III KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alokasi Produk

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI

VI ALOKASI PRODUK. Tabel 23. Sebaran Petani Berdasarkan Cara Panen di Kabupaten Karawang Tahun Petani Padi Ladang Cara Panen

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALOKASI PRODUK DAN MARKETED SURPLUS PADI DI KABUPATEN KARAWANG

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

III KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS MARKETABLE SURPLUS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SUPPLY SERTA KETERSEDIAAN BERAS DI KOTA BENGKULU

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

TINJAUAN PUSTAKA. tebel silang memperoleh kesimpulan bahwa 1) Aktivitas usaha luar tani di

BAB I. PENDAHULUAN A.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

TINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea

III KERANGKA PEMIKIRAN

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

III KERANGKA PEMIKIRAN

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG

BAB IV METODE PENELITIAN. ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode penentuan lokasi

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO

III KERANGKA PEMIKIRAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu

PRINSIP-PRINSIP EKONOMI DALAM USAHATANI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

BPS PROVINSI JAWA BARAT

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. lainnya, baik dalam bentuk mentah ataupun setengah jadi. Produk-produk hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, padi dapat digantikan atau disubstitusi

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

BAB II TINJUAN PUSTAKA

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHATANI DAN KLASIFIKASI USAHATANI

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,

III. METODE PENELITIAN. dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

menghasilkan limbah yang berupa jerami sebanyak 3,0 3,7 ton/ha.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

Transkripsi:

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dilandasi oleh teori-teori mengenai konsep marketable dan marketed surplus, serta faktor-faktor yang memepengaruhinya. Adapun uraian secara lengkap dapat dijelaskan dalam sub-bab berikut : 3.1.1 Marketable dan Marketed Surplus Ada banyak pengertian mengenai marketed dan marketable surplus yang telah berkembang sampai saat ini. Krishna dalam Newman (1977) mendefinisikan marketable surplus sebagai hasil panen setelah dikurangi konsumsi. Barter, transfer, dan pemberian termasuk dalam konsumsi tersebut. Dalam penelitiannya, Nusril dan Sukiyono (2007) mendefinisikan marketable surplus sebagai jumlah produksi yang dapat dipasarkan setelah dikeluarkan alokasi produksi yang benarbenar dikeluarkan petani dalam bentuk natura atau bagian dari hasil panen. Dari definisi-definisi yang didapat, ada yang menyamakan dan membedakan antara marketable dan marketed surplus itu sendiri. Namun sebenarnya, konsep marketable dan marketed surplus berbeda. menurut Kusnadi et al (2008), marketable surplus adalah jumlah potensial yang dapat dijual petani. Pengertian tersebut paling sesuai dengan keadaan petani saat ini. Hal itu disebabkan meskipun marketable surplus tersebut dapat dijual, tetapi dalam kenyataannya belum tentu semua produk tersebut dijual oleh petani, tetapi dialokasikan untuk kepentingan lain. Jika dikaitkan dengan kondisi petani padi di Indonesia saat ini dan studistudi yang telah dilakukan, maka marketable surplus adalah jumlah hasil panen dikurangi oleh pembayaran natura. Marketable surplus = hasil panen pembayaran natura...(1) Marketable surplus pada persamaan (1) terdiri dari hasil panen lahan yang diusahakan sendiri oleh petani ditambah dengan hasil panen lahan yang disakapkan atau digarap oleh petani lain, tetapi pembayaran sewanya menggunakan sistem natura ditambah juga dengan sisa stok sebelum panen sisa

dari simpanan gabah musim lalu. Sedangkan natura terdiri dari pembayaran yang dilakukan selama proses usahatani sampai dengan pemanenan yang pembayarannya meggunakan bagian hasil panen. Pembayaran secara natura terdiri dari pembayaran zakat panen, input produksi, pembayaran tenaga kerja selama proses budidaya sampai dengan pemanenan. Lain halnya dengan marketed surplus. Marketed surplus menurut Mark D Newman (1977), mendefinisikan marketed surplus sebagai porsi dari produksi yang dijual ke pasar. Dalam pelaksanaanya, petani sering kali menyimpan sebagian hasil panennya sebagai persediaan untuk konsumsi rumah tangga, benih, dan stok cadangan atau penjualan bertahap. Marketed Surplus = Marketable Surplus konsumsi...(2) Marketable surplus adalah bagian produksi bersih yang bisa dijual oleh petani. Besaran marketed surplus akan sama dengan marketable surplus jika petani tidak menyisihkan hasil panennya untuk konsumsi rumah tangga, tetapi menjual seluruhnya dari hasil panen tersebut. Konsumsi rumah tangga yang dimaksud adalah konsumsi untuk benih dan konsumsi beras rumah tangga. Petani biasanya menyimpan kebutuhan konsumsi dan benih dalam bentuk cadangan atau stok. Stok atau penyimpanan dilakukan petani dengan berbagai jenis tujuan, diantaranya untuk benih musim tanam selanjutnya, persediaan konsumsi dan cadangan untuk dijual sewaktu-waktu (dijual bertahap). Hasil petani tidak semuanya dijual ke pasar, tetapi dialokasikan untuk berbagai keperluan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam skema berikut:

