PERMAINAN MATEMATIKA SEBAGAI LATIHAN UNTUK MENUMBUHKAN MINAT TERHADAP MATEMATIKA

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI SUATU PENDEKATAN

KURIKULUM MATEMATIKA TAHUN 1984 DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK. Tatang Herman

Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL TERHADAP SIKAP SISWA SEKOLAH DASAR

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR KELAS AWAL

Antara Realistic Mathematics Education (RME) dengan Matematika Modern (New Math)

ANTARA REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

MAKALAH. Oleh: R. Rosnawati, dkk

Pembelajaran Matematika Melalui Pemecahan Masalah Realistik

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

Matematika Modern Versus Matematika Realistik

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK: SEJARAH, TEORI, DAN IMPLEMENTASINYA. Al Jupri Universitas Pendidikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berlimpahnya berbagai informasi menuntut seseorang untuk dapat memiliki

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

Pematematikaan Horizontal Siswa SMP pada Masalah Perbandingan

MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP MELALUI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DALAM RANGKA MENUJU SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MELALUI PENDEKATAN PMR DALAM POKOK BAHASAN PRISMA DAN LIMAS. FMIPA UNP,

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

P 8 PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SD

PENGEMBANGAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA MATERI FUNGSI KUADRAT BERBASIS RME UNTUK SISWA SMA/MA

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik

BAB II KAJIAN TEORITIS

DAFTAR PUSTAKA. Asikin, M. (2001). Komunikasi Matematika dalam RME. Makalah. Yogyakarta: Seminar Nasional RME di Universitas Sanata Dharma.

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol.3, No.1, Mei 2016

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

Menumbuhkembangkan Berpikir Logis dan Sikap Positif terhadap Matematika melalui Pendekatan Matematika Realistik

BAB II KAJIAN TEORI. membilang, menjumlahkan, mengurangi, menambah, memperbanyak,

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

Pengembangan Student Worksheet Berbasis Matematika Realistik untuk Pembelajaran Matematika Secara Bilingual di Sekolah Menengah Pertama

INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PMRI. Makalah dipresentasikan pada. Pelatihan PMRI untuk Guru-Guru SD di Kecamatan Depok dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

PEMBELAJARAN MATEMATIKA YANG KONSTRUKTIF DI SEKOLAH DASAR 1. Oleh: Maulana, M.Pd.

PERGESERAN PARADIGMA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH

INTERAKTIVITAS SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMR DI SMK NEGERI SUMBERREJO BOJONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEMAMPUAN KONEKSI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA SISWA SMP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA DI MADRASAH IBTIDAIYAH NURUN 2 RENGAS CIPUTAT TANGERANG SELATAN MELALUI KEGIATAN PARTISIPATORY

UPAYA MENINGKATKAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI PADA SISWA KELAS VII SMP MAARIF 5 PONOROGO

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan siswa dalam berfikir secara matematika (think mathematically).

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

PEMANFAATAN VIDEO TAPE RECORDER (VTR) UNTUK PEGEMBANGAN MATEMATIKA REALISTIK DI SMP

Pengembangan Alur Belajar Pecahan Berbasis Realistic Mathematics Education

Pemecahan. Masalah Kontekstual. Gambar 1. Pemecahan Masalah Realistik (Gravemeijer, 1994)

Edisi Khusus No. 2, Agustus 2011

PEMBELAJARAN MATEMATIKA HUMANISTIK DAN KAITANNYA DENGAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) * Rahmah Johar

PEMBELAJARAN MATERI LUAS PERMUKAAN BALOK DAN KUBUS DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

Memfasilitasi Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa dengan Pendekatan Matematika Realistik

P 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembelajaran Materi Bangun Datar melalui Cerita menggunakan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Di Sekolah Dasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

PROSIDING ISBN :

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia. Lebih lanjut matematika dapat memberi bekal kepada siswa. matematika siswa secara umum belum menggembirakan.

Matematika Jurusan PMIPA FKIP UHO.

