BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, keduanya saling berkaitan, individu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

A. Gangguan Bipolar Definisi Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana seseorang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. penutupan rumah sakit jiwa dan cepatnya pengeluaran pasien tanpa

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar dulunya dikenal sebagai gangguan manik

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi

BAB 1. PENDAHULUAN. mood, khususnya gangguan ansietas. 1

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

GANGGUAN MOOD. dr. Moetrarsi SKF., DTM&H, Sp.KJ

KEHIDUPAN ACARA KHUSUS: GANGGUAN BIPOLAR DIBANDINGKAN DENGAN DEPRESI UNIPOLAR

A. Pemeriksaan penunjang. - Darah lengkap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

PEDOMAN DIAGNOSTIK. Berdasarkan DSM-IV-TR, klasifikasi gangguan bipolar adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

Gangguan Mental Emosional pada Masyarakat di Rancabuaya Shelly Iskandar 1, Arifah Nur Istiqomah 1. Abstrak

GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI. Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ. disusun oleh: Ade Kurniadi ( )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Modul ke: Pedologi. Skizofrenia. Fakultas PSIKOLOGI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

DAFTAR KOMPETENSI KLINIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS PSIKIATRI

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1. PENDAHULUAN. Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual

BAB 1 PENDAHULUAN. disertai suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas. 1. Gangguan afektif bipolar adalah salah satu gangguan mood yang

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan. yang mengakibatkan perilaku psikotik, gangguan dalam memproses

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

LAPORAN KASUS PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN PADA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel

BUNUH DIRI DAN GANGGUAN BIPOLAR

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah (alasan dan temuan/teori pendukung)

Gangguan Bipolar. Febrilla Dejaneira Adi Nugraha. Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

Definisi & Deskripsi Skizofrenia DSM-5. Gilbert Richard Sulivan Tapilatu FK UKI

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. psikososial seperti bencana dan konflik yang dialami sehingga berdampak. meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa(keliat, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

Diagnosis & Tatalaksana Gangguan Depresi & Anxietas di Layanan Kesehatan Primer Dr. Suryo Dharmono, SpKJ(K)

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB I PENDAHULUAN. utuh sebagai manusia. Melalui pendekatan proses keperawatan untuk

SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham),

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penjelasan dari individu dengan gejala atau gangguan autisme telah ada

BAB I PENDAHULUAN. menjadi perhatian serius bagi orang tua, praktisi pendidikan, ataupun remaja

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GANGGUAN BIPOLAR PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A

Gangguan Mood/Suasana Perasaan

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

Transkripsi:

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Kesehatan mental adalah sama pentingnya dengan kesehatan fisik dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, keduanya saling berkaitan, individu dengan masalah kesehatan fisik sering mengalami kecemasan atau depresi yang mempengaruhi respons mereka terhadap penyakit fisik. Individu dengan penyakit mental dapat mengembangkan gejala-gejala fisik dan penyakit, seperti penurunan berat badan dan ketidakseimbangan biokimia darah yang terkait dengan gangguan makan. Perasaan, sikap dan pola pikir sangat mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap kesehatan fisik atau penyakit, dan dapat mempengaruhi perjalanan penyakit dan efektivitas pengobatan. 6 2.1. Gangguan mental emosional 2.1.1. Definisi Gangguan mental emosional merupakan suatu keadaan yang mengindikasikan individu mengalami suatu perubahan emosional yang dapat berkembang menjadi keadaan patologis terus berlanjut sehingga perlu dilakukan antisipasi agar kesehatan jiwa masyarakat tetap terjaga. Istilah lain gangguan mental emosional adalah distres psikologik atau distres emosional. 6 Gangguan mental ditandai dengan perubahan dalam berpikir, perilaku atau suasana hati (atau beberapa kombinasinya) terkait dengan tekanan yang bermakna dan gangguan fungsi selama jangka waktu tertentu. Gejala gangguan mental bervariasi dari ringan sampai parah, tergantung pada jenis gangguan mental, individu, keluarga dan lingkungan sosio-ekonomi. Dalam

