BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisa Dampak Krisis Ekonomi Global Terhadap PT. PMO

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III OBYEK PENELITIAN. yang didirikan pada tanggal 11 Juli Pada tahun 1982 dimulailah kegiatan

BAB II LANDASAN TEORI. Jeff Madura yang diterjemahkan Yulianto, A. A. dan Krista (2007)

BAB I PENDAHULUAN. Dengan terjadinya krisis ekonomi global yang melanda dunia bisnis di Indonesia,

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Tbk dari tahun 2002 hingga tahun 2004 dengan menggunakan metode analisis horizontal

BAB IV PEMBAHASAN. yang diambil dari laporan keuangan PT. PITIBO DELYKARYA selama periode tahun

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada laporan keuangan PT.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Laporan Keuangan PT. UNILEVER Indonesia, Tbk Periode Tahun

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. serta kondisi keuangan perusahaan. Melalui laporan keuangan perusahaan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio akan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV. ANALISIS LAPORAN KEUANGAN PT GUDANG GARAM Tbk. modal kerja yang paling tinggi tingkat likuiditasnya. Hal ini berarti bahwa

BAB III PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. PT. Kimia Farma Tbk merupakan salah satu perusahaan di Indonesia yang

Alat analisis laporan keuangan H A S B I A N A D A L I M U N T H E S E., M. A K

Bab 9 Teori Rasio Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Arti Pentingnya Laporan Keuangan. suatu proses akuntansi. Laporan keuangan berisikan data-data yang

BAB II LANDASAN TEORI. Manajemen keuangan adalah aktivitas pemilik dan manajemen perusahaan untuk

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. dan dapat dipercaya untuk menilai kinerja perusahaan dan hasil dari suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. LANDASAN TEORI. dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Menurut Brigham dan Houston,

BAB V RENCANA AKSI. model bisnis makanan sehat cepat saji Manahipun sebagaimana telah dirancang. tanggung jawab, dan evaluasi pengukuran kinerja.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. berupa angka-angka dari transaksi yang terjadi selama satu periode. Informasi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil akhir dari proses pencatatan keuangan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan cerminan dari prestasi manajemen pada satu periode

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA LAPORAN KEUANGAN ERDIKHA ELIT

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN. Laporan keuangan peruahaan merupakan sumber informasi bagi pihakpihak

BAB 1 PENDAHULUAN. diukur karena dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan baik bagi pihak. internal maupun pihak eksternal perusahaan.

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Keuangan 2.2. Laporan Keuangan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. XL Axiata Tbk, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB III PEMBAHASAN. A. Pengertian dan Fungsi Manajemen Keuangan 1. Pengertian Manajemen Keuangan

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Umumnya Laporan Keuangan terdiri dari 4 laporan penting, yaitu: neraca,

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI. SURAT PERNYATAAN RIWAYAT HIDUP. KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR ISTILAH.

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. dan interprestasi terhadap laporan keuangan badan yang bersangkutan.

BAB II LANDASAN TEORI

Dalam menganalisa laporan keuangan terdapat beberapa metode yang bisa dijadikan tolak ukur untuk menilai posisi keuangan perusahaan antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah yang rumit dalam rangka mencapai tujuan yang optimal. Proses

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi dunia bisnis sekarang ini menuntut perusahaan-perusahaan yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

PENGGUNAAN ANALISIS RASIO KEUANGAN DENGAN METODE TIME SERIES UNTUK MENILAI KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. Tugas dari seorang manajer adalah mengambil keputusan secara tepat

LABA/(RUGI) KONSOLIDASIAN TAHUN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

BAB IV RASIO KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS LAPORAN ARUS KAS PADA PT. NIPPON INDOSARI CORPINDO Tbk

BAB V PENUTUP. Ace Hardware Indonesia Tbk adalah sebagai berikut: 1. Rasio likuiditas PT Ace Hardware Indonesia Tbk bila dilihat dari current

Lampiran 1. Rasio Market PT. Indoritel Makmur Internasional Tbk dan PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk Tahun 2013 dan 2014.

BAB III PEMBAHASAN. Menurut Veithzal et al (2012:616), laporan keuangan adalah laporan periodik

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

PENGOLAHAN MODAL KERJA

Manajemen Keuangan. Memahami Kondisi dan Kinerja Keuangan Perusahaan. Basharat Ahmad. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Laporan Arus Kas Laporan Rugi Laba Neraca

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cepat dalam berbagai segi kehidupan, baik segi sosial,

BAB I PENDAHULUAN. dagang bertujuan untuk mencari laba, agar kelangsungan hidup dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Kinerja Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis terhadap laporan keuangan PT. Astra Agro

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kebutuhan perusahaan dalam aktiva lancar adalah untuk membiayai operasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Analisis rasio keuangan. perusahaan daerah aneka karya. Kabupaten Boyolali. tahun Yulaika Dyah Iswandari F BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Apabila suatu perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dananya. mengurangi ketergantungannya kepada pihak luar.

VI. ANALISIS KEBERLANJUTAN FINANSIAL KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. krisis moneter yang telah melumpuhkan perekonomian di Indonesia sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa pengertian mengenai analisis, yaitu : 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) :

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini akan menjelaskan tinjauan teori baik itu definisi, konsep atau hasil

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. PT Dinamika Cipta Sentosa berdiri sejak Tahun 1993, bidang usaha yang dijalani oleh

Shantylana Butar-butar

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan dengan hasil yang beragam. Hayati (2011), arus kas secara simultan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Pelaksanaan Analisis Laporan Keuangan pada PT. Pupuk Kalimantan

PT BENTOEL INTER LAPORAN POSISI KE 200 KETERANGAN 2009 ASSET ASSET LANCAR kas dan setara kas 84,310,801,719 piutang usaha pihak ketiga

BAB I PENDAHULUAN. menjaga kontinuitas perkembangan usahanya dari waktu ke waktu. Masyarakat

RESEARCH REPORT: PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN MULTIFINANCE. by INFOVESTA

BAB 11 ANALISIS LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter adalah krisis finansial yang dimulai pada Juli 1997 di Thailand

