Potensi Lestari dan Status Pemanfaatan Ikan Kakap Merah dan Ikan Kerapu Di Selat Alas Propinsi Nusa Tenggara Barat

dokumen-dokumen yang mirip
PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

PENDUGAAN POTENSI LESTARI KEMBUNG (Rastrelliger spp.) DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BELAWAN SUMATERA UTARA ABSTRACT

Potensi Lestari Ikan Kakap di Perairan Kabupaten Sambas

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

PENDUGAAN KELOMPOK UMUR DAN OPTIMASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) DI KABUPATEN BOALEMO, PROVINSI GORONTALO

Sriati Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Kampus Jatinangor UBR

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) ABSTRACT

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

3. METODE PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

ANALISIS MUSIM PENANGKAPAN DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN LAYUR (TRICHIURUS SP) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

Universitas Sumatera Utara. Pertanian, Universitas Sumatera Utara

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Produksi (Ton) Trip Produksi (Ton) Pukat Cincin ,

FLUKTUASI HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DENGAN ALAT TANGKAP JARING INSANG HANYUT (DRIFT GILLNET) DI PERAIRAN DUMAI, PROVINSI RIAU

Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung

POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pendugaan Stok Ikan dengan Metode Surplus Production

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

3.1. Waktu dan Tempat

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ)

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FISHING GEAR PERFORMANCE ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY DISTRICT LUWU

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

ANALISIS PENGEMBANGAN SUMBERDAYA IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT HALMAHERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ABSTRACT. Keywords: Malacca Strait, Potential, Utilization, Sustainability, Sardinella spp.

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru.

3. METODOLOGI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

ANALISIS POTENSI PERIKANAN PELAGIS KECIL DI KOTA TERNATE

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN PELAGIS PADA USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI TAWANG KABUPATEN KENDAL

Status Perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI 571) Laut Andaman dan Selat Malaka 1

POTENSI IKAN KAKAP PUTIH

Agriekonomika, ISSN e ISSN Volume 4, Nomor 1

ANALISIS TINGKAT PEMANFAATAN DAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN PRIGI JAWA TIMUR Hari Ilhamdi 1, Riena Telussa 2, Dwi Ernaningsih 3

Study Programme Aquatic Resources Management Faculty of Marine Science and Fisheries, University Maritime Raja Ali Haji

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

mungkin akan lebih parah bila tidak ada penanganan yang serius dan tersistem. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan mengakibatkan tekanan yang luar

SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI

MASPARI JOURNAL Januari 2017, 9(1):43-50

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK

7 KONSEP PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN TELUK BONE

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS DETERMINASI USAHA PERIKANAN TANGKAP NELAYAN DI KABUPATEN TOJO UNA-UNA

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: ISSN :

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN

KAJIAN STOK IKAN PELAGIS KECIL DENGAN ALAT TANGKAP MINI PURSE SEINE DI PERAIRAN LEMPASING, LAMPUNG. Riena F. Telussa

MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL: TINJAUAN ATAS SUATU KEBIJAKAN

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KAJIAN PERIKANAN TANGKAP Mene maculata Di TELUK BUYAT Fisheries Studies of Mene maculata In Buyat Bay

ANALISIS EFEKTIVITAS PEMBERIAN KREDIT SARANA ALAT TANGKAP TERHADAP USAHA PENANGKAPAN IKAN DI WADUK WADASLINTANG

Transkripsi:

