ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Rincian pengambilan contoh uji baik daun maupun kayu jati

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun

BAB III BAHAN DAN METODE

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

HASIL DAN PEMBAHASAN

7. KERAGAMAN GENETIKA NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

JMHT Vol. XV, (3): , Desember 2009 Artikel Ilmiah ISSN:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BIO306. Prinsip Bioteknologi

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

Pengujian DNA, Prinsip Umum

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

SKRIPSI. ANALISIS POPULASI GENETIK PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack) BERDASARKAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

3. METODE PENELITIAN

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

UJI LAPANG LACAK BALAK KAYU JATI DENGAN PENANDA RAPD NUR QALBI

II. BAHAN DAN METODE

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kayu afrika merupakan jenis pohon yang meranggas atau menggugurkan daun

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

III. BAHAN DAN METODE

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

KERAGAMAN GENETIK JATI RAKYAT DI JAWA BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) AL-KHAIRI E

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Materi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III METODE PENELITIAN

Keragaman Molekuler pada Tanaman Lili Hujan (Zephyranthes spp.) Molecular Variance in Rain Lily (Zephyranthes spp.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Fauna (CITES), P. pruatjan masuk ke dalam daftar Appendix I yang dinyatakan

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif untuk mengetahui

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

3. METODE PENELITIAN

Transkripsi:

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

RINGKASAN YULISTIA WULANDARI. Analisis Keragan Genetik Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) Berdasarkan Penanda Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Dibimbing oleh ISKANDAR ZULKARNAEN SIREGAR. Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) merupakan salah satu jenis kayu yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Kayunya memiliki banyak kegunaan. Informasi mengenai keragaman genetik Kayu Afrika penting untuk mendukung program konservasi genetik dan pemuliaan pohon. Salah satu cara untuk mengetahui keragaman genetik Kayu Afrika adalah dengan menggunakan analisis DNA. Salah satu penanda molekuler berbasis DNA yang telah banyak diaplikasikan sebagai penanda genetik tanaman adalah RAPD. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaman genetik DNA Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) berdasarkan penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah 50 anakan Kayu Afrika yang berasal dari 10 pohon plus Kayu Afrika dari 2 populasi. Populasi pertama yaitu Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi (P.002, P.008, P.010, P.015 and P.021) dan populasi kedua yaitu Gunung Mas, Bogor (P.034, P.059, P.065, P.089 and P.096). Analisis DNA dilaksanakan di Ruang Analisis Genetika, Laboratorium Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB dari Oktober- Desember 2006. Analisis keragaman genetik Kayu Afrika dilakukan dengan menggunakan software POPGENE 32. Sedangkan analisis hubungan kekerabatan dilakukan dengan menggunakan software NTSYS ver 2.0. Dalam analisis keragaman genetik Kayu Afrika diperoleh 3 primer yang menghasilkan kualitas amplifikasi paling bagus, yaitu OPY-04, OPY-14 dan OPY-16. Keragaman genetik yang diukur terbagi dalam dua tingkatan, yaitu keragaman genetik dalam populasi dan keragaman genetik antar populasi. Nilai keragaman genetik dalam populasi sebesar 0.1366 sedangkan nilai keragaman genetik antar populasi sebesar 0.1923. Hasil analisis dengan menggunakan POPGENE 32 diperoleh nilai he antar pohon plus berkisar antara 0.0982-0.1635. Nilai keragaman genetik terbesar dimiliki oleh pohon plus P.096 sedangkan nilai keragaman genetik terkecil dimiliki oleh pohon plus P.010. Analisis gerombol menunjukkan adanya 2 kelompok utama yang terbentuk. Kelompok pertama terdiri dari P.002, P.008, P.015 dan P.010 yang berasal dari populasi Sukabumi. Kelompok kedua terdiri dari P.059, P.065 dan P.089 yang merupakan pohon plus dari populasi Bogor. Dari dendogram juga terlihat bahwa terdapat 3 pohon plus yang terpisah dari populasinya, yaitu P.096, P.034 dan P.021. Jarak genetik terdekat antara P.008 dengan P.015 (0.0122) dan jarak genetik terjauh yaitu antara P.034 dengan P.065 (0.1613). Kesimpulan yang diperoleh yaitu Kayu Afrika asal Sukabumi dan Bogor memiliki keragaman genetik yang optimal. Analisis gerombol memperlihatkan pengelompokkan yang jelas berdasarkan posisi geografisnya. Kata kunci : Keragaman genetik, Maesopsis eminii Engl., RAPD

SUMMARY YULISTIA WULANDARI. Genetic Variation Analysis of Maesopsis eminii Engl. Using Randomized Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Under Supervision of ISKANDAR ZULKARNAEN SIREGAR. M. eminii is one of potential wood in Indonesia. Its wood can be used for various purposes. An effort to expand M. eminii plantation is carried out by providing high quality seeds. The information about genetic variation is needed to support programs in genetic conservation and tree improvement. DNA analysis has been used to obtain this information. One of genetic markers frequently utilized is RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). The aim of this research is analyze genetic variation of M. eminii based on RAPD marker. Plant materials that used in this research are 50 progenies of 10 plus trees. Five plus trees of M. eminii were selected in each of two populations, namely Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi (P.002, P.008, P.010, P.015 and P.021) and Gunung Mas, Bogor (P.034, P.059, P.065, P.089 and P.096). DNA analysis was conducted at in Genetic analysis room, Sylviculture laboratory, Faculty of Forestry, IPB on October to December 2007. Data analysis of M. eminii was performed using software POPGENE 32 and NTSYS ver 2.0. Three primers were selected for RAPD analysis of M. eminii, namely OPY- 04, OPY-14 and OPY-16. The genetic variation of M. eminii was examined at two different level, i.g. plus trees and population levels. The average genetic variation of population level (He = 0,1984) is higher than that of plus tree level (0,1366). The genetic variation values among plus trees ranged from 0.0982-0.1635. The highest genetic variation was observed in the progenies of the plus tree coded P.096 and lowest in the progenies of the plus tree coded P.010. Cluster analysis based on UPGMA dendogram showed two significant clusters. The first cluster (Sukabumi population) consisted of plus tree progenies coded P.002, P.008, P.015 and P.010, while second cluster (Bogor population) formed from plus tree progenies coded P.059, P.065 dan P.089. Three progenies of plus trees P.096, P.034 and P.021 was separated from both Sukabumi and Bogor populations. The closest genetic distances are P.008 and P.015 (0.0122) and the longest genetic distances are P.034 and P.065 (0.1613). It could be concluded that M. eminii has optimum genetic variation. Based on UPGMA analysis revealed that clustering was reflected geographically proximity or habitat. Keywords : Genetic variation, Maesopsis eminiii Engl., RAPD

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Keragaman Genetik Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) Berdasarkan Penanda Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, M. For, Sc. dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2008 Yulistia Wulandari NRP E14203014

Judul : Analisis Keragaman Genetik Kayu Afrika (Maesopsis Eminii Engl.) Berdasarkan Penanda Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Nama : Yulistia Wulandari NIM : E 14203014 Menyetujui: Dosen Pembimbing, (Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M. For. Sc) NIP. 131 878 498 Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan, (Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr) NIP. 131 578 788 Tanggal :...

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Oktber s.d Desember 2006 adalah keragaman genetik Kayu Afrika, dengan judul Analisis Keragaman Genetik Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) Berdasarkan Penanda Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaman genetik Kayu Afrika yang merupakan salah satu jenis kayu potensial di Indonesia. Karya ilmiah ini memuat metodologi penelitian dengan menggunakan teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) serta hasil analisis genetik pada 10 populasi Kayu Afrika yang berasal dari Sukabumi dan Bogor. Selain itu, disajikan juga implikasi hasil penelitian terhadap program pemuliaan dan konservasi genetik Kayu Afrika. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc. selaku dosen pembimbing yang penuh kesabaran memberikan dorongan, bimbingan, arahan dan masukan kepada penulis selama awal penelitian hingga penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini dan Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS selaku dosen penguji, Bapak Zulfahmi, S. Hut, M. Si, Tedi Yunanto, S.Hut dan teman-teman BDH 40 serta semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian dan skripsi ini. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang paling dalam kepada orang tua penulis, Bapak, Mamah dan adik-adik tercinta yang senantiasa memberikan dukungan, doa dan kasih sayang kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2008 Penulis

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis tanggal 5 Juli 1986 sebagai putri dari pasangan Udin dan Dra. Cicih Sutarsih. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Pada tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 1 Karang Ampel, Ciamis dan melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Sukadana sampai tahun 2000. Tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 2 Ciamis dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan Sarjana (S1) di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis pernah aktif dalam sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai staff Human Resources Development (HRD) Asean Forestry Student Association (AFSA) LC IPB periode 2004-2005, 2005-2006, dan sebagai Sekretaris Umum Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis (PMGC) periode 2003-2004. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Genetika Hutan dan Pemuliaan Pohon Hutan untuk program Sarjana pada tahun ajaran 2007/2008. Selain itu, penulis mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H). Praktek Umum Kehutanan (PUK) dilaksanakan di KPH Banyumas Barat, Cilacap dan KPH Banyumas Timur, Baturaden. Sedangkan Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) dilaksanakan di KPH Ngawi, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah dari bulan Juli sampai Agustus 2006. Pada bulan April sampai Juni 2007 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. International Nickel Indonesia (PT. INCO) Sorowako, Sulawesi Selatan. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Keragaman Genetik Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) berdasarkan Penanda Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) yang dibimbing oleh Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, M. For. Sc.

