PERGESERAN PARADIGMA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH
|
|
- Devi Gunawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PERGESERAN PARADIGMA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH Penulis: Dr. Darhim, M.Si. (Matematika FPMIPA UPI Bandung) Abstrak:Fakta menunjukkan masih terpuruknya prestasi siswa dalam berbagai evaluasi di ajang internasional. Keterpurukan tersebut lebih diperparah oleh HDI bangsa kita masih berada pada urutan bawah, sekalipun di kelompok negaranegara ASEAN. Kondisi itulah dari sekian banyak indikator perlunya upaya pembenahan pembelajaran matematika di sekolah, termasuk merubah paradigma pembelajaran matematika yang sangat mendasar. Perubahan paradigma dimaksud paling tidak mencakup tiga hal, yaitu pandangan terhadap materi matematika, pandangan terhadap peserta didik, dan pandangan terhadap guru. Kata Kunci: HDI, matematika, paradigma, peserta didik, guru. A. Pendahuluan Paradigma Thomas S Khun (Darhim, 2006) dalam bukunya yang terkenal, The Structure of Scientific Revolution, tentang anatomi revolusi keilmuan pada tahun 1970 sangat terkenal. Untuk menyegarkan ingatan kita akan paradigma Thomas S Khun tersebut, bahwa sepanjang sejarah determinan utama perkembangan ilmu bukanlah akumulasi informasi keilmuan, melainkan oleh terjadinya revolusi paradigma. Revolusi paradigma terjadi pada saat paradigma yang ada menjadi usang (obsolete) dan tidak mampu lagi menjelaskan fenomena yang dihadapi. Ia memberi contoh revolusi paradigma geosentris dari Ptolomeus ke paradigma heliosentris dari Copernicus dan Galilei yang selanjutnya mampu mengubah persepektif ilmuwan dalam melakukan ikhtiar-ikhtiar keilmuan. Menurut dia, pada suatu masa dapat saja terdapat lebih dari satu paradigma yang digunakan dalam posisi yang saling bersaing dan memiliki pengikut yang luas di kalangan para ilmuwan. Memaknai paradigma Thomas S Khun tersebut, paling tidak ada dua hal penting yaitu: Pertama, bahwa perkembangan ilmu pengetahuan terjadi ketika ada revolusi paradigma. Dalam kaitannya dengan pengembangan keilmuan matematika saat ini, ada dua pertanyaan kunci yakni: Benarkah saat ini dirasakan terjadi revolusi paradigma dalam matematika? Ataukah kita semua tidak peduli terhadap terjadinya revolusi paradigma dalam matematika? Sebagai contoh, bahwa matematika adalah aktivitas 1
2 manusia (Gravemeijer, 1994); dan matematika bukan tentang bilangan, tetapi tentang kehidupan Devlin (Darhim, 2004). Kedua, revolusi paradigma terjadi pada saat paradigma yang ada menjadi usang dan tidak lagi dapat menjelaskan fenomena yang dihadapi. Benarkah matematika sekarang ini mampu menjelaskan fenomena yang ada? Ataukah faktor manusianya yang tidak mampu menggunakan matematika untuk membaca dan mengartikan fenomena tersebut? Andaikan yang menyebabkan suatu fenomena tidak dapat diungkap karena faktor ketidak tahuan manusia akan matematika, maka diperlukan revolusi tentang bagaimana cara termudah mempelajari matematika tersebut. Di level persekolahan perubahan model pembelajaran matematika telah banyak diupayakan. Tetapi sayangnya, perubahan tersebut sampai saat ini belum terbukti dapat mengangkat kemampuan anak-anak bangsa kita. Keterpurukan demi keterpurukan dialami bangsa ini. Menurut UNDP (2005) human development index (HDI) Malaysia pada posisi ke-61, Singapore pada posisi ke-25, padahal HDI kita adalah 110 dan posisi ini masih kalah bersaing dengan Vietnam (pada posisi ke-108). Kita memang menang bila dibandingkan dengan Myanmar (129), Kambodja (130), dan Laos (133). Di sisi lain kondisi saat ini mutu pendidikan di negara kita masih belum mampu menembus peringkat atas di kalangan negara-negara Asia bahkan di ASEAN. Ada dua indikator untuk melihat prestasi matematika di level internasional, yaitu hasil tes TIMSS 2003 dan PISA Dari hasil kedua tes tersebut cukup mengejutkan banyak orang terutama bagi para pengamat pendidikan, karena untuk mata pelajaran matematika penguasaan matematika siswa Indonesia beradapada kelompok rendah. TIMSS (Thrid International Mathematics Science Study) tahun 2003 yang dikoordinir oleh The International for Educational of Education Achievement (IEA) menujunjukkan bahwa penguasaan matematika siswa Indonesia pada usia tahun (kelas 2 SMP) berada di peringkat 34 dari 46 negara. Dibandingkan dengan dua negara tetangga, Singapore dan Malaysia, posisi ini jauh tertinggal. Singapore berada pada peringkat pertama, sedangkan Malaysia pada peringkat ke-10. Hasil ini tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan hasil TIMSS 1999, yaitu Indonesia pada peringkat ke- 34 dari 38 negara peserta. Sedangkan Singapore ada pada peringkat puncak, sementara Malaysia di posisi ke-16 (Mullis et all, 2000). 2
3 Keterpurukan siswa kita juga tergambar melalui hasil tes PISA (Program for International Students Assessment) tahun 2003 yang dikoordinir oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menunjukkan bahwa penguasaan matematika siswa Indonesia pada usia tahun (kelas 2 SMP) berada di peringkat 38 dari 40 negara peserta. Kita memang lebih baik dibandingkan Brazilia dan Tunisia. Bila dibandingkan dengan negara tetangga, prestasi siswa kita masih berada di bawah prestasi siswa Thailand (diurutan ke-32). Peringkat pertama sampai kelima berturut-turut Hongkong-Cina, Jepang, Korea, Selandia Baru, dan Finlandia. Pada level nasional perolehan hasil belajar siswa kita juga masih memprihatinkan. Hampir tiga dekade terakhir pelaksanaan pembelajaran, keberhasilan belajar siswa belum tercapai secara optimal. Kualitas pembelajaran matematika sekolah, masih jauh dari harapan baik dalam hasil belajar siswa maupun dalam proses pembelajarannya (Soedjadi, 2000). Hal ini tergambar