Sisa stok sebelum panen produksi Net Harvest (Marketable surplus) Pembayaran natura Hasil dari lahan yang diusahakan petani lain Dijual (marketed surplus) penggunaan konsumsi dan benih Gambar 4. Skema alokasi produksi padi petani Dalam Gambar 4 dapat dilihat bahwa besaran marketed surplus adalah sebagian dari hasil panen petani. Besaran marketed surplus akan sama dengan marketable surplus jika petani menjual seluruh hasil panennya dengan kata lain tidak melakukan penyimpanan atau stok. Menurut BPS (2003), stok adalah sejumlah bahan makanan yang disimpan atau dikuasai oleh pemerintah atau swasta yang dimaksud sebagai cadangan dan akan digunakan apabila sewaktu-waktu diperlukan. Secara umum, pemegang stok gabah ada dua, yaitu pemerintah dan masyarakat. Stok gabah pemerintah dipegang oleh Bulog sedangkan stok di masyarakat salah satunya dipegang oleh petani. Petani umumnya menyimpan sebagian gabah hasil panennya untuk kebutuhan konsumsi, benih, dan pakan ternak (Mears, 1981). Selain itu, petani juga bisa bersplekulasi menyimpan gabah mereka untuk dijual saat harga naik setelah panen. 3.1.2 Hubungan Corak Usahatani dengan Marketed Surplus Berdasarkan ciri ekonomi, dikenal dua corak usahatani yakni usahatani subsisten dan pertanian komersial. Usahatani subsisten ditandai oleh ketiadaan akses terhadap pasar. Dengan kata lain produk pertanian yang dihasilkan hanya untuk memenuhi konsumsi keluarga dan tidak dijual. Usahatani komersial berada pada sisi berlainan dengan usahatani subsisten. Umumnya usahatani komersial menjadi karakter perusahaan pertanian (farm) di mana pengelola usahatani telah

berorientasi pasar. Dengan demikian seluruh output pertanian yang dihasilkan seluruhnya dijual dan tidak dikonsumsi sendiri. Usahatani dalam makna subsisten adalah usahatani yang dikelola oleh petani dan keluarganya. Karena dikelola oleh petani dan keluarganya, umumnya petani mengelola lahan milik sendiri atau lahan sewa yang tidak terlalu luas karena tenaga kerja yang tersedia terbatas. Usahatani tersebut dapat diusahakan di tanah sawah, ladang dan pekarangan. Hasil yang mereka panen biasanya digunakan untuk konsumsi keluarga, jika hasil panen mereka lebih banyak dari jumlah yang mereka konsumsi mereka akan menjualnya ke pasar (Soekartawi, 1986). Jadi, pertanian dalam arti sempit dapat dicirikan oleh sifat subsistensi atau semi komersial. Ciri lain usahatani subsisten adalah tidak adanya spesifikasi dan spesialisasi. Mereka biasa menanam berbagai macam komoditi. Dalam satu tahun musim tanam petani dapat memutuskan untuk menanam tanaman bahan pangan atau tanaman perdagangan. Adapun bila usahatani telah dilakukan secara efisien dalam skala besar dengan menerapkan konsep spesialisasi komoditi maka karakteristik pertanian bergeser ke arah komersialisasi. Selain itu, pada usahatani subsisten, kontak antara petani dan pasar sangat minim, bahkan tidak ada. Perilaku ekonomi mempunyai tiga hal yang patut diperhatikan yaitu risiko, ketidakpastian, serta keuntungan (Scott,1981) dalam Metro (2005). Istilah risiko dan ketidakpastian dimaksudkan kepada terjadinya kemungkinan kekurangan bahan makanan pokok di masa yang akan datang. Usahatani subsisten juga tidak berorientasi seberapa besar keuntungan yang bisa didapat dengan penjuala hasil produk usahatani, karena hasilnya diprioritaskan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga. Scott (1981) dalam Metro (2005), menjelaskan adanya perilaku enggan menerima risiko dalam pengambilan keputusan petani disebabkan oleh adanya dilema ekonomi petani yang dihadapi oleh kebanyakan rumah tangga petani. Hal itu disebabkan kehidupan petani yang umumnya berada di pedesaan begitu dekat dengan batas subsistensi dan karena itu kondisi tersebut menyebabkan rumah tangga petani tidak banyak mempunyai peluang untuk menerapkan keuntungan maksimal dalam berusahatani.