perjalanan seumur hidup, setiap individu mengalami perasaan isolasi, kesepian, tekanan emosional atau pemutusan. Ini biasanya normal, reaksi jangka pendek terhadap situasi sulit, daripada gejala penyakit mental. Orang belajar untuk mengatasi perasaan sulit hanya saat mereka belajar untuk mengatasi situasi sulit. Pada beberapa kasus, durasi dan intensitas perasaan menyakitkan atau pola membingungkan dari pikiran dapat serius mengganggu kehidupan sehari-hari. 7 2.1.2. Epidemiologi Prevalensi gangguan mental pada populasi penduduk dunia menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 memperoleh data gangguan mental sebesar 12%, tahun 2001 meningkat menjadi 13% dan diprediksi pada tahun pada tahun 2015 menjadi 15%. Sedangkan pada negaranegara berkembang prevalensinya lebih tinggi. Prevalensi gangguan mental di negara Amerika Serikat (6%-9%), Brazil (22.7%), Chili (26.7%), Pakistan (28.8%) sedangkan di Indonesia hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, yang menggunakan SRQ untuk menilai kesehatan jiwa penduduk, prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia yang berumur lebih dari 15 tahun sebesar 11.6%. 8 Gangguan mental dan perilaku yang tidak eksklusif untuk kelompok tertentu, mereka ditemukan pada orang dari semua daerah, semua negara dan semua masyarakat. Sekitar 50 juta orang menderita gangguan mental menurut perkiraan WHO diberikan dalam Laporan Kesehatan Dunia 2001. Satu dari empat orang akan mengembangkan satu atau lebih gangguan mental atau perilaku selama hidup mereka. Gangguan mental dan perilaku terjadi pada

setiap titik waktu pada sekitar 10% dari populasi orang dewasa di seluruh dunia. Seperlima dari remaja di bawah usia 18 tahun mengalami masalah perkembangan, emosional atau perilaku, satu dari delapannya memiliki gangguan mental, sedangkan pada anak-anak yang kurang beruntung angka ini adalah satu dari lima. Gangguan neurologis dan mental terhitung 13% dari keseluruhan Disability Adjusted Life Years (DALYs) dikarenakan semua penyakit dan cedera di dunia. Lima dari sepuluh penyebab utama kecacatan di seluruh dunia adalah kondisi kejiwaan, termasuk depresi, penggunaan alkohol, skizofrenia dan kompulsif. Proyeksi memperkirakan pada tahun 2020 gangguan neuropsikiatri akan mencapai 15% dari kecacatan di seluruh dunia, dengan depresi unipolar sendiri terhitung 5.7% dari DALYs. 9 2.1.3. Gejala-gejala Gangguan mental yang paling umum adalah gangguan ansietas dan depresi. Dimana seseorang mengalami perasaan ketegangan, ketakutan, atau kesedihan yang kuat dalam waktu bersamaan, gangguan mental timbul ketika perasaan ini menjadi begitu mengganggu dan luar biasa, bahwa seseorang memiliki kesulitan besar mengatasinya pada kegiatan hari-hari, seperti bekerja, menikmati waktu luang, dan mempertahankan hubungan. 10 Diantara gejalagejala gangguan mental antara lain: perubahan suasana hati (mood), depresi, kesedihan, pikiran bunuh diri, mudah marah, ansietas, panik, gangguan tidur, stres, trauma, perilaku menghindar, kebingungan, kompulsif (tekanan), gangguan selera makan, perilaku antisosial, penyangkalan, kelelahan, ketakutan, kebohongan, gangguan seksual, preokupasi seksual, kesulitan bicara, nyeri dan keluhan fisik, hiperaktivitas, kecemburuan, gangguan kepercayaan diri, gangguan memori, paranoid, psikosis, halusinasi, keanehan,

preokupasi terhadap agama, obsesi, mania, euforia, impulsif, histerionik, gangguan belajar, gangguan pencitraan tubuh, pemisahan diri dan lainlain. 11,12,13 Orang yang menderita salah satu dari gangguan mental yang berat bermanifestasi dengan berbagai gejala yang dapat mencakup kecemasan yang tidak beralasan, gangguan pikiran dan persepsi, disregulasi suasana hati, dan disfungsi kognitif. Banyak dari gejala ini mungkin relatif spesifik untuk diagnosis tertentu atau pengaruh budaya. Misalnya, gangguan pikiran dan persepsi (psikosis) yang paling sering dikaitkan dengan skizofrenia. Demikian pula, gangguan berat dalam ekspresi mempengaruhi dan regulasi suasana hati yang paling sering terlihat dalam depresi dan gangguan bipolar. Namun, tidak jarang untuk melihat gejala psikotik pada pasien yang didiagnosis dengan gangguan mood atau suasana hati untuk melihat gejala yang berhubungan pada pasien yang didiagnosis dengan skizofrenia. Gejala yang terkait dengan suasana hati, kecemasan, proses berpikir, atau kognisi dapat terjadi pada setiap pasien selama perjalanan penyakitnya. 13 2.1.. Hubungan dengan faktor sosiodemografik a. Hubungan jenis kelamin dengan gangguan mental emosional Terlepas dari kemungkinan peran faktor biologis, yang mungkin menjelaskan mengapa ada perbedaan seks konsisten pada risiko untuk terjadinya gangguan mental yang umum dalam semua masyarakat, adalah masuk akal bahwa jender (faktor tekanan yang cukup besar yang dihadapi oleh perempuan) mungkin juga memainkan peran. Dalam masyarakat negara