Potensi Lestari dan Status Pemanfaatan Ikan Kakap Merah dan Ikan Kerapu Di Selat Alas Propinsi Nusa Tenggara Barat Didik Santoso Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan PMIPA FKIP Universitas Mataram Korespondensi Penulis : didiksantoso91@gmail.com ABSTRAK Upaya untuk pengelolaan perikanan tangkap yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif adalah dengan menentukan status pemanfaaatan ikan, khususnya ikan yang bernilai ekonomi penting sebagai tahap awal. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan potensi dan status pemanfaatan ikan kakap merah dan ikan kerapu di Selat Alas Propinsi NTB. Metode yang digunakan untuk menentukan tingkat pemanfaatan adalah dengan menggunakan potensi maksimum lestari dari Schaefer. Penelitian dilakukan di desa-desa nelayan di sekitar Selat Alas Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Potensi lestari (MSY) ikan kakap merah sebesar sebesar 205,8 ton/tahun, sedangkan ikan kerapu sebesar 259,1 ton/tahun. Status pemanfaatan ikan kerapu sebesar (Ephinephelus sp) 197,2% tergolong status over exploited. Sedangkan ikan kakap merah (Lutjanus campechanus) sebesar 65,7% berada dalam status moderately exploited. Kata kunci : Moderately exploited, Over exploited, Persamaan Schaefer, Selat Alas, Propinsi NTB. ABSTRACT For fisheries management which is based on the concept of efficiency to achieve comparative and competitive advantages is to determine utilization status of fish catch, particularly fish of economically important. The aim of this study is to determine utilization and potentian status of grouper and red snapper fish in the Alas Strait of West Nusa Tenggara Province. The method has been used to determine the level of utilization of fish by using the maximum sustainable yield of Schaefer.The study was conducted in the fishing villages around the Alas Strait West Nusa Tenggara Province. Sustainable yield (MSY) of grouper (Ephinephelus sp) is 259,1 ton/year, while red snapper (Lutjanus campechanus) is 205,8 ton/year. Utilization status grouper (Ephinephelus sp) is 197,2 in the state of over exploited. While the utilization of status of red snapper (Lutjanus campechanus) is 65,7% in the state of moderately exploited. Key Word : Alas Strait, NTB Province, mayor fish catch, moderately exploited, over exploited, Schaefer Equation. 24

I. Pendahuluan Selat Alas merupakan wilayah perairan laut yang sangat penting bagi aktifitas penangkapan ikan nelayan klhususnya nelayan skala kecil di Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). itu Pulau Lombok di bagian Barat dan Pulau Sumbawa di bagian Timur. Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan. Sifat sumberdaya ikan meskipun dapat diperbaharui (renewable) namun perlu kehati hatian dalam pemanfaatannya untuk menjamin keberlanjutan, baik dalam jumlah maupun kemampuannya untuk regenerasi. Pauly et al. (2002) mengatakan bahwa kegiatan perikanan merupakan suatu kegiatan perburuan hewan air, tidak ada perburuan yang dilakukan secara industri di dunia ini, kecuali pada sumberdaya ikan. Pertimbangan aspek ekonomi akan menjadi lebih dominan dibandingkan dengan aspek lainnya. Satuan upaya perburuan tersebut akan melebihi kapasitas maksimumnya dan mengakibatkan kerusakan dan kepunahan sumberdaya yang bersangkutan. Perikanan tangkap di Indonesia di dominasi oleh perikanan skala kecil ( artisanal) dimana menjalani usaha dan kegiatan ekonominya untuk menghidupi keluarga sendiri, dengan skala yang begitu kecil sehingga hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan jangka waktu sangat pendek (Nikijuluw 2010). Nelayan skala kecil ini dicirikan oleh peralatan tangkap tradisional, modal usaha yang kecil dan organisasi penangkapan yang relatif sederhana (Sudarso 2008). Ciri yang lain dari nelayan skala kecil adalah beragamnya jenis komoditas perikanan yang dihasilkan oleh nelayan skala kecil ini, sehingga menyebabkan rataan produksi tiap komoditas menjadi relatif kecil. Disamping itu terdapat berbagai macam teknologi penangkapan (multi gear multi species) sehingga menyebabkan kendala dalam pengusahaannya, terutama dalam permodalan dan pasar. Salah satu wilayah perairan laut yang juga di dominasi oleh nelayan skala kecil ini adalah Selat Alas. Selat Alas ini juga berhubungan lansung dengan Laut Flores di bagian utara dan Samudera Hindia di bagian selatan (Gambar 1). Selat Alas merupakan wilayah perairan yang sangat penting bagi perekonomian masyarakat NTB, khususnya masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir selat ini. Telah diketahui bersama bahwa Selat Alas merupakan salah satu wilayah perairan tempat penangkapan ikan kakap merah dan kerapu. Hal ini diperkuat oleh pendapat Blaber et al. (2005) yang menyatakan bahwa Selat Alas merupakan sentra penyebaran ikan kakap merah. Pernyataan ini sesuai dengan kondisi geografis dari 25

