BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

Analisis Isu-Isu Strategis

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. ketertinggalan dibandingkan dengan negara maju dalam pembangunan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan suatu perekonomian dalam satu periode ke periode

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

No. 64/11/13/Th.XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III 2014

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

BERITA RESMI STATISTIK

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara

PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan I Tahun 2012 Naik 3,84 Persen

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011


BERITA RESMI STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

Transkripsi:

BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk memperlancar hubungan antara wilayah terpencil dengan pusat pusat pertumbuhan. Kelancaran arus barang dan jasa serta keterbukaan wilayah-wilayah potensial dapat digunakan sebagai pendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Dengan infrastruktur transportasi yang baik, sumber daya manusia maupun kapital yang tersebar tersebut juga dapat dimanfaatkan dengan lebih baik. Efektifitas investasi infrastruktur transportasi meningkatkan perekonomian dan memberikan manfaat bagi masyarakat tergantung kepada pemanfaatan sarana transportasi tersebut oleh produsen maupun konsumen serta sektor sektor unggulan, sehingga mampu memberikan stimulus perekonomian seperti yang diharapkan. Jawa Barat sebagai daerah ekonomi potensial memiliki berbagai keunggulan, diantaranya keunggulan letak geografis. Peningkatan infrastruktur transportasi diperkirakan akan menjadi stimulan bagi peningkatan investasi, baik investasi dalam negeri maupun luar negeri. Penyediaan infrastruktur transportasi yang baik seperti halnya jalan, jembatan, pelabuhan dan lainnya diyakini dapat memicu limpahan (spill-over) investasi dari wilayah sekitarnya ke wilayah Jawa Barat. Terkait dengan hal tersebut, pengembangan investasi infrastruktur transportasi harus didasari atas berbagai pertimbangan seperti halnya pertimbangan terhadap sektor ekonomi yang berkembang maupun pertimbangan kewilayahan. Pengembangan dengan mempertimbangkan sektor ekonomi misalkan dengan melihat kepada sektor-sektor unggulan yang berkembang di

2 Jawa Barat seperti halnya sektor industri dan sektor pertanian. Sedangkan dimensi kewilayahan diperhatikan agar pengembangan infrastruktur transportasi dapat menjangkau wilayah atau daerah terpencil (desa) yang potensial secara ekonomi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut, menyerap tenaga kerja serta memperbaiki pemerataan pendapatan. Secara garis besar, stimulus berupa investasi infrastruktur transportasi diharapkan menjadi pemicu perekonomian daerah maupun nasional. Berdasarkan data BPS, nilai investasi fisik (PMTB-Pembentukan Modal Tetap Bruto) perekonomian nasional, baik yang berasal dari dalam negeri ataupun luar negeri dari tahun 2007 sampai dengan 2010 mengalami kenaikan (BPS, 2011). Jika pada tahun 2007 nilai investasi fisik di tingkat nasional adalah sebesar Rp.985.627,10 milyar, maka pada tahun 2008 naik menjadi Rp.1.370.716,97 milyar, dan kemudian naik kembali menjadi Rp.1.744.357,09 milyar pada tahun 2009 serta menjadi Rp.2.064.999,83 milyar. Kenaikan nilai investasi fisik ini merupakan sinyal positif membaiknya perekonomian nasional. Lebih jauh lagi, berdasarkan data statistik BPS juga dapat disampaikan bahwa investasi jalan, rel dan jembatan mengalami kenaikan dari Rp.1.103,94 milyar pada tahun 2007 menjadi Rp.1.458,92 milyar pada tahun 2008 dan naik tajam menjadi Rp.3.740,67 milyar pada tahun 2009. Namun demikian investasi di sektor ini mengalami penurunan menjadi Rp.2.730,61 milyar pada tahun 2010. Sebagai tambahan nilai investasi terminal, pelabuhan, stasiun dan bandara menunjukkan tren penurunan dari tahun 2007-2009. Jika pada tahun 2007 nilai investasi di sektor ini sebesar Rp.4.638,87 milyar maka pada tahun 2008 dan 2009 turun menjadi Rp. 3.881,34 milyar dan Rp. 3.533,26 milyar berturu-turut.

3 Namun demikian pada tahun 2010 investasi di sektor ini mengalami kenaikan menjadi Rp. 3.819,58 milyar. Di sisi lain, berdasarkan data BPS Jawa Barat, dapat disampaikan bahwa nilai investasi fisik (PMTB) di Provinsi Jawa Barat selama periode 2007-2010 juga mengalami kenaikan (BPS Jawa Barat, 2011). Jika pada tahun 2007 nilai investasi fisik di Jawa Barat hanya sebesar Rp. 87.498,79 milyar, maka pada tahun 2010 adalah sebesar Rp.138.629,06 milyar. Sementara itu berdasarkan data BPS dapat juga diungkapkan bahwa nilai investasi jalan, rel dan jembatan di Jawa Barat mengalami penurunan pada kurun waktu 2007-2008 dari Rp.19.261,72 milyar pada tahun 2007 menjadi Rp.12.510,90 pada tahun 2008. Setelah mengalami kenaikan tajam menjadi Rp. Rp.30.575,88 milyar pada tahun 2009, investasi di sektor ini turun kembali menjadi Rp.21.212,05 milyar pada tahun 2010. Sebagai tambahan, investasi terminal, pelabuhan dan stasiun dan bandara mengalami penurunan dari Rp.5.337,85 milyar pada tahun 2007 menjadi Rp. 4.466,16 milyar pada tahun 2008. Namun demikian setelah itu investasi di sektor ini secara konsisten mengalami kenaikan dari tahun 2008-2010. Pada tahun 2008 investasi di sektor ini senilai Rp.4.466,18 milyar kemudian naik menjadi Rp.6.046,90 milyar pada tahun 2009 dan Rp. 6.536,92 pada tahun 2010. Dikeluarkannya berbagai kebijakan pemerintah seperti paket infrastruktur yang tertuang pada Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010, dan peningkatan anggaran stimulus fiskal pada bidang infrastruktur serta perluasan kewenangan yang diberikan kepada daerah dalam merencanakan dan

4 mengalokasikan dana untuk membiayai berbagai kegiatan memberikan peluang yang lebih besar bagi setiap daerah untuk melaksanakan aktivitas pembangunan sesuai dengan potensi yang dimiliki dan memilih sektor-sektor prioritas dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi (Saragih, et al, 2010). Hal ini menunjukkan perhatian pemerintah yang sangat besar pada pembangunan infrastruktur. Perhatian pemerintah yang besar pada infrastruktur ini sangatlah relevan mengingat beberapa temuan studi mengindikasikan pentingnya infrastruktur terkait dengan dampaknya terhadap perekonomian. Pengungkapan data perkembangan nilai investasi fisik dan nilai investasi infrastrutur transportasi di atas, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat Provinsi Jawa Barat dapat menjadi sinyal awal dukungan pemerintah pada pembangunan infrastruktur transportasi. Berdasarkan pada Data Statistik Produk Domestik Bruto (PDB) 2010, Sektor infrastruktur berkontribusi sebesar Rp.661 trilyun (10.29%) dan menyerap tenaga kerja sejumlah 4.84 juta (4.5%) dari lapangan pekerjaan utama yang tersedia (BPS, 2011). Pada tahun yang sama, kontribusi sektor infrastruktur terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat adalah sebesar Rp. 29.05 trilyun (3.83%) dan menyerap tenaga kerja sebesar 937.956 jiwa (6%) dari lapangan pekerjaan utama yang tersedia. Gambaran kontribusi sektor infrastruktur (konstruksi) dalam PDRB Provinsi Jawa Barat dan kontribusi penyerapan tenaga kerja sektor ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Dengan mengamati paparan data PDRB Jawa Barat tersebut, dapat dilihat bahwa peran Sektor Infrastruktur cukup penting dalam menopang perekonomian regional Jawa Barat. Dengan melihat paparan data tersebut juga dapat dilihat kontribusi penting sektor infrastruktur bagi penyerapan tenaga kerja nasional maupun regional.

