BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Suatu perusahaan mempunyai beberapa kewajiban yang harus senantiasa dipenuhi, kewajiban tersebut tidak hanya pada pemegang saham namun kewajiban terhadap pihak lain termasuk masyarakat. Menurut Suwaldiman (2000), berdasarkan karakteristik sistem perekonomian Indonesia, ada 3 kelompok pihak yang berkepentingan terhadap pertanggung jawaban manajemen atas pengelolaan perusahaan, yaitu investor dan kreditor, pemerintah dan masyarakat umum. Nurmansyah (2006) berpendapat bahwa meskipun tujuan utama perusahaan adalah mencari keuntungan sebesar besarnya, sebuah perusahaan tidak dapat dilepaskan dari masyarakat. Terutama pada saat sekarang ini dimana masyarakat difokuskan pada dampak kurang baik dari masyarakat bisnis (Ahmad, et al., 2003). Oleh karena itulah dunia usaha pada saat ini tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), melainkan sudah meliputi keuangan, sosial, dan aspek lingkungan yang biasa disebut Triple bottom line. Sinergi tiga elemen ini merupakan kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Siregar, 2007). Perusahaan dalam hal ini adalah entitas ekonomi yang bertanggung jawab bukan hanya kepada stakeholder tetapi juga kepada masyarakat luas (Kurniawan, 2007). Bisnis yang dijalankan oleh perusahaan tidak hanya bermanfaat bagi 1
pemilik modal saja namun juga bagi masyarakat sekitar perusahaan maupun masyarakat luas. Namun saat ini saat perubahan sedang melanda dunia kalangan usaha, juga tengah dihimpit oleh berbagai tekanan, mulai dari kepentingan untuk meningkatkan daya saing, tuntutan untuk menerapkan Corporate Governance, hingga masalah kepentingan Stakeholder yang makin meningkat. Dalam dua dekade terakhir, berbagai tekanan stakeholder agar perusahaan public memberikan perhatian yang lebih besar terhadap masalah sosial dan lingkungan dalam pengambilan keputusan ekonomi dan melaporkan atau mengungkapkan informasi kinerja social lingkungannya dalam laporan tahunannya meningkat. Topik mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) semakin banyak dibahas didunia maupun diindonesia baik dimedia, seminar ataupun konferensi (Sayekti dan Wondabio, 2008). Oleh karena itu, dunia usaha perlu mencari pola pola kemitraan (parthnership) dengan seluruh stakeholder agar dapat berperan dalam pembangunan, sekaligus meningkatkan kinerjanya agar tetap dapat bertahan dan berkembang menjadi perusahaan yang dapat bersaing. Upaya tersebut secara umum dapat disebut Corporate Social Responsibility atau Corporate Citizenship dan dimaksudkan untuk mendorong dunin usaha lebih etis dalam menjalankan aktivitasnya agar tidak berpengaruh atau berdampak buruk pada masyarakat dan lingkungan hidupnya, sehingga pada akhirnya dunia 2
usaha akan dapat bertahan secara berkelanjutan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang menjadi tujuan dunia usaha. Banyak manfaat yang diperoleh perusasahaan dengan pelaksanaan Corporate Social Responsibility, antara lain: (1) sebagai investasi social yang menjadi sumber keunggulan kompetitif perusahaan dalam jangka panjang, (2) memperkokoh profitabilitas dan kinerja keuangan perusahaan, (3) meningkatnya akuntabilitas dan apresiasi positif dari komunitas investor, kreditor, pemasok dan konsumen, (4) meningkatnya komitmen, etos kerja, efisiensi dan produktivitas karyawan, (5) menurunnya gejolak kerentanan gejolak social dan resistensi dari komunitas sekitarnya karena diperhatikan dan dihargai perusahaan, (6) meningkatnya reputasi, goodwill dan nilai perusahaan dalam jangka panjang (lako, 2011:90). Pelaksanaan tanggung jawab social disamping memiliki manfaat bagi perusahaan, juga memiliki risiko yaitu: kandungan biaya social yang relative besar, sehingga terjadi kontradiksi dengan kepentingan shareholder, serta mengganggu profitabilitas perusahaan (Hadi, 2009 dalam Hadi, 2011: ix). Didalam strategi marketing, Corporate Social Responsibility dapat digunakan sebagai alat bagi perusahaan apabila dilakukan secara berkelanjutan maka citra perusahaan akan semakin baik sehingga loyalitas konsumen makin tinggi. Beberapa tahun terakhir banyak perusahaan menyadari manfaat dan pentingnya menerapkan program Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai bagian dari strategi bisnisnya. Survey yang dilakukan oleh The Economist Intelligence Unit menunjukkan bahwa 85% eksekutif senior dan investor dari 3
berbagai organisasi menjadikan CSR sebagai petimbangan utama dalam pengambilan keputusan (Warta Ekonomi, 2006). Dengan menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR) diharapkan perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan keuangannya dalam jangka panjang (Sayekti dan Wondabio,2007). Penelitian yang dilakukan oleh Hill, et al. (Magdalena dan Herlina,2008) menemukan fakta bahwa dalam jangka panjang, perusahaan yang memiliki komitmen terhadap CSR mengalami kenaikan harga saham yang sangat signifikan dibandingkan dengan berbagaii perusahaan yang tidak melakukan praktik CSR. Diharapkan bahwa investor mempertimbangkan informasi CSR yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan, sehingga dalam pengambilan keputusan investor tidak semata mata mendasarkan pada informasi laba saja. Pengungkapan informasi CSR diharapkan memberikan informasi tambahan kepada para investor selain dari yang sudah tercakup dalam laba akutansi. Meskipun belum bersifat compulsory, tetapi dapat dikatakan bahwa hampir semua yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta sudah mengungkapkan informasi mengenai CSR dalam laporan tahunannya dalam kadar yang beragam (Sayekti, 2006). Teori sinyal mengatakan bahwa perusahaan memberikan sinyal sinyal kepada pihak luar perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan, dimana nilai perusahaan didefinisikan sebagai nilai pasar. Salah satu tujuan utama Perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham. Nilai perusahaan dapat 4
