO1 P1 S1 K1 J1 OO1 MU2 N2 M2 T2 Gambar 3.20 Fase komponen pasut pada Titik 7 (Utara P. Sulawesi) 51