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisa Dampak Krisis Ekonomi Global Terhadap PT. PMO Krisis ekonomi global yang terjadi pada akhir tahun 2008, memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap kinerja keuangan PT. PMO, khususnya pada laba yang didapat oleh perusahaan tersebut. Kinerja PT. PMO pada periode 2006-2008 dapat digambarkan dengan perhitungan profitability ratio seperti yang disajikan pada lampiran 4 (L4), dan dapat disimpulkan sebagai berikut : Tabel 4.1 Profitability Ratio PT. PMO Tahun 2006-2008 Tahun 2006 2007 2008 Rasio Gross Profit Margin 32,63% 36,31% 29,78% Operating Profit Margin 17,2% 23,16% 16% Net Profit Margin 10,03% 16,02% 9,27% Data diatas memberikan gambaran bahwa dari tahun 2006 hingga tahun 2008 PT. PMO memiliki keadaan perolehan pendapatan laba yang fluktuatif. Pada tahun 2007, profitability ratio (rasio keuntungan) PT. PMO mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2006. Peningkatan rasio keuntungan PT. PMO pada tahun 2007 didukung dengan stabilnya harga CPO yang ada pada kisaran Rp. 10.000/Kg. Pada tahun 2008, rasio keuntungan PT. PMO mengalami penurunan yang cukup drastis bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu tahun 2007. Bahkan rasio 48

keuntungan PT. PMO lebih buruk dibandingkan dengan tahun 2006. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya penurunan rasio keuntungan PT. PMO adalah terjadinya krisis ekonomi global yang terjadi pada akhir tahun 2008 yang menyebabkan menurunnya harga CPO hingga hanya Rp. 4000/Kg. Walaupun pada tahun 2008 tingkat penjualan yang didapat oleh PT. PMO mengalami peningkatan, namun peningkatan tersebut terjadi dikarenakan peningkatan kuantitas tingkat penjualan minyak sawit (CPO) dan inti sawit (Kernel). Bila harga CPO tidak mengalami penurunan pada tahun 2008, tentunya tingkat pendapatan dari penjualan PT. PMO akan lebih besar dan mungkin laba yang didapat oleh PT. PMO pada tahun 2008 bisa lebih baik bila dibandingkan dengan tahun 2007. Pada lampiran 4 (L4) juga disajikan perhitungan profitability ratio dari perusahaan pembanding yaitu PT. Astra Argo Lestari Tbk. Berdasarkan perhitungan tersebut maka dapat disimpulkan profitability ratio dari PT. Astra Agro Lestari Tbk pada periode 2006 sampai dengan periode2008 adalah sebagai berikut: Tabel 4.2 Profitability Ratio PT. Astra Agro Lestari Tbk Tahun 2006-2008 Tahun 2006 2007 2008 Rasio Gross Profit Margin 39,39% 53,46% 46,6% Operating Profit Margin 31,9% 48,75% 41,38% Net Profit Margin 20,95% 33,10% 32,23% Data di atas memberikan gambaran bahwa kinerja keuangan PT. Astra Agro Lestari Tbk sebagai perusahaan pembanding juga memiliki keadaan perolehan laba yang fluktuatif 49

dari periode 2006 sampai dengan 2008. Data yang ada pada tabel di atas juga menggambarkan bahwa PT. Astra Agro Lestari juga ikut terkena dampak dari krisis ekonomi global. Hal tersebut terlihat pada menurunnya Gross Profit Margin, Operating Profit Margin, dan Net Profit Margin yang mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu tahun 2007. Berdasarkan fakta di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan PT. PMO tidak berbeda jauh dengan kinerja PT. Astra Agro Lestari sebagai perusahaan pembanding karena kedua perusahaan tersebut mengalami penurunan kinerja keuangan pada tahun 2008 setelah sebelumnya pada tahun 2007 kedua perusahaan tersebut berhasil meningkatkan laba mereka dibandingkan dengan tahun 2006. Namun hal yang membedakan adalah besarnya penurunan perolehan laba kedua perusahaan tersebut sebagai dampak dari krisis ekonomi global. Hal tersebut dapat dilihat dari penurunan Net Profit Margin kedua perusahaan tersebut, dimana Net Profit Margin PT. PMO pada tahun 2008 menurun drastis sebesar 6,75% dari tahun 2007. Bahkan bila dibandingkan dengan tahun 2006, Net Profit Margin yang diperoleh PT. PMO pada tahun 2008 lebih rendah sebesar 1,03% dari perolehan Net Profit Margin PT. PMO di tahun 2006. Sedangkan bila dibandingkan dengan PT. Astra Agro Lestari Tbk, penurunan Net Profit Margin pun juga dialami oleh perusahaan pembanding tersebut, namun besarnya tidak terlalu signifikan. Net Profit Margin yang didapat oleh PT. Astra Agro Lestari Tbk pada tahun 2008 hanya menurun sebesar 0,87% dari tahun 2007. Penurunan Net Profit Margin PT. Astra Agro Lestari Tbk pada tahun 2008 pun tidak lebih rendah dari Net Profit Margin PT. Astra Agro Lestari di tahun 2006. Perhitungan analisa horizontal dan vertikal yang disajikan pada lampiran 5 (L5) juga memberikan gambaran bahwa penurunan laba yang terjadi pada tahun 2008 juga 50

disebabkan pada peningkatan beban yang harus ditanggung oleh perusahaan. Hampir semua beban yang harus ditanggung oleh PT. PMO mengalami peningkatan. Bebanbeban yang paling memberikan pengaruh paling signifikan terhadap menurunnya laba perusahaan pada tahun 2008 adalah beban di luar operasional yang meningkat jauh sebesar 1.158,9% dibandingkan dengan tahun 2007 dimana pada tahun 2007 beban di luar operasional yang harus ditanggung oleh PT. PMO menurun jauh bila dibandingkan dengan tahun 2006, yaitu menurun sebesar 80,51% dari total beban diluar operasional di tahun 2006. Berdasarkan catatan atas laporan keuangan PT. PMO tahun 2008, komponen beban di luar operasional perusahaan yang paling memberikan pengaruh paling signifikan atas meningkatnya beban di luar operasional adalah bunga bank (meningkat sebesar Rp.7.209.250.684) dan kerugian penjualan surat berharga (meningkat sebesar Rp.817.500.000). Saat ini, besarnya tingkat suku bunga kredit yang harus ditanggung oleh PT. PMO adalah sebesar 15%. Selain itu beban lain yang memberikan pengaruh cukup besar dalam penurunan laba di tahun 2008 adalah besarnya beban pokok penjualan dimana pada tahun 2008, beban pokok penjualan besarnya mencapai 70,21% dari total penjualan yang didapat oleh PT. PMO di tahun 2008. Beban pokok penjualan adalah beban tetap (Fixed Cost) yang harus ditanggung oleh PT. PMO yang dipengaruhi oleh besarnya kuantitas penjualan CPO dan inti sawit (Kernel), semakin banyaknya CPO dan inti sawit yang terjual maka semakin besar pula beban pokok penjualan yang harus ditanggung oleh PT. PMO. Pada tahun 2008, PT. PMO mengalami kenaikan kuantitas penjualan CPO dan Kernel bila dibandingkan dengan tahun 2007, sehingga mengakibatkan naiknya beban pokok penjualan di tahun 2008, namun kenaikan kuantitas penjualan tersebut disertai dengan penurunan harga CPO. Naiknya beban pokok penjualan tersebut, mengakibatkan turunnya perolehan laba kotor 51

