BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Psychological Well-Being menjelaskan istilah Psychological Well-Being sebagai

BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB I PENDAHULUAN. Holmes dan Rahe tahun 1967 dengan menggunakan Live Event Scale atau biasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daripada psikologis yang berfungsi positif (Ryff, 1989).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well-Being. Psychological well-being (PWB) merujuk pada perasaan-perasaan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian eksperimen (True Experimental Research) yaitu suatu penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

Bab 2. Landasan Teori

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Teori tentang psychological well-being dikembangkan oleh Ryff. Ryff

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia ini menganggap jaringan dalam tubuh sebagai benda

BAB I PENDAHULUAN. tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah

BAB II LANDASAN TEORI. Psychological well-being merujuk pada perasaan seseorang mengenai aktivitas

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PENYANDANG GAGAL GINJAL

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB I PENDAHULUAN. system saluran kemih. Selain itu fungsi ginjal adalah untuk menyaring

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung

BAB I PENDAHULUAN. terjadi dibeberapa daerah, seperti banjir dan tanah longsor.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. dikembangkan oleh Ryff (Astuti, 2011) yang mengatakan bahwa psycological

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna di antara makhluk lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan teori dari Carol D. Ryff mengenai psychological

PENGANTAR KEBUTUHAN DASAR MANUSIA MASLOW. 02/02/2016

PENGARUH KECERDASAN EMOSI DAN RASA SYUKUR TERHADAP PSYCHOLOGICAL WELL BEING MAHASISWA YANG KULIAH SAMBIL BEKERJA. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi

BAB 3 METODE PENELITIAN

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN...ii. KATA PENGANTAR...iii. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR BAGAN.ix. DAFTAR TABEL...x. DAFTAR LAMPIRAN.xi BAB I PENDAHULUAN...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku

BAB I PENDAHULUAN. menengah, peserta didik dapat melanjutkan pendidikan ke berbagai pilihan pendidikan tinggi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Definisi Psychological Well Being

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masa untuk menjadi sakit sakitan, sesuatu hal buruk, mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah psychological well

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan secara fisik. Sebagian orang harus menderita penyakit yang dapat

HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA ISTRI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,

BAB I PENDAHULUAN. kematian pada seseorang di seluruh dunia. National Cancer Institute (dalam

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Psychological well being 1. Pengertian Sejak tahun 1969, penelitian mengenai Psychological well being didasari oleh dua konsep dasar dari positive functioning. Konsep pertama ditemukan oleh Bradburn (1969), dalam penelitiannya Bradburn membedakan antara efek positif dan negatif serta mendefinisikan happiness, yang lebih menekankan pada dimensi perasaan dari positive functioning. Penelitian ini tetap mengaitkan well being berdasarkan pertanyaan umum seputar kepuasan hidup dan pertanyaan spesifik seputar pekerjaan, penghasilan, hubungan sosial dan lingkungan. Psychological well being merujuk pada perasaan seseorang mengenai aktivitas hidup sehari-hari. Segala aktifitas yang dilakukan oleh individu yang berlangsung setiap hari dimana dalam proses tersebut kemungkinan mengalami fluktuasi pikiran dan perasaan yang dimulai dari kondisi mental negatif sampai pada kondisi mental positif, misalnya dari trauma sampai penerimaan hidup tersebut dinamakan Psychological well being (Bradburn dalam Ryff & Keyes,1995). Ryff (1989) mencoba merumuskan Psychological well being dengan mengintegrasikan teori-teori psikologi klinis dan psikologi perkembangan. Teori-teori psikologi Klinis yang digunakan oleh Ryff diantaranya adalah: 11