ANALISIS BERPIKIR KONSEPTUAL, SEMIKONSEPTUAL DAN KOMPUTASIONAL SISWA SD DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

Ai Nani Nurhayati 2 Maulana 3. Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang

PENGGUNAAN PENDEKATAN PENDlDlKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) DALAM PEMBELAJARAN PERKALIAN BAG1 SISWA SD DENGAN LATAR BELAKANC BUDAYA YANG BERBEDA

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 6 No. 2 Desember 2005 EXPLORING MATHEMATICS SEBAGAI SUATU MODEL PEMBELAJARAN. Oleh:

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

MENDESAIN SENDIRI SOAL KONTEKSTUAL MATEMATIKA *

Pengaruh Pendekatan RME dan Kemandirian Belajar Terhadap Kemamampuan Matematis Siswa

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL Jozua Sabandar

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENUMBUHKEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA

Bagaimana Cara Guru Matematika Memfasilitasi Siswanya agar dapat Membangun Sendiri Pengetahuan Mereka?

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pelajaran matematika pada satuan pendidikan SMP/MTs meliputi aspekaspek

PENGGUNAAN MODEL RME DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA TENTANG PECAHAN SISWA KELAS V SD

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PADA MATERI LUAS DI KELAS IV MI

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Angie (Uno : 2009) menyatakan tanpa disadari

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Sutikno

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 3, No. 1, Mei 2016

PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK, KAITANNYA DENGAN PERFORMANSI PESERTA DIDIK Oleh: Ahmad Nizar Rangkuti 1

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I. Matematika dan perkembangan teknologi serta informasi tidak dapat dipisahkan.

LEMBAR KERJA SISWA PADA MATERI HIMPUNAN BERBASIS PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK SISWA SMP/MTs

JAM SEBAGAI STARTING POINT DALAM PEMBELAJARAN SUDUT DI SEKOLAH DASAR. Oleh Shahibul Ahyan

Transkripsi:

PERMAINAN MATEMATIKA SEBAGAI LATIHAN UNTUK MENUMBUHKAN MINAT TERHADAP MATEMATIKA Oleh: Darhim [Dosen Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung] Abstrak: Sering didengar bahwa matematika adalah ratunya ilmu. Tetapi tidak jarang banyak kalangan yang minder terhadap matematika. Apakah ini karena rasa percaya diri yang kurang untuk mendekati dan mencintai sang ratu? Berbagai upaya telah banyak dilakukan agar minat terhadap matematika tumbuh dan berkembang dengan baik, antara lain melalui pemainan matematika. Latihan yang dikemas dalam bentuk permainan matematika yang sesuai akan menciptakan suasana menyenangkan, menantang, dan menumbuhkan rasa ingin tahu lebih jauh yang pada gilirannya akan menumbuhkan minat terhadap matematika. Kata kunci: Matematika, minat, dan permainan matematika. Pendahuluan Para pakar, pemerhati, dan peminat matematika mesti menyadari bahwa telah dirasakan berbagai kalangan tetang efek sampingan kecantikan dan keanggunan matematika. Khususnya di sekolah matematika hanya disukai siswa pada awal-awal berkenalan ketika materinya masih sederhana, berikutnya ketika materinya lebih rumit dan jelimet matematika kurang disukai. Ini sesuai pendapat Ruseffendi (1988) bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi anak. Senada dengan itu matematika merupakan sesuatu yang menakutkan atau bahkan sangat menakutkan dan sedapat mungkin untuk menghindarinya (Darhim, 2004). Agak bertentangan dengan pendapat di atas, Begle (Ruseffendi, 1988) mengatakan bahwa rata-rata siswa Sekolah Dasar bersikap netral terhadap matematika. Lebih lanjut Begle mengatakan bahwa apabila siswa Sekolah Dasar ditanya tetang mata pelajaran yang diajarkan di sekolah (seperti matematika, bahasa, ilmu pengetahuan alam, ilmu-ilmu sosial, dan sebagainya), maka bila diurutkan pelajaran matematika ada di pertengahan. Ini memberi petunjuk bahwa pelajaran matematika tidak begitu disukai para siswa Sekolah Dasar. Akibat lebih lanjut dari persepsi kurang baik terhadap matematika di atas adalah rendahnya perolehan hasil belajar matematika siswa. Ini sesuai pendapat Begle (Ruseffendi, 1988) bahwa sikap positif terhadap matematika berkorelasi dengan hasil belajar matematika. 1