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian... 3 1.3 Hipotesis... 3 1.4 Manfaat Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.)... 4 2.2 Keragaman Genetik... 6 2.3 Penanda Genetik... 7 2.4 PCR (Polymerase Chain Reaction)... 8 2.5 RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)... 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 11 3.2 Alat dan Bahan... 11 3.3 Metode Penelitian... 13 3.3.1 Ekstraksi DNA... 14 3.3.2 Seleksi Primer... 15 3.3.3 PCR (Polymerase Chain Reaction)... 16 3.3.4 Pengujian Kualitas DNA (Elektroforesis)... 16 3.4 Analisis Data... 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Optimasi Ekstraksi DNA... 19 4.1.2 Seleksi Primer... 20

4.2 Interpretasi dan Analisis Data 4.2.1 Keragaman Genetik di Dalam dan Antar Populasi Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.)... 25 4.2.2 Hubungan Kekerabatan Antar Populasi Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.)... 26 4.3 Pembahasan 4.3.1 Keragaman Genetik Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.)... 28 4.3.2 Hubungan Kekerabatan Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.)... 30 4.3.3 Implikasi Keragaman Genetik Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) untuk Program Pemuliaan dan Konservasi Genetik... 31 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 33 5.2 Saran... 33 DAFTAR PUSTAKA... 34 LAMPIRAN... 36

DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Data populasi dan jumlah sampel Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) yang digunakan dalam analisis RAPD... 11 2. Alat dan bahan dalam analisis RAPD... 12 3. Komposisis bahan untuk ekstraksi daun Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.)... 14 4. Komposisi bahan untuk reaksi PCR pada teknik RAPD... 15 5. Urutan basa nukleotida 20 primer (Operon Technology)... 16 6. Tahapan-tahapan dalam proses PCR untuk teknik RAPD... 16 7. Kualitas pita DNA yang diamplifikasi masing-masing primer... 22 8. Jumlah lokus yang diinterpretasi dari primer OPY-04, OPY-14 dan OPY-16... 24 9. Nilai Na, Ne, He dan PLP untuk seluruh populasi Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.)... 25 10. Rata-rata keragaman genetik Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) untuk masing-masing populasi... 26 11. Jarak genetik antar pohon plus Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) 26

DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Ciri morfologi Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.)... 5 2. Siklus pembentukan molekul DNA baru dalam proses PCR... 9 3. Anakan Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.)... 12 4. Bagan prosedur teknik analisis RAPD... 13 5. Cara penilaian pita dengan sistem skoring... 18 6. Profil DNA Kayu Afrika hasil ekstraksi... 19 7. Profil DNA Kayu Afrika hasil seleksi primer tahap 1... 20 8. Profil DNA Kayu Afrika hasil seleksi primer tahap 2... 21 9. Profil DNA hasil PCR dengan menggunakan primer OPY-04... 23 10. Profil DNA hasil PCR dengan menggunakan primer OPY-14... 23 11. Profil DNA hasil PCR dengan menggunakan primer OPY-16... 23 12. Dendogram jarak genetik Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.)... 27

DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Profil DNA Kayu Afrika hasil PCR... 37 2. Hasil skoring pita DNA... 40 3. Dendogram jarak genetik antar individu Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.)... 43

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) adalah jenis kayu endemik dari Afrika yang termasuk kedalam famili Rhamnaceae dan dikenal dengan nama lokal Manii. Kayu Afrika merupakan jenis kayu yang kurang dikenal, tetapi banyak terdapat di hutan alam Indonesia, khususnya di daerah Jawa Barat. Pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1920 dan mulai dibudidayakan di daerah Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Dalam pembangunan Hutan Tanaman, Kayu Afrika sudah mulai dimanfaatkan sebagai tanaman pengganti sengon. Kayu Afrika juga dapat dimanfaatkan sebagai tanaman pengkayaan, yaitu sebagai tanaman tepi dan tanaman pembatas (JICA 2003). Pohon Kayu Afrika memiliki daur hidup yang panjang, yaitu antara 30-40 tahun. Jenis ini biasanya dapat tumbuh pada berbagai kondisi lingkungan. Kayu Afrika juga merupakan jenis pohon cepat tumbuh (fast growing species) dan serbaguna. Pertumbuhannya yang optimal mampu mencapai riap 33 m 3 /ha. Kayunya memiliki kelas kekuatan dari sedang sampai kuat sehingga bagus untuk konstruksi, kotak, dan tiang (Dephut 2002). Menurut Wahyudi et al. (2003) kayu ini potensial sebagai bahan pembuat pulp, sebagai bahan baku kayu lapis dan papan partikel. Salah satu upaya untuk mengembangkan jenis ini adalah dengan menyediakan benih-benih yang memiliki kualitas tinggi agar menghasilkan pohon dan hasil kayu yang bermutu. Benih yang berkualitas diperoleh dari pohon-pohon yang memiliki fenotipe yang baik seperti batang lurus, bebas cabang tinggi dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Pohon-pohon itu disebut sebagai pohon plus dan merupakan sumber benih utama untuk penanaman. Selain itu, untuk menjamin keberadaan populasinya maka populasi Kayu Afrika harus memiliki keragaman genetik yang tinggi. Sampai saat ini analisis mengenai keragaman genetik dari Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) belum ada, sehingga upaya penelaahannya menjadi sangat penting. Pengetahuan tentang keragaman genetik penting bagi program

pemuliaan karena memberikan dasar untuk pengembangan tanaman selanjutnya. Keragaman genetik ini digunakan sebagai bahan seleksi genotipe yang dikehendaki. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk estimasi variabilitas genotipe adalah dengan menggunakan metode baru berdasarkan analisis molekuler. Pengembangan bidang molekuler dengan analisis DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) sudah sering digunakan untuk mengkarakterisasi variasi genetik dan kekerabatan dalam satu genus, spesies, kultivar atau aksesi. Menurut Henry (1997) informasi yang dihasilkan dari analisis DNA juga berguna untuk penentuan hubungan kekerabatan dan filogenetik individu setelah mengalami evolusi karena pengaruh waktu, tempat dan varietas yang digunakan. Dewasa ini telah berkembang berbagai jenis penanda molekuler diantaranya adalah isoenzim, RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphisms), SSR (Simple Sequence Repeat) atau mikrosatelit. Analisis molekuler dapat memberikan perbedaan yang jelas dengan melihat perbedaan pola pita DNA. Salah satu penanda molekuler berbasis DNA yang telah banyak diaplikasikan sebagai penanda genetik tanaman adalah RAPD. Penanda ini menjadi salah satu alternatif penanda genetik berbasis DNA karena tekniknya lebih cepat, lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan RFLP, SSR, dan AFLP (Darmono 1996 diacu dalam Robiah 2004). Penanda RAPD telah banyak digunakan untuk menganalisis keragaman pada tanaman pertanian maupun tanaman kehutanan. Pada bidang pertanian, penanda RAPD telah digunakan untuk menganalisa keanekaragaman plasma nutfah jeruk (Karsinah 1999), menganalisa keanekaragaman genetik pisang introduksi (Musa spp.) (Robiah 2004). Sedangkan dalam bidang kehutanan, penanda RAPD untuk menganalisis keragaman Jati Muna (Tectona grandis Linn. F) (Lengkana 2006), untuk menganalisis keragaman genetik empat populasi Eusideroxylon zwageri asal Kalimantan (Sulistyawati et al. 2004) dan untuk menganalisis keragaman genetik Araucaria cunninghamii (Widyatmoko et al. 2004).

1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keragaman genetik DNA Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) berdasarkan penanda RAPD. 1.3 Hipotesis 1. Berdasarkan penanda RAPD didapatkan keanekaragaman profil DNA didalam dan antar populasi kayu afrika (Maesopsis eminii Engl.). 2. Terdapat hubungan kekerabatan yang dekat antar pohon plus kayu afrika (Maesopsis eminii Engl.) dari populasi yang sama, dan terdapat hubungan kekerabatan yang jauh antar pohon plus dari populasi yang berbeda. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pola keragaman genetik dan hubungan kekerabatan didalam dan antar populasi Kayu Afrika yang merupakan informasi dasar untuk bahan pertimbangan dalam penentuan strategi pemenuhan kebutuhan bahan tanaman Kayu Afrika berkualitas. Informasi tersebut juga akan dibutuhkan untuk program konservasi sumberdaya genetik dan pemuliaan Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) 2.1.1 Taksonomi dan Tata Nama Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) memiliki nama lokal pohon payung, musizi, afrika dan manii. Dalam sistem klasifikasi, tanaman Kayu Afrika mempunyai penggolongan sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub-kelas : Dicotyledoneae Famili : Rhamnaceae Genus : Maesopsis Spesies : Maesopsis eminii Engl. Terdapat dua sub jenis Kayu Afrika yaitu Maesopsis eminii subsp. eminii dan Maesopsis eminii subsp. berchemioides (Pierre) N. Halle. Jenis Kayu Afrika yang dapat ditemukan di wilayah Indonesia adalah Kayu Afrika dari sub jenis eminii Engl. (Dephut 2002). 2.1.2 Penyebaran dan Habitat Kayu Afrika merupakan jenis kayu endemik dari Afrika. Kayu ini tumbuh alami pada bentang geografis antara 8 LU dan 6 LS. Kayu Afrika banyak ditemukan di hutan tinggi dalam ekozona antara hutan dan sabana. Jenis ini merupakan jenis suksesi yang tumbuh pada areal hutan yang terganggu ekosistemnya. Pada sebaran alami, jenis ini tumbuh di dataran rendah sampai hutan sub pegunungan sampai ketinggian 1.800 m dpl. Jenis ini dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan curah hujan 1.200-3.600 mm/tahun dengan musim kering sampai 4 bulan dan tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki solum tanah dalam dengan drainase baik. Kayu Afrika juga dapat tumbuh pada solum tipis dengan syarat pada daerah tersebut terdapat cukup air (Dephut 2002).