pula dari rerata hasil belajar siswa dalam level nasional, yaitu Nilai EBTANAS Murni (NEM) dan Ujian Akhir Nasional (UAN), dari tahun 1984 sampai dengan tahun 2003 selalu di bawah 7 dalam skala 1 sampai dengan 10 (Darhim, 2004). Sedangkan dalam pelaksanaannya di dalam kelas, pembelajaran matematika masih cenderung didominasi dengan cara konvensional yang lebih terpusat pada guru (Marsigit, 2000). Pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas I ditemukan sering bermasalah. Ini sesuai temuan Sumarmo (1999b) melalui pengamatan terbatas pada beberapa SMP bahwa, NEM matematika siswa Sekolah Dasar yang diterima di SMP sebenarnya tidak terlalu rendah. Namun demikian, masih sering terdengar keluhan guru matematika di SMP (sekarang SLTP) bahwa siswa dengan nilai matematika Sekolah Dasar yang cukup baik, masih mengalami kesulitan dalam belajar matematika di SMP dan hasil belajar matematika mereka pada awal tahun pelajaran cenderung menurun. Permasalahan seperti di atas boleh jadi akibat kurang baiknya pembelajaran matematika di Sekolah Dasar. Bell (1978, h. 87) mengatakan bahwa, "drill in arithmetics is not sufficient for improving higher level skills such as understanding and problem solving". Berdasarkan Kurikulum 1994 pembelajaran matematika di Sekolah Dasar sekarang lebih menekankan kepada berhitung, padahal pembelajaran matematika di 3
4 Sekolah Menengah lebih mengarah pada pemecahan masalah (DEPDIKBUD, 1994). Bila dihubungkan dengan pendapat Bell di atas diduga kuat belum optimalnya hasil belajar siswa di Sekolah Menengah, yang lebih menekankan pemecahan masalah, akibat kurang mendukungnya proses pembelajaran matematika yang berlangsung di Sekolah Dasar terutama dalam pemecahan masalah. Di samping itu, dalam penelitian lain Sumarmo (1999a) yang lebih memfokuskan kepada aspek kesulitan siswa Sekolah Dasar dalam belajar matematika menemukan bahwa, terdapat cukup banyak siswa Sekolah Dasar yang masih mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Ditinjau dari keterlibatan siswa dalam belajar matematika, sekitar 50% siswa kelas III dan sekitar 40% siswa kelas V dan kelas VI mengalami kesulitan belajar matematika. Terdapat sejumlah topik matematika Sekolah Dasar sulit untuk dipahami siswa dan diajarkan guru. Itulah dari sekian banyak indikator perlunya upaya pembenahan pembelajaran matematika di sekolah, termasuk merubah paradigma pembelajaran matematika yang sangat mendasar. Tawaran akan perubahan ini tidaklah memaksa semua pihak untuk tunduk dan patuh terhadap tawaran tersebut. Tetapi kalau boleh saya meminjam sedikit tulisan Charles Robert Darwin (Darhim, 2006) dalam teori evolusinya menyatakan: It is not the stronger nor the most intelligent of the species that survives, but the one that is most adaptable to change. Itulah sebabnya Dinosaurus yang sangat kuat (di zamannya) punah, sementara kecoa dapat survive hingga saat ini karena mampu menyesuaikan diri walau menjadi mengecil. Yang paling survive adalah kera yang bukan saja mampu menyesuaikan diri, tetapi juga berkemampuan menambil manfaat dari perubahan yang terjadi. B. Matematika dan Pendekatan Pembelajaran Matematika 1. Hakekat Matematika Apa matematika itu? Jawaban yang paling populer adalah ilmu yang abstrak. Tetapi masih banyak nama atau pengertian lain tentang matematika, seperti ratunya ilmu, ilmu strukturalistik, ilmu bahasa, dsb. Bahkan akhir-akhir ini berkembang pandangan bahwa matematika itu bukan tentang bilangan, tetapi matematika sebagai aktivitas manusia Devlin (Darhim, 2006). 4
5 Karena matematika itu abstrak, maka untuk memahaminya memerlukan daya abstraksi serta kemampuan yang memadai. Ini akan menjadi masalah ketika peserta didik yang akan mempelajarinya belum mampu berfikir abstrak. Oleh karena itu, perlu upaya agar siswa yang belum mampu berfikir abstrak, mampu memahami matematika. Vakil (Darhim, 2004) memandang matematika sebagai ratu yang anggun dan cantik. Bahkan matematika semakin anggun dan cantik dihadapan para pengemarnya. Benarkah? Tetapi sayang bagi sebagian orang, matematika sering menyusahkan, memperdayakan, dan menakutkan (Ruseffendi, 1988). Matematika kadang kala mengakibatkan seseorang menjadi minder dan frustrasi untuk mendekati, memahami, dan mencintainya lebih jauh. Hal ini boleh jadi akibat sifat sang ratu yang cantik dan anggun tersebut, sehingga bagi orang yang tidak tinggi rasa percaya dirinya atau tidak tahu cara mendekati dan cara memahaminya akan menjadi batu sandungan. Apakah ini tidak terjadi pada diri Anda? 2. Pendekatan Pembelajaran Matematika Ada empat macam pendekatan pembelajaran matematika menurut Treffers (1991), yaitu: pendekatan mekanistik, empiristik, strukturalistik, dan realistik. Pendekatan mekanistik lebih mengedepankan pada latihan keterampilan dan penggunaan rumus dalam belajar matematika. Pendekatan empiristik, pembelajaran lebih diarahkan kepada pengalaman nyata secara empiris dan pembelajaran cenderung dengan cara informal. Perasaan dalam melakukan kajian materi matematika, masuk ke dalam pembelajaran model ini. Pendekatan strukturalistik, pembelajaran lebih diarahkan pada aspek keilmuan matematika yang deduktif formal. Sedangkan pendekatan realistik, pembelajaran diawali dengan fenomena-fenomena nyata (mungkin empiristik) baru dilanjutkan secara bertahap pembelajaran diarahkan ke aspek deduktif formal. Sedikit tentang pendekatan realistik. Pendekatan ini dikembangkan di Belanda sekitar 36 tahun lalu (sekitar tahun 1970-an) dan dikenal dengan nama Realistic Mthematics Education (RME). Pendekatan ini bermula dari pandangan Freudenthal (Gravemeijer, 1994) bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan berhubungan dengan realitas. Bertolak dari pandangan itu, matematika dikembangkan dengan menggunakan lima karakteristik, yaitu: menggunakan masalah kontekstual, 5