Vakil (Darhim, 2004) dalam bukunya yang berjudul A Mathematical Mosaic mengatakan,... math is usefull tool, a haphazard collection of recipes and algorithms, a necessary prerequisite to understanding science. Mathematics as queen, not servent, of science. Math is uniquely aesthetic dicipline. Mathematicians use word like beauty, depth, elegance, and power to describe excellent ideas. In order to truly enjoy mathematics, one must learn to appreciate the beauty of elegant argument and then learn to construct them. Walaupun Vakil dalam kutipan di atas tidak secara jelas mengatakan tetang: apakah matematika itu dan untuk apa sebenarnya belajar matematika itu. Namun demikian, Vakil menyoroti kedua hal tersebut dan para pengelola yang berkecimpung dalam pembelajaran matematika seyogyanya mengetahui serta memahami kedua hal itu. Matematika sungguh merupakan ratu yang patut dikagumi kecantikannya dan ada banyak usaha pengagum matematika agar sang ratu makin cantik dan anggun. Namun sayang, kecantikan dan keanggunan sang ratu sering melunturkan niat untuk mendekatinya bagi sekelompok orang. Bahkan niat tersebut sering dipendam karena para calon pengagum tahu diri bakalan tidak mampu mengayomi sang ratu cantik dan anggun tersebut. Itulah sebagai salah satu indikator perlunya menumbuhkan minat untuk belajar matematika. Hakekat Matematika Matematika merupakan ilmu deduktif, formal, abstrak, dan ratunya ilmu. Matematika juga dapat dipandang sebagai ilmu yang strukturnya dibangun dari unsurunsur yang tidak didefinisikan, definisi, aksioma/postulat/anggapan dasar, dalil/teorema/sifat, dan teori. Dalam prosesnya, terdapat serangkaian kegiatan pematematikaan atau matematisasi. Matematisasi dimaksud meliputi generalisasi dan formalisasi (Gravemeijer, 1994). Formalisasi mencakup pemodelan, penyimbulan, penskemaan, dan pendefinisian. Sedangkan generalisasi adalah pemahaman dalam arti yang lebih luas. Hal ini berhubungan dengan membangun karakteristik yang lebih dari aplikasi pemikiran secara umum. Guru harus mengetahui bahwa proses generalisasi dan formalisasi bukanlah hal yang esensial dalam pikiran siswa. Mungkin siswa tidak peduli terhadap kedua proses tersebut. Padalah dalam matematika kedua proses itu penting (Gravemeijer, 1994). Oleh karena itu, menjadi 2

tugas guru untuk membimbing dan mengarahkan siswa agar kedua proses tersebut berjalan sebagai mana mestinya melalui proses matematisasi. Freudenthal (Darhim, 2004) menduga ada dua alasan proses matematisasi merupakan kunci dari proses pembelajaran matematika. Pertama, matematisasi bukan hanya merupakan aktivitas ahli matematika saja. Hal ini juga merupakan aktivitas siswa untuk memahami situasi sehari-hari dengan menggunakan pendekatan matematika. Di sini kita akan melihat aktivitas matematis untuk menentukan masalah yang berhubungan dengan sikap matematika, melihat kemungkinan dan keterbatasan pendekatan matematis digunakan, dan untuk mengetahui kapan pendekatan matematika dapat digunakan kapan tidak. Kedua, matematisasi memusatkan pada pembelajaran matematika yang berhubungan dengan penemuan kembali (reinvention) ide. Dalam matematika, tujuan akhirnya adalah formalisasi berdasarkan aksiomatisasi. Tujuan akhir ini tidak harus menjadi titik awal ketika kita akan mengajarkan matematika. Dalam belajar matematika, siswa diarahkan seolah-olah menemukan kembali melalui proses yang mungkin serupa dengan cara para ahli waktu menemukan matematika tersebut. Treffers (1987) membedakan matematisasi ke dalam dua macam, yaitu matematisasi horizontal dan vertikal. Gravemeijer (1994) mendefinisikan matematisasi horizontal adalah kegiatan mengubah masalah kontekstual ke dalam masalah matematika, sedangkan matematisasi vertikal adalah memformulasikan masalah ke dalam beragam penyelesaian matematika dengan menggunakan sejumlah aturan matematika yang sesuai. Pandangan lain tentang matematisasi berhubungan dengan informal dan formalnya pembelajaran matematika. Dalam pembelajaran matematika di kelas, pendekatan relistik sangat memperhatikan aspek-aspek informal, kemudian mencari perantara untuk mengantarkan pemahaman siswa terhadap matematika yang formal. De Lange (1987) mengistilahkan matematika informal sebagai matematisasi horizontal, sedangkan matematika formal sebagai matematisasi vertikal. Traffers dan Goffree (1985) juga mengatakan bahwa dalam proses pematematikaan ada dua proses matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan vertikal. Menurut keduanya, mula-mula mengidentifikasi tujuan untuk mentransfer suatu masalah ke dalam masalah yang dinyatakan secara matematis. Melalui 3