2.1.3 Ciri Morfologi Kayu Afrika memiliki habitus sebagai pohon (Gambar 1a). Pohon meranggas, tinggi mencapai 45 m dengan bebas cabang 2/3 tinggi total. Kulit batang berwarna abu-abu pucat, beralur dalam dan kulit dalam berwarna merah tua. Daun sederhana, duduk daun saling berhadapan, panjang 6-15 cm dengan tepi daun bergerigi. Tandan terdiri banyak bunga, sepanjang ketiak daun, panjang 1-5 cm. Bunga kecil, berkelamin ganda, mahkota putih kekuningan (Gambar 1b) (Dephut 2002). (a) (a) Gambar 1 Ciri morfologi Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.): (a) Bentuk pohon Kayu Afrika (Foto: K.M. Kochummen), (b) bagian-bagian pohon Kayu Afrika: 1. bentuk pohon, 2. cabang dengan bunga, 3. bagian bawah daun, 4. bunga, 5. cabang dengan buah (Dephut 2002). 2.1.4 Pemanfaatan Kayu Afrika pada umumnya ditanam untuk sumber kayu bakar. Daunnya digunakan untuk pakan ternak karena memiliki kandungan bahan kering yang mencapai 35% sehingga dapat dicerna dengan baik oleh ternak (Dephut 2002). Wahyudi (2003) mengatakan bahwa Kayu Afrika potensial sebagai bahan baku kayu lapis dan papan partikel jenis wafer board. Selain itu, Kayu Afrika dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk pulp. Pulp dari jenis ini sebanding dengan pulp dari jenis kayu keras pada umumnya. Kayu Afrika juga dapat digunakan sebagai tanaman penaung coklat, kopi, kapulaga dan teh pada pola agroforestry. Selain itu, Kayu Afrika juga ditanam untuk mengendalikan erosi (Dephut 2002). (b)

2.2 Keragaman Genetik Perbedaan-perbedaan individu selalu ditemukan dalam suatu populasi. Keragaman tersebut ada yang bisa diwariskan yang disebut keragaman genetik, tetapi ada juga yang disebabkan oleh faktor lingkungan sehingga tidak dapat diwariskan. Keragaman genetik merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup populasi dan keberadaannya merupakan suatu karakteristik umum dari sebagian besar jenis tumbuhan (Karsinah 1999). Keragaman genetik dapat terjadi karena adanya perubahan nukleotida penyusun DNA. Perubahan itu mungkin dapat mempengaruhi fenotipe suatu organisme yang dapat dipantau dengan mata telanjang atau mempengaruhi reaksi individu terhadap lingkungan tertentu. Secara umum keanekaragaman genetika suatu populasi dapat terjadi karena adanya mutasi dan rekombinasi. Disamping itu struktur genetika dari suatu populasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti besarnya populasi, cara reproduksi dan seleksi (Finkeldey 2005). Keragaman genetik dibagi kedalam keragaman didalam populasi dan keragaman antar populasi dan masing-masing mempunyai beberapa ukuran. Untuk mempelajari keanekaragaman genetik pada tanaman dapat dilakukan dengan cara analisis langsung terhadap sifat morfologi, melalui penggunaan penanda tertentu baik pada tingkat sitologi maupun molekular, ataupun melalui analisis kimiawi jaringan tanaman. Soerjanegara dan Djamhuri (1979) menyebutkan bahwa di dalam satu pohon akan terdapat keragaman, yaitu keragaman genetik (antar provenans), keragaman lokal (antar tempat tumbuh), keragaman dalam pohon dan keragaman antar pohon. Keragaman tersebut disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor lingkungan dan faktor genetik. Analisis keragaman suatu organisme dapat dilakukan baik secara morfologi yaitu dengan pengamatan langsung terhadap fenotipe organisme tersebut atau juga mengunakan penanda (marker) tertentu. Keragaman genetik dapat diukur dengan menggunakan parameter-parameter berupa persen polimorfisme, rata-rata alel per lokus, tingkat heterozigositas, dan nilai GST (Young et al. 2000).

2.3 Penanda Genetik Penanda genetik merupakan alat yang sangat penting untuk mempelajari sistem genetika pohon hutan. Beberapa manfaat penting dari penanda genetika adalah sebagai alat pembantu dalam identifikasi klon, identifikasi hibrid, pengukuran variasi genetik di dalam dan antar populasi, penelitian system reproduksi yang mencakup sistem perkawinan dan aliran gen, pembuktian pengaruh seleksi dan identifikasi QTL (Quantitative Trait Loci). Terdapat banyak jenis penanda genetik yang telah diidentifikasi. Beberapa penanda genetik yang banyak digunakan dalam genetika hutan yaitu polimorfisme morfologi, sifat-sifat warna, produksi metabolisme sekunder, isoenzim dan penanda DNA (Finkeldey 2005). Penanda genetik terdiri dari penanda morfologi dan penanda molekuler. Menurut Cross 1990, penanda morfologi adalah penanda yang berdasarkan bentuk organ-organ tanaman yang mudah diamati. Penanda morfologi digunakan dalam deskripsi taksonomi karena lebih mudah, lebih cepat, sederhana dan lebih murah. Akan tetapi penanda ini dapat dimodifikasi oleh lingkungan, sehingga dianggap tidak stabil. Sedangkan penanda molekuler merupakan suatu fragmen DNA yang menunjukkan sekuen polimorfik pada individu yang berbeda dalam satu jenis dan biasanya dikontrol hanya oleh satu atau hanya oleh sejumlah kecil lokus gen. Menurut Finkeldey (2005) penanda molekuler pada umumnya didasarkan pada teknik PCR. Dewasa ini telah berkembang penanda molekuler berbasis DNA. Keuntungan dari penanda DNA adalah kemungkinan bekerja dengan jumlah penanda yang tidak terbatas. Tinggi atau rendahnya variasi dari penanda-penanda spesifik dapat dipilih berdasar pada tujuan dari studi. Penanda molekul yang dikenal hingga saat ini adalah RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism), minisatelit, RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), mikrosatelit atau SSR (Simple Sequence Repeat), inter-ssr (inter- Simple Sequence Repeat), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphisms), STS, SCAR, dan SNP. Terdapat juga kelas penanda molekular yang berbasis RNA (melalui penggunaan cdna) seperti micro array dan SAGE.

2.4 PCR (Polymerase Chain Reaction) PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan teknik yang sangat berguna dalam membuat salinan DNA. PCR memungkinkan sejumlah kecil sekuens DNA tertentu disalin untuk diperbanyak sehingga dapat dianalisis, atau dimodifikasi secara tertentu. Menurut Finkeldey (2005), PCR adalah suatu metode untuk menggandakan atau mengamplifikasi DNA yang diisolasi pada sebuah tabung reaksi kecil dengan melalui replikasi berulang. Sedangkan menurut Bernard (1998), PCR merupakan suatu teknik untuk memperbanyak potongan DNA spesifik. Menurut Muladno (2002) PCR merupakan suatu reaksi in-vitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target tersebut dengan bantuan enzim sebagai primer dalam suatu thermocycler. Panjang target DNA berkisar antara puluhan sampai ribuan nukleotida yang posisinya diapit sepasang primer. Primer yang berada sebelum daerah target disebut sebagai primer forward dan yang berada setelah target disebut primer reverse. Enzim yang digunakan sebagai pencetak rangkaian molekul DNA baru dikenal sebagai enzim polymerase. Untuk dapat mencetak rangkaian tersebut dalam teknik PCR, diperlukan juga dntps yang mencakup datp (nukleotida berbasa Adenin), dctp (Sitosin), dgtp (Guanin) dan dttp (Timin). Terdapat beberapa komponen penting dalam reaksi PCR yaitu DNA target, primer, enzim Taq DNA polymerase, deoxynucleoside triphosphat (dntp) dan larutan penyangga (buffer). Prinsip proses PCR adalah suatu siklus berjangka pendek (30-60 detik) dengan tiga perubahan suhu yang berubah secara cepat (Muladno 2002). Ketiga tahapan suhu dan fungsinya adalah sebagai berikut: 1. Denaturation (pembentukan rantai tunggal) suhu 95 o C Pada tahap pertama ini utas ganda molekul DNA terpisah sempurna dan menghasilkan pita tunggal yang merupakan cetakan bagi primer. Suhu denaturasi biasanya 94 0 C selama 30 detik atau 97 0 C selama 15 detik. 2. Annealing (penggabungan primer) suhu 55 o C Akan tetapi, menurut Promega (2003) suhu annealing ditentukan oleh persamaan :

Tm = 81.5 + 16.6 (log M) + 0.41 (%GC) (675/n) Keterangan : Tm = Suhu annealing ( dalam 0 C) M = Konsentrasi garam dalam buffer (mm) G = Banyaknya basa guanin dalam primer yang digunakan C = Banyaknya basa sitosin dalam primer yang digunakan N = Panjang primer (dalam bp) 3. Ekstension (pemanjangan primer) suhu 72 o C Suhu ekstensi yang digunakan berkisar antara 70-74 0 C karena pada selang suhu tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum. Lamanya tahap ekstensi ialah 1-2 menit (Promega 2003). Pada akhir siklus pertama, satu molekul DNA untai ganda dilipatgandakan jumlahnya menjadi dua molekul DNA untai ganda. Dua molekul DNA untai ganda hasil amplifikasi pada siklus pertama menjadi DNA target dan dilipatgandakan menjadi empat molekul DNA, dan selanjutnya empat molekul baru ini dilipatgandakan lagi jumlahnya menjadi delapan dan seterusnya. Proses utama dalam teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) dapat dilihat dalam Gambar 2. Gambar 2 Siklus Pembentukan molekul ADN baru dalam proses PCR (Muladno 2002).

2.5 RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) merupakan satu jenis penanda molekuler yang banyak dipakai dalam penelitian dan diagnostik biologi molekuler. Analisis keragaman genetik berdasarkan penanda RAPD yang dikembangkan oleh Williams et al. pada tahun 1990 berdasarkan pada amplifikasi DNA secara in-vitro dalam reaksi PCR dengan menggunakan primer acak. Prinsip kerjanya adalah memanfaatkan urutan nukleotida tertentu yang terjadi pada proses replikasi DNA. Penanda molekuler RAPD dihasilkan melalui proses amplifikasi DNA secara in-vitro dengan PCR (Polymerase Chain Reaction). Menurut Demeke dan Adams (1994) teknik ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu: prosedur RAPD lebih murah, lebih cepat, membutuhkan sampel DNA lebih rendah (0,5-50 ng), tidak memerlukan radioisotop dan tidak terlalu membutuhkan keahlian untuk pelaksanaannya dibandingkan dengan penanda molekuler lainnya. Sedangkan kelemahan dari teknik ini menurut Finkeldey (2005) yaitu penanda RAPD bersifat dominan, sehingga tidak mungkin mengenali individu heterozigot. Selain itu reproduktifitasnya seringkali kurang baik dibandingkan dengan teknik lainnya. Teknik RAPD menggunakan primer-primer pendek dari suatu sekuensi yang dipilih secara bebas dan mengamplifikasi bagian dari DNA total yang tidak diketahui. Amplifikasi dari potongan-potongan tergantung pada ada atau tidaknya sekuensi komplementer terhadap primer pendek. Fragmen-fragmen DNA biasanya secara langsung dipisahkan pada gel agarose.