Selat Alas dimana terdapat banyaknya terumbu karang disepanjang wilayah perairan ini. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai jenis ikan yang bernilai ekonomi penting seperti kakap merah, baronang, kerapu, ikan napoleon dan lain-lain. Tingginya permintaan terhadap berbagai jenis ikan menyebabkan terjadinya peningkatan terhadap upaya penangkapan, hal ini menyebabkan terjadinya gejala tangkap lebih ( over fishing). Gejala tangkap lebih terhadap berbagai komoditas perikanan telah terjadi pula di perairan Selat Alas, salah satu penyebabnya adalah akibat adanya tekanan penangkapan yang disebabkan oleh tingginya jumlah nelayan yang menggantungkan hidupnya dari Selat Alas. Bachtiar (2005) menyatakan bahwa lebih dari 19 % populasi penduduk kabupaten yang berhadapan langsung dengan Selat Alas (Kabupaten Lombok Timur dan Sumbawa Barat) hidup sebagai nelayan dan bertempat tinggal di Selat Alas. Untuk mengatasi gejala tangkap lebih di perairan Selat Alas maka sangat penting dilakukan upaya pengelolaan mengingat sifat sumberdaya ikan meskipun dapat diperbaharui ( renewable), namun perlu kehati hatian dalam pemanfaatannya untuk menjamin keberlanjutan baik dalam jumlah maupun kemampuannya untuk regenerasi. Sebagai tahap awal dalam kegiatan pengelolaan adalah mengetahui dinamika hasil tangkapan nelayan dan mengetahui tingkat pemanfaatannya, khususnya terhadap hasil tangkapan terhadap ikan-ikan yang bernilai ekonomis penting seperti kakap merah dan kerapu. Iklan-ikan yang bernilai ekonomis penting ini biasanya dicirikan oleh harga, produksi, dan permintaan pasar. Hendayana (2003) menyatakan bahwa komoditas ekonomis penting merupakan suatu jenis komoditas yang paling diminati dan memiliki nilai jual tinggi serta diharapkan mampu memberikan pemasukan yang besar dibandingkan dengan jenis yang lainnya. Komoditas yang benilai ekonomis penting dari sisi penawaran dicirikan oleh superioritas dalam harga sehingga dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan bagi nelayan. Tujuan penelitian ini adalah menentukan potensi dan status pemanfaatan ikan kakap merah dan ikan kerapu di perairan Selat Alas Propinsi NTB. II. Bahan dan Metode Penelitian dilakukan pada bulan Juli Desember 2012. Lokasi kajian dilakukan di desa nelayan di kawasan Selat Alas Propinsi NTB, Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Lombok Timur (Tabel 1 dan Gambar 1). Desa-desa tersebut dijadikan lokasi kajian karena merupakan desa nelayan tradisioanal dimana pekerjaan menjadi nelayan 26

ini merupakan pekerjaan utama bagi masyarakat setempat. Tabel 1. Lokasi penelitian di sepanjang perairan Selat Alas Propinsi NTB Kabupaten Kecamatan Desa Sumbawa Barat Sekongkang Aik Kangkung Jereweh Benete Taliwang Labuhan Lalar Poto Tano Poto Tano Lombok Timur Keruak Tanjung Luar Labuhan Haji Labuhan Haji Gambar 1. Lokasi Penelitian di desa-desa nelayan di perairan Selat Alas, Propinsi NTB Data dikumpulkan dengan menggunakan metode survei dan dokumentasi. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode survai dilakukan untuk memperoleh data primer yang terdiri dari jenis ikan, produksi ikan dan jenis alat tangkap. Adapun metode dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang terdiri dari data time series selama 10 tahun (2003 2012) dari statistik perikanan tangkap Propinsi NTB, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Sumbawa Barat, yang meliputi data jenis ikan, produksi ikan hasil tangkapan, jumlah trip penangkapan, serta jumlah alat tangkap. Analisis upaya penangkapan optimum dan produksi maksimum lestari ditentukan dengan langkahlangkah sebagai beirkut: (1) standardisasi alat tangkap, menurut 27