penskemaan dan pemvisualan dicari keteraturan dan hubungan yang diperkenalkan untuk dibuat formulanya secara umum. Sejumlah aktivitas yang termasuk ke dalam matematisasi horizontal ketimbang mendefinisikannya dalam bentuk kata-kata. Aktivitas dimaksud adalah: (1) Pengidentifikasian matematika khusus dalam konteks umum. (2) Penskemaan. (3) Perumusan dan pemvisualan masalah dalam cara yang berbeda. (4) Penemuan relasi (hubungan). (5) Penemuan keteraturan, (6) Pengenalan aspek isomorfik dalam masalah-masalah yang berbeda, (7) Mengubah masalah sehari-hari ke dalam masalah matematika, (8) Mengubah masalah sehari-hari ke dalam suatu model matematika yang diketahui. Setelah proses matematisasi horizontal dipahami siswa, langkah berikutnya adalah matematisasi vertikal. Proses ini dilakukan untuk mencapai aspek-aspek matematika formal. Menurut pendapat De Lange (1987) matematika formal sama dengan matematisasi vertikal. Beberapa aktivitas matematisasi vertikal dimaksud adalah menyatakan suatu hubungan dalam suatu rumus, pembuktian keteraturan, perbaikan dan penyesuaian model, penggunaan model-model yang berbeda, pengkombinasian dan pengintegrasian model-model, perumusan suatu konsep matematika baru, dan penggeneralisasian. Generalisasi mungkin dipandang sebagai tingkat yang paling tinggi dalam matematisasi vertikal. Ini artinya ketika kita memberikan alasan di dalam model matematika, kita boleh merasa dipaksa untuk mengkonstruksi suatu model matematika yang baru. Dengan model baru ini kita dapat membangun konsep matematika yang lebih abstrak. Proses matematisasi yang dilakukan dalam pembetukan pengetahuan, bisa berbeda-beda. Mungkin seseorang menempuh proses horizontal dan vertikal dalam jalur-jalur yang rumit dan banyak. Mungkin orang lain menempuh proses horizontal dengan jalur-jalur yang sederhana dan singkat tetapi proses vertikalnya ditempuh dengan jalur-jalur yang rumit dan banyak atau sebaliknya. Mungkin pula proses horizontal dan vertikal ditempuh dengan jalur-jalur yang sederhana dan singkat. Berkenaan dengan rumit tidaknya proses matematisasi horizontal dan vertikal di atas memberikan gambaran bahwa: Pada proses matematisasi dimungkinkan para pengembang menggunakan proses horizontal dan vertikal menempuh jalur yang 4