6 menggunakan pemodelan, menggunakan kontribusi siswa, terjadi interaktivitas dalam pembelajaran, dan terintegrasi dengan pembelajaran lain (Darhim, 2004). Pendekatan inilah yang sekarang menjadi salah satu isue pembelajaran matematika di tanah air dan beberapa negara. Di Amerika Serikat dikenal Mathematics in Contex (MiC), di Singapore disebut Mathematics in Action (MiA), dan di tanah air disebut Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI). 3. Matematika Bagaikan Gunung Es Coba bayangngkan gunung es di lautan luas. Yang nampak ke permukaan mungkin tak sebesar yang ada di bawah permukaan air. Ini masuk akal karena jika yang di atas permukaan air lebih besar maka gunung es tersebut tidak akan seimbang. Demikian pula dengan matematika, yang nampak ke permukaan adalah yang abstraknya saja dan jumlahnya sedikit. Bagian yang tidak nampaknya lebih besar dan ini harus diungkap agar terjadi transformasi pengetahuan berlandaskan dunia nyata. Sebagai contoh, pada topik penjumlahan = (misalnya). Prosedur yang mungkin paling melekat untuk menjumlahkan 47 dengan 28 adalah cara vertikal. Itulah yang sering nampak (ada di atas permukaan air kata gunung es tadi). Tetapi, apakah hanya cara itu? Kita sering tak peduli untuk mengungkap yang belum nampak (di bawah permukaan air kata gunung es tadi). Masih banyak yang belum nampak yang dapat dijadikan sebagai titik awal mengembangkan pembelajaran penjumlahan dua bilangan tersebt. Yang belum nampak itulah yang mungkin justru merupakan cara yang paling mudah untuk memahami penjumlahan tersebut. Untuk contoh di atas, penjumlahan 47 dengan 18 dapat dilakukan dengan menggunakan model blok Dienes, dengan garis bilangan, dengan memecah bilangan yang dijumlahkan, dengan menghitung maju, dan sebagainya. Dapatkah Anda melakukannya? 6
7 GUNUNG ES MATEMATIKA 4. Tiga Prinsip Pembelajaran Matematika Dalam pembelajaran matematika yang berkembang beberapa tahun belakangan dikenal tiga prinsip pembelajaran, yaitu: (1) guided reinvention dan progressive mathematizing, matematika harus dipelajari dengan menggunakan model penemuan melalui matematisasi horizontal dan vertikal. Matematisasi horizontal bersifat informal, sedangkan matematisasi vertikal bersifat formal. (2) didactical phenomenology, matematika harus diajarkan dengan cara-cara yang dikembangkan siswa dan diperkirakan mudah dipahami siswa. (3) self developed model, matematika harus dikembangkan dengan menggunakan pemodelan yang dikembangkan sendiri dari masalah kontekstual. C. Berfikir dalam Belajar Matematika Tipe berfikir dalam belajar matematika, ada empat macam: (1) Berfikir kongkrit. Mengajarkan matematika untuk untuk peserta didik yang berfikir masih kongkrit harus menggunakan perantara benda kongkrit, agar matematika yang dipelajarnya dapat dipahami. Misalnya dalam mempelajari luas permukaan tabung, harus diperlihatkan tabungnya, kemudian dibuka bidang-bidang sisinya, baru dihitung luas masing-masing sisinya sehingga diperoleh rumus luas permukaan tabung tersebut. (2) Berfikir Semi 7
8 kongkrit. Matematika akan dipahami peserta didik walaupun perantara yang digunakan dalam mempelajarinya adalah benda tiruan. Misalnya, dalam membuat diagram lambang populasi binatang di Jawa Timur (dalam statistik) lambang binatangnya dengan menggunakan gambar sudah cukup dan dapat dipahami peserta didik yang berfikirnya pada tahap ini. (3) Berfikir semi abstrak. Pada model berfikir ini matematika cukup diajarkan dengan perantara model berupa gambar, skema, atau lambang yang tak sebenarnya maupun tiruan. Misalnya, untuk menyatakan banyak binatang yang digembala dengan menggunakan batu yang dilakukan pengembala ternak zaman Romawi merupakan cara semi abstrak untuk memahami banyak binatang yang digembala masuk lagi kandang. (4) Berfikir abstrak. Bagi peserta didik yang telah mampu berfikir abtrak, matematika dapat dipahami walaupun tanpa perantara (alat peraga). Misalnya, dikerjakan dengan memecah salah satu bilangan dengan menggunakan prinsip matematisasi vertikal (dalam Realistic Mathematics Education) sebagai berikut: = (45 + 2) + 28 = 45 + (2 + 18) = = 65. Kalau pakai cara vertikal penjumlahan dua bilangan tersebut harus membawa (dan ini biasanya menyusahkan serta sering menimbulkan kesalahan). Dengan cara seperti di atas tidak ada lagi istilah membawa. Akibatnya struktur teori pengerjaan hitung matematika yang selama ini ada (menjumlah dengan membawa) berubah secara mendasar. Tentu masih banyak contoh lain yang dapat mengubah struktur teori matematika yang sekarang berlaku. Mari kita temukan inovasi-inovasi tersebut. D. Perubahan Pandangan terhadap Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika harus mampu mengubah pandangan tentang materi matematika, peserta didik, dan guru. 1. Pandangan terhadap Materi Matematika Materi matematika, tidak dipandang sebagai ilmu saja atau bidang kajian yang telah jadi dan disajikan dalam bentu akhir. Tetapi matematika harus dipandang sebagai suatu yang harus dikonstruksi sendiri oleh siswa dari masalah kontekstual. Masalah kontekstual tidak dipandang sebagai aplikasi matematika saja, tetapi justru digunakan 8