tercermin dari harga sahamnya, apabila nilai sahamnya tinggi bisa dikatakan nilai perusahaannya juga baik. Samuel (2000) menjelaskan bahwa enterprise value (EV) atau dikenal juga sebagai firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi perusahaan pasar menilai perusahaan secara keseluruhan. Sedangkan Wahyudi (2005) menyebutkan bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli andai perusahaan tersebut dijual. Morck dkk (1998), Mc Connell dan Servaes (1990), steiner (1996), Cho (1998), Itturiaga dan Sanz (1998), Mark dan Li (2000) dalam Suranta dan Machfoedz (2003) menyatakan bahwa hubungan struktur kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan merupakan hubungan non monotonik antara kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan disebabkan adanya insentif yang dimiliki oleh manajer dan mereka cenderung berusaha untuk melakukan pensejajaran kepentingan dengan outside owner dengan cara meningkatkan kepemilikan saham mereka jika nilai perusahaan yang berasal dari investasi meningkat. Wennerfield dkk (1988) di dalam Suranta dan Machfoedz (2003) menyimpulkan bahwa tobin s Q dapat digunakan sebagai alat ukur dalam menentukan kinerja perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Gray, et al. (Anggreani, 2006) menunjukkan bahwa semakin besar kepemilikan manjer di dalam perusahaan maka semakin produktif tindakan manejer dalam memaksimalkan nilai perusahaan, dengan kata lain biaya kontrak dan pegawasan menjadi rendah. Anggreani (2006), mengatakan bahwa manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial 5
dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, meski pun ia harus mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut. Selain kepemilikan manajemen, tipe industri juga mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat penelitian yang telah dilakukan Hakston dan Milne pada tahun 1996. Penelitian yang dilakukan Anggraeni (2006) menemukan hasil bahwa variabel persentase kepemilikan manajemen dan tipe industry berpengaruh signifikan terhadap kebijakan perusahaan dalam mengungkapakan informasi sosial dengan arah sesuai dengan yang diprediksi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Zuhroh (Sayekti dan Wondabio, 2007), yang menemukan bukti empiris bahwa pengungkapan sosial dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh terhadap volume perdagangan saham bagi perusahaan yang masuk kategori high profile. Adanya hubungan antara persentase kepemilikan manajemen maupun tipe industri dengan tingkat pengungkapan informasi sosial dan hubungan antara tingkat pengungkapan sosial dengan nilai perusahaan atau volume perdagangan saham, menimbulkan pertanyaan apakah mungkin persentase kepemilikan manajemen dan tipe industri dapat memperlemah atau memperkuat hubungan antara variabel CSR dengan nilai perusahaan, atau dengan kata lain dapat menjadi variabel moderating antara kedua variabel tersebut. Penjelasan tersebut secara tidak langsung memberikan gambaran bahwa tingkat penungkapan (Disclosure level) yang diberikan oleh pihak manajemen perusahaan akan berdampak kepada pergerakann harga Saham, yang pada 6
gilirannya juga akan berdampak pada volume saham yang diperdagangkan atau likuiditas sahamnya (Junaedi, 2005). Beberapa penelitian yang menghubungkan antara pengungkapan CSR dengan reaksi investor di pasar modal yaitu Lutfi (2001) yang menemukan bahwa praktik pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan tidak berpengaruh terhadap harga saham. Hasil yang berbeda diteliti oleh Zuhroh dan Sukmawati (2003) yang menemukan bahwa ada hubungan korelasi yang signifikan anatara pengungkapan sosial dengan volume perdagangan saham dalam laporan tahunan perusahaan yang go public yang masuk kategori High Profile. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan presentase kepemilikan manajemen dan tipe industri sebagai Variabel Moderating dalam hubungan antara nilai perusahaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penulisan dengan judul Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan dengan Persentase Kepemilikan Manajemen dan Tipe Industri Sebagai Variabel Moderating B. Perumusan Masalah 1. Apakah Corporate Social Responsibility berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan? 2. Apakah presentase kepemilikan manajemen mempengaruhi hubungan antara CSR dengan nilai perusahaan? 3. Apakah tipe industri mempengaruhi hubungan antara CSR dengan nilai perusahaan? 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji peranan Coporate Social Responsibility dalam Nilai Perusahaan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia baik secara parsial maupun simultan. Adapun kegunaan yang diharapkan dari pendekatan analisa yang digunakan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Bagi Perusahaan Sebagai bahan masukan tentang pentingnya pertanggungjawaban sosial perusahaan yang diungkapkan didalam laporan yang disebut sustainability reporting dan sebagai pertimbangan dalam pembuaan kebijakan perusahaan untuk lebh meningkatkan kepeduliannya pada lingkungan sosial. 2. Bagi Pembaca Untuk dapat mengetahui apakah CSR berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan dan untuk mengetahui apakah persentase kepemilikan manajemen dan tipe industri berperan sebgai variabel moderating dalam hubungan antara CSR dengan nilai perusahaan. 3. Bagi Penulis Merupakan salah satu sarana untuk memperluas pengetahuan dan pendalaman ilmu yang dipelajari selama mengikuti perkuliahan di Universitas Mercu Buana, khususnya yang berhubungan dengan penulisan Proposal ini yaitu mengenai Peranan Corporate Social Responsibility dalam Nilai Perusahaan. 8