sederhana dan singkat. Pada umumnya dalam belajar matematika cenderung menggunakan jalur-jalur skema yang mudah dipahami siswa. Seseorang tidak dapat secara pasti menentukan jalur-jalur matematisasi tersebut. Kebanyakan dari latihanlatihan, siswa akan puas dengan bagian-bagian jalur yang pendek saja dan rutenya mungkin bagian horizontal dan disambung dengan beberapa bagian vertikal atau sebaliknya. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa menurut pandangan Freudenthal matematika sebagai aktivitas manusia. Agar matematika dipelajari sebagai aktivitas manusia melalui proses matematisasi, maka sebaiknya matematika tersebut jangan diajarkan dalam bentuk akhir. Bentuk akhir matematika harus ditemukan siswa. Hal ini senada dengan pendapat Freudenthal (1973) bahwa matematika harus diajarkan melalui penemuan kembali (reinvention) atau melalui penemuan (invention). Di samping itu RME mempunyai lima karakteristik seperti dikemukakan De Lange (1996) dan Gravemeijer ( 1994). Ditinjau dari penggunaan proses matematisasi horizontal dan vertikal Treffers (1987) membedakan empat pendekatan pembelajaran matematika, yaitu pendekatan mekanistik (mechanistic), strukturalistik (structuralistic), empiristik (empiristic), dan pendekatan realistik (realistic). Pendekatan mekanistik baik matematisasi horizontal maupun vertikal tidak digunakan. Pada pendekatan empiristik hanya menggunakan proses matematisasi horizontal. Pendekatan strukturalistik hanya menggunakan proses matematisasi vertikal. Sedangkan pada pendekatan realistik baik proses matematisasi horizontal maupun vertikal digunakan (Treffers, 1987). Pendekatan pembelajaran matematika dapat pula dibedakan berdasarkan proses formal dan informalnya pembelajaran dilakukan. Pendekatan mekanistik dan strukturalistik pembelajaran dilakukan secara formal. Sedangkan pada pendekatan empiristik dan realistik pembelajaran dilakukan secara informal (Streefland, 1991). Dalam hubungannya dengan beberapa pandangan tentang pembelajaran matematika yang meliputi mekanistik, stukturalistik, dan empiristik, terdapat beberapa ciri untuk masing-masing pandangan itu. Menurut pendekatan mekanistik, matematika adalah suatu sistim aturan. Aturan ini diberikan kepada siswa, kemudian mereka memverifikasi, dan menerapkannya ke dalam masalah serupa seperti contoh sebelumnya. Tak ada fenomena real world sebagai sumber, sedikit sekali perhatian 5

diberikan kepada aplikasi. Perhatian banyak diberikan kepada memorisasi (mengingat) dan otomatisasi pada trik dan tentunya bukan suatu metodologi. Kualitas seperti halnya struktur, keterhubungan, dan wawasan diabaikan. Menurut pandangan strukturalistik, bahwa matematika terstruktur secara baik. Menurut pandangan ini matematika semata-mata hanya aksioma, definisi, dan teorema. Karenanya orientasi pembelajaran menurut pandangan ini adalah subject matter dan matematika disampaikan secara deduktif. Pandangan empiristik lebih menekankan pada aktivitas environment. Perhatian lebih besar diberikan kepada siswa dengan harapan terjadi pematangan kognisi. Melalui pematangan tersebut diharapkan siswa akan sampai kepada perkembangan kognisi yang diharapkan. Namun ternyata pendekatan ini sangat sedikit pada pandangan untuk sampai kepada tingkat vertikal. Menumbuhkan Minat Melalui Permainan Menumbuhkan minat belajar matematika siswa penting diperhatikan, karena banyak siswa yang cenderung tidak menyukai pelajaran matematika. Pentingnya menumbuhkan minat siswa tersebut perlu didukung dengan sarana dan model pembelajaran yang memadai. Permainan matematika merupakan salah satu sarana untuk menumbuhkan sikap dan minat siswa terhadap matematika tersebut. Ini sesuai peran permainan dalam belajar matematika yang salah satunya untuk menimbulkan dan meningkatkan minat belajar serta menumbuhkan sikap yang baik terhadap matematika. Di samping itu, permainan matematika dapat dikaitkan dengan salah satu atau lebih dari hal-hal berikut: (1) mengembangkan konsep, (2) untuk latihan keterampilan, (3) untuk penguatan, (4) untuk memupuk kemampuan pemahaman, (5) untuk memecahkan masalah, atau (6) untuk mengisi waktu senggang (sebagai hiburan). Mari kita coba maknai pepatah yang berbunyi, bermain sambil belajar tetapi jangan belajar sambil bermain. Di antara dua pepatah di atas, mungkin banyak yang setuju dengan pepatah pertama yaitu bermain sambil belajar. Tetapi, mungkn banyak yang tidak setuju dengan pepatah kedua yaitu belajar sambil bermain. Tulisan ini justru menekankan agar pepatah belajar sambil bermain menjadi bermakna dalam proses belajar matematika, terutama dalam latihan agar tidak 6