5 Tabel 1. PDRB (adh berlaku) Menurut Lapangan Usaha Propinsi Jawa Barat Tahun 2010 (persen) Lapangan Usaha 2010 1. Pertanian 12.61 2. Pertambangan dan Penggalian 2.02 3. Industri 37.73 4. Listrik Gas dan Air Bersih 3.76 5. Konstruksi non transportasi 2.4 6. Konstruksi tranportasi 1.4 7. Perdagangan Hotel, & Restoran 22.41 8. Pengangkutan & Komunikasi 7.09 9. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 2.75 10. Jasa- Jasa 8.86 Sumber: BPS Jawa Barat, 2011 Meningkatnya aktivitas di sektor industri akan menyerap tenaga kerja dan kinerja perekonomian. Baik di Indonesia maupun di Provinsi Jawa Barat kegiatan industri merupakan sektor yang memiliki peran penting dalam perekonomian serta mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Menurut data BPS (2011), sektor industri menyumbang Rp.1.594,3 trilyun terhadap PDB adh berlaku (24.82%), dengan tenaga kerja yang terserap pada sektor ini sebesar 13.05 juta jiwa (12.14%). Pada periode yang sama, sektor industri menyumbang Rp. 290.75 trilyun (37.7%) terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat dan menyerap tenaga kerja sejumlah 3.111.149 jiwa (18%) di Provinsi Jawa Barat. Gambaran kontribusi sektor industri dalam PDRB Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan kontribusi sektor industri bagi penyerapan tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 2. Menyadari pentingnya pengaruh sektor industri bagi perekonomian, sektor ini perlu mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah, baik di tingkat nasional maupun wilayah, sebagai salahsatu sektor andalan untuk

6 membangkitkan kegiatan ekonomi nasional/wilayah. Sebagai catatan, pada periode yang sama, sektor industri pengolahan di Jawa Barat menurut data statistik berkontribusi sebesar 60 % dari total pendapatan sektor industri pengolahan di tingkat nasional (BPS Jawa Barat, 2011). Dengan demikian peran sektor industri di Provinsi Jawa Barat bisa dikatakan sangat penting bagi perekonomian nasional. Tabel 2. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha Propinsi Jawa Barat Tahun 2010 (persen) Lapangan Usaha 2010 1. Pertanian 27.0 2. Pertambangan dan Penggalian 1.0 3. Industri 18.0 4. Listrik Gas dan Air Bersih 0.1 5. Konstruksi non transportasi 4.0 6. Konstruksi tranportasi 2.0 7. Perdagangan Hotel, & Restoran 26.0 8. Pengangkutan & Komunikasi 7.0 9. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 1.0 10. Jasa- Jasa 14.0 Sumber: BPS Jawa Barat, 2011 Dari segi struktur perekonomian, provinsi Jawa Barat dicirikan oleh tiga sektor utama sebagai mesin penggerak (engine power) roda perekonomian yakni masing masing sektor Industri, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pertanian. Dari ketiga sektor tersebut tercatat hingga tahun 2010, sektor industri memberikan kontribusi sebesar 37.7% terutama industri alat angkutan, mesin dan peralatannya (17.5%) dan industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki (8.2%). Sektor perdagangan, hotel dan restoran mempunyai kontribusi sebesar 22.4% serta sektor Pertanian dengan kontribusi sebesar 12.6%.

7 Perekonomian Jawa Barat juga menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari 10% angkatan kerja secara nasional (BPS Jawa Barat, 2011). Meskipun ekonomi terus tumbuh, namun persentase pengangguran di Jawa Barat masih relatif besar dimana pada tahun 2010 menempati urutan ketiga setelah Provinsi Banten, dan DKI Jakarta, masing-masing sebesar 14.13%, 11.32%, dan 10.57%. Kemiskinan di Jawa Barat juga menunjukkan penurunan, namun angkanya masih relatif besar. Penduduk miskin di Jawa Barat pada tahun 2010 menempati urutan ketiga terbesar yaitu 4.8 juta jiwa setelah Jawa Tengah (5.4 juta jiwa) dan Jawa Timur (5.5 juta jiwa). Kondisi diatas diperparah dengan kondisi infrastruktur jalan yang buruk dimana pada akhir tahun 2010, tercatat panjang jalan di wilayah Jawa Barat adalah 25.803 km meningkat hanya 0,1% dari tahun 2009. Sebaliknya jalan pada tahun 2009 berkurang 0.3% dari tahun 2008 dengan panjang berkisar 25.857 km. Hal ini diperparah dengan kondisi jalan yang semakin buruk, dimana kerusakan jalan tidak hanya terjadi di perkotaan (kotamadya) namun juga di pedesaan (kabupaten). Kondisi jalan yang masih dalam kondisi baik berkurang dari 8.895 km pada tahun 2009 menjadi hanya 7.980 km pada tahun 2010. Jalan rusak meningkat dari 5.199 km pada akhir tahun 2009 menjadi 5.694 km. pada tahun 2010. Jalan rusak parah kondisinya lebih buruk yaitu 2.404 km pada tahun 2009 menjadi 2.820 km pada tahun 2010 (BPS Jawa Barat, 2011).. Dengan melihat fakta investasi infrastruktur (termasuk infrastruktur transportasi) sangat diperlukan serta peran sektor ekonomi di Jawa Barat yang penting bagi penyerapan tenaga kerja di tingkat nasional maupun perekonomian regional Provinsi Jawa Barat, serta perlunya peningkatan pendapatan masyarakat untuk mengurangi kemiskinan dan upaya memperbaiki distribusi