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pengambilan contoh daun dilakukan pada populasi Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) yang berasal dari dua lokasi yaitu Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) di Sukabumi dan Gunung Mas di Bogor. Analisis DNA dilaksanakan di Ruang Analisis Genetika, Laboratorium Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dari Oktober-Desember 2006. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Bahan Tanaman Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dari 50 anakan Kayu Afrika yang berasal dari 10 pohon induk (Gambar 3). Pohon induk tersebut berasal dari 2 lokasi di Jawa Barat, yaitu Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi dan Gunung Mas, Bogor. Detail nama populasi dan jumlah sampel per populasi disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Data populasi dan jumlah sampel Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) yang digunakan dalam analisis RAPD Pohon Jumlah Induk Sampel Ds. Hegarmanah, Kec. Citantayan P.002 5 No. Populasi Asal 1 HPGW, Sukabumi 2 Gunung Mas, Bogor Ds. Hegarmanah, Kec. Citantayan P.008 5 Ds. Batununggal, Kec. Cibadak P.010 5 Ds. Hegarmanah, Kec. Cibadak P.015 5 Ds. Batununggal, Kec. Cibadak P.021 5 Ds. Sukagalih, Kec. Megamendung P.034 5 Ds. Kuta, Kec. Cisarua P.059 5 Ds. Kuta, Kec. Cisarua P.065 5 Ds. Kuta, Kec. Cisarua P.089 5 Ds. Kuta, Kec. Megamendung P.096 5

(a) (b) (c) Gambar 3 (a) dan (b) Anakan Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) asal Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi (c) Anakan Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) asal Gunung Mas, Bogor (Foto Pribadi). 3.2.2 Alat dan Bahan Analisis keragaman genetik dengan menggunakan teknik RAPD melalui 3 tahapan pekerjaan, yaitu ekstraksi DNA, PCR dan visualisasi DNA (elektroforesis). Alat dan bahan yang digunakan dalam tiap-tiap tahapan analisis disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2 Alat dan bahan dalam analisis RAPD Analisis Tahapan Pekerjaan DNA Ekstraksi DNA PCR Visualisasi DNA Alat sarung tangan, tube tube 0.2 ml, microwave, 1.5 ml, mortar pestel, mikro pipet, tips, mikropipet, tips, mikro pipet, tips, rak sentrifugasi, sentrifugasi, bak tube, vortex, mesin PCR elektroforesis, cetakan sentrifugasi, agar, tempat waterbath, freezer, pencampur DNA, UV desikator. transilluminator, alat foto DNA Bahan Nitrogen cair, buffer ekstrak, PVP 2%, Chloroform IAA, phenol, isopropanol dingin, NaCl, Etanol 95%, buffer TE. DNA, aquabidest, H 2 O, primer random (OPO-4, OPY- 18, OPY-20), Taq polymerase agarose, buffer TAE, blue juice, DNA, EtBr

3.3 Metode Penelitian Analisis keragaman genetik Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) dengan menggunakan penanda RAPD pada dasarnya terdiri dari tahapan ekstraksi DNA, seleksi primer, PCR (Polymerase Chain Reaction) dan uji kualitas DNA/visualisasi DNA (elektroforesis). Secara umum, prosedur penelitian untuk teknik RAPD dapat dilihat pada Gambar 4. Sampel daun Manii Ekstraksi DNA tidak Elektroforesis Agar 1 % Seleksi Primer PCR Primer Terpilih tidak Elektroforesis Agar 2 % Foto Interpretasi dan Analisis Data POPGENE 32 NTSYS 2.0 Gambar 4 Bagan prosedur teknik analisis RAPD.

3.3.1 Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA merupakan tahap awal dari analisis RAPD. Ekstraksi DNA berbeda dengan enzim. Pada analisis DNA diperlukan proses PCR (Polymerase Chain Reaction) sebelum elekroforesis yang berperan dalam penggabungan pasangan DNA dengan bantuan primer dan enzim bakteri pada suhu tertentu (Sudarmono 2006). Pada saat pemurnian DNA kondisi alat dan bahan diusahakan steril dan lingkungan tempat kerja serta sarung tangan tidak boleh terkontaminasi. Bahan yang digunakan untuk mengekstrak daun Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisis bahan untuk ekstraksi daun Kayu Afrika No. Komponen Kimia 1 x Reaksi X x Reaksi 1 Psd H2O 380µl X x 380µl 2 1 M Tris, Ph 9.0 100µl X x 100µl 3 5 M NaCl 280µl X x 280µl 4 0.5 M EDTA 40µl X x 40µl 5 10% CTAB 200µl X x 200µl 6 B-Mercapthoethanol 5 µl X x 5µl Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan bagian daun muda dari anakan. Sampel daun dengan ukuran 2 cm x 2 cm digerus dengan menggunakan metode CTAB (hexadecyltrimethyl ammonium bromide) berdasarkan pada penelitian Murray and Thompson (1980) di dalam pestel yang bersih. Hasil gerusan kemudian dipindahkan ke dalam tube 1,5 ml, lalu ditambahkan 500-700 mikro liter larutan buffer ekstrak dan 100 mikro liter PVP 2%, kemudian divortex. Hasil gerusan yang telah divortex selanjutnya diinkubasi di dalam waterbath dengan suhu 65 o C selama 45 menit 1 jam diikuti dengan pengocokan setiap 15 menit. Setelah proses inkubasi selesai, bahan ekstrak didinginkan kurang lebih 15 menit. Tahapan selanjutnya adalah pemurnian DNA. Pemurnian DNA dilakukan dengan menambahkan 500 mikro liter Chloroform IAA dan 10 mikro liter Phenol ke dalam tube yang berisi ekstrak daun yang telah diinkubasi, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13.000 rpm (rotation per minute) selama 2 menit. Supernatant diambil dan dimasukkan ke dalam tube baru dan dimurnikan kembali dengan menambahkan 500 mikro liter Chloroform IAA dan 10 mikro liter Phenol, kemudian disentrifugasi kembali pada 13.000 rpm selama 2 menit. Supernatant

hasil pemurnian kedua dimasukkan ke dalam tube baru, kemudian ditambahkan 500 mikro liter isopropanol dingin dan 300 mikro liter NaCl, dikocok perlahanlahan sampai terlihat benang-benang putih dan diinkubasi dalam freezer selama 45 menit-1 jam. DNA yang didapat dipisahkan dengan sentrifugasi pada 13000 rpm selama 2 menit. Pellet DNA kemudian dipisahkan dengan membuang cairan lainnya. Pellet DNA dicuci dengan menambahkan 300 mikro liter etanol 100%, kemudian disentrifugasi pada 13000 rpm selama 2 menit. Pencucian dilakukan 2 kali agar diperoleh DNA yang bersih. Pellet DNA yang telah dicuci dikeringkan dalam desikator selama 15 menit. Selanjutnya pellet DNA dilarutkan dalam 20 mikro liter larutan TE untuk mendapatkan pellet DNA pekat. Pengujian kualitas DNA dilakukan setelah pellet DNA larut secara homogen. Untuk menguji kualitas DNA hasil ekstraksi dilakukan elektroforesis dengan menggunakan gel agarose dengan konsentrasi sebesar 1% (b/v). Gel agarose merupakan campuran antara larutan TAE 1X dengan agarose. Elektroforesis dilakukan dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 volt selama kurang lebih 30 menit yang pada prinsipnya dilakukan dengan memigrasikan DNA dalam gel agarose pada tegangan tertentu dari arus (-)/ katoda ke arus (+)/ anoda. Setelah proses elektroforesis selesai, dilakukan proses pewarnaan (staining) agar molekul sampel yang telah terpisah dapat dilihat. Pewarnaan dilakukan dengan Ethium bromida 1% dan dicampurkan dengan aquades, selanjutnya pita DNA hasil ekstraksi dilihat pada UV transilluminator. 3.3.2 Seleksi Primer Seleksi primer dilakukan untuk mencari primer acak yang menghasilkan penanda polimorfik, karena tidak semua primer nukleotida dapat menghasilkan produk amplifikasi (primer positif) dan dari primer positif tidak semuanya menghasilkan fragmen DNA polimorfik. Pada kegiatan ini dilakukan seleksi terhadap 20 primer, yaitu primer dari golongan OPO dan OPY yang diproduksi oleh Operon Technology. Primer dari golongan OPO yaitu dengan memiliki kode primer O.1, O.2, O.4, O.8, O.10, O.12, O.14, O.18, O.19 dan O.20. Sedangkan primer dari golongan OPY memiliki kode primer Y.1, Y.4, Y.6, Y.8, Y.11, Y.12, Y.14, Y.15,

Y.16, dan Y.17. Urutan basa dari 20 primer yang diujikan pada Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Urutan basa nukleotida 20 primer (Operon Technology) No. Primer Urutan Basa No. Primer Urutan Basa 1. OPO-01 5' GGCACGTAAG '3 1. OPY-01 5' GGTGGCATCT '3 2. OPO-02 5' ACGTAGCGTG '3 2. OPY-04 5' GGCTGCAATG '3 3. OPO-04 5' AAGTCCGCTC '3 3. OPY-06 5' AAGGCTCACC '3 4. OPO-08 5 CCTCCAGTGT '3 4. OPY-08 5' AGGCAGAGCA '3 5. OPO-10 5 TCAGAGCGCC '3 5. OPY-11 5' AGACGATGGG '3 6. OPO-12 5' CAGTGCTGTG '3 6. OPY-12 5' AAGCCTGCGA '3 7. OPO-14 5' AGCATGGCTC '3 7. OPY-14 5' GGTCGATCTG '3 8. OPO-18 5' CTCGCTATCC '3 8. OPY-15 5' AGTCGCCCTT '3 9. OPO-19 5' GGTGCACGTT '3 9. OPY-16 5' GGGCCAATGT '3 10. OPO-20 5' ACACACGCTG '3 10. OPY-17 5' GACGTGGTGA '3 3.3.3 PCR (Polymerase Chain Reaction) PCR adalah suatu metode untuk menggandakan atau mengamplifikasi DNA yang diisolasi. Proses PCR ini menggunakan 4 komponen utama yang dicampurkan ke dalam tube 0,2 ml. Komponen yang diperlukan untuk teknik RAPD dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Komposisi bahan untuk reaksi PCR pada teknik RAPD No. Nama Bahan 1 sampel reaksi X sample reaksi 1 H 2 O 2 mikro liter X x 2 mikro liter 2 Green Go Taq 7,5 mikro liter X x 7,5 mikro liter 3 Primer 2 mikro liter X x 2 mikro liter 4 Cetakan DNA 2 mikro liter X x 2 mikro liter Proses PCR melalui 3 tahapan penting yaitu denaturation, annealing, dan extension. Masing-masing tahapan membutuhkan suhu dan waktu yang berbedabeda tergantung pada teknik yang digunakan dan juga primer yang digunakan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6 Tahapan-tahapan dalam proses PCR untuk teknik RAPD Tahapan Suhu Waktu Jumlah Siklus Pre-denaturation 95 C 2 menit 1 Denaturation 95 C 1 menit Annealing 37 C 2 menit 45 Extension 72 C 2 menit Final Extension 72 C 5 menit 1