di tahun 2008, yaitu hanya sebesar 29,78% dari total penjualan yang didapat oleh PT. PMO setelah sebelumnya di tahun 2007 PT. PMO berhasil memperoleh laba kotor sebesar 36,31% dari total penjualan di tahun 2007. Dilihat dari sisi persentasi perolehan laba kotor dibandingkan dengan jumlah pendapatan yang diperoleh, perolehan laba kotor PT. PMO di tahun 2008 bahkan lebih kecil bila dibandingkan dengan persentase perolehan laba kotor di tahun 2006. Pada tahun 2006 PT. PMO berhasil memperoleh laba kotor sebesar 32,63% dari total penjualan yang diperoleh PT. PMO pada tahun 2006. Meningkatnya beban-beban yang harus ditanggung oleh PT. PMO di tahun 2008 merupakan efek berantai dari krisis ekonomi global yang terjadi pada akhir tahun 2008. Krisis ekonomi global yang terjadi mengakibatkan meningkatnya tingkat inflasi yang berdampak pada membengkaknya beban-beban yang harus ditanggung oleh PT. PMO. Analisa vertikal yang disajikan pada lampiran 5 (L5) memperlihatkan bahwa secara umum beban-beban di tahun 2008 yang harus ditanggung oleh perusahaan memang mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut bertolak belakang dengan apa yang terjadi di tahun sebelumnya karena pada tahun 2007, secara umum beban yang harus ditanggung oleh PT. PMO mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2006. Bila melihat perhitungan profitability ratio (L4) serta analisa vertikal dan horizontal, kinerja keuangan PT. PMO di tahun 2007 memang relatif lebih baik bila dibandingkan dengan tahun 2006 dan 2008. Iklim ekonomi yang baik di tahun 2007 mendukung PT. PMO dalam menjalankan bisnisnya dan dapat memperoleh laba yang dapat dikatakan lebih baik bila dibandingkan dengan tahun 2006 dan 2008. Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 juga memberikan dampak terhadap kondisi likuiditas perusahaan seperti yang tergambar pada hasil perhitungan 52

analisa horizontal pada neraca PT. PMO yang tersaji pada lampiran 5 (L5). Pada tahun 2008, jumlah aktiva lancar yang dimiliki oleh PT. PMO mengalami penurunan sebesar 58,13% bila dibandingkan dengan tahun 2007, sedangkan jumlah kewajiban lancar perusahaan mengalami peningkatan sebesar 26,88% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal tersebut terjadi dikarenakan penurunan laba yang didapat oleh PT. PMO pada tahun 2008, memaksa manajemen PT. PMO membiayai beban perusahaan yang bersifat tetap (Fixed Cost) dengan aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga untuk menutupi aktiva lancar yang digunakan untuk membiayai beban perusahaan, maka PT. PMO mengajukan kredit bank jangka panjang dan meminta penangguhan kepada bank atas pembayaran kredit yang seharusnya sudah dilunasi. Tahun 2008 dapat dikatakan sebagai tahun yang paling buruk bila dibandingkan dengan tahun 2006 dan 2007. Krisis ekonomi global yang terjadi secara tiba-tiba pada akhir tahun 2008, mengakibatkan banyak proyeksi yang telah direncanakan dan target yang telah ditetapkan oleh manajemen PT. PMO berbeda jauh dengan kondisi sebenarnya di tahun 2008. Dengan berkaca pada laba yang mampu diperoleh pada tahun 2007, tentunya manajemen menargetkan bahwa laba pada tahun 2008 harus lebih baik bila dibandingkan dengan tahun 2007. Naiknya beban akibat inflasi yang harus ditanggung oleh PT. PMO pada tahun 2008 sebagai dampak dari adanya krisis ekonomi global merupakan faktor utama dari menurunnya laba yang diperoleh pada tahun 2008 bila dibandingkan dengan tahun 2007. Menurunnya perolehan laba secara drastis di tahun 2008 bila dibandingkan dengan tahun 2007, memaksa manajemen PT. PMO tidak memberikan bonus terhadap para karyawannya atas hasil kinerja di tahun 2008 karena laba yang diperoleh di tahun 53

2008 digunakan manajemen PT. PMO untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan di tahun 2009. IV.2. Evaluasi Kelayakan Bisnis Dengan menurunnya kinerja keuangan PT. PMO sebagai akibat dari terjadinya krisis ekonomi global secara tiba-tiba pada akhir tahun 2008 maka diperlukan suatu evaluasi atas kelayakan bisnis yang dijalankan oleh PT. PMO untuk mendapatkan jawaban apakah bisnis yang dijalankan oleh PT. PMO masih memberikan keuntungan bagi perusahaan di masa yang akan datang. Dalam melakukan evaluasi terhadap bisnis yang dijalankan oleh perusahaan, maka diperlukan suatu penilaian terhadap kelayakan bisnis tersebut yang mencakup sepuluh aspek yang akan dijabarkan dalam sub subbab di bawah ini. IV.2.1. Aspek Pasar Produk yang dihasilkan oleh PT. PMO adalah CPO dan kernel (inti sawit) yang dalam aktivitas penjualannya PT. PMO sangat berpengaruh pada kondisi pasar yang ada karena PT. PMO adalah suatu perusahaan komoditi dimana CPO yang diproduksi, dijual dengan harga yang dipengaruhi oleh harga CPO luar negeri. PT. PMO tidak memiliki kewenangan untuk menentukan besarnya harga CPO yang dijual, oleh karena itu bentuk pasar yang dimasuki oleh PT. PMO dalam menjalankan bisnisnya adalah pasar persaingan sempurna, karena aktivitas persaingannya tidaklah nampak karena tidak terbatasnya jumlah produsen. Dalam pasar persaingan sempurna, produsen dan konsumen dapat menjual atau membeli berapa saja tanpa ada batas asalkan bersedia menjual atau membeli pada harga pasar. Dengan kata 54

lain persaingan PT. PMO dengan perusahaan lain yang menjalankan bisnis yang sama akan lebih fair, karena PT. PMO dan perusahaan lain yang menjalankan dengan jenis bisnis yang sama tidak memiliki kewenangan untuk menentukan besarnya harga CPO yang dijual karena harga CPO yang dijual didasarkan pada harga pasar. Dilihat dari manfaat produk yang dihasilkan oleh PT. PMO dan pasar yang dimasuki oleh PT. PMO dalam menjalankan bisnisnya, PT. PMO masih memiliki prospek yang baik di depannya. CPO yang dihasilkan oleh PT. PMO adalah bahan baku utama dalam memproduksi beberapa produk turunan yang merupakan kebutuhan pokok dari masyarakat seperti minyak goreng dan margarin yang diproduksi oleh perusahaanperusahaan rifinery, oleh karena itu, dari sisi permintaan konsumen (perusahaanperusahaan rifinery) di masa yang akan datang atas produk yang dihasilkan oleh PT. PMO masih akan tinggi dan tentunya masih akan memberikan hasil penjualan yang cukup signifikan bagi PT. PMO. Hal ini pun tergambar dari perhitungan proyeksi pendapatan penjualan yang akan diperoleh oleh PT. PMO untuk tiga tahun mendatang yang tersaji pada lampiran 7 (L7). Pada hasil perhitungan yang didapat dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least square method) tersebut, maka diproyeksikan bahwa untuk tahun 2009, 2010 dan 2011 PT. PMO akan mendapatkan penjualan yang terus meningkat seperti tersaji dalam tabel di bawah ini: Tabel 4.3 Proyeksi Pendapatan Hasil Penjualan PT. PMO Tahun 2009-2011 Tahun Proyeksi Pendapatan Hasil Penjualan (dalam rupiah) 2009 237.590.000.000 55