menjemukan. Untuk itu, mari kita kaji saah satu permainan matematika sebagai sarana, agar belajar (latihan) sambil bermain menjadi bermakna. Penekanan yang dilatihkan dalam permainan ini lebih kepada keterampilan berhitung (penjumlahan, pengurangan, dan perkalian bilangan asli). Misalkan ada empat jenis buah-buahan, yaitu apel, mangga, jeruk, dan pisang. Keempat buah tersebut bila diurutkan berdasarkan urutan kesukaan dengan cara diberi nomor adalah apel nomor 1, mangga nomor 2, jeruk nomor 3, dan pisang nomor 4. Berikut buah kesukaan setelah dinomori. 1 = 2 = 3 = 4 = Untuk menyusun model permainannya, misalkan seseorang ingin membeli buah yang telah dikemas dalam keranjang. Masing-masing keranjang berisi satu jenis buah dalam jumlah tertentu. Berikut sebagai contoh ada 10 keranjang buah, yaitu keranjang A sampai dengan keranjang J. 2 5 6 7 4 A B C D E 4 8 10 2 3 F G H I J Maksud yang diperlihatkan pada keranjang buah A adalah gambar apel menunjukkan bahwa di keranjang A hanya berisi buah apel dan 2 menyatakan banyak buah apel pada keranjang tersebut. Jadi keranjang A berisi 2 apel. Demikian pula untuk keranjang-keranjang berikutnya, yaitu keranjang B berisi 5 pisang, keranjang C 7

berisi 6 jeruk, keranjang D berisi 7 mangga, dan seterusnya sampai keranjang J berisi 3 jeruk. Keranjang mana yang dipilih akan dibeli? Suruh seseorang (siswa) untuk menunjuk salah satu keranjang buah. Setelah seseorang memilih salah satu keranjang buah secara rahasia, keranjang buah dapat ditebak dengan melakukan kegiatan sebagai beriku: 1. Coba angka banyak buah di keranjang ditunjuk kalikan 5. 2. Hasilnya tambahkan 3. 3. Hasil pada langkah 2) kalikan dengan 2. 4. Tambahkan angka yang merupakan nomor buah. 5. Hasil pada langkah 4) sebutkan! 6. Setelah dikurangi 6, itulah keranjang buah yang dipilih (angka satuan merupakan nomor buah di keranjang yang ditunjuk dan angka puluhan merupakan banyak buah yang terdapat di keranjang yang ditunjuk). Mungkin di antara para pembaca bertanya-tanya, mengapa itu benar? Untuk memperlihatkan kebenaran tersebut, mari kita kaji perhitungan matematiknya dari kegiatan pada setiap langkah di atas. Misalkan keranjang buah yang ditunjuk adalah keranjang G yang berisi 8 jeruk. Untuk membentuk model perhitungan matematik untuk keranjang yang ditunjuk, dimisalkan banyak buahnya p dan macam buahnya q. Langkah 1) Jelas 8 merupakan banyak buah (jeruk) Misalkan banyak buah di keranjang G pada keranjang G. Setelah dikalikan 5 adalah p. Setelah dikalikan 5 diperoleh: adalah 5 x 8 = 40. 5 x p Langkah 2) Karena hasil pada langkah 1) adalah 40, maka setelah ditambahkan 3 diperoleh: (5 x 8) + 3 = 40 + 3 = 43 Hasil pada langkah 1) yaitu 5 x p atau 5p ditambah 3, sehingga diperoleh: (5 x p) + 3 Langkah 3) Dengan mengalikan 2 hasil pada langkah Setelah hasil pada langkah 2) dikalikan 2 8