Sifat khas yang senantiasa ada pada diri petani ialah berusaha menghindari kegagalan yang akan menghancurkan kehidupannya dan bukan berusaha memperoleh keuntungan besar dengan mengambil resiko. Dengan kata lain petani berusaha meminimumkan keuntungan subjektif dari kerugian maksimum. Perilaku demikian yang disebut juga perilaku safety first atau mendahulukan keamanan merupakan ciri umum petani. Wharton (1964) dalam Kusnadi et al (2008) mengemukakan bahwa ciri subsistensi petani bisa diketahui dengan dua pendekatan kriteria, yaitu kriteria ekonomi dan kriteria sosial budaya. Kriteria ekonomi meliputi 1). Rasio atau proporsi produk yang dijual 2). Rasio tenaga kerja upah atau input yang dibeli 3). Tingkat penggunaan teknologi 4). Pendapatan dan 5). Kebebasan pengambilan keputusan. Kriteria sosial budaya mencakup 1). Faktor non-ekonomi dalam pengambilan keputusan 2). Derajat kontak dengan dunia luar (pasar) 3). Bentuk hubungan personal 4.) perbedaan psikologis. Jika dikaitkan dengan marketed surplus, maka kriteria rasio produk yang dijual adalah kriteria paling sesuai untuk mengukur subsistensi petani. Semakin besar rasio atau semakin besar bagian produk yang dijual, maka petani tersebut semakin komersiil. Hal itu disebabkan pada usahatani komersiil, semakin besar marketed surplus, maka keuntungan yang bisa diperoleh juga bisa semakin besar. 3.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi marketed surplus Dalam penelitian ini, ada beberapa hipotesis faktor-faktor yang mempengaruhi marketed surplus petani. Faktor faktor yang mempengaruhi marketed surplus terbagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor yang berasal dari internal rumah tangga petani itu sendiri sedangkan faktor eksternal meliputi faktor yang berasal dari luar rumah tangga petani. Faktor internal meliputi ukuran keluarga, usia petani, pendidikan petani, dan pengalaman usahatani, sedangkan faktor eksternal meliputi produksi total, harga, musim tanam, akses sarana pasca panen, dan sumber modal : 1. Jumlah Produksi Semakin tinggi hasil panen yang diperoleh petani, maka semakin banyak pula hasil panen tersebut dipasarkan karena jumlah kelebihan hasil panen akan semakin banyak. Hal itu disebabkan karena jumlah konsumsi keluarga cenderung

tetap, sehingga bila produksi tinggi, maka selisih antara konsumsi dan produksi yang bisa dijual makin besar atau banyak. 2. Ukuran keluarga Petani yang subsisten akan menyisihkan sebagian hasil panennya untuk dikonsumsi sehari-hari. Semakin besar jumlah anggota atau tanggungan rumah tangga petani, maka jumlah yang disisihkan dari hasil panen akan semakin besar yang akan mengurangi jumlah panen yang dipasarkan. 3. Pendapatan luar usahatani Sumber pendapatan rumah tangga petani tidak hanya dari kegiatan usahatani, tetapi dapat juga berasal dari luar usahatani. Semakin besar pendapatan rumah tangga petani, maka tingkat kesejahteraannya pun akan semakin tinggi sehingga petani bisa menjual seluruh hasil panennya dan berperan sebagai konsumen untuk memenuhi kebutuhan berasnya. 4. Harga Petani yang komersial akan berusaha memaksimalkan keuntungan atau dalam hal ini penerimaan dari penjualan hasil panen padi. Jika harga gabah atau beras di pasar sedang tinggi, maka petani akan cenderung meningkatkan marketed surplus agar penerimaan yang didapat semakin besar pula. 5. Musim Tanam Pola tanam di setiap daerah belum tentu sama. Sehingga, musim tanam akan mempengaruhi jumlah marketed surplus petani karena jeda dari musim ke musim belum tentu sama. Hal itu menyebabkan petani yang subsisten akan memperhitungkan berapa kebutuhan konsumsi yang akan dia simpan selama jeda musim tersebut disesuaikan dengan lamanya jeda musim. Semakin lama jeda musim, maka jumlah produk yang disisihkan akan semakin besar. 6. Usia Petani Usia dan pendidikan akan mempengaruhi cara berpikir seseorang. Petani yang berusia tua diduga akan bersikap lebih subsisten dibandingkan petani yang berusia muda. Petani yang komersiil akan menjual lebih banyak gabah hasil panennya dibandingkan petani yang subsisten.