12 a. Konsep aktualisasi diri dari Maslow Maslow mengatakan orang yang sehat secara psikologis adalah orang yang memiliki ciri-ciri aktualisasi. Syarat untuk mencapai aktualisasi diri adalah memuaskan empat kebutuhan antara lain: (1) kebutuhan fisiologis, (2) kebutuhan rasa cemas, (3) kebutuhan memiliki dan cinta, (4) kebutuhan penghargaan. Kebutuhan ini sekurang-kurangnya sebagaian terpenuhi, sebelum timbul kebutuhan akan aktualisasi diri. Selanjutnya Maslow (dalam Jess&Gregory J, 2010) menyatakan bahwa orang-orang yang mengaktualisasi diri termotivasi oleh prinsip hidup yang abadi (eternal verities), yang ia sebutkan sebagai nilai-nilai B. Nilai-nilai Being (kehidupan) ini merupakan indikator dari kesehatan psikologis dan merupakan kebalikan dari kebutuhan akan kekurangan (deficiency needs), yang memotivasi orang-orang yang non aktualisasi diri. Nilai B merupakan niali tertinggi dari kebutuhan. Maslow membedakan antara motivasi berdasarkan kebutuhan biasa dan motivasi dari orang-orang yang mengaktualisasi diri, yang disebut sebagai metamotivasi. Nilainilai dari orang-orang yang mengaktualisasi diri meliputi: kejujuran, kebaikan, keindahan, keutuhan atau melebihi dikotomi atau dua hal yang bertolak belakang, perasaan hidup atau spontanitas, keunikan, kesempurnaan, kelengkapan, keadilan dan

13 keteraturan, kesederhanaan, kekayaan atau totalitas, membutuhkan sedikit usaha, penuh kesenangan atau kejenakan, dan kemandirian atau kebebasan (Jess&Gregory J, 2010). b. Konsep kematangan dari Alport Menurut Allport pribadi yang sehat adalah pribadi yang matang. Orang-orang yang sehat secara psikologis tidak terbebas dari kelemahan-kelamahan ataupun keanehan-keanehan yang membuat mereka unik. Seseorang dikatakan matang jika memiliki: (1) perluasan perasaan diri, (2) hubungan yang hangat dengan orang lain, (3) penerimaan diri, (4) persepsi yang realisitis, (5) insight dan humor, (6) pandangan yang jelas mengenai tujuan hidup (Jess&Gregory J, 2010). c. Konsep Fully functioning person (pribadi yang berfungsi utuh)dari Rogers Konsep Fully functioning person merupakan istilah yang digunakan oleh Rogers untuk menggambarkan individu yang memakai kapasitas dan bakatnya, merealisasi potensinya dan bergerak menuju pemahaman yang lengkap mengenai dirinya sendiri dan seluruh rentang pengalamannya. Ciri kepribadian individu yang berfungsi sepenuhnya menurut Rogers adalah terbuka tarhadap pengalaman, sadar terhadap perasaan-perasaan mereka dan tidak mencoba menekannya, mampu menentukan cara

14 hidupnya dan bertanggung jawab atas segala tindakannya, serta kreatif (Alwisol, 2009). d. Konsep Individuasi dari Jung Konsep individuasi Jung menjelaskan individuasi sebagai proses perkembangan seseorang, sepanjang hidup mereka yang bertujuan mengintegrasikan semua aspek seperti ego, anima, animus dan shadow menjadi satu kesatuan yang harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Alwisol, 2009). Sementara untuk teori-teori psikologi perkembangan Ryff menunjukkan pada: a. Tahapan psikososial dari Erikson Tahapan psikososial Erikson menjelaskan bagaimana seseorang tidak hanya tumbuh secara biologis tetapi juga secara psikologis. Pada setiap tahap perkembangan terhadap situasi psikologis yang selalu bertentangan. Di satu sisi menggambarkan kepribadian yang berhasil dan di sisi lain adalah kepribadian yang gagal. Oleh sebab itu, menurut Erikson sebenarnya pada setiap tahap perkembangan merupakan masa krisis bagi setiap individu. Tahaptahap perkembangan tersebut adalah kepercayaan dasar lawan ketidak percayaan dasar, otonomi rasa malu, inisiatif lawan rasa bersalah, ketekunan lawan rasa rendah diri, identitas lawan kebimbangan, keakraban lawan keterasingan, pertumbuhan lawan stagnasi (Notosoedirdjo&Latipun, 2005).