9 sebagai titik tolak untuk mengkonstruksi matematika itu sendiri dan sebagai aktivitas kehidupan. Materi seperi itulah yang disarankan dapat diakomodasi dalam Kurikulum 2006 yang sekarang sedang dirancang. Karena kurikulum itulah sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan perubahan paradigma pembelajaran matematika secara fundamental. Kurikulum merupakan bagian penting sistem pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu lembaga pendidikan. Di samping itu kurikulum merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui dan mengukur kualitas atau tingkat pengetahuan lulusan yang ingin dicapai oleh suatu lembaga pendidikan. Akan tetapi, ketercapaian hasil yang dicita-citakan itu yang tercermin dari kualitas lulusan juga dipengaruhi oleh banyak faktor lain, antara lain faktor kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajran yang baik dan benar. Kesesuaian masa studi dengan gap tingkat pengetahuan masukkan dan tingkat pengetahuan lulusan yang diinginkan juga merupakan sah saty faktor lain yang mepengaruhi ketercapaian hasil belajar yang dicitacitakan. Setiap lembaga pendidikan tentu mempunyai cita-cita agar para lulusannya bermanfaat dan mampu memanfaatkan diri dalam masyarakat. Bila cita-cita yang sesuai dengan harapan masyarakat ini diungkapkan dalam kalimat yang lebih lengkap kira-kira berbunyi: lulusan yang mampu berkontribusi positif di masyarakat dalam rangka mewujudkan kehidupan sejahtera bermartabat dan bertatanilai luhur, melalui pengamalan ilmu dan keahlian yang diperolehnya selama pendidikan. Cita-cita ini biasanya diungkapkan sebagai tujuan lembaga pendidikan tersebut. Oleh karena itu, tantangan utama yang dihadapi setiap lembaga pendidikan adalah bagaimana dan apa yang harus dilakukan, sehingga lulusannya mampu merealisasikan tujuan dan cita-cita tersebut. Hal tesebut sama berlaku untuk pendidikan sarjana matematika. 2. Pandangan terhadap Peserta Didik Peserta didik (siswa), tidak dipandang sebagai pihak yang mempelajari segala sesuatu yang telah jadi (dalam bentuk akhir), tetapi siswa harus dipandang sebagai pihak yang aktif mengkonstruksi konsep-konsep dan materi-materi matematika melalui 9
10 pemodelan yang dibuat sendiri oleh siswa dari suatu masalah (bila memungkinkan kontekstual). 4. Pandangan terhadap Guru Pandangan tentang guru, tidak dipandang sebagai pengajar, tetapi lebih dipandang sebagai pendamping dan teman dalam belajar yang tahu kapan waktunya yang tepat untuk dapat memberikan bantuan dan pengarahan kepada peserta didik. Untuk melaksanakan tugasnya itu guru dituntut keprofesiaonalannya. Hal itulah merupakan bagian yang diatur dalam UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Menurut UU Nomor 14 tahun 2005 tersebut, guru dipersyaratkan memiliki kualifikasi minimal D4 atau S1. Kenyataan di lapangan guru yang belum memiliki kualifikasi minimal D4 atau S1, jumlahnya sangat banyak. Dari sekitar 2,7 juta guru sekitar 1,6 juta belum memiliki kualifikasi di atas dan sebagian besar mereka adalah guru SD yang pada umumnya lulusan SPG, D1, dan D2. Untuk meng-upgrad guru tersebut, peperintah melalui UU Nomor 14 tahu 2005 mencanangkan pendidikan kualifikasi. Terkait dengan guru sebagai petugas profesional, kualifikasi pendidik merupakan istilah yang dipenuhi guru sebagai persyaratan menjadi pendidik. Hal tersebut sesui ketentuan UU No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 8 bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik minimal bagi seorang guru menurut pasal 9 undang-undang tersebut diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau diploma empat (D4). Untum memenuhi tuntutan undang-undang tersebut pemerintah mencanangkan pendidikan kualifikasi dan profesi bagu guru dalam jabatan. Melalui pendidikan kualifikasi dan profesi diharapkan kompetensi guru (khususnya guru matematika) dapat dicapai secara optimal. Dengan demikian tantangan yang dihadapi dapat dirumuskan dengan lebih sederhana, yaitu pengalaman apa yang harus diberikan kepada mahasiswa selama pendidikannya, sehingga profil atau kompetensinya dapat berkembang dari profil lulusan SMA atau belum sarjana menjadi profil sarjana matematika yang dicita-citakan. 10
11 Ada tiga pertanyaan yang perlu dijawab secara jujur dan direalisasikan dalam pembelajaran, agar pandangan pembelajaran yang dikemukakan di atas dapat terwujud. Pertanyaan dimaksud adalah: (1) Sejauh mana materi matematika dapat dimunculkan dari lingkungan sekitar peserta didik? (2) Sejauh mana para peserta didik dapat mengubah budaya minta disuapi, menjadi sosok yang mampu bekerja dan berfikir matematika? (3) Apakah para guru siap untuk mengubah keyakinan dan perannya bahwa mengajar matematika adalah membimbing peserta didik untuk bekerja dan berfikir matematika? Di samping tiga pandangan di atas, terjadi pula perubahan pandangan terhadap penilaian dalam matematika. Pola evaluasi pun menurut pandangan pembelajaran yang berkembang beberapa tahun belakangan ada sedikit pergeseran dan lebih cenderung disebut assessment (penilaian proses). Pergeseran dimaksud, antara lain: (1) Tujuan utama penilaian adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran, bukan hanya untuk menilai hasil belajar; (2) Penilaian harus lebih mengukur apa yang diketahui peserta didik, daripada mengukur yang tidak diketahui; (3) Penilaian harus mampu mengukur seluruh aspek tujuan (tingkat rendah, tengah, dan tinggi); (4) Penilaian jangan hanya terpaku berupa skor kognitif, tetapi perhatikan aspek afektif dan psikomotorik; (5) Instrumennya harus praktis; (6) Ajukan pertanyaan yang mampu mengungkap potensi siswa. Misalnya dengan pertanyaan open ended. Pertanyaan: Jam berapa Anda belajar? Ubah menjadi pertanyaan: Kapan Anda belajar? Jawaban pertanyaan terakhir mengungkap potensi siswa dan jawabanya bisa tidak tunggal; (7) Format pertanyaan dapat berupa pertanyaan terbuka-tertutup, terbuka-terbuka, terbuka respons diperluas, atau pertanyaan uraian. Daftar Pustaka Bell, F.H. (1978). Teaching and learning mathematics in secondary schools. Iowa: Wm. C. Brown Company Publishers. Darhim. (2004). Pengaruh pembelajaran matematika kontekstual terhadap hasil belajar dan sikap siswa sekolah dasar kelas awal.. Disertasi. Sekolah Pascasarjana UPI Bandung. 11