2010 270.096.000.000 2011 306.602.000.000 Data di atas memberikan gambaran bahwa memang bisnis yang dijalankan oleh PT. PMO masih layak untuk terus dijalankan di masa yang akan datang, paling tidak untuk jangka waktu tiga tahun mendatang, karena bisnis yang dijalankan oleh PT. PMO masih memberikan pendapatan yang cukup besar bagi perusahaan bahkan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. IV.2.2. Aspek Pemasaran Berdasarkan produk yang dihasilkan oleh PT. PMO maka segmentasi pasar berdasarkan demografis yang dipilih oleh PT. PMO dalam menjual hasil produknya adalah perusahaan-perusahaan rifinery yang memproduksi produk-produk turunan dari CPO yang dihasilkan oleh PT. PMO karena tentunya dari sisi perilaku, perusahaanperusahaan rifinery tersebut harus memenuhi kebutuhan produksinya, sehingga mengharuskan mereka untuk membeli CPO sesuai dengan kebutuhan mereka dari perusahaan-perusahaan yang memproduksi CPO. Perusahaan-perusahaan rifinery dalam negeri kemudian ditetapkan oleh PT. PMO sebagai pasar sasaran mereka. Berdasarkan produk yang dihasilkan PT. PMO menjadikan posisi pasar produk tersebut sebagai CPO yang berkualitas dan bermutu tinggi. Pasar dalam negeri dinilai lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan menjual atau mengekspor CPO ke pasar luar negeri, karena dinilai lebih menguntungkan dari sisi likuditas dimana setelah kesepakatan transaksi jual beli dicapai, seminggu kemudian PT. PMO sudah langsung menerima dana hasil pembayaran transaksi tersebut 56

dan proses jual belinya tidak terlalu berbelit-belit. Hal ini berbeda dengan transaksi jual beli secara ekspor dimana PT. PMO baru menerima uang hasil kesepekatan transaksi jual beli setelah PT. PMO selesai memasukkan jumlah kuantitas CPO yang disepakati ke dalam kapal dan proses jual belinya pun lebih rumit bila dibandingkan dengan proses jual beli untuk pasar dalam negeri. Pemasaran merupakan salah satu cara yang digunakan oleh PT. PMO agar menguasai segmentasi pasar yang telah dipilih oleh PT. PMO dan memperoleh laba sebesar mungkin. Berikut adalah beban pemasaran yang harus ditanggung oleh PT. PMO dari periode 2006 sampai dengan periode 2008, beban pemasaran yang ditanggung oleh PT. PMO ini mencakup beban antar CPO dari PT. PMO ke tangan perusahaan pembeli CPO: Tabel 4.4 Jumlah Beban Pemasaran PT. PMO Tahun 2006-2008 Tahun Beban Pemasaran (dalam rupiah) 2006 3.965.799.015 2007 3.437.707.491 2008 7.526.280.380 Bila melihat pada analisa vertikal yang disajikan pada lampiran 5 (L5), beban pemasaran yang harus dikeluarkan oleh PT. PMO sebenarnya tidak terlalu memberikan kontribusi yang besar pada pencapaian pada masing-masing periode. Pada tahun 2006 beban pemasaran yang dikeluarkan oleh PT. PMO mampu memberikan kontribusi 57

sebesar 3,02% dari total penjualan yang didapat oleh PT. PMO pada periode tersebut. Kemudian pada tahun 2007 kontribusi yang diberikan oleh beban pemasaran terhadap total penjualan pada periode tersebut mengalami penurunan yaitu sebesar 1,97%. Selanjutnya pada tahun 2008 kontribusi yang diberikan beban pemasaran terhadap total penjualan yang didapat meningkat, yaitu sebesar 3,76%. Hal diatas menggambarkan bahwa sebenarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh PT.PMO memang tidak terlalu memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap pendapatan yang diterima oleh PT. PMO, namun PT. PMO memang tetap harus melakukan kegiatan pemasaran dan mengalokasikan dana untuk melakukan pemasaran karena dengan melakukan pemasaran, maka PT. PMO akan dapat meningkatkan penjualan dan laba serta mampu menguasai pasar. IV.2.3. Aspek Teknis dan Teknologi Buah kelapa sawit dapat dikatakan baik untuk menghasilkan CPO yang berkualitas, apabila buah kelapa sawit yang dihasilkan memiliki Free Faty Acid (Asam Lemak Bebas) maksimal sebesar 5%. Untuk memastikan agar buah kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi CPO yang berkualitas maka buah kelapa sawit yang telah dipanen harus segera dikirim ke pabrik kurang dari 24 jam. Strategi lain yang diterapkan oleh PT. PMO agar dapat menghasilkan CPO dengan kualitas baik adalah dengan memastikan bahwa buah yang lepas atau jatuh ke tanah harus segera diangkut dan dihindari terdapatnya luka yang berlebihan pada buah yang jatuh ke tanah tersebut, karena banyaknya luka yang ada pada buah yang terjatuh ke tanah akan mempengaruhi besarnya asam lemak bebas yang terdapat pada CPO yang dihasilkan, semakin banyak luka semakin besar asam lemak bebas yang dimiliki dan 58

semakin mempengaruhi kualitas CPO yang dihasilkan. Untuk menjaga mutu dan kualitas CPO yang dihasilkan, proses produksi dari buah kelapa sawit hingga akhirnya menjadi CPO di dalam pabrik juga harus dilakukan dengan benar, mulai dari pembongkaran buah kelapa sawit dari truk hingga proses perebusan dan pengepressan hingga akhirnya menghasilkan CPO. Mesin-mesin yang dimiliki dan digunakan oleh PT. PMO untuk memproduksi CPO terbilang cukup sederhana, karena proses produksi dilakukan dengan mesin-mesin yang bersifat mekanis bukan yang bersifat komputerisasi. Mesin-mesin yang digunakan untuk proses produksi adalah sebagai berikut: 1. Loading Ramp, mesin untuk mendistribusikan buah kelapa sawit setelah dibongkar dari truk menuju Lori, yaitu tempat penampungan buah kelapa sawit yang siap untuk direbus. 2. Boiler, mesin untuk memasak serabut dan cangkang buah kelapa sawit untuk menghasilkan uap. Uap tersebut akan digunakan untuk merebus buah kelapa sawit pada Sterilizer dan sebagai tenaga pembangkit listrik melalui Turbin. 3. Sterilizer, mesin yang digunakan untuk merebus buah kelapa sawit. 4. Pengepressan, mengepress buah kelapa sawit yang telah direbus dan hasil pengepressan tersebut akan mengeluarkan CPO. PT. PMO memiliki enam buah mesin pengepressan dengan kapasitas 10 Ton TBS/jam untuk setiap mesin pengepressan yang dimiliki oleh PT. PMO. 5. Turbin, mesin yang digunakan sebagai pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik pabrik. Untuk menjalankan Boiler diperlukan tenaga kerja yang mendapatkan pelatihan karena mesin Boiler dapat meledak. Untuk mesin-mesin yang lain personel pabrik cukup untuk 59