3.3.4 Uji Kualitas DNA Uji kualitas DNA dilakukan dengan menggunakan teknik elektroforesis. Menurut Glick dan Jack (1998), elektroforesis merupakan suatu teknik untuk memisahkan protein atau DNA. Menurut Old dan Primrose (1985), elektroforesis tidak hanya digunakan sebagai metode analisis, tetapi secara rutin digunakan untuk persiapan memurnikan fragmen-fragmen DNA tertentu. Elektroforesis dilakukan dengan menggunakan media gel yang mengandung agarose untuk memisahkan fragmen-fragmen DNA yang ukurannya mempunyai rentang beberapa ratus hingga sekitar 20.000 pasangan basa. Keuntungan khusus dari elektroforesis gel ini adalah pita DNA dapat dideteksi dengan kepekaan yang tinggi, dapat memunculkan fragmen-fragmen DNA yang panjangnya berbedabeda, dan dapat memisahkan konfigurasi molekul yang berbeda-beda dari suatu molekul DNA. Elektroforesis membutuhkan kemampuan listrik dan pendingin yang memadai. Selain itu faktor bahan kimia yang dibutuhkan dan alat-alat yang dipakai beragam. Prinsip dasar elektroforesis yaitu Prinsip dasar teknik ini adalah bahwa DNA, RNA, atau protein dapat dipisahkan oleh medan listrik. Dalam hal ini, molekul-molekul tersebut dipisahkan berdasarkan laju perpindahannya oleh gaya gerak listrik di dalam matriks gel. Laju perpindahan tersebut bergantung pada ukuran molekul bersangkutan. Setiap genom tumbuhan (enzim/protein dan DNA) mempunyai berat yang berbeda-beda sehingga kecepatan bergeraknya pada media gel juga berbeda-beda dan hal ini hanya dapat dilihat melalui pewarnaan (staining). Pengujian kualitas DNA hasil proses PCR dilakukan dengan teknik elektroforesis dengan menggunakan gel agarose 2 % dalam larutan buffer 1 x TE. Dalam elektroforesis DNA hasil PCR, 3 mikro liter DNA dimasukkan ke dalam lubang-lubang di dalam agar dengan menggunakan pipet mikro. Bak elektroforesis ditutup dan dialiri listrik dengan tegangan 80 volt selama 30-45 menit. Setelah proses elektroforesis selesai, dilakukan proses pewarnaan (staining) agar molekul sampel yang telah terpisah dapat dilihat. Pewarnaan dilakukan dengan Ethium bromida 1% dan dicampurkan dengan aquades, selanjutnya pita DNA hasil ekstraksi dilihat pada UV transilluminator.

3.4 Analisis Data Hasil PCR yang telah dielektroforesis difoto dan dianalisis dengan melakukan skoring pola pita yang muncul. Pola pita yang muncul (positif) diberi nilai 1 dan pola pita yang tidak muncul (negatif) diberi nilai 0. Proses skoring dapat dilihat pada Gambar 5. Lokus L-1 L-2 L-3 Individu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 L-4 Lokus Individu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 L-1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 L-2 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 L-3 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 L-4 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 Gambar 5 Cara penilaian pita dengan sistem skoring (1 = ada pita, 0 = tidak ada pita) (Yunanto 2006). Hasil perhitungan kemudian dianalisis untuk mengetahui frekuensi dan keragaman dalam jenis dan antar populasi dengan menggunakan software POPGENE 32. Pendugaan hubungan kekerabatan dilakukan berdasarkan jumlah pita polimorfik yang dimiliki bersama (Nei and Lei 1979 diacu dalam Yunanto 2006), sedangkan pengelompokan kerabat berdasarkan metode UPGMA (Unweighted Pair Group with Arithmatic Average) (Nei 1973 diacu dalam Yunanto 2006) dengan software NTSYS Ver 2.0.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Optimasi Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan sebagai tahap awal dari analisis DNA. Ekstraksi DNA bertujuan untuk memisahkan atau mengisolasi DNA dari material daun lainnya agar diperoleh DNA yang murni. Pada tahapan ekstraksi ini dilakukan uji kualitas DNA untuk dapat menentukan perbandingan pengenceran DNA sebelum memasuki tahapan PCR (Polymerase Chain Reaction). Uji kualitas DNA dilakukan dengan mengamati hasil ekstraksi DNA. Profil DNA Kayu Afrika hasil ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 6. 100x 20x 10x 60x 200x Gambar 6 Profil DNA Kayu Afrika hasil ekstraksi. Setiap sampel DNA mempunyai perlakuan pengenceran yang berbeda-beda, tergantung dari kualitas DNA-nya. Pengenceran ini dimaksudkan agar pada tahap PCR, primer dapat menempel pada pita DNA sehingga dapat teramplifikasi, karena jika DNA-nya terlalu banyak kotoran, maka primer tidak dapat menempel sehingga tidak dapat memberikan hasil amplifikasi. Dari hasil uji kualitas hasil ekstraksi DNA secara visual seperti yang tersaji pada Gambar 6, dapat ditentukan pengencerannya berdasarkan tebal atau tipisnya pita DNA. Pita DNA yang tebal mengindikasikan bahwa hasil ekstraksi tersebut masih kotor. Menurut Qiagen (2001), hasil ekstraksi yang kotor ini masih mengandung phenol yang tinggi, chloroform, dan alkohol. Selain itu, hasil yang kotor tersebut masih mengandung kontaminasi protein, polisakarida dan RNA.

Secara visual, pita DNA yang tebal (kotor) memerlukan perbandingan pengenceran yang lebih besar. Dalam penelitian ini pengenceran paling besar yaitu 200x (199 µl aquabidest : 1 µl DNA). Pengenceran selanjutnya mengikuti tingkatan ketebalan pita DNA. Pita DNA yang paling tipis menggunakan perbandingan pengenceran 10x (9 µl aquabidest : 1 µl DNA), karena kualitas DNA-nya termasuk bagus (tidak terlalu kotor). 4.1.2 Seleksi Primer Penggunaan primer acak dalam analisis RAPD mengakibatkan perlunya tahapan seleksi primer untuk mendeteksi polimorfisme fragmen DNA hasil amplifikasi yang sangat berguna untuk analisis keragaman genetik antar individu tanaman dalam plasma nutfah (Karsinah 1999). Untuk mendapatkan estimasi umum dengan jumlah cetakan DNA minimun maka reaksi amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan cetakan DNA yang berasal dari campuran DNA (DNA bulk). Seleksi primer pada analisis keragaman genetik Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) dengan teknik RAPD diujikan pada 20 primer produksi Operon Technology. Hasil pengujian terhadap 20 primer dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8. M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Gambar 7 Profil DNA Kayu Afrika hasil seleksi primer tahap 1 (M = marker, 1 = OPO-04, 2 = OPO-10, 3 = OPO-14, 4 = OPO-18, 5 = OPO-20, 6 = OPY-06, 7 = OPY-08, 8 = OPY-11, 9 = OPY-15 dan 10 = OPY-17).

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Gambar 8 Profil DNA Kayu Afrika hasil seleksi primer tahap 2 (M = marker, 1 = OPO-01, 2 = OPO-02, 3 = OPO-08, 4 = OPO-12, 5 = OPO-19, 6 = OPY-01, 7 = OPY-04, 8 = OPY-12, 9 = OPY-14 dan 10 = OPY-16). Sejumlah primer tersebut memberikan hasil amplifikasi yang berbeda-beda. Beberapa tidak teramplifikasi, beberapa teramplifikasi jelas dan tidak jelas. Tidak terdapatnya pita amplifikasi pada beberapa primer tersebut dapat disebabkan karena urutan basa nukleotida dari primer-primer tersebut bukan merupakan komplemen dari basa nukleotida pada cetakan DNA. Hal ini menyebabkan primer-primer tersebut tidak mampu mengamplifikasi fragmen DNA (Sulistyawati 2005). Penyebab yang lain adalah tidak terjadinya reaksi amplifikasi karena komplemen urutan basa nukleotida dari cetakan DNA terdapat pada jarak yang jauh. Kualitas amplifikasi dari masing-masing primer dapat disajikan pada Tabel 7. Dari hasil seleksi 20 primer yang menghasilkan produk amplifikasi pada Kayu Afrika, diambil 3 primer terbaik untuk kemudian dilakukan interpretasi dan analisis, yaitu OPY-04, OPY-14 dan OPY-16. Pemilihan ketiga primer tersebut didasarkan pada kualitas pita amplifikasi yang dihasilkan oleh primer-primer tersebut. Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa OPY-04, OPY-14 dan OPY-16 memiliki kualitas pita yang paling bagus. Selain itu, dari Gambar 8 dapat terlihat bahwa ketiga primer tersebut mampu mengamplifikasi pita DNA Kayu Afrika dengan baik dan menghasilkan pita polimorfisme yang bagus. Hal ini

menunjukkan bahwa urutan basa nukleotida dari ketiga primer tersebut merupakan komplemen dari basa nukleotida pada cetakan DNA. Tabel 7 Kualitas pita DNA yang diamplifikasi masing-masing primer No. Primer Kualitas Pita No. Primer Kualitas Pita 1. OPO-01 + 1. OPY-01 ++ 2. OPO-02 + 2. OPY-04 +++ 3. OPO-04-3. OPY-06 + 4. OPO-08-4. OPY-08 + 5. OPO-10-5. OPY-11 + 6. OPO-12 ++ 6. OPY-12-7. OPO-14 ++ 7. OPY-14 ++ 8. OPO-18 + 8. OPY-15 + 9. OPO-19 ++ 9. OPY-16 ++ 10. OPO-20 + 10. OPY-17 + Keterangan : - tidak teramplifikasi, + teramplifikasi kurang jelas, ++ teramplifikasi jelas, +++ teramplifikasi sangat jelas Primer-primer tersebut kemudian digunakan dalam proses PCR unutuk menganalisis DNA Kayu Afrika. Dari hasil PCR yang dilakukan, didapatkan pola pita yang berbeda-beda (polimorfik), baik antar primer maupun di dalam primer yang digunakan. Skoring dilakukan dengan melihat pola pita hasil PCR, yang kemudian dimasukan ke dalam program POPGENE 32 dan NTSYS ver 2.0 untuk mengetahui nilai keragamn genetik dan tingkat hubungan kekerabatan dari Kayu Afrika asal Sukabumi dan Bogor. Polimorfisme yang terjadi dari analisis RAPD ditunjukkan dengan terbentuknya pita DNA pada individu yang satu sementara individu yang lain tidak terbentuk pita DNA pada posisi atau ukuran yang sama. Dengan adanya polimorfisme ini maka akan menggambarkan tingkat keragaman genetik dari Kayu Afrika. Semakin tinggi tingkat polimorfisme maka tingkat keragaman genetik di antara individu-individu plasma nutfah juga akan semakin tinggi. Analisis polimorfisme dengan teknik RAPD menggunakan 3 primer menghasilkan 36 pita dengan ukuran fragmen berkisar antara 200 bp sampai 2642 bp. Contoh pita DNA 50 genotipe yang diamplifikasi menggunakan primer OPY- 04, OPY-14 dan OPY-16 disajikan pada Gambar 9, 10, 11 dan Lampiran 4.