15 b. Teori kecenderungan hidup mendasar dari Bubler Teori ini menjelaskan bahwa individu akan terus tumbuh dan berkembang sepanjang hidupnya, termasuk pada masa dewasa (adulthood). Masa dewasa awal adalah masa pembentukan diri (a process of becoming) yang penuh dengan dinamika untuk memenuhi tugas-tugas perkembangan yang ada. c. Teori perubahan kepribadian dari Neugarten Dalam teori perubahan kepribadiannya, Neugraten menjelaskan bahwa dengan bertambahnya unur akan terjadi perubahan kepribadian yaitu dalam hal penguasaan lingkungan (Santrock, 1995). Orang-orang yang berusia 40-an merasa mampu mengontrol lingkungan, energik dan berani mengambil resiko (active mistery) sedangkan orang-orang yang berusia 60-an memandang lingkungan sebagai sesuatu yang mengancam, berbahaya dan merasa dirinya tidak mampu melakukan apa-apa (positive mistery). Dengan mengintegrasikan teori-teori psikologi klinis, psikologi perkembangan dan teori kesehatan mental, Ryff kemudian merumuskan pengertian Psychological well being sebagai hasil evaluasi atau penialain seorang individu terhadap diri sendiri yang dipengaruhi oleh pengalaman hidup dan harapan individu yang bersangkutan (Ryff, 1989). Ryff dan Keyes (1995) memandang Psychological well being berdasarkan sejauh mana seseorang individu memiliki tujuan dalam hidupnya, apakah mereka menyadari potensi-potensi yang dimiliki,

16 kualitas hubungan dengan orang lain, dan sejauh mana mereka merasa bertanggung jawab dengan hidupnya sendiri. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Psychological well being merupakan evaluasi individu terhadap kepuasan hidup dirinya dimana di dalamnya terdapat penerimaan diri, baik kekuatan dan kelemahannya, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan personal. 2. Dimensi Psychological well being Ryff merumuskan Psychological well being kedalam enam dimensi. Dimensi-dimensi yang dikemukakan Ryff (1989) mengacu pada teori positive psychological functioning seperti konsep aktualisasi diri dari Maslow, fully functioning person dari Rogers, konsep individuasi dari Jung, konsep kematangan dari Alport. Teori-teori perkembangan yang juga menjadi acuan dari dimensi-dimensi Psychological well being diantaranya adalah model tahap psikososial dari Erikson dan deskripsi perubahan kepribadian pada orang dewasa dan lanjut usia dari Neugarten. Adapun keenam dimensi dari Psychological Well Being, yaitu: a. Penerimaan diri (self acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah kemampuan seseorang menerima dirinya secara keseluruhan baik pada masa kini dan masa lalunya. Individu yang menilai positif diri sendiri adalah individu

17 yang memahami dan menerima berbagai aspek diri termasuk di dalamnya kualitas baik maupun buruk, dapat mengaktualisasikan diri, berfungsi optimal dan bersikap positif terhadap kehidupan yang dijalaninya. Sebaliknya, individu yang menilai negatif diri sendiri menunjukkan adanya ketidakpuasan terhadap kondisi dirinya, merasa kecewa dengan apa yang telah terjadi pada kehidupan masa lalu, bermasalah dengan kualitas personalnyadan ingin menjadi orang yang berbeda dari diri sendiri atau tidak menerima diri apa adanya (Ryff,1995). b. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others) Hubungan positif yang dimaksud adalah kemampuan individu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain di sekitarnya. Individu yang tinggi dalam dimensi ini ditandai dengan mampu membina hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan dari orang lain. Selain itu, individu tersebut juga memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan empati, afeksi, serta memahami prinsip memberi dan menerima dalam hubungan antarpribadi. Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi hubungan positif dengan orang lain, terisolasi dan merasa frustasi dalam membina hubungan interpersonal, tidak berkeinginan untuk

18 berkompromi dalam mempertahankan hubungan dengan orang lain (Ryff, 1995) c. Otonomi (autonomy) Otonomi digambarkan sebagai kemampuan individu untuk bebas namun tetap mampu mengatur hidup dan tingkah lakunya. Individu yang memiliki otonomi yang tinggi ditandai dengan bebas, mampu untuk menentukan nasib sendiri (self-determination) dan mengatur perilaku diri sendiri, kemampuan mandiri, tahan terhadap tekanan sosial, mampu mengevaluasi diri sendiri, dan mampu mengambil keputusan tanpa adanya campur tangan orang lain. Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi otonomi akan sangat memperhatikan dan mempertimbangkan harapan dan evaluasi dari orang lain, berpegangan pada penilaian orang lain untuk mmembuat keputusan penting, sertamudah terpengaruh oleh tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah laku dengan cara-cara tertentu (Ryff, 1995). d. Penguasaan lingkungan (environmental mastery) Penguasaan lingkungan digambarkan dengan kemampuan individu untuk mengatur lingkungannya, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, menciptakan, dan mengontrol lingkungan sesuai dengan kebutuhan. Individu yang tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan memiliki keyakinan dan

19 kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas eksternal yang berada di lingkungannya termasuk mengatur dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, serta mampu memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pribadi. Sebaliknya individu yang memiliki penguasaan lingkungan yang rendah akan mengalami kesulitan dalam mengatur situasi sehari-hari, merasa tidak mampu untuk mengubah atau meningkatkan kualitas lingkungan sekitarnya serta tidak mampu memanfaatkan peluang dan kesempatan diri lingkungan sekitarnya (Ryff,1995). e. Tujuan hidup (purpose of life) Tujuan hidup memiliki pengertian individu memiliki pemahaman yang jelas akan tujuan dan arah hidupnya, memegang keyakinan bahwa individu mampu mencapai tujuan dalam hidupnya, dan merasa bahwa pengalaman hidup di masa lampau dan masa sekarang memiliki makna. Individu yang tinggi dalam dimensi ini adalah individu yang memiliki tujuan dan arah dalam hidup, merasakan arti dalam hidup masa kini maupun yang telah dijalaninya, memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup serta memiliki tujuan dan sasaran hidup.

20 Sebaliknya individu yang rendah dalam dimensi tujuan hidup akan kehilangan makna hidup, arah dan cita-cita yang tidak jelas, tidak melihat makna yang terkandung untuk hidupnya dari kejadian di masa lalu, serta tidak mempunyai harapan atau kepercayaan yang memberi arti pada kehidupan (Ryff,1995). f. Pertumbuhan pribadi (personal growth) Individu yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi ditandai dengan adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang berkesinambungan dalam dirinya, memandang diri sebagai individu yang selalu tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu serta dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang bertambah. Sebaliknya, individu yang memiliki pertumbuhan pribadi rendah akan merasakan dirinya mengalami stagnasi, tidak melihat peningkatan dan pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan minat terhadap kehidupannya, serta merasa tidak mampu dalam mengembangkan sikap dan tingkah laku yang baik (Ryff,1995).

21 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Psychological well being Melalui berbagai penelitian yang dilakukan, Ryff (1989) menemukan bahwa faktor-faktor demografis yang mempengaruhi perkembangan psychological well-being seseorang, antara lain: a. Usia Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ryff (1989), ditemukan adanya perbedaan tingkat psychological well-being pada orang dari berbagai kelompok usia. Dalam dimensi penguasaan lingkungan terlihat profil meningkat seiring dengan pertambahan usia. Semakin bertambah usia seseorang maka semakin mengetahui kondisi yang terbaik bagi dirinya. Oleh karenanya, individu tersebut semakin dapat pula mengatur lingkungannya menjadi yang terbaik sesuai dengan keadaan dirinya. Individu yang berada dalam usia dewasa akhir memiliki skor psychological well-being yang lebih rendah dalam dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi; individu yang berada dalam usia dewasa madya memiliki skor psychological well-being yang lebih tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan; individu yang berada dalam usia dewasa awal memiliki skor yang lebih rendah dalam dimensi otonomi dan penguasaan lingkungan dan memiliki skor psychological well-being yang lebih tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi. Dimensi penerimaan diri dan dimensi

22 hubungan positif dengan orang lain tidak memperlihatkan adanya perbedaan seiring dengan pertambahan usia (Ryff, 1989). b. Jenis kelamin Menurut Ryff (1989), satu-satunya dimensi yang menunjukkan perbedaan signifikan antara laki-laki dan perempuan adalah dimensi hubungan positif dengan orang lain. Sejak kecil, stereotipe jender telah tertanam dalam diri anak laki-laki digambarkan sebagai sosok yang agresif dan mandiri, sementara itu perempuan digambarkan sebagai sosok yang pasif dan tergantung, serta sensitif terhadap perasaan orang lain (Papalia dkk., 2001). Tidaklah mengherankan bahwa sifat-sifat stereotipe ini akhirnya terbawa oleh individu sampai individu tersebut dewasa. Sebagai sosok yang digambarkan tergantung dan sensitif terhadap perasaan sesamanya, sepanjang hidupnya wanita terbiasa untuk membina keadaan harmoni dengan orang-orang di sekitarnya. Inilah yang menyebabkan mengapa wanita memiliki skor yang lebih tinggi dalam dimensi hubungan positif dan dapat mempertahankan hubungan yang baik dengan orang lain. c. Status sosial ekonomi Ryff dkk., (1995) mengemukakan bahwa status sosial ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan pertumbuhan pribadi. Individu yang memiliki status sosial ekonomi yang rendah cenderung