7. Pendidikan petani Pendidikan erat kaitannya dengan pola pikir petani. Petani yang berpendidikan cencerung akan berusaha mendapat hasil atau keuntungan yang maksimal dari lahan yang diusahakannya. Sehingga, petani yang berpendidikan akan mejual lebih banyak daripada petani yang kurang berpendidikan. 8. Akses sarana pasca panen gabah Sarana pasca panen terdiri dari gudang penyimpanan gabah dan lantai jemur. Jika petani mempunya akses keduanya, maka petani tersebut akan cenderung menyimpan gabahnya untuk dijual di kemudian hari saat harga gabah lebih baik. Pendekatan pengukuran variabel ini adalah dengan luasan lantai jemur atau akses jemur, dan tempat petani menyimpan persediaan gabahnya (storage). 9. Status Penguasaan Lahan Status penguasaan lahan secara teoritis akan berpengaruh negatif terhadap marketed surplus. Hal tersebut dikarenakan petani yang mengusahakan lahan bukan miliknya sendiri akan dikenakan biaya tambahan atau biaya sewa, yang sebagian besar sewanya menggunakan sistem bagi hasil panen antara petani pangarap dan pemilik lahan. 10. Sumber Modal Petani yang modal usahataninya berasal dari pinjaman akan cenderung meningkatkan marketed surplus. Hal itu disebabkan selain untuk mendapat keuntungan, petani juga menjual lebih banyak produknya untuk membayar modal pinjaman yang dipinjamnya tersebut. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Pemenuhan beras atau padi sebagai bahan pangan pokok saat ini masih bergantung pada produksi padi petani lokal. Namun, produksi padi masih belum mencukupi kebutuhan masyarakat. Penyediaan beras atau padi sebagai bahan pangan utama masih mengandalkan padi yang diproduksi oleh petani dalam negeri yang mana adalah marketed surplus dari para petani itu sendiri. Sebagai kebutuhan pokok, padi pada dasarnya adalah komoditi subsisten. Petani sebagai produsen juga bisa berperan sebagai konsumen. Dengan rata-rata kepemilikan 0,6 hektar maka sebagian besar petani di Indonesia mengusahakan padi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, jika ada kelebihan, baru mereka

memasarkannya (marketed surplus). Adanya kebijakan dari pemerintah untuk meningkatkan produksi padi, seperti kebijakan pupuk bersubsidi dan harga pembelian pemerintah (harga dasar). Selain itu juga, kemudahan akses pasca panen yang semakin mudah diduga bisa mengubah padi dari komoditi subsisten menjadi komoditi komersial. Kuat dugaan, petani dengan kondisi seperti ini, tidak lagi menyimpan gabahnya, melainkan dijual seluruhnya, sedangkan untuk keperluan konsumsi petani bisa membelinya dari pasar. Diduga ada pergeseran pola perilaku petani dari yang tadinya menyimpan sebagian hasil panennya menjadi menjual seluruh hasil panennya yang bisa mempengaruhi supply padi atau beras ke masyarakat. Artinya, padi yang pada dasarnya komoditi subsisten bisa berubah menjadi komoditi komersial. Di sisi lain, pola usahatani padi bukan hanya pola usahatani yang berbasis lahan basah atau sawah, melainkan juga pola usahatani yang bebasis lahan kering atau ladang. Oleh karena itu, menarik untuk dikaji corak usahatani padi pada kedua pola usahatani tersebut baik dalam perilaku alokasi produk maupun faktorfaktor yang mempengaruhi marketed surplusnya.

Kebijakan pemerintah Kondisi Pasar Kelembagaan dan budaya Pola Usahatani padi (sawah dan Ladang) marketed surplus Corak Perkembanan Usahatani (Subsisten dan Komersiil) Faktor internal Faktor eksternal Pola Alokasi Produk Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi marketed surplus petani Kesimpulan Saran Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional