REKONSTRUKSI PEMBELAJARAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA MELALUI PENELITIAN TINDAKAN KELAS. Joko Santoso, M.Hum. Yayuk Eny Rahayu, M.Hum.

dokumen-dokumen yang mirip
Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan

PROGRAM PASCA SARJANA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Peningkatan Kemampuan Siswa Membaca Nyaring Melalui Metode Latihan Terbimbing di Kelas III SD Inpres Kantewu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang

pada Fakultas Sastra Universitas Andalas

LAPORAN PENELITIAN. Oleh : Yayuk Eny Rahayu, M. Hum. Ari Listyorini, M. Hum.

III. METODE TINDAKAN KELAS. dilaksanakan oleh guru dan siswa untuk melakukan perbaikan dan berdampak

BAB V PENUTUP. berdasarkan konteks pemakaian dibedakan atas istilah umum, dan istilah

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR BAHASA INDONESIA DENGAN PENERAPAN METODE KLOS SISWA KELAS VII-3 SMP NEGERI 29 MEDAN

PENERAPAN PERSPECTIVE ACTIONNELLE UNTUK

MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA MELALUI MODEL PROBLEM SOLVING LEARNING BERBASIS DISCOVERY PADA KELAS VII

Nama Mata Kuliah : Konsep Dasar Bahasa Indonesia Kode Mata Kuliah : KSD -224

SILABUS SEMANTIK DR413. Dr. H. Yayat Sudaryat, M.Hum. Hernawan, S.Pd., M.Pd. Haris Santosa Nugraha, M.Pd. PROSEDUR PELAKSANAAN PERKULIAHAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang sudah dilaksanakan, dapat disimpulkan hal-hal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian dilakukan dalam 2 (dua) siklus. Setiap siklus terdiri dari tiga kali

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KPK DAN FPB MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. pembelajaran dan berdampak pada peningkatan hasil belajar peserta didik,

jumlah siswa sebanyak 423, maka jumlah kelas terbagi menjadi 12 kelas.

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan untuk meningkatkan dan menyempurnakan proses pembelajaran.

BAB V PENUTUP. bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia pada karangan siswa kelas VII SMPN 2

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model materi ajar sintaksis

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.

Moh. Nurman Bagus Satrio Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia. Kata kunci: kalimat utama dalam paragraf, STAD

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA NYARING SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE LATIHAN KELAS III DI SDN NO. 180/I KEC. PEMAYUNG KAB. BATANGHARI ARTIKEL

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pada pokok bahasan segiempat sebagai berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI BEBAS DENGAN TEKNIK JURNAL PRIBADI SISWA KELAS VIII-B MTS SUNAN KALIJAGA SENDURO LUMAJANG TAHUN AJARAN 2013/2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DESKRIPSI DAN SILABUS MATA KULIAH SEMANTIK BI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN. PTK merupakan ragam penelitian pembelajaran yang berkonteks kelas yang

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu Pelaksanaan September Oktober November Ket 1 Penulisan Proposal 5 September 2012

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA

BAB III METODE PENELITIAN. yang memfokuskan pada proses belajar di kelas. Peserta didik menjadi subjek

I. PENDAHULUAN. selama ini pada semester ganjil tahun pelajaran menunjukan bahwa

KEMAMPUAN MENULIS SISWA MENGGUNAKANPENDEKATAN PEMBELAJARAN TERPADU MATA PELAJARANBAHASA INDONESIA PADA MIS ASSALAM MARTAPURA

FAKULTAS EKONOMI UNNES

DASAR- DASAR PENULISAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS. Oleh: Nurhidayati, M. Hum. FBS UNY

III. METODE PENELITIAN. Pembahasan pada bab ini akan difokuskan pada beberapa sub-sub yang berupa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mc Taggart, yang mengatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk refleksi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. PTK. Penelitian ini dilaksanakan dua siklus.