23 membandingkan dirinya dengan orang lain yang memiliki status sosial ekonomi yang lebih baik dari dirinya. d. Budaya Ryff (1995) mengatakan bahwa sistem nilai individualismekolektivisme memberi dampak terhadap psychological well-being yang dimiliki suatu masyarakat. Budaya barat memiliki skor yang tinggi dalam dimensi penerimaan diri dan dimensi otonomi, sedangkan budaya timur yang menjunjung tinggi nilai kolektivisme, memiliki skor yang tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain. B. Gagal ginjal 1. Pengertian Gagal ginjal tergolong penyakit kronis yang mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan memerlukan pengobatan dan rawat jalan dalam jangka waktu yang lama. Selain itu, umumnya pasien juga tidak dapat mengatur dirinya sendiri dan biasanya tergantung kepada para profesi kesehatan. Gagal ginjal adalah penurunan fungsi ginjal sehingga sisa metabolisme makanan oleh tubuh (ureum, kreatinin, air, dan lain-lain) tidak dapat diserap oleh tubuh dan terkumpul dalam darah dalam jumlah yang banyak sehingga menyebabkan gangguan (Kristanto, 2011).

24 Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih sering dialamai mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia. (Anonim, 2008). Dari keterangan dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal adalah penyakit dimana fungsi ginjal tidak berjalan sebagaimana mestinya dan biasanya menyerang pada orang dewasa terutama pada lansia. 2. Tipe dan penyebab gagal ginjal a. Gagal ginjal Akut a.1. Pengertian Yaitu hilangnya fungsi ginjal secara mendadak yang mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal mempertahankan homeostasis tubuh. Ditandai peningkatan kreatinin darah 0,5 mg/dl per hari dan peningkata ureum 10-20 mg/dl per hari (Mahdiana, 2011). a.2. Penyebab Beberapa masalah ginjal yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut yaitu antara lain: Penyakit pembuluh darah, bekuan darah pada ginjal, cedera pada jaringan ginjal dan sel-sel, Glomerulonefritis, nefritis interstisial akut, akut tubular nekrosis, glomerulonefritis, Gejala gangguan glomerular dapat dilihat dari urin yang berwarna gelap (seperti cola atau teh) dan nyeri punggung (Yusri, 2011).

25 b. Gagal ginjal kronik b.1. Pengertian Gagal ginjal kronik biasanya timbul secara perlahan dan sifatnya menahun, dengan sedikit gejala pada awalnya. Kadang seseorang tersebut tidak merasakan gejala hingga fungsi ginjal sudah menurun sekitar 25% dari ginjal normal (Mahdiana, 2011). b.2. Penyebab penyebab gagal ginjal kronik dibagi dalam 3 kelompok, yaitu: 1) Penyebab pre-renal: berupa gangguan aliran darah kearah ginjal, sehingga ginjal kekurangan suplay darah dan kurang oksigen dengan akibat lebih lanjut jaringan ginjal mengalami kerusakan. Misalnya: volume darah berkurang karena dehidrasi berat atau kehilangan darah dalam jumlah besar, berkurangnya daya pompa jantung, adanya sumbatan aliran darah pada arteri besar yang kearah ginjal. 2) Penyebab renal: berupa gangguan atau kerusakan yang mengenai jaringan ginjal sendiri, misal: kerusakan akibat penyakit diabtes melitus, hipertensi, penyakit kekebalan tubuh seperti peradangan, keracunan obat, kista dalam ginjal, berbaagai gangguan aliran darah di dalam ginjal yang merusak jaringan ginjal, dan sebagainya. 3) Penyebab post-renal: berupa gangguan atau hambatan aliran keluarnya urin sehingga terjadi aliran balik urin kearah ginjal