12 Darhim. (2006). Makalah peningkatan profesinalisme pendidik pesca berlakunya undang-undang guru dan dosen. Seminar Nasional di Universitas Muhammadiyah Makassar, Tanggal 2 Mei DEPDIKBUD. (1994). Kurikulum pendidikan dasar. Jakarta: DEPDIKBUD. Gravemeijer, K.P.E. (1994). Developing realistic mathematics education. Utrecht: CD-β Press, Freudenthal Institute. Marsigit. (2000). Empirical evidence of Indonesian styles of primary teaching. Paper presented at the ICME conference, Hiroshima Japan. Mullis, I.V.S., Martin, M.O., Gonzalez, E.J., Gregory, K.D., Garden, R.A., O'Connor, K.M., Chrostowski, S.J., dan Smith, T.A. (2000). TIMSS 1999: International mathematics report. Boston: The International Study Center, Boston College, Lynch School of Education. Ruseffendi, E.T. (1988). Pengantar kepada membantu guru mengembangkan kompetensinya dalam pengajaran matematilia untuk meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Soedjadi, (2000). Kiat-kiat pendidikan matematika di Indonesia. Jakarta: DIRJEN DIKTI DEPDIKBUD, Sumarmo, U. (1999a). Pengembangan model pembelajaran matemalika untuk meningkatkan keterampilan intelektual tingkat tinggi siswa Sekolah Dasar. Laporan Penelitian. Bandung: FPMIPA IKIP Bandung. Sumarmo, U. (I 999b). Implementasi kurikulum matematika 1994 pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Laporan Penelitian. Bandung: FPMIPA IKIP Bandung. Treffers, A. (1991). Realistic mathematics education in the Netherlands In L. Streefland (Ed.). Realistic mathematics education in primary school. Utrecht: CD-β Press, Freudenthal Institute. 12
PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR KELAS AWAL
PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR KELAS AWAL Darhim (FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia) Abstrak Penelitian ini adalah eksperimen dengan kontrol.
Lebih terperinciPengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar
Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar Darhim (Universitas Pendidikan Indonesia) Abstrak Penelitian ini adalah eksperimen dengan kontrol. Kelompok eksperimen
Lebih terperinciPENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL TERHADAP SIKAP SISWA SEKOLAH DASAR
PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL TERHADAP SIKAP SISWA SEKOLAH DASAR Darhim (FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia) Abstrak Sikap siswa terhadap matematika perlu diungkap karena terdapat dukungan
Lebih terperinciAntara Realistic Mathematics Education (RME) dengan Matematika Modern (New Math)
Antara Realistic Mathematics Education (RME) dengan Matematika Modern (New Math) Darhim Hamzah 1 Abstrak: The implementation of new mathematics for about 29 years in Indonesia is still in doubt to increase
Lebih terperinciANTARA REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)
ANTARA REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DENGAN MATEMATIKA MODERN (NEW MATH) (Suatu kajian perbandingan dalam pembelajaran) oleh Darhim dan Hamzah *) Abstrak: The implementation of new mathematics
Lebih terperinciPEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR
PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR Martianty Nalole Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo Abstract : Study of reduction through approach
Lebih terperinciPERMAINAN MATEMATIKA SEBAGAI LATIHAN UNTUK MENUMBUHKAN MINAT TERHADAP MATEMATIKA
PERMAINAN MATEMATIKA SEBAGAI LATIHAN UNTUK MENUMBUHKAN MINAT TERHADAP MATEMATIKA Oleh: Darhim [Dosen Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung] Abstrak: Sering didengar bahwa matematika adalah ratunya ilmu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber daya manusia yang mempunyai pemikiran kritis, kreatif, logis, dan sistematis serta mempunyai kemampuan bekerjasama secara efektif sangat diperlukan di
Lebih terperinciPENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENUMBUHKEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA
PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENUMBUHKEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA Al Jupri, S.Pd. Kartika Yulianti, S.Pd. Jurusan Pendidikan Matematika
Lebih terperinciMatematika Modern Versus Matematika Realistik
Matematika Modern Versus Matematika Realistik A. Latar Belakang Masalah Oleh: Endang Mulyana Th. 2003 Pemberlakuan Kurikulum tahun 1975 di tiap tingkatan sekolah, mulai Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Matematika Para ahli _naeaclefinisikan tentang matematika antara lain; Matematika adalah bagian pengetahuan manusia tentang bilangan dan kalkulasi (Sujono, 1988);
Lebih terperinciPEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI SUATU PENDEKATAN
PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI SUATU PENDEKATAN Drs. Darhim, M.Si. *) Abstrak: Sering didengar bahwa matematika adalah ratunya ilmu. Tetapi tidak jarang banyak kalangan yang minder terhadap
Lebih terperinciPEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)
PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) Oleh : Iis Holisin Dosen FKIP UMSurabaya ABSTRAK Objek yang ada dalam matermatika bersifat abstrak. Karena sifatnya yang abstrak, tidak jarang guru maupun siswa
Lebih terperinciMengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik
Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Diselenggarakan oleh FMIPA UNY Yogyakarta
Lebih terperinciPENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR
PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR Rini Setianingsih Jurusan Matematika, FMIPA, Unesa ABSTRAK. Salah satu pendekatan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.