2) diperoleh: 43 x 2 = 86 diperoleh: [(5 x p) + 3] x 2 = 10 x p + 6 = 10p + 6 Langkah 4) Nomor buah jeruk di keranjang yang ditunjuk adalah 3. Jadi hasil pada langkah 3) setelah ditambah dengan nomor buah diperoleh: 86 + 3 = 89 Misalkan nomor buah di keranjang yang ditunjuk adalah q. Sehingga setelah hasil langkah 3) ditambah q diperoleh: {[(5 x p) + 3] x 2} + q = 10 p + q + 6 Masih ingatkah 10p + q adalah bilangan pq dengan p puluhan dan q satuan? Sehingga 10 p + q + 6 = pq + 6 Langkah 5) Ketika hasil perhitungan disebutkan, tentu bagi yang menghitungnya dengan benar akan menyebutkan 89. Hasil perhitungan yang disebutkan adalah 10 p + q + 6 atau pq + 6 Langkah 6) Setelah hasil langkah 4) dikurangi 6 diperoleh: 89 6 = 83 Arti 83 di sini adalah 8 menyatakan banyak buah di keranjang yang ditunjuk, sedangkan 3 menyatakan nomor buah (jeruk) di keranjang tersebut. Jelas yang ditunjuk tadi adalah keranjang G yang berisi 8 jeruk (83). Karena hasil langkah 4) adalah 10p+q+6 atau pq + 6, maka setelah dikurangi 6 diperoleh: (10p + q + 6) 6 = 10p + q = pq Dengan demikian isi keranjang yang ditunjuk adalah yang banyak buahnya p dan macam buahnya adalah q. Berdasarkan informasi tersebut keranjang yang ditunjuk dapat diketahui. Tidak menutup kemungkinan mereka salah ketika melakukan pehitungan. Untuk mengetahui hal itu, kumpulkan semua jawaban yang berbeda ketika melakukan kegiatan pada langkah 5). Apabila terjadi hasil perhitungan berbeda-beda, suruh 9

mereka untuk melakukan perhitungan ulang langkah demi langkah secara terurut. Tanyakan ulang hasilnya! Apakah semua jawaban mereka sama? Jika sudah sama, mungkin itulah jawaban yang benar. Baru melanjutkan ke langkah 6). Lakukan berulang kali permainan ini agar keterampilan berhitung siswa lebih meningkat. Selamat mencoba! Daftar Pustaka Darhim. (2004). Pengaruh pembelajaran matematika kontekstual terhadap hasil belajar dan sikap siswa sekolah dasar kelas awal.. Disertasi. Sekolah Pascasarjana UPI Bandung. De Lange, J. (1987). Mathematics insight and meaning. Utrecht: OW & OC. De Lange, J. (1996). Using and applying mathematics in education. In A.J. Bishop (Ed). International handbook of mathematics education. Dordrecht: Kluwer Academics Publisher. Freudenthal, H. (1973). Mathematics as an educational task. Dordrecht: Reidel Publishing Company. Gravemeijer, K.P.E. (1994). Developing realistic mathematics education. Utrecht: CD-β Press, Freudenthal Institute. Streefland, L. (Ed.) (1991). Realistic mathematics education in primary school. Utrecht: CD-β Press, Freudenthal Institute. Treffers, A. (1987). Three dimensions a model of goal and theory description in mathematics education. Dordrecht: Reidel, The Wiscobas Project. Treffers, A. (1991). Realistic mathematics education in the Netherlands 1980-1990. In L. Streefland (Ed.). Realistic mathematics education in primary school. Utrecht: CD-β Press, Freudenthal Institute. Treffers, A. dan Goffree, F. (1985) Rational analysis of realistic mathematics education the Wiscobas Program. In L. Streefland (Ed.). Proceeding of the ninth international conference for the psychology of mathematics education, Noordeijkerhout. 97-121. 10