Gulland (19 83) bahwa jika di suatu perairan terdapat berbagai jenis alat (multi gear) maka salah satu alat tangkap dapat dipakai sebagai alat tangkap standar. Alat tangkap lainnya dapat distandarisasikan terhadap alat tangkap yang telah dipilih sebagai alat tangkap standar tersebut. Alat tangkap yang dtetapkan sebagai alat tangkap standar dipilih dari alat tangkap yang mempunyai produktivitas yang paling tinggi. (2) Upaya tangkap optimum (fopt) dan MSY dihitung dengan menggunakan persamaan Schaefer (Pauly 1983), yaitu : Y = (qk)f (q 2 K/r)f 2 Y = af bf 2 Keterangan : Y = pertumbuhan alami K = daya tampung (carrying capacyty) r = laju pertumbuhan intrinsik sehingga dari rumus tersebut selanjutnya upaya optimum (f opt ) dan potensi lestari maksimum (MSY) dihitung dengan menggunakan persamaan : f opt = MSY = Keterangan : a = intersep b = slope pada persamaan regresi liner (3) Menghitung tingkat pemanfaatan komoditas ikan unggulan, sebagai berikut : Tingkat pemanfaatan = Ci x100% MSY Keterangan : Ci = Jumlah hasil tangkapan saat ini MSY = Maximum Sustainable Yield III.Hasil dan Pembahasan Hasil Komposisi ikan hasil tangkapan nelayan Selat Alas selama penelitian terdiri dari ikan pelagis dan ikan demersal (ikan karang). Ikan-ikan pelagis seperti cumi-cumi, tongkol, dan cakalang mendominasi hasil tangkapan nelayan. Produksi tangkapan cumi-cumi menempati proporsi tertinggi yaitu sebesar 17% dari seluruh hasil tangkapan, kemudian diikuti oleh ikan yang lain seperti tongkol sebesar 9%, dan cakalang sebesar 8%. Ikan-ikan pelagis ini memang merupakan ikan yang biasanya berkelompok (schooling fish) sehingga ketika tertangkap biasanya dalam jumlah yang banyak. Selat Alas juga merupakan daerah penangkapan ikan-ikan demersal (karang) yang bernilai ekonomi penting seperti kakap merah, dan kerapu. Hal ini terlihat dari hasil tangkapan nelayan responden yaitu untuk ikan kerapu sebesar 4 % dan kakap merah sebesar 3,73 % dari seluruh hasil tangkapan. Ikan-ikan demersal tersebut masih dapat ditemukan oleh nelayan di perairan Selat Alas ini karena dasar perairan di wilayah pesisir dari selat ini di dominasi oleh terumbu karang yang menjadi habitat dari ikan-ikan demersal tersebut. 28

Nelayan di Selat Alas sebagain besar merupakan nelayan skala kecil, jenis dan ukuran alat tangkap yang dioperasikannya sangat beragam, namun demikian jenis alat yang dioperasikan di perairan ini adalah seperti payang atau dalam bahasa lokal disebut jala oras, jaring insang hanyut, jaring klitik, jaring insang tetap, dan pancing (rawai hanyut, pancing tonda, dan pancing ulur) merupakan alat yang paling dominan dioperasikan. Perkembangan jumlah alat yang dioperasikan di Selat Alas ini seperti disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Perkembangan jenis alat tangkap yang dioperasionalkan nelayan Selat Alas selama sepuluh tahun (2003 2012). Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa jenis alat tangkap pancing ulur menunjukkan kecenderungan yang meningkat terutama pada lima tahun terakhir (2008 2012). Peningkatan ini menunjukkan bahwa penggunaan alat tangkap ini semakin banyak digunakan oleh nelayan. Alat tangkap pancing ulur ini biasa digunakan untuk menangkap ikanikan demersal (ikan karang) seperti ikan kakap dan kerapu. Produksi cumi-cumi dan tongkol menunjukkan tren produksi yang terus meningkat (Gambar 3), terutama pada lima tahun terakhir (2008-2012). Sedangkan kerapu menunjukkan produksi yang meningkat pada tahun 2012. Sebaliknya cakalang dan kakap merah menunjukkan trend produksi yang menurun. 29