11 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pemahaman Konsep Matematika Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat, sedangkan konsep berarti suatu rancangan. Dalam matematika,
Lebih terperinciMAKALAH. Oleh: R. Rosnawati, dkk
MAKALAH PELATIHAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) BAGI GURU-GURU SEKOLAH DASAR SELAIN MITRA TIM PMRI UNY Oleh: R. Rosnawati, dkk Dibiayai oleh
Lebih terperinciKAJIAN FILOSOFIS EDUKATIF PENDEKATAN PEMBELAJARAN RME (REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION) DI INDONESIA
KAJIAN FILOSOFIS EDUKATIF PENDEKATAN PEMBELAJARAN RME (REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION) DI INDONESIA Himma Ikrimah, Riawan Yudi Purwoko Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo
Lebih terperinciInfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013
InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol, No., Februari 0 PENDEKATAN ICEBERG DALAM PEMBELAJARAN PEMBAGIAN PECAHAN DI SEKOLAH DASAR Oleh: Saleh Haji Program Pascasarjana
Lebih terperinciKAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME
KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME 1. Teori Belajar dari Bruner Menurut Bruner (dalam Ruseffendi, 1988), terdapat empat dalil yang
Lebih terperinciPEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) Yuniawatika Yuniawatika.fip@um.ac.id Dosen KSDP FIP Universitas Negeri Malang Abstrak: Ketika mendengar matematika,
Lebih terperinciEdisi Khusus No. 2, Agustus 2011
PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERFIKIR SISWA DI TINGKAT SEKOLAH DASAR Oleh: Evi Soviawati ABSTRAK Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik
Lebih terperinciPELATIHAN PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA MENGACU PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) BAGI GURU-GURU SMP DI YOGYAKARTA
PELATIHAN PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA MENGACU PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) BAGI GURU-GURU SMP DI YOGYAKARTA Abstrak R. Rosnawati, M.Si., Atmini Dhoruri, MS, Edi Prajitno,
Lebih terperinciPENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN RELEVANSINYA DENGAN KTSP 1. Oleh: Rahmah Johar 2
PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN RELEVANSINYA DENGAN KTSP 1 Oleh: Rahmah Johar 2 PENDAHULUAN Di dalam latar belakang dokumen Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran
Lebih terperinciSIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK
SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK Hongki Julie, St. Suwarsono, dan Dwi Juniati Staf pengajar di Universitas Sanata Dharma,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan pembangunan negara saat ini tidak terlepas dari mutu SDM-nya. Salah satu hal yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan mutu SDM adalah pendidikan.
Lebih terperinciPenguasaan dan pengembangan Ilmu
0 Jurnal Pendidikan Sains, Volume, Nomor, Desember 0, Halaman 0- Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Matematika Realistik pada Materi Himpunan di SMP Taufik Pendidikan Matematika-Pascasarjana
Lebih terperinciKata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis
Abstrak. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Sungguminasa melalui pembelajaran matematika melalui
Lebih terperinciMenumbuhkembangkan Berpikir Logis dan Sikap Positif terhadap Matematika melalui Pendekatan Matematika Realistik
Menumbuhkembangkan Berpikir Logis dan Sikap Positif terhadap Matematika melalui Pendekatan Matematika Realistik Sahat Saragih Department of Mathematics, Science Faculty, State University of Medan, Jalan
Lebih terperinciMENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK Oleh: Dian Usdiyana 1, Tia Purniati 1, Kartika Yulianti 1, dan Eha Harningsih 2 1 Dosen Jurusan Pendidikan Matematika
Lebih terperinciOleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PADA MATERI RELASI DAN FUNGSI DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK SISWA KELAS VIII SEMESTER I Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS
BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pembelajaran Matematika Realistik a. Pengertian matematika realistik Pembelajaran matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran
Lebih terperinciPEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK
PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK MANGARATUA M. SIMANJORANG Abstrak Konstruktivis memandang bahwa siswa harusnya diberi kebebasan dalam membangun sendiri pengetahuannya. Salah satu pendekatan pembelajaran
Lebih terperinciMENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK
Lebih terperinciPembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata
Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata oleh : Wahyudi (Dosen S1 PGSD Universitas Kristen Satya Wacana) A. PENDAHULUAN Salah satu karakteristik matematika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya para siswa di tingkat pendidikan Sekolah Dasar hingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang wajib dipelajari oleh setiap siswa pada jenjang pendidikan manapun. Di Indonesia khususnya para
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, dimana pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin, dan
Lebih terperinciBAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
11 BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Siswa Sekolah Dasar pada umumnya berusia 7 sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan lanjutan serta suatu alat untuk mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia. Lebih lanjut matematika dapat memberi bekal kepada siswa. matematika siswa secara umum belum menggembirakan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang mempunyai peranan penting dalam upaya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sampai batas tertentu matematika
Lebih terperinciPENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MELALUI PENDEKATAN PMR DALAM POKOK BAHASAN PRISMA DAN LIMAS. FMIPA UNP,
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MELALUI PENDEKATAN PMR DALAM POKOK BAHASAN PRISMA DAN LIMAS Vivi Utari 1), Ahmad Fauzan 2),Media Rosha 3) 1) FMIPA UNP, email: vee_oethary@yahoo.com 2,3) Staf Pengajar
Lebih terperinciHusen Windayana. Kata Kunci: Pembelajaran Matematika Kontekstual, Kelompok Permanen, Kelompok Tidak Permanen, Penalaran, Komunikasi Matematik.
PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL KELOMPOK PERMANEN DAN TIDAK PERMANEN DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SEKOLAH DASAR Husen Windayana ABSTRAK Penelitian ini mengkaji
Lebih terperinciKURIKULUM MATEMATIKA TAHUN 1984 DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK. Tatang Herman
KURIKULUM MATEMATIKA TAHUN 1984 DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK Tatang Herman 1. Pendahuluan Sejak Indonesia merdeka telah terjadi beberapa perubahan atau penyempurnaan kurikulum pendidikan formal
Lebih terperinciBAB I A. Latar belakang Masalah
BAB I A. Latar belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembentukan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia dalam menghadapi kemajuan zaman. Masalah pendidikan
Lebih terperinciP 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii
P 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii Dian Septi Nur Afifah STKIP PGRI Sidoarjo email de4nz_c@yahoo.com ABSTRAK Objek matematika merupakan sesuatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam setiap jenjang pendidikan, merupakan ilmu universal yang mendasari teknologi modern, mempunyai peranan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hayat.