berkembang, perempuan menanggung beban dari kemalangan yang terkait dengan kemiskinan: sedikit akses ke sekolah, kekerasan fisik dari suami, pernikahan paksa, perdagangan seksual, kesempatan kerja lebih sedikit dan, dalam beberapa masyarakat, keterbatasan partisipasi mereka dalam kegiatan di luar rumah. 8 b. Hubungan tingkat pendidikan dengan terjadinya gangguan mental emosional Buta huruf atau miskin pendidikan merupakan faktor risiko yang konsisten untuk gangguan mental umum. Beberapa penelitian juga menunjukkan hubungan antara tingkat pendidikan dan risiko terjadinya gangguan mental. Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan faktor, karena pendidikan dasar terjadi di anak usia dini ketika gangguan mental yang tidak umum terjadi. Hubungan antara tingkat pendidikan rendah dan gangguan mental mungkin dikacaukan atau dijelaskan oleh sejumlah jalur: ini termasuk status gizi buruk yang mana dapat merusak perkembangan intelektual, yang mengarah ke tingkat pendidikan yang buruk dan buruknya perkembangan psikososial. Risiko yang berhubungan dengan penghasilan rendah untuk gangguan mental pada usia anak merupakan faktor terkuat untuk gangguan perilaku, ini adalah terkait dengan kegagalan sekolah dan gangguan mental yang umum di masa dewasa. Konsekuensi sosial dari pendidikan yang buruk adalah jelas yaitu kurangnya pendidikan merupakan berkurang kesempatan. 8 c. Hubungan antara sosioekonomi dengan terjadinya gangguan mental Banyak bukti-bukti dari negara-negara industri menunjukkan hubungan antara kemiskinan dan risiko untuk gangguan mental yang umum. Gangguan

mental yang umum adalah depresi dan kecemasan, gangguan yang diklasifikasikan dalam International Classification of Disease- Tenth edition (ICD-10) sebagai: "neurotik, stres-terkait dan gangguan somatoform "dan" gangguan mood ". Pentingnya kesehatan masyarakat dari gangguan mental dan perilaku yang ditunjukkan oleh fakta bahwa mereka salah satu penyebab paling penting dari morbiditas di pelayanan kesehatan primer dan menghasilkan ketidakmampuan yang cukup bermakna. Definisi kemiskinan bervariasi tergantung pada sistem sosial, budaya dan politik di daerah tertentu dan sesuai kepada pengguna data. Definisi orang miskin mengungkapkan bahwa kemiskinan adalah sebuah fenomena sosial multidimensi. Dari perspektif epidemiologi, kemiskinan berarti status sosial ekonomi rendah (diukur dengan kelas sosial atau pendapatan), pengangguran dan tingkat pendidikan yang rendah. Kemiskinan mungkin akan berhubungan dengan malnutrisi, kurangnya akses ke air bersih, hidup di lingkungan tercemar, perumahan tidak memadai, kecelakaan sering dan faktor risiko lain yang terkait dengan kesehatan fisik yang buruk. Ada bukti menunjukkan komorbiditas antara penyakit fisik dan gangguan mental yang umum, dan asosiasi ini sebagian dapat menjelaskan hubungan antara kemiskinan dan gangguan mental. Masalah kesehatan mental dan fisik menyebabkan peningkatan biaya perawatan kesehatan dan memburuknya kemiskinan. Penyelidikan epidemiologis di negara-negara berkembang banyak menghubungkan tingginya tingkat gangguan mental dengan faktor-faktor seperti diskriminasi, pengangguran dan hidup melalui periode perubahan sosial yang cepat dan tak terduga. Penyidik di India yang baru-baru ini dilakukan sebuah studi komunitas gangguan mental di daerah pedesaan, 20 tahun 8