1500 bp 1000 bp 500 bp 200 bp M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Gambar 9 Profil DNA hasil PCR dengan menggunakan primer OPY-04. 1500 bp 1000 bp 500 bp 200 bp M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Gambar 10 Profil DNA hasil PCR dengan menggunakan primer OPY-14. 1500 bp 1000 bp 500 bp 200 bp M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Gambar 11 Profil DNA hasil PCR dengan menggunakan primer OPY-16. Keterangan : M=Marker, 1=P.021-1, 2=P.021-2, 3=P.021-3, 4=P.021-4, 5=P.021-5, 6=P.034-1, 7=P.034-2, 8=P.034-3, 9=P.034-4, 10=P.034-5, 11=P.059-1, 12=P.059-2, 13=P.059-3, 14=P.059-4, 15=P.059-5, 16=P.065-1, 17=P.065-2, 18=P.065-3, 19=P.065-4, 20=P.065-5

Hasil visualisasi dari setiap DNA amplifikasi PCR tidak selalu terlihat dengan jelas. Hal ini disebabkan oleh jumlah fragmen DNA yang diamplifikasi. Semakin banyak suatu fragmen DNA yang diamplifikasi, maka hasil visualisasi pita DNA akan terlihat jelas. Pada genom tanaman kurang lebih 90% dari DNA genom merupakan urutan berulang (Weising et al. 1995). Amplifikasi DNA terjadi apabila untaian basa nukleotida dari primer-primer tersebut merupakan komplemen dari basa nukleotida pada DNA. Salah satu syarat utama terjadinya amplifikasi DNA dengan satu jenis primer adalah apabila primer tersebut mempunyai urutan basa nukleotida yang merupakan komplemen dari kedua untai cetakan DNA pada posisi yang berlawanan (Williams et al. 1990 diacu dalam Robiah 2004). Disamping itu, adanya kompetisi tempat penempelan primer pada DNA genom menyebabkan salah satu fragmen akan diamplifikasi dalam jumlah yang banyak dan fragmen lainnya sedikit. Faktor lain yang mempengruhi DNA hasil amplifikasi terlihat tidak jelas adalah kemurnian dan konsistensi cetakan DNA. DNA yang memiliki tingkat kontaminasi yang tinggi dari senyawasenyawa seperti polisakarida dan polifenol, dan konsentrasi cetakan DNA yang terlalu kecil sering menghasilkan penanda RAPD yang kabur dan redup. Meskipun demikian, dari ketiga gambar tersebut dapat dilihat bahwa secara umum primer yang digunakan dapat mengamplifikasi DNA Kayu Afrika yang dianalisis. Dari tingkat polimorfisme juga dapat dilihat bahwa primer tersebut menunjukkan tingkat polimorfisme yang optimal. Pita DNA yang dihasilkan untuk masing-masing primer jumlah dan ukurannya sangat bervariasi. Penggunaan primer OPY-04 menghasilkan 10 lokus dengan ukuran fragmen DNA berkisar antara 200 bp-2642 bp. Penggunaan primer OPY-14 menghasilkan 14 lokus dengan ukuran fragmen berkisar 200 bp-2500 bp. Sedangkan penggunaan primer OPY-16 menghasilkan 12 lokus dengan ukuran fragmen berkisar antara 200 bp-1500 bp. Tabel 8 Jumlah lokus yang diinterpretasi dari primer OPY-04, OPY-14 dan OPY-16 No. Primer Urutan Basa Jumlah lokus 1. OPY-04 5' GGCTGCAATG '3 10 2. OPY-14 5' GGTCGATCTG '3 14 3. OPY-16 5' GGGCCAATGT '3 12

4.2 Interpretasi dan Analisis Data 4.2.1 Keragaman Genetik di Dalam dan Antar Populasi Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) Variasi genetik Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) diamati pada setiap lokus. Keragaman genetik dapat diukur dengan menggunakan parameterparameter berupa persen polimorfisme, rata-rata alel per lokus, tingkat heterozigositas, dan nilai GST (Young 2000). Perhitungan nilai parameter dihitung melalui software POPGENE 32. Hasil perhitungan dengan menggunakan POPGENE 32 disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Nilai na, ne, He dan PLP untuk seluruh populasi Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) Populasi n na ne He PLP P.002 5 1.4444 1.2662 0.1583 44.44 % P.008 5 1.3889 1.2048 0.1232 38.89 % P.010 5 1.3333 1.1489 0.0982 33.33 % P.015 5 1.4722 1.2588 0.1555 47.22 % P.021 5 1.4722 1.2649 0.1571 47.22 % P.034 5 1.4167 1.2613 0.1506 41.67 % P.059 5 1.3889 1.1926 0.1191 38.89 % P.065 5 1.3889 1.1896 0.1183 38.89 % P.089 5 1.3889 1.2018 0.1223 38.89 % P.096 5 1.4722 1.2833 0.1635 47.22 % Rata-rata 5 1.4167 1.2272 0.1366 41.67 % Keterangan: n = jumlah sampel, na = jumlah alel yang diamati, ne = jumlah alel yang efektif, He = heterozigitas harapan (keragaman gen), PLP = Persen Lokus Polimorfik Dari tabel diatas diketahui bahwa populasi Kayu Afrika memiliki nilai ratarata na, ne, dan He seluruh populasi Kayu Afrika adalah na=1.4167, ne=1.2272, dan He=0.1366. Nilai Ne terbesar ditemukan pada pohon plus P.096 (1.2833) dan nilai Ne terkecil ditemukan pada pohon plus P.010 (1.1489). Variasi genetik dilihat dari nilai He diantara pohon plus. Nilai he untuk pohon Kayu Afrika asal Sukabumi dan Bogor berkisar antara 0.0982-0.1635. Nilai keragaman genetik terbesar dimiliki oleh pohon plus P.096 (0.1635) sedangkan nilai keragaman genetik terkecil dimiliki oleh pohon plus P.010 (0.0928). PPL dari diantara anakan pohon plus berkisar antara 33.33% (P.010) sampai 47.22% (P.015, P.021 dan P.096) dengan nilai rata-rata sebesar 41.67%. Dari hasil analisis juga dapat diketahui bahwa rata-rata keragaman genetik Kayu Afrika dari dua populasi tersebut tidak berbeda jauh. Pohon plus Kayu

Afrika yang berasal dari Bogor memiliki rata-rata nilai keragaman genetik sebesar 0.1946, sedangkan Kayu Afrika yang berasal dari Sukabumi memiliki rata-rata nilai keragaman genetik sebesar 0.1834, seperti terlihat pada Tabel 10. Tabel 10 Rata-rata keragaman genetik Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) untuk masing-masing populasi No. Populasi n na ne He PLP 1 Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi 25 1.8611 1.2892 0.1834 86.11 % 2 Gunung Mas, Bogor 25 1.8056 1.2981 0.1946 80.56 % Rata-rata 25 1.8334 1.2937 0.1890 83.34% Keterangan: n = jumlah sampel, na = jumlah alel yang diamati, ne = jumlah alel yang efektif, He = heterozigitas harapan (keragaman gen), PLP = Persen Lokus Polimorfik. Dari Tabel 9 dan Tabel 10 dapat diketahui bahwa keragaman genetik kayu afrika di dalam populasi lebih kecil dibandingkan nilai keragaman genetik antar populasi. 4.2.2 Hubungan Kekerabatan antar Populasi Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) Hubungan kekerabatan dapat diketahui dari jarak genetik antar individu dan populasi. Jarak genetik ini dapat diketahui dengan melakukan analisis terhadap pola pita yang digambarkan dari hasil elektroforesis untuk kemudian dimasukan ke dalam program POPGENE 32. Jarak genetik antar pohon plus Kayu Afrika disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Jarak genetik antar pohon plus Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) Pohon plus P.002 P.008 P.010 P.015 P.021 P.034 P.059 P.065 P.089 P.096 P.002 **** P.008 0.0459 **** P.010 0.0596 0.0385 **** P.015 0.0431 0.0122 0.0418 **** P.021 0.0908 0.0781 0.0958 0.0652 **** P.034 0.0918 0.0989 0.1012 0.0983 0.1003 **** P.059 0.0520 0.0583 0.0422 0.0641 0.0937 0.1196 **** P.065 0.0704 0.0903 0.0720 0.0784 0.1218 0.1613 0.0534 **** P.089 0.0486 0.0600 0.0404 0.0521 0.0794 0.1285 0.0357 0.0239 **** P.096 0.0599 0.0887 0.0837 0.0830 0.0992 0.1419 0.0932 0.0630 0.0487 **** Analisis data jarak genetik seperti terlihat pada Tabel 12 tersebut menunjukkan jarak genetik antar pohon plus Kayu Afrika hasil uji yang dibaca secara diagonal ke bawah. Jarak genetik terdekat adalah P.008 dengan P.015 (0.0122) dan jarak genetik terjauh yaitu antara P.034 dengan P.065 (0.1613).