melakukan pengawasan bahwa mesin-mesin bekerja sebagaimana mestinya. PT. PMO melakukan servis rutin dan penggantian spare part mesin secara berkala untuk menjaga kinerja mesin agar dapat bekerja secara maksimal. Servis rutin dan penggantian spare part mesin secara berkala merupakan langkah yang paling tepat untuk diambil sebagai cara untuk menjaga efisiensi operasional perusahaan. Pabrik yang dimiliki oleh PT. PMO saat ini berada di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Palembang Propinsi Sumatera Selatan. Kapasitas Pabrik saat ini adalah sebesar 60 Ton TBS/jam. Agar dapat mengendalikan persediaan, manajemen PT. PMO melakukan proyeksi produksi Tandan Buah Segar (TBS). Proyeksi tersebut didasarkan pada cuaca, pemupukan tahun lalu, dan tahun tanam pohon kelapa sawit. Sedangkan untuk menjaga kualitas CPO yang dihasilkan, PT. PMO memiliki laboratorium yang terdapat pada pabrik untuk selalu memeriksa setiap jam kualitas CPO yang dihasilkan dan jam kerja laboratorium ini mengikuti jam kerja pabrik. IV.2.4. Aspek Manajemen Manajemen PT. PMO setiap tahunnya melakukan Rencana Kerja Tahunan (RKP) untuk tahun selanjutnya, biasanya RKP tersebut dilakukan pada setiap bulan Oktober. Perencanaan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan menghasilkan anggaran untuk menjalankan operasi perusahaan di tahun selanjutnya dan target-target yang harus dicapai pada tahun selanjutnya. Apabila situasi yang terjadi pada tahun berjalan tidak sesuai dengan apa yang direncanakan, manajemen PT. PMO melakukan penyesuaian dengan kondisi yang terjadi sebenarnya. Dalam struktur organisasi yang tersaji pada lampiran 1 (L1), PT. PMO memiliki beberapa divisi atau bagian, dimana setiap bagian tersebut dikepalai oleh seorang kepala 60

bagian dan setiap bagian memiliki SOP (Standard Operating Procedure) sebagai dasar agar operasional perusahaan berjalan secara efektif dan efisien. Para personel atau karyawan perusahaan sudah ditempatkan pada bagian dan posisi sesuai dengan keahliannya masing-masing. Untuk menggerakkan para personel atau karyawan perusahaan agar mau bekerja sepenuh hati dan memupuk kesetiaan di dalam diri karyawan pada tugas, pimpinan dan perusahaan maka manajemen perusahaan memberikan insentif bagi para karyawan perusahaan. Selain itu perusahaan juga memberikan fasilitas pengobatan gratis dan perumahan dengan listrik dan air secara gratis bagi para karyawan yang bekerja di kebun dan di pabrik milik PT. PMO. Anak-anak dari karyawan PT. PMO pun disekolahkan secara gratis oleh perusahaan. Manajemen PT. PMO juga melakukan pengendalian terhadap operasional perusahaan. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan atau kesalahan dan juga untuk memperbaiki penyimpangan atau kesalahan yang terjadi serta untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi operasional perusahaan. Pengendalian yang dilakukan oleh manajemen PT. PMO adalah dengan memberikan Reward & Punishment bagi karyawan yang mampu mengerjakan pekerjaan dengan baik dan karyawan yang melakukan kelalaian dalam menjalankan pekerjaannya. Dengan cara ini diharapkan para karyawan dapat memberikan kemampuan yang maksimal dan berhati-hati dalam mengerjakan pekerjaannya. Untuk memastikan bahwa pekerja yang bertugas memanen buah kelapa sawit mengerjakan tugasnya dengan benar, maka ditempatkan mandormandor yang ditugasi untuk mengawasi pekerja-pekerja yang melakukan panen. Mandor-mandor tersebut bertanggung jawab kepada seorang asisten yang bertanggung jawab kepada asisten kepala. Dan para asisten kepala, bertanggung jawab kepada 61

manajer kebun atau manajer pabrik. Auditor internal pun dikirim setiap bulan dari kantor pusat di Jakarta untuk melakukan audit di kebun dan pabrik dan memastikan bahwa proses produksi berjalan sebagaimana mestinya. IV.2.5. Aspek Sumber Daya Manusia Divisi Sumber Daya Manusia (SDM) mengatur segala hal yang berkaitan dengan perekrutan, seleksi dan pelaksanaan orientasi bagi karyawan baru. Ketika perusahaan memerlukan karyawan baru untuk menempati pos yang kosong di dalam perusahaan, divisi SDM perusahaan menerbitkan iklan di koran atau memperoleh karyawan baru yang berasal dari kenalan karyawan yang sudah bekerja di PT. PMO. Divisi SDM sudah memiliki kriteria atau syarat yang harus dipenuhi oleh calon karyawan baru agar dapat bekerja di perusahaan. Setelah memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh divisi SDM, calon karyawan harus melewati wawancara, psikotes dan tes kesehatan sebelum akhirnya diterima bekerja di perusahaan. Setelah diterima untuk bekerja di PT. PMO, para karyawan baru harus menjalani masa orientasi selama 3 bulan. Masa orientasi ini ditujukan agar karyawan baru lebih mengenal lingkungan tempat dimana dia akan bekerja nantinya. Untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian karyawan dalam bekerja, perusahaan juga mengirimkan karyawannya untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang biasanya diadakan di medan walau sewaktu-waktu perusahaan juga sering memanggil trainer untuk datang ke perusahaan. Biasanya perusahaan sering mengirim mandormandor dan asisten-asisten ke pelatihan yang berkaitan dengan pengelolaan kebun. Selain itu karyawan PT. PMO juga pernah dikirim untuk mengikuti seminar ESQ, 62