setelah penelitian serupa di daerah yang sama, menemukan bahwa tingkat keseluruhan gangguan mental tidak berubah. Namun, tingkat kategori diagnostik tertentu telah berubah sehingga tingkat depresi meningkat dari,9% menjadi 7.3% (P<0.01), yang disebabkan oleh efek dari perubahan gaya hidup. Di Cina, peneliti menyarankan bahwa perubahan sosial (termasuk meningkatnya prevalensi kerugian ekonomi utama bagi individu, peningkatan biaya perawatan kesehatan, melemahnya ikatan keluarga, migrasi ke daerah perkotaan untuk sementara atau kerja musiman, dan ketidaksetaraan pendapatan) diduga menyebabkan meningkatnya angka bunuh diri, sebagian karena pengaruhnya pada tingkat peningkatan gangguan depresi yang sebagian besar tidak diobati. 8 d. Hubungan tempat tinggal dengan terjadinya gangguan mental emosional Sebuah studi pada orang dewasa muda di daerah urbanisasi baru (Khartoum, Sudan) menemukan bahwa gejala gangguan mental umum lebih banyak terjadi di perkotaan daripada di daerah pedesaan. Faktor risikonya adalah kesepian, ekspresi dari pengusiran, isolasi dan kurangnya dukungan sosial yang terjadi ketika penduduk pedesaan bermigrasi dari keluarga dan saudara-saudara mereka. Ada bukti bahwa faktor-faktor sosial, khususnya peristiwa yang mengancam jiwa, kekerasan dan kurangnya dukungan sosial, memainkan penting dalam etiologi gangguan mental yang umum. 8

2.2. Skizofrenia suatu gangguan mental yang paling berat Skizofrenia menimbulkan disfungsi sosial dan pekerjaan. Sejak awitan penyakit, satu atau lebih fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan interpersonal dan perawatan diri secara bermakna berada di bawah tingkat yang sebelumnya dapat diraih, atau apabila awitan pada usia anak dan remaja, kegagalan untuk meraih tingkat yang diharapkan dari prestasi akademik, interpersonal ataupun pekerjaan. 1 2.2.1. Kriteria diagnostik Kriteria diagnosis untuk skizofenia berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-Fourth Edition- Text Revision (DSM-IV- TR) adalah sebagai berikut : 15,16 a. Gejala karakteristik : Dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati dengan berhasil): 1. Waham 2. Halusinasi 3. Bicara terdisorganisasi (kacau) (misalnya sering menyimpang atau inkoheren). Perilaku terdisorganisasi (kacau) atau katatonik yang jelas 5. Gejala negatif, yaitu pendataran afek, alogia, atau tidak ada kemauan (avolition) Catatan : Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah bizarre (aneh) atau halusinasi terdiri dari suara yang terus-

menerus mengomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap satu sama lain. b. Disfungsi sosial atau pekerjaan : Untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan pribadi, adalah jelas dibawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat pecapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang diharapkan). c. Durasi : Tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan. Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (atau kurang jika diobati dengan berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu, gejala fase aktif) dan mungkin termasuk periode gejala prodromal atau residual. Selama periode prodromal atau residual, tanda gangguan mungkin dimanifestasikan hanya oleh gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang diperlemah (misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim). d. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood : Gangguan skizoafektif dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan karena : (1) tidak ada episode depresif berat, manik, atau campuran yang telah terjadi bersama-sama dengan gejala fase aktif ; atau (2) jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya adalah relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual. e. Penyingkiran zat atau kondisi medis umum : Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