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA INDAH GEGURITAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW. Sunandar

Bandiyah Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia

Paket 11 PENGEMBANGAN SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan di

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan di SDN 1 Madajaya kelas IV

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika 2 Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Potensi Utama

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN ANALISIS KLAUSA MATA KULIAH SINTAKSIS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT

50 Media Bina Ilmiah ISSN No

Meningkatkan Kemampuan Menulis Permulaan Siswa Kelas II SDN Lalong Melalui Media Gambar Seri

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini diuraikan tentang hasil penelitian mengenai data-data yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengutamakan proses daripada hasil juga menggunakan angka-angka dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. PROSEDUR TINDAKAN. dilaksanakan oleh guru dan siswa untuk melakukan perbaikan dan berdampak

Mondang Syahniaty Elfrida Sinaga Guru Mata Pelajaran IPA SMP Negeri 1 Lubuk Pakam Surel :

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan

Laporan Kegiatan PPM Prodi Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

KONSTRUKSI SINTAKTIS NOMINAL DALAM BAHASA SUNDA

Gambar 3.1 Bagan Penelitian Tindakan Kelas

BAB III METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS. merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan

BAB III METODE DAN RENCANA PENELITIAN. yang dalam istilah Bahasa Inggris adalah Classroom Action Research (CAR),

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian, (5) metode pengumpulan data, (6) analisis data, dan (7) indikator

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan dari pelaksanaan

p BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dengan menerapkan model pembelajaran Modelling The Way pada materi

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI WACANA CERKAK MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN WACANA NONSASTRA BERBAHASA JAWA DENGAN METODE PQRST

BAB III METODE PENELITIAN. dengan jumlah siswa 35 orang yang terdiri dari 18 orang siswa laki-laki dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS

KEMAMPUAN MENYUSUN KARYA ILMIAH MAHASISWA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA. Oleh Selvianingsih Salilama Fatmah AR Umar Supriyadi

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INGGRIS MELALUI METODE ROLE PLAYING. Khoirul Huda

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI MELALUI METODE OBSERVASI. Mustakip

BAB 3 METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah Kemampuan Menulis Cerpen Siswa

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS MODUL DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP JAMUR

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT BERBANTUAN VCD DALAM MEMPERBAIKI AKTIVITAS BELAJAR IPA TERPADU SISWA KELAS IX-1 SMPN 1 PATUMBAK

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penulis melaksanakan penelitian di Sekolah Menengah Pertama Negeri 9

BAB III METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS. (PTK). Karena penelitian ini dilakukan untuk memecahkan masalah

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

Pelaksanaan Tindakan Siklus I. Merencanakan tindakan sesuai rencana : Tahap Pra Menulis Tahap Menulis Tahap Finalisasi. Belum Berhasil.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

REKONSTRUKSI PEMBELAJARAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA MELALUI PENELITIAN TINDAKAN KELAS Joko Santoso, M.Hum. Yayuk Eny Rahayu, M.Hum. A. Latar Belakang Masalah Penguasaan morfologi bahasa Indonesia merupakan salah satu syarat mutlak penguasaan tataran kebahasaan yang lebih luas, seperti penguasaan sintaksis dan wacana bahasa Indonesia. Di sisi lain, penguasaan morfologi bahasa Indonesia itu sendiri sangat tergantung pada pertimbangan-pertimbangan sintaktis dan wacana, di samping juga pertimbangan fonologis. Hal itu kiranya dapat dipahami oleh hampir semua pengajar bahasa dan ahli linguistik bahasa Indonesia mengingat titik sentral jaringan kalimat dalam suatu bahasa terletak pada fungsi predikat dan bentuk lingual yang mengisinya, yang tentu saja memiliki kategori, peran, dan kekohesian tertentu. Bentuk-bentuk lingual pengisi fungsi predikat, yang berkategori, peran, dan kohesi tertentu itu, memiliki ciri bentuk, makna, dan fungsi yang berbeda-beda. Bentuk-bentuk pengisi fungsi predikat yang memiliki ciri bentuk, makna dan fungsi yang berbeda-beda itu adalah kata. Dengan demikian dapat ditegaskan lagi bahwa penguasan morfologi suatu bahasa, dalam hal ini bahasa Indonesia, sangat menentukan penguasaan tataran kabahasaan berikutnya, seperti sintaksis dan wacana. Beberapa hal yang diduga merupakan penyebab rendahnya hasil pembelajaran tersebut di atas dapat diidentifikasi sebagai berikut. 1. mahasiswa peserta kuliah memiliki kemampuan awal yang berbeda-beda; dengan kata lain, mahasiswa peserta kuliah bersifat sangat heterogen daya paham dan aplikasinya; 2. penyelenggaraan kuliah morfologi bahasa Indonesia pada umumnya dilakukan dengan kuliah mimbar; 3. perkuliahan dilakukan terlalu cepat karena alokasi waktu perkuliahan yang teramat sempit jika dibandingkan dengan banyak dan luasnya materi morfologi; dengan kata lain, tempo perkuliahan tidak sesuai dengan kecepatan pemahaman mahasiswa 4. sarana dan prasarana perkuliahan kurang memadai; di antaranya tidak adanya diktat perkuliahan kecuali hanya sekadar handout yang serba terbatas; 5. model pembelajaran morfologi pada umumnya bersifat struktural dan lebih difokuskan pada aspek bentuk; 6. pembelajaran aspek makna, melalui analisis medan makna dan komponen makna, dalam rangka pembelajaran aspek bentuk dalam perkuliahan morfologi belum banyak mendapat perhatian; 7. sistem belajar mandiri kurang berkembang sehingga sebagian besar mahasiswa hanya mengandalkan perkuliahan di kelas; dan 8. materi perkuliahan kurang aktual; artinya, tidak dan atau belum disusun berdasarkan fenomena kebahasaan yang berlaku secara sinkronis. 1