sehingga selain ahli dari sisi teknis, para karyawan jga memiliki kondisi spiritual yang baik pula. Untuk mengukur prestasi karyawan, divisi SDM juga membuat form khusus yang berisi prestasi dan kepribadian para karyawan. Form khusus ini berfungsi sebagai rapot bagi para karyawan. Divisi SDM membagikan rapot karyawan ini setahun sekali kepada para karyawan. Sehingga para karyawan dapat mengevaluasi hasil kerja mereka selama setahun terakhir. Bila mendapatkan laba yang cukup besar atau melebihi dari yang sudah ditargetkan, karyawan yang berprestasi akan diberikan bonus oleh perusahaan. Perusahaan juga memiliki mekanisme PHK (Pemberhentian Hubungan Kerja) dengan karyawan. Mekanisme PHK ini disesuaikan dengan UU Tenaga Kerja. Bagi karyawan yang sering melanggar peraturan, karyawan tersebut akan mendapat SP 1 (Surat Peringatan 1), SP 2, SP 3, skorsing, sebelum akhirnya di PHK. Prosedur keselamatan dan kesehatan kerja pun juga harus dipenuhi oleh karyawan khususnya bagi karyawan yang bekerja di kebun dan di pabrik. IV.2.6. Aspek Finansial Ketersediaan dana yang dimiliki oleh PT. PMO menjadi faktor penting bagi perusahaan untuk menjalankan aktivitas operasi, aktivitas investasi, dan aktivitas pendanaan yang dilakukan oleh perusahaan. Berikut adalah jumlah kas dan setara kas pada akhir tahun 2006, 2007, dan 2008 yang diperoleh dari laporan arus kas perusahaan: Tabel 4.5 Arus Kas Bersih PT. PMO Tahun 2006-2008 63

Tahun Arus Kas Bersih (dalam satuan mata uang rupiah) 2006 (25.500.000.000) 2006 1.980.263.368 2007 47.909.777.601 2008 8.597.094.644 Rp.25.500.000.000 yang tercantum pada tabel diatas adalah dana yang dikeluarkan oleh PT. PMO untuk mengakuisisi PT. Gunung Meraksa Jaya dan PT. Kartika Mangestitama serta untuk pembukaan lahan PT. Dinamikaprima Artha. Sedangkan Rp.1.980.263.368, Rp. 47.909.777.601 dan Rp. 8.597.094.644 adalah besarnya kas dan setara kas milik PT. PMO pada akhir tahun 2006, 2007, dan 2008. Dengan Interest Rate Sebesar 15%, maka berdasarkan data yang disajikan pada tabel di atas maka didapat hasil perhitungan NPV dan IRR sesuai yang disajikan pada lampiran 8 (L8) sebagai berikut: Tabel 4.6 NPV dan IRR PT. PMO Keterangan NPV Nilai Rp.15,740,323,792.06 IRR 49% Nilai NPV dan IRR yang tercantum pada tabel di atas adalah acuan yang dapat menjadi dasar penilaian apakah investasi yang dilakukan oleh PT. PMO layak untuk dijalankan atau tidak. Dengan nilai NPV sebesar Rp.15.740.323.792,06, yang berarti NPV > 0 64

sebagai syarat investasi dapat dijalankan dan IRR atau tingkat pengembalian dengan besar 49% yang melebihi syarat yang ditetapkan oleh PT. PMO yaitu tingkat pengembalian sebesar 10%. Maka dapat disimpulkan bahwa keputusan untuk mengakuisisi PT. Gunung Meraksa Jaya dan PT. Kartika Mangestitama serta untuk membuka lahan PT. Dinamikaprima Artha pada tahun 2006 adalah suatu keputusan yang tepat, karena keputusan investasi tersebut telah memenuhi syarat bila dilihat dari sisi NPV dan IRR. Perhitungan rasio Return On Investment (ROI), Return On Asset (ROA), dan Return On Equity (ROE) juga merupakan acuan penting yang dapat menjadi dasar untuk menilai kelayakan bisnis yang dijalankan oleh PT. PMO pada saat ini untuk dijalankan di masa mendatang. Sesuai dengan hasil perhitungan yang tersaji pada lampiran 9 (L9) maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Tabel 4.7 ROI, ROA dan ROE PT. PMO Rasio Persentase ROI 9,5% ROA 6,3% ROE 10% Manajemen PT. PMO menetapkan bahwa semua tingkat pengembalian minimal adalah sebesar 10%. Berdasarkan data di atas hanya dan ROE yang memenuhi syarat tersebut. Besarnya ROI dan ROA yang hanya sebesar 9,5% dan 6,3% memang tidak memenuhi syarat tingkat pengembalian yang telah ditetapkan oleh manajemen PT. PMO, namun 65

hal itu disebabkan oleh menurunnya keuntungan dan Net Profit Margin PT. PMO pada tahun 2008. Dengan semakin stabilnya harga CPO pada saat ini yang sudah mencapai Rp.6.200/Kg, maka kemungkinan besar keuntungan dan Net Profit Margin PT. PMO akan meningkat dan secara otomatis ROI dan ROA PT. PMO pun juga akan ikut meningkat. Karena besarnya ROI dan ROA juga dipengaruhi oleh besarnya keuntungan dan Net Profit Margin PT. PMO. IV.2.7. Aspek Ekonomi, Sosial, dan Politik Kondisi ekonomi Indonesia sebagai negara di mana PT. PMO menjalankan bisnisnya sangat berpengaruh terhadap penjualan atau laba yang diperoleh oleh PT. PMO. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia khususnya di bidang ekonomi akan memberikan pengaruh terhadap pendapatan yang dapat dihasilkan oleh PT. PMO. Seperti halnya kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pajak ekspor, hal tersebut jelas akan mengurangi pendapatan yang akan diterima oleh PT. PMO karena perusahaan penghasil CPO yang menjual CPO ke luar negeri akan lebih memilih untuk menjual CPO di dalam negeri. Akibatnya persediaan CPO dalam negeri akan berlebih dan harga CPO dalam negeri akan menjadi turun sehingga pendapatan yang diterima oleh PT. PMO pun akan jadi semakin berkurang. PT. PMO pun juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian negara dengan besarnya pajak yang diterima oleh negara seperti yang digambarkan pada laporan laba rugi PT. PMO (L3). Selain itu dengan program kemitraan antara PT. PMO dengan masyarakat yang tinggal di sekitar perkebunan milik PT. PMO yang diimplementasikan melalui pembangunan kebun plasma (KUD MO) dapat membantu meningkatkan keadaan ekonomi mereka. 66