26 yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal, misal: akibat adanya sumbatan atau penyempitan pada saluran pengeluaran urim antara ginjal sampai ujung saluran kencing, contoh: adanya batu pada ureter sampai urethra, penyempitan akibat saluran tertekuk, peyempitan akibat pembesaran kelenjar prostat, tumor, dan sebagainya (Muliyadi, 2011). 3. Gejala gagal ginjal Pada stadium awal, penyakit yang menyerang ginjal tidak menimbulkan gejala. Seiring dengan waktu, kemampuan tubuh untuk membuang sampah didalam tubuh semakin menurun. Bila hal ini terjadi, gejala-gejala lain yang mungkin timbul adalah: merasa lelah dan tidak berenergi, terjadinya gangguan dalam berkonsentrasi, menurunnya nafsu makan, sulit tidur, kulit terasa kering dan gatal, kram otot pada malam hari, pembengkakan pada pergelangan kaki atau tangan, pembengkakan seputar mata pada pagi hari, dan sering berkemih terutama pada malam hari (Mahdiana, 2011) 4. Terapi pengganti ginjal Apabila fungsi ginjal sudah sangat menurun sehingga tidak mampu lagi untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi pengganti ginjal, yaitu dialisis dan transpalasi ginjal. Dialisis adalah metode terapi yang bertujuan untuk menggantikan fungsi atau kerja ginjal dengan membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dalam tubuh (Mahdiana, 2011).

27 Transpalasi ginjal adalah suatu metode terapi dengan cara memanfaatkan sebuah ginjal sehat (yang diperoleh melalui proses pendonoran) melalui prosedur pembedahan. Ginjal sehat dapat berasal dari individu yang masih hidup atau yang baru saja meninggal. Ginjal cangkokan ini selanjutnya akan mengambil alih fungsi kedua ginjal yang sudah rusak (Mahdiana, 2011). C. Kerangka teoritik Penyakit Gagal Ginjal Dampak Fisik Dampak Psikologis terjadinya gangguan dalam berkonsentrasi, menurunnya nafsu makan, sulit tidur, kulit terasa kering dan gatal, kram otot pada malam hari 1. Mengalami kecemasan 2. Mengalami isolasi sosial 3. Loneliness 4. Kesulitan menjaga hubungan sosial secara normal Psychological Well-Being 1. Self-Acceptance 2. Positive Relation with Others 3. Autonomy 4. Environmental Mastery 5. Purpose In Life 6. Personal Growth Gagal ginjal merupakan salah satu penyakit kronis yang menimbulkan dampak pada kondisi fisik dan psikologis penyandang tersebut. Dampak fisik antara lain terjadinya gangguan dalam berkonsentrasi, menurunnya nafsu makan, sulit tidur, kulit terasa kering dan gatal serta kram otot pada malam hari. Sedangkan dampak psikologis yang dialami antara lain kecemasan,

28 isolasi sosial, Loneliness (kesepian), dan kesulitan menjaga hubungan sosial secara normal. Dari dampak yang ditimbulkan tersebutlah sehingga memicu peneliti untuk mengetahui bagaimana gambaran Psychological Well Being pada penyandang gagal ginjal. Psychological Well Being merupakan evaluasi individu terhadap kepuasan hidup dirinya dimana di dalamnya terdapat penerimaan diri, baik kekuatan dan kelemahannya, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan personal. Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu melihat gambaran psychological well being pada penyandang gagal ginjal maka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada konsep psychological well being milik Carol D Ryff. Sebenarnya konsep psychological well being atau kesejahteraan psikologis milik Ryff memiliki kesamaan arti dengan konsep-konsep tokoh lain tetapi dengan penggunaan kata yang berbeda. Hal ini tidak lepas dari latar belakang lahirnya konsep psychological well being itu sendiri yang oleh Ryff diciptakan berdasarkan konsep-konsep kepribadian, perkembangan dan psikologi klinis yang ada. Sedangkan kriteria baik dan buruk dari setiap dimensi psychological well being milik Ryff dalam penelitian ini diambil dari konsep tinggi rendahnya tiap dimensi psychological well being itu sendiri yang secara subjektif oleh peneliti diubah menjadi kualitas baik dan buruk dalam menilai masing-masing dimensi tersebut. Konsep psychological well being berserta dimensi-dimensinya tersebut yang nantinya digunakan oleh peneliti dalam