9. Rendahnya pemahaman mahasiswa perihal identifikasi dan penafsiran makna afiks 10. Rendahnya pemahaman mahasiswa terhadap pemilahan kelas kata Beberapa permasalahan tersebut di atas kiranya merupakan alasan perlunya dilakukan rekonstruksi kuliah oleh dosen melalui penelitian tindakan. Sehingga akan diperoleh sistem pembelajaran morfologi yang tepat. Dengan kaji tindak diharapkan dosen dapat terlibat dalam usaha penelitian kolaboratif. Dengan demikian, dosen mendapatkan pemahaman yang lebih baik terhadap perubahan yang dihasilkan melalui rekonstruksi kuliah. Dengan kata lain, dosen pengampu akan memperoleh data empirik penyebab kegagalan pembelajarannya dan mampu merumuskan berbagai tindak perbaikan sesuai dengan sisi komponen mana yang dirasakan lemah atau menjadi penyebab kegagalannya. Pada gilirannya, akan diperoleh model atau sistem pembelajaran yang terbaik yang dapat dilakukan dalam pembelajaran lebih lanjut. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada lata belakang, fokus permasalahan penelitian adalah kompetensi morfologi mahasiswa PBSI yang dicapai melalui gabungan metode analisis kompenen dan medan makna. Dengan metode ini, diharapkan mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menguraikan makna-makna afiks dalam mata kuliah morfologi. Dengan demikian rumusan permasalah penelitian adalah sebagai berikut. a. Bagaimana upaya meningkatkan kompetensi teori morfologi khususnya yang berkaitan dengan afiks mahasiswa PBSI FBS UNY? b. Bagaimana upaya meningkatkan kompetensi praktik analisis makna afiks dalam mata kuliah morfologi mahasiswa PBSI FBS UNY? C. TUJUAN PENELITIAN 1. menemukan komponen-komponen pembelajaran yang menyebabkan rendahnya hasil pembelajaran morfologi bahasa Indonesia dan 2. melakukan tindakan kelas yang sesuai untuk meningkatkan pembelajaran morfologi bahasa Indonesia. D. KONTRIBUSI PENELITIAN 1. Hasil penelitian ini merupakan sumbangan guna memperkaya bukti empirik strategi pembelajaran morfologi bahasa Indonesia pada khususnya dan pembelajaran bahasa pada umumnya. 2. Hasil penelitian ini merupakan model yang dapat dipakai sebagai pertimbangan dalam pembelajaran morfologi bahasa Indonesia pada masa yang akan datang. E. METODE PENELITIAN Setting Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada semester khusus, Juli-Agustus 2006. 2