8 pendapatan, maka penelitian ini penting dilakukan, terutama untuk mengetahui bagaimana dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap penyerapan tenaga kerja sektor ekonomi dan distribusi pendapatan masyarakat. 1.2. Perumusan Masalah Dengan latar belakang penelitian yang disampaikan di atas maka rumusan permasalahan yang ada didalam penelitian ini adalah sebagaimana diuraikan pada paparan di bawah ini. Ekonomi Jawa Barat merupakan kekuatan ketiga terbesar setelah DKI Jakarta dan Jawa Timur. Peranan Jawa Barat adalah sebesar 14,7% dalam perekonomian Indonesia (BPS, 2011) dibawah DKI Jakarta (16,4%) dan Jawa Timur (14,8%). Keuntungan berupa lokasi yang terletak dekat dengan pusat perekonomian dan pemerintahan (DKI Jakarta) dan terletak di pulau Jawa yang sangat padat penduduknya menjadikan Jawa Barat sebagai bagian penting bagi pusat pertumbuhan nasional. Walaupun perekonomian di Jawa Barat secara umum merupakan perekonomian yang tumbuh dan potensial, namun demikian masih ada berbagai permasalahan yang timbul. Sebagai titik awal untuk memecahkan berbagai permasalahan perekonomian yang ada diperlukan identifikasi tentang bagaimana karakteristik perekonomian di Jawa Barat. Karekteristik ekonomi dimaksud termasuk halnya melihat bagaimana struktur ekonomi sektoral di Jawa Barat, struktur pendapatan faktorialnya serta struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga. Dengan mengetahui karakteristik perekonomian yang ada dapat dicari pendekatan terbaik untuk memecahkan persoalan perekonomian yang ada. Sebagai tambahan, sejalan dengan topik

9 penelitian, diperlukan juga kajian kondisi eksisting infrastruktur transportasi untuk melihat seberapa urgent investasi infrastruktur transportasi di Jawa Barat. Investasi merupakan variabel yang penting dalam pertumbuhan ekonomi (Mankiw, 2007). Berdasarkan pengalaman empiris, investasi infrastruktur, termasuk halnya infrastruktur transportasi ini menjadi sektor yang paling efektif untuk menaikkan output, meningkatkan penyerapan tenaga kerja serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Lalu bagaimanakah dengan di Provinsi Jawa Barat, apakah investasi infrastruktur transportasi berpengaruh dan terkait dengan penciptaan pendapatan sektoral, faktorial serta pendapatan institusi? Hal ini akan dikaji lebih lanjut didalam penelitian ini. Injeksi investasi infrastruktur transportasi pada SNSE Provinsi Jawa Barat 2010 akan membawa dampak-dampak pada neraca-neraca sektor produksi, faktor produksi, institusi, dan neraca lainnya. Secara spesifik timbul pertanyaan di dalam studi ini tentang bagaimanakah dampak dari injeksi investasi infrastruktur transportasi ini terhadap sektor industri dan bagaimanakah transmisi perubahan pendapatan dapat diterima oleh rumah tangga melalui berbagai sektor dan faktor produksi. Hal terakhir yang menjadi pertanyaan didalam penelitian ini adalah tentang apa dampak dari investasi infrastruktur transportasi terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri dan distribusi pendapatan masyarakat (rumah tangga) di Provinsi Jawa Barat. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