Berdirinya pabrik dan perkebunan milik PT. PMO juga memberikan dampak yang positif terhadap keadaan sosial di sekitar perkebunan. Dampak yang paling terasa adalah dengan berdirinya pabrik dan perkebunan maka PT. PMO telah membantu pemerintah Indonesia dalam menanggulangi masalah pengangguran dan menaikkan tingkat pendapatan masyarakat yang ada di sekitar perkebunan. Karena dengan berdirinya pabrik dan perkebunan, maka PT. PMO telah menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar perkebunan dan keterlibatan masyarakat dalam jumlah yang sangat akan lebih menjamin kelangsungan proses produksi. Pelatihanpelatihan yang diadakan oleh PT. PMO juga akan membantu meningkatkan pengetahuan baik para karyawan pabrik dan kebun maupun bagi masyarakat sekitar. Aspek ekonomi, sosial, dan politik memiliki keterkaitan satu sama lain dan sulit untuk dipisahkan. Ketika bisnis yang dijalankan oleh PT. PMO memberikan dampak yang positif terhadap keadaan ekonomi nasional dan kondisi sosial masyarakat maka hal tersebut akan mendukung terjadinya iklim politik di Indonesia yang lebih kondusif. IV.2.8. Aspek Lingkungan Industri Persaingan antara PT. PMO dengan perusahaan lain yang berada pada industri yang sama dengan PT. PMO dapat dikatakan cukup fair. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada aspek pasar, bahwa pasar yang dimasuki oleh PT. PMO adalah pasar persaingan sempurna karena antara PT. PMO dan perusahaan lain yang juga bergerak pada lingkungan industri yang sama dengan PT. PMO ditentukan dari kualitas CPO yang dihasilkan bukan dari tinggi atau rendahnya harga penjualan CPO yang ditawarkan oleh perusahaan yang menjual CPO karena harga penjualan CPO didasarkan pada harga pasar yang dipengaruhi oleh harga CPO luar negeri. Hal tersebut mengakibatkan posisi 67

tawar menawar pembeli menjadi lemah karena para pembeli juga harus mengikuti harga pasar. Ancaman akan munculnya produk pengganti pun dinilai tidak mengkhawatirkan bagi PT. PMO karena produk yang dihasilkan oleh PT. PMO, yaitu CPO, adalah minyak nabati yang paling murah biaya produksinya bila dibandingkan dengan minyak nabati lain seperti minyak kedelai maupun minyak biji bunga matahari. Saat ini CPO adalah minyak nabati yang jumlah permintaannya lebih tinggi dibandingkan dengan supplynya, sehingga produk CPO akan selalu terjual. IV.2.9. Aspek Yuridis Seperti yang sudah dijelaskan pada BAB III mengenai bentuk hukum perusahaan bahwa PT. PMO adalah perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT) yang sudah disahkan oleh Departemen Kehakiman pada tahun 1983. Dengan persentase kepemilikan perusahaan adalah 50% dimiliki Dr. H. Lukman Hakim Makmoen dan 50% dimiliki oleh H. Achmad Zawawi Soelaeman. Dalam menjalankan bisnisnya pun PT. PMO mematuhi segala peraturan dan perundang-undangan. Seperti pembayaran pajak tepat waktu dan penggunaan UU Tenaga Kerja sebagi dasar yang digunakan untuk menyusun peraturan bagi para karyawan dan pekerja PT. PMO. IV.2.10.Aspek Lingkungan Hidup Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) merupakan salah satu persyaratan yang harus dijalani oleh PT. PMO pada saat ingin mendirikan pabrik. Persyaratan tersebut sudah dijalani oleh PT. PMO dengan menggunakan jasa konsultan untuk melakukan AMDAL terhadap pabrik yang ingin didirikan oleh PT. PMO. 68

Konsultan yang melakukan AMDAL tersebut akan menghasilkan dokumen yang berisi mengenai kesimpulan apakah pabrik yang akan didirikan oleh PT. PMO tersebut layak atau tidak untuk didirikan bila dilihat dari sisi lingkungan dimana pabrik tersebut didirikan. Dokumen AMDAL yang dihasilkan oleh konsultan tersebut akan dipersentasikan di depan perwakilan Departemen Pertanian dan Departemen Perindustrian. Dokumen AMDAL yang dipersentasikan tersebut harus disetujui oleh kedua departemen tersebut sebagi syarat dari pendirian pabrik PT. PMO. Pabrik milik PT. PMO yang saat ini sudah berdiri dan berjalan selama 22 tahun, setiap bulannya diawasi oleh Badan Pengawas Dampak Lingkungan Daerah untuk memastikan bahwa proses produksi yang dijalankan di dalam pabrik tidak memberikan dampak pencemaran lingkungan di sekitar lingkungan pabrik. AMDAL yang dilakukan oleh PT. PMO melalui jasa konsultan membantu perusahaan dalam mengelola lingkungan di sekitar pabrik dan mengolah sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan proses produksi, seperti bagaimana menjaga kualitas udara dari asap yang dihasilkan dari proses perebusan kelapa sawit. IV.3. Neraca Proforma Untuk dapat menetapkan suatu strategi yang tepat dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh manajemen PT. PMO, yaitu memperoleh laba sebesar mungkin, maka manajemen PT. PMO memerlukan suatu gambaran mengenai keadaan keuangan PT. PMO di masa yang akan datang. Oleh karena itu, manajemen PT. PMO memerlukan laporan laba rugi proforma dan neraca proforma sebagai acuan untuk menetapkan strategi yang tepat untuk mencapai tujuannya. 69

Dibawah ini adalah laporan laba rugi proforma dan neraca proforma sesuai dengan perhitungan yang tersaji pada lampiran 10 (L10): PT. PMO LAPORAN LABA RUGI PROFORMA Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2009 (dalam satuan mata uang rupiah) PENJUALAN (Forecast) 339,760,848,564.17 BEBAN POKOK PENJUALAN 237,832,593,994.92 LABA KOTOR 101,928,254,569.25 BEBAN OPERASIONAL Beban Umum dan Operasional 33,976,084,856.42 Beban Pemasaran 13,590,433,942.57 Jumlah Beban Operasional Bersih 47,566,518,798.98 LABA SETELAH OPERASIONAL 54,361,735,770.27 PENDAPATAN/(BEBAN)NON OPERASIONAL Pendapatan di Luar Operasional 6,795,216,971.28 (Beban) di Luar Operasional 15,357,190,355.10 Jumlah Pendapatan/(Beban) diluar operasional bersih (8,561,973,383.82) LABA / RUGI SEBELUM PAJAK PENGHASILAN 62,923,709,154.08 PAJAK 17,618,638,563.14 LABA BERSIH 45,305,070,590.94 Saldo laba 2008 177,550,912,417.00 Saldo laba 2009 222,855,983,007.94 70

PT. PMO NERACA PROFORMA Per 31 Desember 2009 (dalam satuan mata uang rupiah) Kas 22,650,723,237.61 Piutang 5,662,680,809.40 Persediaan 4,247,010,607.05 Aktiva tidak lancar 259,421,468,059.00 JUMLAH AKTVA 291,981,882,713.07 Kewajiban jangka pendek 27,133,671,143.13 Kewajiban jangka panjang 41,911,017,339.00 Modal disetor 8,000,000.00 Selisih penilaian kembali aktiva tetap 73,211,223.00 Saldo laba 222,855,983,007.94 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS 291,981,882,713.07 Laporan laba rugi proforma dan neraca proforma yang tersaji di atas dibuat berdasarkan keinginan manajemen PT. PMO untuk menjaga Current Ratio sebesar 120% dan pencapaian target Return On Asset (ROA) sebesar 10%. Agar dapat mencapai Current Ratio dan ROA sesuai dengan keinginan manajemen PT. PMO, maka pada tahun 2009 PT. PMO harus mampu memperoleh tingkat pertumbuhan penjualan sebesar 69,63% 71