f. Hubungan dengan gangguan perkembangn pervasif : Jika terdapat riwayat adanya gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang menonjol juga ditemukan untuk sekurangnya satu bulan (atau kurang jika diobati secara berhasil) 2.2.2. Dampak terhadap keluarga Anggota keluarga dari penderita skizofrenia mengalami banyak stres setiap hari. Pasien skizofrenia menjadi prioritas. Anggota keluarga selalu khawatir akan kekambuhan dan berusaha menjaga orang yang mereka cintai agar tetap sehat. Sayangnya, keluarga juga harus khawatir tentang keuangan mereka karena mereka mungkin membiayai rumah sakit atau biaya pengobatan yang tinggi. Keluarga dari pasien skizofrenia selalu waspada untuk setiap perubahan dalam perilaku pasien. Karena terbebani dengan khawatir tentang orang yang dicintai, anggota keluarga pasien skizofrenia dapat mengabaikan kebutuhan mereka sendiri dan menjadi depresi dan cemas. Dalam rangka untuk mencegah pengasuh yang "kelelahan," maka penting bahwa anggota keluarga menemukan dukungan untuk mereka sendiri. Keluarga dari pasien skizofrenia mengalami pengalaman negatif oleh efek dari stigma yang terkait dengan penyakit mental. Dalam masyarakat kita, penyakit mental kadang-kadang ditafsirkan sebagai tanda kelemahan. Beberapa orang masih percaya skizofrenia disebabkan oleh pengasuhan anak yang buruk dan merupakan kesalahan keluarga. Lainnya berpikir bahwa sakit mental hanya perlu untuk "mendapatkan lebih" dan melanjutkan hidup mereka. Ini dapat sangat sulit bagi seseorang yang peduli pada penderita skizofrenia

yang dicintai. Penyakit mental berbeda dari penyakit fisik. Ketika anda melihat orang-orang yang sakit secara fisik, anda akan menawarkan untuk membantu mereka dengan membuka pintu atau membawa belanjaan mereka. Anda berasumsi bahwa penyakit mereka bukan karena kesalahan mereka. Penyakit mental, terutama skizofrenia, biasanya hanya menjadi jelas bagi orang lain karena seseorang bertindak "ganjil". Bukannya mencoba untuk membantu, kebanyakan orang malah menjaga jarak dan ingin mengabaikan orang dengan skizofrenia. Akibatnya, perawat penderita skizofrenia dapat diasingkan dan dibuat merasa bersalah dan sendirian. Untuk menghindari kewalahan dengan tanggung jawab dari merawat seseorang dengan skizofrenia, pengasuh mendesak untuk bergabung dengan kelompok pendukung. Sebuah kelompok pendukung menyediakan forum untuk anggota keluarga untuk berbagi perasaan mereka tentang memiliki seorang keluarga penderita skizofrenia. Selain itu, pengasuh didorong untuk mendapatkan waktu pribadi jauh dari keluarga mereka. Latihan, kunjungan rutin keluar dari rumah, dan bahkan berpergian pada akhir pekan dapat memberikan hiburan yang baik dari stres karena berurusan dengan seseorang dengan penyakit mental. Ironisnya, merawat seorang keluarga penderita skizofrenia dapat meningkatkan kemungkinan seorang pengasuh akan mengembangkan gejala penyakit mental. Depresi, kecemasan, penyalahgunaan alkohol dan obat adalah biasa untuk orang yang merawat keluarga dengan skizofrenia.

2. 3. Self Reporting Questionnaire (SRQ) 2.3.1. Latar belakang Peneliti menunjukan gangguan mental umum terjadi diantara pasien medis umum tapi sering tidak teridentifikasi, tidak diobati dan tidak dirujuk. Diperkirakan setidaknya 500 juta orang di dunia menderita gangguan mental, dan hanya sedikit yang mendapat penanganan yang baik. Pada banyak negara berkembang, hanya sedikit terdapat tenaga terlatih dan dokter spesialis psikiatri terbatas pada kota-kota besar. 2.3.2. Sejarah Pada mulanya, SRQ terdiri dari 25 pertanyaan, 20 pertanyaan berhubungan dengan gejala-gejala neurotik, pertanyaan mengenai gejala-gejala psikotik dan satu pertanyaan mengenai serangan tiba-tiba, ini disebut SRQ-25. Pada SRQ-20 hanya terdapat butir-butir neurotik, alasannya adalah sebagai berikut: a. Beberapa pasien dengan psikosis fungsional datang dengan sendirinya ke fasilitas kesehatan primer untuk meminta bantuan; b. Untuk menggapai pasien psikotik biasanya membutuhkan pencarian kasus yang lebih aktif oleh tenaga kesehatan primer dalam masyarakat; c. Kebutuhan untuk butir psikotik untuk mendeteksi psikosis diragukan (sering, pasien mudah untuk dikenali sedang mengalami gangguan psikotik, dan pada hampir semua keadaan, pasien psikotik tidak sadar dengan kondisinya, karenanya menggunakan kuesioner mungin tidak tepat); d. Perlengkapan psikometrik dari kuesioner ini (sensitifitas dan spesifisitasnya) belum dinilai.