Berdasarkan informasi jarak genetik antar individu dan populasi, dendogram disusun berdasarkan metode UPGMA (Unweighted Pair-Grouping Method with Aritmatic Averaging) untuk menganalisa hubungan kekerabatan baik antar individu (Lampiran 5) maupun antar pohon plus (Gambar12). Gambar 12 Dendogram jarak genetik Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) berdasarkan metode Nei (1973). Hasil UPGMA antar pohon plus seperti yang diperlihatkan pada Gambar 12, menunjukkan bahwa pada beberapa pohon plus yang berasal dari populasi yang sama mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat. Secara umum, pengelompokan pohon plus memperlihatkan hubungan yang nyata dengan distribusi geografis dari pohon plus tersebut. Dari 10 pohon plus yang dianalisis terbagi menjadi 2 kelompok besar. Kelompok pertama terdiri dari P.002, P.008, P.015 dan P.010 yang berasal dari populasi Sukabumi (Hutan Pendidikan Gunung Walat). Kelompok kedua terdiri dari P.059, P.065 dan P.089 yang merupakan pohon plus dari populasi Bogor (Gunung Mas). Dari dendogram juga terlihat bahwa terdapat 3 pohon plus yang terpisah dari populasinya, yaitu P.096, P.034 dan P.021.

4.3 Pembahasan 4.3.1 Keragaman Genetik Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) Penelitian keragaman genetik Kayu Afrika menunjukkan kemampuan penanda RAPD sebagai metode yang tepat dalam mengetahui tingkat keragaman genetik Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.). Meskipun penanda RAPD memiliki beberapa kelemahan seperti rendahnya tingkat reproduktivitas dan bersifat dominan, tetapi dengan adanya perkembangan analisis data dan juga perlengkapan yang canggih membuat teknik ini makin terpercaya. Teknik ini terbukti mampu memberikan informasi penting dalam program pemuliaan dan konservasi dan telah dengan banyak digunakan dalam analisis keragaman genetik populasi (Widyatmoko 2004). Jumlah pita polimorfik dalam analisis keragaman genetik sangat menentukan tingkat keragaman suatu populasi. Perbedaan jumlah pita yang dihasilkan setiap primer disebabkan oleh perbedaan urutan basa nukleotida primer ataupun interaksi antara primer dengan cetakan DNA. Perbedaan ini menggambarkan kerumitan dari genom tanaman yang diamati, karena hasil amplifikasi pita DNA merupakan hasil berpasangannya nukleotida penyusun DNA genom, sehingga dengan semakin beragamnya DNA genom akan menghasilkan semakin banyak dan semakin kompleks pita DNA. Variasi genetik yang diukur terbagi dalam dua tingkatan, yaitu variasi genetik dalam populasi dan variasi genetik antar populasi. Ukuran-ukuran yang sering digunakan untuk mencirikan variasi dalam populasi adalah PLP (Persentase Lokus Polimorfik), multiplisitas genetik dan rata-rata jumlah alel per lokus (A/L) dan keragaman genetik. Sedangkan untuk mengetahui variasi genetik antar populasi digunakan ukuran jarak genetik, diferensiasi genetik (δ), pembagian variasi genetik (F ST dan G ST ), dan analisis klaster/kelompok. Hasil analisis POPGENE 32 menunjukkan nilai keragaman genetik dalam populasi, nilai keragaman genetik antar populasi dan dendogram hubungan kekerabatan hasil analisis klelompok terhadap 10 pohon induk dari 2 populasi (Sukabumi dan Bogor). Rata-rata nilai keragaman genetik dalam populasi adalah 0.1366 sedangkan nilai keragaman genetik Kayu Afrika antar populasi sebesar 0.1890.

Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa Kayu Afrika asal Sukabumi dan Bogor memiliki nilai keragaman genetik yang optimum. Sebagai tanaman yang berkawin silang, Kayu Afrika memiliki nilai keragaman genetik yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamrick (1990) diacu dalam Widyatmoko (2005) yang mengatakan bahwa tanaman berkayu yang berkawin silang (outcrossing) mempunyai variabilitas yang besar. Tingginya nilai keragaman genetik Kayu Afrika yang diperoleh dapat disebabkan oleh adanya tingkat kesuburan yang tinggi dari masing-masing pohon plus Kayu Afrika. Selain itu dapat juga dipengaruhi oleh intensitas gene flow (aliran gen) yang tinggi. Aliran gen sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pollinator, kerapatan tegakan, mekanisme penyebaran benih dan intensitas pembungaan. Oleh karena itu, intensitas pembungaan juga dapat menjadi salah satu faktor yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi besarnya tingkat keragaman genetik dari suatu jenis. Makin tinggi intensitas pembungaan maka tingkat keragaman diperkirakan akan semakin tinggi pula. Intensitas pembungaan Kayu Afrika yang terjadi sebanyak dua kali dalam setahun (Februari-Maret dan Oktober-November) dapat menjadi salah satu faktor pendukung tingginya nilai keragaman genetik yang diperoleh. Besarnya keragaman genetik maupun jarak genetik dapat dipengaruhi oleh jumlah sampel yang digunakan (Persson et al. 1998 diacu dalam Widyatmoko 2005). Sampel yang besar mungkin memiliki jumlah pita polimorfik yang lebih besar, sehingga akan mempengaruhi besarnya keragaman genetik, demikian juga terhadap hubungan antar populasi. Selain itu, dari hasil analisis dengan menggunakan POPGENE 32 juga diketahui bahwa rata-rata keragaman genetik Kayu Afrika dari dua populasi tersebut tidak terlalu berbeda jauh. Pohon plus Kayu Afrika yang berasal dari Bogor memiliki rata-rata nilai keragaman genetik sebesar 0.1946, sedangkan Kayu Afrika yang berasal dari Sukabumi memiliki rata-rata nilai keragaman genetik sebesar 0.1834. Nilai He yang tidak jauh berbeda tersebut diduga karena populasi yang berkembang di Jawa diintroduksi dari lokasi ataupun populasi yang sama, sehingga populasi dasar sebagai sumber gen berpeluang memiliki dasar genetik yang sempit.

4.3.2 Hubungan Kekerabatan Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) Hubungan kekerabatan anatara dua individu atau dua populasi dapat diukur berdasarkan kesamaan sejumlah karakter dengan asumsi bahwa karakter-karakter berbeda disebabkan oleh adanya perbedaan susunan genetik. Menurut Sokal dan Sneath (1963), pendugaan hubungan kekerabatan sering ditentukan secara subyektif. Pengukuran berdasarkan molekuler akan menghasilkan penilaian standar untuk membandingkan kekerabatan yang berbeda dengan hasil pengukuran berdasarkan karakter morfologi. Jarak genetik mengukur perbedaan struktur genetik antar dua populasi pada suatu lokus gen tertentu. Perbedaan genetik lebih dari dua populasi biasanya dianalisa oleh sebuah matrik dengan elemen-elemennya berupa jarak genetik dengan pasangan kombinasinya yaitu populasi. Analisis kelompok merupakan metode untuk menggambarkan perbedaan genetik antar populasi secara geografis. Hal ini didasarkan atas perhitungan jarak genetik. Populasi dengan jarak genetik yang kecil, yaitu populasi yang secara genetik sama, bersatu pertama kali dan bersatu lagi dengan populasi yang secara genetik berbeda jarak. Dendogram dapat mempermudah pengkajian pola diferensiasi genetik populasi-populasi. Berdasarkan analisis kelompok untuk individu Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.), pengelompokkan mempunyai hubungan yang nyata dengan distribusi geografis dari individu tersebut. Analisis kelompok populasi memperlihatkan pengelompokkan yang jelas berdasarkan posisi geografisnya. Menurut Widyatmoko (2005), semakin dekat lokasi antar populasi memberikan intensitas gen flow yang lebih besar. Dengan demikian, populasi-populasi yang terletak pada suatu wilayah dengan jarak yang cukup dekat akan membentuk suatu populasi besar pada wilayah tersebut. Analisis jarak genetik yang ditampilkan pada Tabel 12 menunjukkan tingkat hubungan kekerabatan antar pohon plus Kayu Afrika yang berasal dari 2 populasi. Dari tabel terlihat bahwa jarak genetik terdekat adalah antara P.008 dengan P.015 (0.0122) dan jarak genetik terjauh yaitu antara P.034 dengan P.065 (0.1613). Jarak genetik yang dekat antara P.008 dan P.015 menunjukkan bahwa kedua pohon plus tersebut memiliki tingkat kekerabatan yang tinggi secara genetik. Sebaliknya,

P.034 dengan P.065 memiliki tingkat kekerabatan yang rendah, karena memiliki jarak genetik yang jauh. Dendogram UPGMA menunjukkan adanya pengelompokkan pohon plus berdasarkan lokasi geografisnya. Terdapat dua kelompok besar yang terbentuk dari hasil analisis yaitu kelompok Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi (P.002, P.008, P.015 dan P.010) dan kelompok Gunung Mas, Bogor (P.059, P.065 dan P.089). Dari dendogram juga terlihat bahwa terdapat 3 pohon plus yang terpisah dari populasinya, yaitu P.096, P.034 dan P.021. Hal ini menunjukkan besar kemungkinan bahwa pohon plus tersebut telah mengalami perubahan struktur genetik karena intervensi manusia. Selain itu dapat disebabkan karena pohon plus tersebut kemungkinan berasal dari sumber yang berbeda, bukan dari HPGW maupun Gunung Mas dan sudah mendapatkan campur tangan manusia dalam perbanyakan dan perpindahan individu (gene flow). 4.3.3 Implikasi Keragaman Genetik Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) untuk Program Pemuliaan dan Konservasi Genetik Pemahaman tentang keragaman genetik dan hubungan kekerabatan sangat diperlukan baik untuk kegiatan konservasi genetik maupun pemuliaan pohon. Pada kegiatan pemuliaan pohon, infomasi tentang keragaman genetik didalam dan antar populasi sangat berguna untuk kegiatan seleksi. Pemahaman tentang keragaman genetik juga penting untuk mengetahui asal usul jenis Kayu Afrika. Dari penelitian ini diperoleh keragaman genetik Kayu Afrika sebesar 0.1366. Secara umum, keragaman genetik pada penelitian ini menunjukkan angka yang lebih besar dibandingkan dengan nilai keragaman genetik pohon tropis lainnya (He=0,125, Hamrick et al. 1992) berdasarkan analisis isoenzim. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman genetik yang masih ada di alam masih cukup besar untuk mendukung kegiatan pemuliaan. Untuk kegiatan eksplorasi, baik untuk kegiatan pemuliaan maupun konservasi ex situ, berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, untuk suatu wilayah perlu dikoleksi jumlah individu yang cukup banyak dalam satu populasi dengan jumlah populasi yang sedikit. Budidaya suatu jenis di luar habitat alaminya (konservasi ex situ) secara