bila dibandingkan dengan penjualan yang diperoleh oleh PT. PMO di tahun 2008. Sesuai dengan perhitungan yang tersaji pada lampiran 10 (L10) maka didapat hasil kesimpulan yang relevan dengan laporan laba rugi proforma dan neraca proforma yang telah disajikan di atas (dalam satuan mata uang rupiah): Penjualan Tahun Lalu 200,294,490,946.00 Pertumbuhan Penjualan (Sales Growth) 69.63% ROA 15.52% Jumlah Aktiva 291,981,882,713.07 Jumlah Kewajiban dan Ekuitas 291,981,882,713.07 Difference 0.00 Current Ratio 120.00% Kesimpulan di atas menjelaskan bahwa dengan tingkat pertumbuhan penjualan sebesar 69,63% maka laporan laba rugi proforma dan neraca proforma yang tersaji sudah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh PT. PMO dengan Current Ratio sebesar 120% dan ROA sebesar 15,52% melebihi target yang ditetapkan oleh PT. PMO sebesar 10%. Laporan laba rugi proforma dan neraca proforma yang tersaji juga memberikan gambaran bahwa apabila PT. PMO dapat meningkatkan pertumbuhan penjualan sebesar 69,63%, maka pada tahun 2009 PT. PMO akan mampu memperbaiki kinerja keuangan yang terpuruk di tahun 2008 akibat adanya krisis ekonomi global. Hal ini dapat dilihat dengan kemungkinan peningkatan laba yang didapat pada akhir tahun 2009. Selain itu, 72

dengan tingkat pertumbuhan penjualan sebesar 69,63% maka kondisi likuiditas perusahaan pun juga akan ikut membaik karena Current Ratio PT. PMO akan meningkat dari 52,45% (L10) menjadi 120%. Peningkatan Current Ratio tersebut menandakan bahwa pada akhir tahun 2009 kondisi perusahaan akan cenderung lebih baik bila dibandingkan dengan tahun 2008 karena perusahaan tidak lagi dibiyai oleh hutang. Besarnya tingkat pertumbuhan penjualan yang didapat dari hasil perhitungan yang tersaji di lampiran 10 (L10) sebesar 69,63% adalah suatu target pencapaian yang cukup sulit untuk diwujudkan. Tingkat pertumbuhan penjualan yang cukup realistis untuk menjadi target yang harus dicapai oleh manajemen PT. PMO di akhir tahun 2009 adalah sebesar 24% yang merupakan rata-rata dari tingkat pertumbuhan penjualan yang berhasil dicapai oleh PT. PMO di tahun 2007 dan 2008. Dengan tingkat pertumbuhan penjualan sebesar 24% maka laporan laba rugi proforma dan neraca proforma PT. PMO untuk tahun 2009 adalah sebagai berikut: PT. PMO LAPORAN LABA RUGI PROFORMA Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2009 (dalam satuan mata uang rupiah) PENJUALAN (Forecast) 248,365,168,773.04 BEBAN POKOK PENJUALAN 173,855,618,141.13 LABA KOTOR 74,509,550,631.91 BEBAN OPERASIONAL Beban Umum dan Operasional 24,836,516,877.30 Beban Pemasaran 9,934,606,750.92 73

Jumlah Beban Operasional Bersih 34,771,123,628.23 LABA SETELAH OPERASIONAL 39,738,427,003.69 PENDAPATAN/(BEBAN)NON OPERASIONAL Pendapatan di Luar Operasional 4,967,303,375.46 (Beban) di Luar Operasional 11,226,105,628.54 Jumlah Pendapatan/(Beban) diluar operasional bersih (6,258,802,253.08) LABA / RUGI SEBELUM PAJAK PENGHASILAN 45,997,229,256.77 PAJAK 12,879,224,191.89 LABA BERSIH 33,118,005,064.87 Saldo laba 2008 177,550,912,417.00 Saldo laba 2009 210,668,917,481.87 PT. PMO NERACA PROFORMA Per 31 Desember 2009 (dalam satuan mata uang rupiah) Kas 16,557,677,918.20 Piutang 4,139,419,479.55 Persediaan 3,104,564,609.66 Aktiva tidak lancar 259,421,468,059.00 JUMLAH AKTVA 283,223,130,066.42 Kewajiban jangka pendek 30,561,984,022.54 74

Kewajiban jangka panjang 41,911,017,339.00 Modal disetor 8,000,000.00 Selisih penilaian kembali aktiva tetap 73,211,223.00 Saldo laba 210,668,917,481.87 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS 283,223,130,066.42 Sesuai dengan laporan laba rugi proforma dan neraca proforma di atas yang dibuat berdasarkan tingkat pertumbuhan penjualan sebesar 24% maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Penjualan Tahun Lalu 200,294,490,946.00 Pertumbuhan Penjualan (Sales Growth) 24.00% ROA 11.69% Jumlah Aktiva 283,223,130,066.42 Jumlah Kewajiban dan Ekuitas 283,223,130,066.42 Difference 0.00 Current Ratio 77.88% Apabila PT. PMO dapat mencapai tingkat pertumbuhan penjualan sebesar 24% pada akhir tahun 2009, maka kondisi keuangan PT. PMO akan sedikit lebih membaik bila dibandingkan dengan kondisi keuangan perusahaan di tahun 2008 karena ROA 75

perusahaan akan menjadi 11,69% di tahun 2009 yang artinya meningkat dibandingkan dengan ROA perusahaan di akhir tahun 2008 yang hanya sebesar 6,3%. Selain itu dengan ROA sebesar 11,69% maka telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh Manajemen PT. PMO bahwa tingkat pengembalian minimum adalah sebesar 10%. Namun, dengan tingkat pertumbuhan penjualan sebesar 24% belum cukup untuk melepaskan ketergantungan PT. PMO terhadap hutang bank karena Current Ratio pada akhir tahun 2009 hanya sebesar 77,88% yang memiliki arti bahwa pada akhir tahun 2009 dan untuk tahun selanjutnya PT. PMO masih bergantung dengan hutang bank walaupun besarnya sudah berkurang bila dibandingkan pada akhir tahun 2008. Tingkat pertumbuhan penjualan sebesar 24% lebih realistis untuk dicapai bila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan penjualan sebesar 69,63%, walaupun memang kondisi keuangan PT. PMO akan lebih stabil dan ideal apabila PT. PMO berhasil mencapai tingkat pertumbuhan penjualan sebesar 69,63%. Tingkat pertumbuhan penjualan sebesar 24% pun sebenarnya bukanlah tingkat pertumbuhan penjualan yang terlalu buruk untuk dicapai karena dengan tingkat pertumbuhan penjualan sebesar 24% PT. PMO masih bisa meningkatkan perolehan laba bila dibandingkan dengan perolehan laba di tahun 2008 dan besarnya laba yang diperoleh pun cukup besar bila dibandingkan dengan pencapaian laba di tahun 2008 seperti yang tergambar pada laporan laba rugi proforma dan neraca proforma di atas. 76