Lebih terperinciSILABUS DAN SAP PERKULIAHAN MATA KULIAH KONSEP DASAR MATEMATIKA
SILABUS DAN SAP PERKULIAHAN MATA KULIAH KONSEP DASAR MATEMATIKA Mata Kuliah : Bilangan Kode : GD 514 Bobot : 3 sks Tingkat/Semester : III/6 Mata Kuliah Prasyarat : Konsep Dasar Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
Lebih terperinciSILABUS. MATA KULIAH : BILANGAN KODE : GD 517 BOBOT : 3 sks TINGKAT/SEMESTER : III/6 UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KAMPUS CIBIRU 2014
SILABUS MATA KULIAH : BILANGAN KODE : GD 517 BOBOT : 3 sks TINGKAT/SEMESTER : III/6 UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KAMPUS CIBIRU 2014 I. Identitas Mata Kuliah Mata Kuliah : Bilangan Kode : GD 514 Bobot
Lebih terperinciP-34 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK
P-34 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK Nila Kesumawati (nilakesumawati@yahoo.com) FKIP Universitas PGRI Palembang ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciPendekatan Realistik dalam Pembelajaran Matematika
Pendekatan Realistik dalam Pembelajaran Matematika Yuhasriati 1 1 Dosen Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unsyiah Abstrak Matematika pada hakikatnya matematika merupakan suatu ilmu yang didasarkan
Lebih terperinciPENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK: SEJARAH, TEORI, DAN IMPLEMENTASINYA. Al Jupri Universitas Pendidikan Indonesia
PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK: SEJARAH, TEORI, DAN IMPLEMENTASINYA Al Jupri Universitas Pendidikan Indonesia e-mail: aljupri@upi.edu ABSTRAK Artikel ini menguraikan tiga hal pokok mengenai Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kunci utama kemajuan bangsa. Pendidikan yang berkualitas akan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada peningkatan
Lebih terperinciKONSEP SAMA DENGAN PADA PENJUMLAHAN DI SEKOLAH DASAR DAN PEMBELAJARANNYA Sugiman FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta
Kode Makalah PM-4 KONSEP SAMA DENGAN PADA PENJUMLAHAN DI SEKOLAH DASAR DAN PEMBELAJARANNYA Sugiman FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Abstrak Ada dua ragam makna sama dengan pada penjumlahan secara kontekstual
Lebih terperinciINTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PMRI. Makalah dipresentasikan pada. Pelatihan PMRI untuk Guru-Guru SD di Kecamatan Depok dalam rangka
INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PMRI Makalah dipresentasikan pada Pelatihan PMRI untuk Guru-Guru SD di Kecamatan Depok dalam rangka Pengabdian Pada Masyarakat Pada tanggal 14 15 Agustus 2009 di FMIPA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Abas Hidayat, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam proses pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan
Lebih terperinciLEMBAR KERJA SISWA PADA MATERI HIMPUNAN BERBASIS PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK SISWA SMP/MTs
LEMBAR KERJA SISWA PADA MATERI HIMPUNAN BERBASIS PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK SISWA SMP/MTs Nurul Arfinanti ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Penelitian ini
Lebih terperinciPEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL Jozua Sabandar
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL Jozua Sabandar PENDAHULUAN Pembelajaran matematika di sekolah akhir-akhir ini menunjukkan kecenderungan akan pendekatan pembelajaran yang bernuansa konstruktifisme.
Lebih terperinciPEMBELAJARAN PMRI. Oleh Muhammad Ridhoni (Mahasiswa Magister Pend. Matematika Universitas Sriwijaya, Palembang)
PEMBELAJARAN PMRI Oleh Muhammad Ridhoni (Mahasiswa Magister Pend. Matematika Universitas Sriwijaya, Palembang) Pendahuluan Kebanyakan pembelajaran yang dilaksanakan di kelas masih bersifat konvensional,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang peranan penting. Suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan jika pendidikan dalam negara tersebut
Lebih terperinciP2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 3, No. 1, Mei 2016
ANALISIS PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PMRI PADA SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG 1) Nelly Fitriani, 2) Anik Yuliani 1) Nhe.fitriani@gmail.com, 2) Anik.yuliani070886@yahoo.com 1, 2) Program Studi
Lebih terperinciPEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) A. Pendahuluan Oleh: Atmini Dhoruri, MS Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu
Lebih terperinciPERAN GURU REALISTIK DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER DAN KONSTRUKSI PENGETAHUAN MATEMATIS SISWASD
PERAN GURU REALISTIK DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER DAN KONSTRUKSI PENGETAHUAN MATEMATIS SISWASD Eka Zuliana PGSD FKIP Universitas Muria Kudus zulianaeka@yahoo.co.id ABSTRAK Studi penelitian PISA dan TIMSS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama manusia sepanjang hayat. Sejak lahir manusia memerlukan pendidikan sebagai bekal hidupnya. Pendidikan sangat penting sebab tanpa
Lebih terperinciPENGEMBANGAN PERANGKAT PENGAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMR BERBANTUAN CD INTERAKTIF PADA MATERI PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL KELAS VII
ISSN 2502-5872 M A T H L I N E PENGEMBANGAN PERANGKAT PENGAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMR BERBANTUAN CD INTERAKTIF PADA MATERI PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL KELAS VII Ikin Zaenal Mutaqin SMP Negeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for problems (Gravemeijer,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah melakukan berbagai macam upaya dalam meningkatkan kualitas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas maka dari itu sudah sejak lama pemerintah telah melakukan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir dan kemampuan dalam memecahkan masalah, terutama dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) yang demikian pesat telah membawa banyak perubahan budaya manusia. Dengan memanfaatkan perkembangan IPTEKS,
Lebih terperinciPESTA ULANG TAHUN DAN MODEL PERMEN BATU MEMBANTU MEMPERJELAS KONSEP IRISAN DUA HIMPUNAN. Taufik 1
PESTA ULANG TAHUN DAN MODEL PERMEN BATU MEMBANTU MEMPERJELAS KONSEP IRISAN DUA HIMPUNAN Taufik 1 Abstrak Pembelajaran matematika yang bermakna sudah banyak dilakukan guru. Tetapi masih banyak siswa yang
Lebih terperinciPembelajaran Materi Bangun Datar melalui Cerita menggunakan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Di Sekolah Dasar
234 JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN, VOLUME 18, NOMOR 2, OKTOBER 2011 Pembelajaran Materi Bangun Datar melalui Cerita menggunakan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Di Sekolah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan potensi yang ada pada manusia tersebut. Pendidikan adalah usaha sadar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting, sebab melalui pendidikan dapat dibentuk kepribadian anak. Pendidikan juga merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk membangun bangsa. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut Puspendik (2012: 2), kualitas
Lebih terperinciPemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh
Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME Oleh: Lailatul Muniroh email: lail.mpd@gmail.com ABSTRAK Pembelajaran matematika dengan pendekatan RME memberi peluang pada siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuan
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Asikin, M. (2001). Komunikasi Matematika dalam RME. Makalah. Yogyakarta: Seminar Nasional RME di Universitas Sanata Dharma.