Gambar 3. Trend produksi ikan tangkapan utama nelayan Selat Alas, 2003 2012 Hasil analisis potensi lestari Tingkat pengupayaan maksimum (MSY) terhadap ikan optimum (f opt ) terhadap ikan kakap kerapu dan kakap merah merah menduduki urutan tertinggi menunjukkan bahwa ikan kakap dengan f opt sebesar 141.488 merah memiliki MSY terendah yaitu trip/tahun, sedangkan ikan kerapu sebesar 205,8 ton/tahun, sedangkan sebesar 74.564 trip/tahun (Tabel 2). ikan kerapu memiliki MSY sebesar 259,1 ton/tahun.(tabel 2). Tabel 2. Tingkat Pemanfaatan ikan tangkapan utama nelayan Selat Alas Propinsi NTB Jenis ikan MSY (Ton/tn) f OPT (Trip/Tahun) C terakhir (ton) TAC (ton/tn) Tingkat Pemanfaatan (%) Kerapu 259,1 74.563,5 510,9 207,3 197,2 Kakap merah 205,8 141.488,4 135,2 164,6 65,7 Keterangan : MSY = Maximum Sustainable Yield (produksi maksimum lestari); f MSY = Efort MSY (upaya pada kondisi MSY); TAC = Total Allowable Catch (jumlah Tangkapan yang diperbolehkan sebesar 80% dari MSY). Hasil analisis potensi maksimum lestari dengan menggunakan model Schaefer (Tabel 2) menunjukkan bahwa ikan kerapu tingkat pemanfaatannya telah melampaui potensi lestarinya atau dalam status over exploited. Sedangkan ikan kakap merah masih berada dibawah potensi lestarinya atau dalam status moderatly exploited. 30

Pembahasan Selat Alas merupakan wilayah perairan yang potensial untuk penangkapan ikan kerapu dan kakap merah. Kondisi dimana beberapa bagian dasar perairan Selat Alas (terutama di bagian pesisir) tersusun dari ekosistem terumbu karang mendukung tingginya potensi ikan kerapu dan kakap merah di perairan ini. Kondisi ini didukung pendapat (Blaber et al. 2005) yang menggambarkan penyebaran ikan kakap merah di perairan Indonesia dan Australia dimana perairan NTB digambarkan sebagai salah satu lokasi konsentrasi ikan kakap merah. Potensi tangkapan lestari ikan kerapu di Selat Alas diestimasi sebesar 259.1 ton/tahun, dan upaya optimum (F opt ) sebesar 74,563.5 trip/tahun (Tabel 2), sedangkan ratarata hasil tangkapan sebesar 510 ton/tahun dan rata-rata upaya oleh nelayan sebesar 76,568.9 trip/tahun, dengan demikian status ikan kerapu di Selat Alas adalah over exploited (Gambar 4). Gambar 4. Hubungan antara hasil tangkapan dengan upaya penangkapan ikan kerapu (Ephinephelus sp) di Selat Alas Propinsi NTB. Dari Gambar 4 terlihat bahwa tingginya upaya penangkapan terhadap ikan kerapu menyebabkan terjadinya penangkapan berlebih terhadap ikan ini, terutama pada empat tahun terakhir (2009-2012). Tingginya upaya dan hasil tangkapan nelayan disebabkan oleh tingginya permintaan terhadap ikan kerapu ini terutama dalam kondisi hidup. Kondisi kerapu dalam kondisi hidup ini tidak hanya dipasarkan untuk keperluan konsumsi tetapi juga diusahakan oleh pembudidaya kerapu khususnya di wilayah Teluk Jukung di Desa Tanjung Luar dan Teluk Ekas di Desa Batu Nampar Kabupaten Lombok Timur Propinsi NTB untuk dibesarkan, pembesaran dilakukan di keramba jaring apung (KJA). Dengan status ikan kerapu dalam kondisi over exploited maka seharusnya dilakukan penurunan terhadap upaya tangkap (tr ip) 31