29 memformulasikan pertanyaan penelitian, mengumpulkan data penelitian, analisis data penelitian sampai pada pembahasan hasil penelitian yang semuanya telah disesuaikan konteksnya terhadap penderita gagal ginjal. Adapun konsep psychological well being tersebut tertuang dalam keenam dimensi, yaitu: 1. Penerimaan diri (self acceptance) Penerimaan diri yang dimaksud adalah kemampuan seseorang menerima dirinya secara keseluruhan baik pada masa kini dan masa lalunya. Individu yang menilai positif diri sendiri adalah individu yang memahami dan menerima berbagai aspek diri termasuk di dalamnya kualitas baik maupun buruk, dapat mengaktualisasikan diri, berfungsi optimal dan bersikap positif terhadap kehidupan yang dijalaninya. Jadi dalam penelitian ini penerimaan diri dilihat dari sejauh mana seseorang untuk: a. Merasa positif dengan keadaannya saat ini b. Mengakui dan menerima kelebihan dan kekurangan dirinya c. Merasa positif dengan kehidupan yang telah dijalaninya 2. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others) Hubungan positif yang dimaksud adalah kemampuan individu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain di sekitarnya. Individu yang tinggi dalam dimensi ini ditandai dengan mampu membina hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan dari orang lain. Selain itu, individu tersebut juga memiliki kepedulian terhadap

30 kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan empati, afeksi, serta memahami prinsip memberi dan menerima dalam hubungan antarpribadi. Jadi dalam penelitian ini hubungan positif dengan orang lain dilihat dari sejauh mana seseorang: a. Menjalin hubungan hangat dengan orang lain b. Memiliki hubungan saling percaya dengan orang lain c. Memahamu dan menjalin hubungan yang sifatnya timbal balik (saling memberi dan menerima). 3. Otonomi (autonomy) Otonomi digambarkan sebagai kemampuan individu untuk bebas namun tetap mampu mengatur hidup dan tingkah lakunya. Individu yang memiliki otonomi yang tinggi ditandai dengan bebas, mampu untuk menentukan nasib sendiri (self-determination) dan mengatur perilaku diri sendiri, kemampuan mandiri, tahan terhadap tekanan sosial, mampu mengevaluasi diri sendiri, dan mampu mengambil keputusan tanpa adanya campur tangan orang lain. Jadi dalam penelitian ini otomoni dilihta dari sejauh mana seseorang untuk: a. Mandiri dalam menyelesaikan kegiatan sehari-hari b. Mampu meghadapi tekanan sosial c. Mengevaluasi diri berdasarkan standart pribadi

31 4. Penguasaan lingkungan (environmental mastery) Penguasaan lingkungan digambarkan dengan kemampuan individu untuk mengatur lingkungannya, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, menciptakan, dan mengontrol lingkungan sesuai dengan kebutuhan. Individu yang tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan memiliki keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas eksternal yang berada di lingkungannya termasuk mengatur dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, serta mampu memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pribadi. Jadi dalam penelitian ini penguasaan lingkungan dilihat dari sejauh mana seseorang untuk: a. Mampu mengontrol serangkaian aktivtas b. Mampu memanfaatkan kesempatan dalam lingkungan secara efektif 5. Tujuan hidup (purpose of life) Tujuan hidup memiliki pengertian individu memiliki pemahaman yang jelas akan tujuan dan arah hidupnya, memegang keyakinan bahwa individu mampu mencapai tujuan dalam hidupnya, dan merasa bahwa pengalaman hidup di masa lampau dan masa sekarang memiliki makna. Individu yang tinggi dalam dimensi ini adalah individu yang memiliki tujuan dan arah dalam hidup,

32 merasakan arti dalam hidup masa kini maupun yang telah dijalaninya, memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup serta memiliki tujuan dan sasaran hidup. Jadi dalam penelitain ini tujuan dalam hidup dilihat sejauh mana seseorang untuk: a. Memiliki tujuan dalam hidup b. Mampu mengarahkan diri untuk tujuan 6. Pertumbuhan pribadi (personal growth) Individu yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi ditandai dengan adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang berkesinambungan dalam dirinya, memandang diri sebagai individu yang selalu tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalamanpengalaman baru, memiliki kemampuan dalam menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu serta dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang bertambah. Jadi dalam penelitian ini pertumbuhan pribadi dilihat dari sejauh mana seseorang untuk: a. Menyadari dan mengembangkan potensi-potensi diri b. Terbuka pada pengalaman baru