107 DAFTAR PUSTAKA Ali, D.S. (2007). Pembelajaran Matematika Realistik melalui Kelompok Kecil untuk Mengembangkan Kemampuan Siswa SMP dalam Pemecahan Masalah Matematik. Tesis. Bandung: SPS UPI. Ansari,
Lebih terperinciDampak Pendidikan Matematika Realistik terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP Oleh: Sugiman 1 dan Yaya S.
Dampak Pendidikan Matematika Realistik terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP Oleh: Sugiman 1 dan Yaya S. Kusumah 2 Abstrak Penelitian kuasi eksperimen ini bertujuan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan dasar dari ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting untuk dipelajari. Hal ini ditegaskan oleh Suherman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang berkualitas sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya manusia yang cerdas serta mampu berpikir kritis di era globalisasi. Salah satunya dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teknologi. Ini berarti sampai batas tertentu matematika perlu dikuasai baik
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di zaman modern seperti sekarang ini, matematika sebagai salah satu ilmu dasar mempunyai peranan yang penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Ini
Lebih terperinciPendekatan PMRI sebagai Gerakan Literasi Sekolah dalam Pembelajaran Matematika
PRISMA 1 (2018) PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Pendekatan PMRI sebagai Gerakan Literasi Sekolah dalam Pembelajaran Matematika Wulida Arina
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pendidikan adalah hal paling penting dalam kehidupan yang merupakan salah satu kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan, serta sikap dan perilaku positif terhadap
Lebih terperinciPERANAN LEMBAR KEGIATAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN ARITMETIKA SOSIAL BERDASARKAN PENDEKATAN REALISTIK
PERANAN LEMBAR KEGIATAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN ARITMETIKA SOSIAL BERDASARKAN PENDEKATAN REALISTIK ** (Studi deskriptif di kelas 1-C SLTP Negeri 27 Bandung) Maulana Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dari berbagai studi, baik yang berskala internasional maupun nasional
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dari berbagai studi, baik yang berskala internasional maupun nasional menunjukan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat
Lebih terperinciPEMANFAATAN VIDEO TAPE RECORDER (VTR) UNTUK PEGEMBANGAN MATEMATIKA REALISTIK DI SMP
PEMANFAATAN VIDEO TAPE RECORDER (VTR) UNTUK PEGEMBANGAN MATEMATIKA REALISTIK DI SMP Di sampaikan pada Workshop Nasional Pembelajaran PMRI Untuk SMP/MTs Di Hotel Inna Garuda Yogyakarta sd 5 Nopember 2009
Lebih terperinciPERANAN LEMBAR KEGIATAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN ARITMETIKA SOSIAL BERDASARKAN PENDEKATAN REALISTIK
PERANAN LEMBAR KEGIATAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN ARITMETIKA SOSIAL BERDASARKAN PENDEKATAN REALISTIK (Studi deskriptif di kelas 1-C SLTP Negeri 27 Bandung) Maulana Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar memiliki kecerdasan, berakhlak mulia serta memiliki ketrampilan yang diperlukan sebagai
Lebih terperinciMajalah METODIKA, terbit di Jakarta, Edisi IV Oktober 2006
Majalah METODIKA, terbit di Jakarta, Edisi IV Oktober 2006 PEMANTAPAN KINERJA PENDIDIKAN MELALUI PROFESIONALISME GURU Oleh : Ki Supriyoko A. PENGANTAR Kinerja pendidikan nasional telah lama menunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan ini berisi gambaran pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, mengapa masalah ini diangkat menjadi bahasan penelitian, rumusan
Lebih terperinciUtami Murwaningsih Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo
EKSPERIMENTASI PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA KELAS VII SEMESTER GASAL SMP NEGERI SISWA 2 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi ini, tantangan yang dihadapi generasi muda semakin berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global. Berdasarkan hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini masalah pendidikan merupakan suatu hal yang memerlukan perhatian khusus baik dari pemerintah maupun masyarakat karena pada dasarnya kemajuan dan keberhasilan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hakekat Matematika Istilah matematika berasal dari Bahasa Yunani, mathein atau manthenein yang berarti mempelajari. Kata matematika juga diduga erat hubungannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, karena pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia dalam jangka panjang. Pendidikan juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
Lebih terperinciINTERAKTIVITAS SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMR DI SMK NEGERI SUMBERREJO BOJONEGORO
INTERAKTIVITAS SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMR DI SMK NEGERI SUMBERREJO BOJONEGORO Sriatun SMK Negeri Sumberrejo Raya Kayulemah No 184 Km 3/10 Sumberrejo, Bojonegoro sriatunbjn@yahoo.co.id
Lebih terperinciMENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI
MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI Carolin Olivia 1, Pinta Deniyanti 2, Meiliasari 3 1,2,3 Jurusan Matematika FMIPA UNJ 1 mariacarolineolivia@gmail.com,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya (Fa turrahman dkk,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan semua manusia di dunia ini, baik anakanak dan orang dewasa, bahkan para orang tua juga masih membutuhkannya. Pendidikan dapat membuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang pendidikan merupakan salah satu upaya yang penting untuk menentukan pembinaan sumber daya manusia, dalam proses pembangunan manusia yang seutuhnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk dapat meningkat, hal ini seiring dengan makin berkembangnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil belajar matematika siswa Indonesia pada masa terakhir ini dituntut untuk dapat meningkat, hal ini seiring dengan makin berkembangnya kurikulum yang makin
Lebih terperinci