otomatis merupakan konservasi informasi genetik terhadap pohon-pohon yang ditanam setidaknya untuk periode waktu yang terbatas. Dari hasil analisis dapat terlihat bahwa nilai keragaman genetik antar populasi Kayu Afrika lebih besar bila dibandingkan dengan nilai keragaman genetik dalam populasi. Nilai keragaman genetik dalam populasi sebesar 0.1366 sedangkan nilai keragaman genetik antar populasi sebesar 0.1923. Hal ini menunjukkan adanya penurunan kualitas dan kuantitas individu penyusun populasi. Melihat kondisi yang demikan, maka kegiatan konservasi genetik perlu secepatnya dilakukan untuk menjaga keragaman genetik yang dimiliki untuk penggunaan dan adaptasi terhadap kebutuhan pada masa yang mendatang yang sekarang mungkin belum diketahui. Alasan utama diperlukannya konservasi genetik adalah semakin banyaknya kegiatan-kegiatan yang dapat menyebabkan penurunan kulitas dan kuantitas individu penyususn populasi, serta terisolasinya populasi jenis-jenis tertentu sebagai akibat dari deforestrasi, fragmentasi dan bencana alam, sehingga satu populasi dengan populasi lainnya cenderung terpisah pada areal yang berjauhan. Variasi genetik di dalam populasi dapat dipertahankan dengan cara membatasi aliran gen dan atau migrasi diantara populasi yang berbeda secara genetik. Dalam kegiatan pemuliaan, informasi mengenai hubungan kekerabatan antar pohon plus Kayu Afrika dapat digunakan untuk menentukan strategi penanaman. Anakan-anakan yang berasal dari pohon plus yang memiliki hubungan kekerabatan yang dekat sebaiknya ditanaman dalam blok terpisah. Hal ini ditujukan untuk mempertahankan tingkat keragaman genetik yang ada. Keragaman genetik ini merupakan prasyarat untuk adaptabilitas evolusioner yang merupakan salah satu strategi untuk menjamin pengawetan suatu jenis. Dengan demikian populasi Kayu Afrika dapat terus terjamin keberadaannya.

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Dalam analisis RAPD Kayu Afrika terdapat 3 primer yang dapat mengamplifikasi DNA dengan baik, yaitu OPY-04, OPY-14 dan OPY-16. 2. Keragaman genetik Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) berdasarkan analisis RAPD menunjukkan nilai keragaman yang optimum. Hasil analisis dengan POPGENE 32 menunjukkan bahwa Kayu Afrika memiliki nilai rata-rata na=1.4167, ne=1.2272 dan he=0.1366. Nilai keragaman genetik dalam populasi sebesar 0. 1923 sedangkan nilai keragaman genetik Kayu Afrika antar populasi sebesar 0.1366. 3. Dari hasil analisis dengan menggunakan POPGENE 32 diketahui bahwa hubungan kekerabatan terdekat terbentuk antara P.008 dengan P.015 (0.0122) dan hubungan kekerabatan terjauh yaitu antara P.034 dengan P.065 (0.1613). 4. Analisis gerombol menunjukkan adanya pengelompokkan berdasarkan lokasi geografisnya. Terdapat dua kelompok besar. Kelompok pertama terdiri dari P.002, P.008, P.015 dan P.010 (Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi). Kelompok kedua terdiri dari P.059, P.065 dan P.089 (Gunung Mas, Bogor). 5.2 Saran Saran dari penelitian ini adalah: 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keragaman genetik Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) dengan menggunakan jumlah sampel dan primer yang lebih banyak agar keragaman genetik dapat diketahui dengan lebih tepat. 2. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan penanda genetik lain, misalnya dengan penanda PCR-RFLP untuk melengkapi informasi mengenai Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) yang dibutuhkan untuk program pemuliaan dan konservasi genetik.

DAFTAR PUSTAKA Bernard, J. 1998. Molecular Biotechnology, Principles and Application of Recombinant DNA. Waterloo Ontario Canada: University of Waterloo. Demeke T dan RP Adams. 1994. The use of PCR-RAPD analysis in plant taxonomy and evolution. p. 179-191. in HG Griffin and AM Griffin, Editor. PCR Technology Current Inovations. London: CRC Press, Inc. Departemen Kehutanan. 2002. Informasi singkat benih. www.dephut.go.id/informasi/rrl/ifsp/maesopsis eminii.pdf [12 Maret 2007]. Finkeldey R. 2005. Pengantar Genetika Hutan Tropis. Djamhuri E, Siregar IZ, Siregar UJ, Kertadikara AW, penerjemah. New York: AUNP. Terjemahan dari: An Introduction to Tropical Forest Genetics. Glick BR and J P Jack. 1998. Molecular Biotechnology: Principles and Applications of Recombinant DNA. Washington: ASM Press. Henry RJ. 1997. Practical Aplications of Plant Molecular Biology. London: Chapman and Hall. JICA. 2003. Silvicultural techniques for tree plantation of 19 tree species in Indonesia. http://project.jica.go.jp/indonesia/0065045i0/archives/pdf [12 Agustus 2007]. Karsinah.1999. Keragaman Genetik Plasma Nutfah Jeruk berdasarkan Penanda RAPD [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Lengkana F. 2007. Keragaman Jati Muna dan Jati Jawa (Tectona grandis Linn.f) berdasarkan Penanda Genetik PCR-RFLP dan RAPD [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda. Nandariah, Soemartono, W.T. Artama dan Taryono. 2007. Keragaman kultivar salak (Salacca zalacca (Gaertner)). http://pertanian.uns.ac.id/~agronomi/ agrosains [12 Agistus 2007]. Old RW and SB Primrose. 1985. Prinsip-Prinsip Manipulasi Gen: Pengantar Rekayasa Genetik. London: Blackwell Scientific Publications. Permana O. 2007. Keragaman Genetik pada Jamur Tiram (Pleurotus spp.) berdasarkan Random amplified Polymorphic DNA (RAPD) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Qiagen. 2005. HotStarTaq PCR Handbook. Germany: Qiagen. Robiah HR. 2004. Analisis Keragaman Genetik Pisang Introduksi (Musa spp.) berdasarkan penanda fenotipik dan RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Soerianegara I., E Djamhuri. 1979. Pemuliaan Pohon Hutan. Bogor: Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Sudarmono. 2006. Pendekatan konservasi tumbuhan dengan teknik molekuler elektroforesis. http://www.inovasi-online.com [25 Juli 2007]. Sulistyawati P, AYPBC Widyatmoko dan A Rimbawanto. 2005. Keragaman Genetik Empat Populasi Eusideroxylon zwageri Asal Kalimantan Berdasarkan Penanda RAPD. Di dalam: Hardiyanto EB, editor. Seminar Nasional Peningkatan Produktivitas Hutan: Peran Konservasi Sumber Daya Genetik dalam Mendukung Rehabilitasi Hutan; Yogyakarta, 26-27 Mei 2005. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM dan International Tropical Timber Organization. Wahyudi I, F Febrianto dan NJ Wistara. 1990. Sifat Dasar, Sifat Pengolahan dan Sifat Penggunaan Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.). Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Weising K, H Nybom, K Wolff and W Meyer. 1995. DNA Fengerprinting in Plant and Fungi. London: CRC Press. Widyatmoko, A Rimbawanto dan Suharyanto. 2005. Keragaman Genetik Araucaria cunninghamii Menggunakan Penanda RAPD. Di dalam: Hardiyanto EB, editor. Seminar Nasional Peningkatan Produktivitas Hutan: Peran Konservasi Sumber Daya Genetik dalam Mendukung Rehabilitasi Hutan; Yogyakarta, 26-27 Mei 2005. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM dan International Tropical Timber Organization. Young A, D Boshier and T. Boyle. 2000. Forest Conservation Genetics : Principles and Practice. Collingwood: CSIRO Publishing. Yunanto T. 2006. Implikasi Genetik Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) pada Jenis Shorea johorensis berdasarkan Metode RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Profil DNA Kayu Afrika hasil PCR 1. Primer OPY-04 1500 bp 1000 bp 500 bp 200 bp M 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 M 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Keterangan: M= Marker, 21=P.002-1, 22=P.002-2, 23= P.002-3, 24 P.002-4, 25= P.002-5, 26=P.008-1, 27=P.008-2, 28=P.008-3, 29=P.008-4, 30=P.008-5, 31=P.010-1, 32=P.010-2, 33=P.010-3, 34=P.010-4, 35=P.010-5, 36=P.015-1, 37=P.015-2, 38=P.015-3, 39=P.015-4, 40=P.015-5, 41=P.089-1, 42=P.089-2, 43=P.089-3, 44=P.089-4, 45=P.089-5, 46=P.096-1, 47=P.096-2, 48=P.096-3, 49=P.096-4, 50=P.096-5.

Lampiran 1 (lanjutan) 2. Primer OPY-14 1500 bp 1000 bp 500 bp 200 bp M 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 M 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Keterangan: M= Marker, 21=P.002-1, 22=P.002-2, 23= P.002-3, 24 P.002-4, 25= P.002-5, 26=P.008-1, 27=P.008-2, 28=P.008-3, 29=P.008-4, 30=P.008-5, 31=P.010-1, 32=P.010-2, 33=P.010-3, 34=P.010-4, 35=P.010-5, 36=P.015-1, 37=P.015-2, 38=P.015-3, 39=P.015-4, 40=P.015-5, 41=P.089-1, 42=P.089-2, 43=P.089-3, 44=P.089-4, 45=P.089-5, 46=P.096-1, 47=P.096-2, 48=P.096-3, 49=P.096-4, 50=P.096-5.

Lampiran 1 (lanjutan) 3. Primer OPY-16 1500 bp 1000 bp 500 bp 200 bp M 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 M 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Keterangan: M= Marker, 21=P.002-1, 22=P.002-2, 23= P.002-3, 24 P.002-4, 25= P.002-5, 26=P.008-1, 27=P.008-2, 28=P.008-3, 29=P.008-4, 30=P.008-5, 31=P.010-1, 32=P.010-2, 33=P.010-3, 34=P.010-4, 35=P.010-5, 36=P.015-1, 37=P.015-2, 38=P.015-3, 39=P.015-4, 40=P.015-5, 41=P.089-1, 42=P.089-2, 43=P.089-3, 44=P.089-4, 45=P.089-5, 46=P.096-1, 47=P.096-2, 48=P.096-3, 49=P.096-4, 50=P.096-5.