10 1. Mengkaji karakteristik perekonomian Jawa Barat seperti halnya struktur ekonomi sektoral, struktur pendapatan faktorial, dan struktur pendapatan dan pengeluaran rumahtangga. Disamping itu juga akan dikaji kondisi eksisting infrastruktur transportasi yang ada di Provinsi Jawa Barat. 2. Mengkaji pengaruh dan keterkaitan investasi infrastruktur transportasi terhadap penciptaan pendapatan sektoral, faktorial serta pendapatan institusi. 3. Mengkaji bagaimana mekanisme transmisi investasi infrastruktur transportasi berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat (rumah tangga) melalui sektor produksi dan faktor produksi. 4. Mengkaji dampak pengembangan infrastruktur transportasi terhadap penyerapan tenaga kerja sektor ekonomi, pendapatan serta distribusi pendapatan masyarakat (rumah tangga) di Jawa Barat. 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian dilakukan untuk memberikan berbagai manfaat: 1. Bagi pemerintah: sebagai masukan kedepan bagi perumusan kebijakan investasi infrastruktur, khususnya investasi infrastruktur transportasi dan memberikan bukti ilmiah kepada pemerintah bahwa investasi infrastruktur transportasi sangat diperlukan dalam kerangka mendorong perkembangan sektor ekonomi, menyerap tenaga kerja sektor-sektor dan mempengaruhi distribusi pendapatan masyarakat. 2. Bagi Peneliti: sebagai masukan bagi peneliti dalam melakukan kajiankajian yang lebih mendalam tentang Dampak Investasi Infrastruktur Transportasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan

11 Distribusi Pendapatan Masyarakat. Penelitian ke depan dapat diarahkan pada sektor-sektor lain. 3. Bagi masyarakat luas: sebagai bahan informasi bagi seluruh komponen masyarakat (termasuk dunia usaha) untuk memberikan dasar pengertian bahwa didalam proses pembangunan ekonomi diperlukan investasi infrastruktur (termasuk halnya infrastruktur transportasi), sehingga masyarakat dapat memberikan masukan-tanggapan-kontribusi dan kritik yang konstruktif, dan jika memungkinkan turut teribat aktif dalam upaya menyediakan infrastruktur transportasi tersebut. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengkaji mengenai hubungan infrastruktur transportasi dengan pertumbuhan ekonomi, ketenaga-kerjaan dan distribusi pendapatan masyarakat di Provinsi Jawa Barat. Studi ini mencakup wilayah provinsi Jawa Barat dengan referensi tahun 2010. Penelitian ini menggunakan analisis yang bersifat cross section/statis dengan menggunakan alat berupa kerangka data Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). SNSE dapat mengkaitkan pelaku ekonomi (rumah tangga, pemerintah, perusahaan dan luar negeri), sektor ekonomi, faktor produksi serta variabel lain dalam bentuk matriks yang kompak dan konsisten. SNSE merupakan kerangka data berbentuk matriks yang terdiri dari blok blok neraca sebagai klasifikasi dan bersifat fleksibel. Dalam penelitian ini, rincian klasifikasi disesuaikan dengan tujuan penelitian dan ketersediaan data. Klasifikasi berupa blok neraca faktor produksi dirinci menurut tenaga kerja dan kapital, blok neraca institusi dirinci menurut rumah tangga pemerintah dan perusahaan, blok neraca sektoral dan komoditi

12 dirinci dengan klasifikasi yang sama yaitu terdiri dari 26 kelompok sektor/komoditi serta blok neraca lainnya seperti neraca kapital, luar negeri, marjin perdagangan dan pengangkutan. Analisis kuantitatif menggunakan accounting multiplier, dekomposisi multiplier, analisis jalur (path analysis) serta pengembangan multiplier untuk analisis redistribusi pendapatan rumah tangga. Software yang digunakan dalam penghitungan multiplier adalah Excel dan MATS untuk menghitung besaran jalur dari variabel asal ke variabel tujuan. Makalah ini sendiri merupakan bagian dari keseluruhan penelitian yang dilakukan. investasi infrastruktur transportasi ini bisa berdampak pada semua sektor, faktor produksi dan institusi yang ada di dalam perekonomian, namun demikian secara spesifik penelitian ini akan mengkaji lebih mendalam dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap penyerapan tenaga kerja sektor ekonomi. Dimensi dampak yang dikaji didalam penelitian ini dibatasi pada dampak investasi infrastruktur secara sektoral pada lingkup wilayah provinsi dan tidak melihat dampaknya dengan kacamata dimensi keruangan yang lebih kecil, sehingga analisis yang keluar pada akhir studi akan mengungkapkan kedalaman analisis hanya sampai tingkat provinsi saja.