Self Reporting Questionnaire telah dikembangkan oleh WHO sebagai suatu alat yang dirancang untuk menyaring gangguan psikiatri pada pusat pelayanan kesehatan primer, terutama untuk negara berkembang. Penggunaaan SRQ sebagai alat penyaring atau lebih tepatnya sebagai alat pencari kasus, tidak terbatas pada pusat pelayanan kesehatan primer. Penggunaan SRQ bervariasi dari penelitian pada orang lanjut usia di Afrika Selatan ke penelitian pada keluarga penderita skizofrenia di klinik psikiatri di Malaisya. Selain dalam bahasa Inggris, SRQ juga digunakan dalam bahasa Afrika, bahasa Arab, bahasa Malaisya, bahasa Bengali, bahasa Filipina, bahasa Perancis, bahasa Hindi, bahasa Italia, bahasa Portugis, bahasa Somali, bahasa Spanyol dan lain-lain. 2.3.3. Skoring Self Reporting Questionnaire terdiri dari 20 pertanyaan yang harus dijawab dengan ya atau tidak. Ini bisa diisi sendiri atau dilakukan dengan wawancara kepada responden. Berbagai pertanyaan tambahan telah digunakan dengan SRQ-20, untuk menyaring gangguan psikotik dan penyalahgunaan zat. Masing-masing dari 20 butir diberi skor 0 atau 1. Skor 1 menyatakan bahwa gejala-gejala itu ada dalam sebulan terakhir, skor 0 menyatakan gejala tersebut tidak ada. Skor maksimum adalah 20 Pada Self Reporting Questionnaire (SRQ) mengandung butir pertanyaan mengenai gejala yang lebih mengarah kepada neurosis. Gejala depresi terdapat pada butir nomor 6, 9,10, 1, 15, 16, 17; gejala ansietas terdapat pada butir nomor 3,, 5; gejala

somatik pada butir nomor 1, 2, 7, 19; gejala kognitif pada butir nomor 8, 12, 13 dan gejala penurunan energi pada butir nomor 8, 11, 12, 13, 18, 20. SRQ-20 merupakan suatu alat dengan 20 pertanyaan yang menanyakan kepada responden tentang gejala-gejala dan masalah-masalah yang sering muncul pada orang-orang dengan gangguan neurosis. Hasil dari semua penelitian yang tersedia menggunakan SRQ-20 sejak tahun 199. Selanjutnya, para peneliti yang berencana untuk membuat penelitian menggunakan alat penyaring gangguan mental mereka cendrung untuk tertarik untuk menggunakan alat psikometrik. Sejak SRQ adalah alat yang telah terbukti validitas dan reabilitasnya, ini menjadi bernilai bagi mereka. 2.3.. Validitas Uji validitas menunjukan seberapa baik suatu tes mengukur apa yang ingin diukur. SRQ telah diuji untuk validitasnya pada rangkaian penelitian antara tahun 1978 sampai dengan 1993. Aspek-aspek validitasnya antara lain: 1. Face validity (validitas muka) 2. Content validity (validitas isi) 3. Criterion validity (validitas ukuran/ kriteria). Construct validity (validitas konsep) 2.3.5. Sensitivitas dan spesifisitas Pendekatan yang umum untuk mengukur validitas ukuran pada alat uji klinis adalah penggunaan indeks validitas seperti sensitivitas dan spesifisitas. Dari beberapa penelitian sensitivitas SRQ berkisar antara 62.9% sampai 90% sedangkan spesifisitas berkisar antara % sampai 95%. Beranekaragamnya

indeks validitas ini menggaris-bawahi fakta bahwa alat skrining ini butuh untuk divalidasi pada berbagai tempat dengan populasi yang berbeda. Tabel 1.1. Pertanyaan Self Reporting Questionnaire (SRQ) Dikutip dari: World Health Organization. User guides to the self reporting questionnaire (SRQ). Geneva: WHO Division of mental health; 199

2.. Kerangka konseptual Pasien skizofrenik Ibu dari pasien skizofrenik Faktor sosiodemografik - Usia - Status perkawinan - Tingkat pendidikan - Status pekerjaan - Tempat tinggal - Status sosioekonomi Gejala gangguan mental emosional gejala somatik gejala depresi gejala ansietas gejala kognitif gejala penurunan energi Gangguan mental emosional