ataupun memperbanyak daerah perlindungan laut di wilayah terumbu karang kawasan Selat Alas, sehingga diharapkan adanya kesempatan bagi ikan kerapu untuk memperbanyak stok dan menjadi dewasa sehingga bisa terjadi split over. Potensi tangkapan lestari ikan kakap merah di Selat Alas diestimasi sebesar 205.8 ton/tahun, dan upaya optimum (F opt ) sebesar 141.488 trip/tahun (Tabel 2), sedangkan ratarata hasil tangkapan sebesar 135,2 ton/tahun dengan demikian status ikan kakap merah di Selat Alas adalah moderatly exploited (Gambar 5). Gambar 5. Hubungan antara hasil tangkapan dengan upaya penangkapan kakap merah (Lutjanus campechanus) di Selat Alas Propinsi NTB. Hal ini didukung oleh pernyataan (Blaber et al. 2005) yang menyatakan bahwa salah satu konsentrasi sebaran ikan kakap merah di wilayah perairan Indonesia dan australia adalah di perairan NTB. Kesimpulan Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa : 1. Potensi lestari (MSY) ikan kerapu diestimasi sebesar 259,1 ton/tahun, sedangkan ikan kakap merah diestimasi sebesar 205,8 ton/tahun. 2. Status pemanfaatan ikan kerapu berada dalam status over exploited, sedangkan ikan kakap merah berada dalam status moderately exploited. Daftar Pustaka Bachtiar I. 2005. Integrating formal and customary approaches to responsible fisheries: a case study of District Fisheries Services in Nusa Tenggara Barat Province, Lombok, Indonesia. Fish for People 3 (2): 38-47. 32

Blaber, S.J.M., C.M. Dichmont, R.C. Bucworth, Badrudin, B. Sumiono, S. Nurhakim, B. Iskandar, B. Fegan, D.C. Ramm, & J.P. Salini. 2005. Share stock of snapper (Lutjanidae) in Australia and Indonesia: Integrating biology, population dynamics and socio-economics to examine management scenario. Rev.In Fish. Bop and Fish 15: 111-127. Gulland, J.A. 1983. Fish Stok Assesment : A Manual of Basic Methods. Chichester New York- Brisbane Toronto Singapore: John Willey and Sons. 223 p. Hendayana, R. 2003. Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian (1) : 658-675. Nikijuluw, V.P.H. 2010. Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir serta Strategi Pemberdayaan Mereka Dalam Konteks Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Secara Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Pauly D. 1983. Some simple methods for the assessment of tropical fish stocks: Food & Agriculture Org. Pauly, D., V. Christensen, S. Guénette, T.J. Pitcher, U. R. Sumaila, C.J. Walters,R. Watson & D. Zeller. 2002. Towards sustainability in world fisheries. Nature 418: 689-695. Santoso, D. M.S. Baskoro, D. Simbolon, Y. Novita, Mustaruddin. 2015. Pengelolaan Daerah Penangkapan Ikan Skala Tradisional Di Selat Alas Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sudarso. 2007. Tekanan Kemiskinan Struktural Komunitas Nelayan Tradisional Di Perkotaan. Masyarakat Kebudayaan Dan Politik. 2:13 28. Suherman, B.J. 2013. Perkembangan Perikanan Cumi Cumi Di Sentra Pendaratan Ikan Utara Pulau Jawa. Jurnal Penelitian Perikan Indonesia Vol.19 No. 1. Hal. 31-38. Zainuddin, M. 2009. Estimasi Potensi Dan Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Pelagis Di Perairan Selayar Dengan Menggunakan Citra Satelit Aqua/Modis. Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 No.1. Hal 36 42. 33