Penelitian ini dilaksanakan pada kelas perkuliahan Morfologi Bahasa Indonesia di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas Seperti PTK pada umumnya, penelitian ini dirancang atas siklus-siklus yang meliputi langkah (i) perencanaan, (ii) implementasi tindakan, (iii) observasi, dan (iv) refleksi. Teknik Pengumpulan Data Observasi (Pencatatan Kelas) Tes Diskusi Teknik Analisis Data Deskriptif (kualitatif) Validitas validitas demokratis (democratic validity) validitas proses (proces validity) validitas dialogis (dialogic validity). Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan proses dilihat dari perkembangan proses pembelajaran yang didasarkan atas temuan pada tahapan pemantauan. Indikator keberhasilan produk didasarkan atas keberhasilan mahasiswa dalam mengidentifikasi komponen makna masing-masing kata dan mengidentifikasi komponen makna yang dimiliki afiks yang merupakan ciri pembeda antarkata. F. Hasil Penelitian Permasalahan pokok yang dikaji dalam penelitian tindakan kelas ini adalah bagaimana cara meningkatkan kompetensi morfologi khususnya kemampuan dalam pemahaman makna afiks dalam bahasa Indonesia. Selengkapnya, berikut ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasan yang berkenaan dengan permasalahan pokok tersebut. 1. Persiapan dan Perencanaan Dalam persiapan dan perencanaan, kegiatan yang dilakukan adalah (1) mengidentifikasi masalah atau kendala yang dihadapi mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran morfologi, khususnya dalam pembentukan dan analisis kata, (2) mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah yang dihadapi mahasiswa dalam memahami makna afiks, dan (3) berdiskusi antarpeneliti dan kolaborator secara 3

sinergis untuk merencanakan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan dalam mengimplementasikan pendekatan pembelajaran morfologi Pada awal pembelajaran dilakukan tes untuk mengetahui tingkat pemahaman dan keterampilan mahasiswa dalam menafsirkan makna afiks. Tes awal ini diberikan dengan cara menyuruh mahasiswa untuk mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan makna afiks. Selanjutnya, dilakukan identifikasi dan diskusi mengenai berbagai kendala yang dialami mahasiswa dalam memahami makna afiks. Data tersebut diambil dari mahasiswa PBSI baik reguler maupun nonreguler. Dari data-data yang berhasil dikumpulkan pada tahap tersebut terungkap bahwa seluruh mahasiswa dalam menafsirkan makna afiks belum tepat, mereka hanya meraba-raba saja, bahkan tidak melihat konteks kalimatnya. Kesulitankesulitan masih mereka rasakan di antaranya kesulitan dalam menentukan makna afiks terutama pada afiks -i, mahasiswa tidak dapat membedakan makna afiks medan me-i, terutama yang berkaitan dengan makna lokatif, objektif dan lokatif objektif. Pada awal analisis disodorkan kata-kata dengan imbuhan me- (bagian A), kemudian dilanjutkan dengan kata-kata yang mengandung afiks gabung me-i (bagian B). Pada analisis bagian A, rata-rata mahasiswa dapat menjawab dengan baik, tetapi pada bagian B, mahasiswa menjawab dengan jawaban yang sama pada bagian A. Jadi, secara tidak disadari mahasiswa tidak mampu membedakan makna afiks me-, dan afiks gabung me-i, mahasiswa memberikan penafsiran yang sama pada kedua bentuk kata tersebut. Mahasiswa juga tidak mencermati proses terbentuknya kedua kata tersebut. Pasangan kata yang telah diberikan sebagai kata kunci, sama sekali diabaikan. Setelah diketahui masalah yang dihadapi mahasiswa dalam menafsirkan makan afiks belum tepat, mereka belum mengetahui dan memahami analisis komponen dengan teknik pasangan biner dalam menafsirkan makna afiks. Tahap sealnjutnya adalah merancang pelaksanaan pemecahan masalah dengan memanfaatkan pendekatan analisis komponen makna secara baik dalam proses pembelajaran morfologi guna meningkatkan kompetensi para mahasiswa. 4

Pada tahap ini dilakukan diskusi antara peneliti dan kolaborator secara sinergis untuk merencanakan tindakan implementasi pendekatan analisis komponen makna dalam pembelajaran morfologi pendekan analisis komponen makna. dalam pembelajaran morfologi dan penerapannya dalam praktik penafsiran dan pemahaman makna afiks pada siklus pertama dan disempurnakan dengan penerapan pendekatan pendekatan analisis komponen makna dan medan makna dalam pembelajaran morfologi khususnya pemahaman dan penafsiran makna afiks pada siklus kedua. 2. Implementasi Tindakan a. Siklus 1 1) Implementasi Perencanaan Tindakan Pada siklus pertama, pengajar memperkenalkan pendekatan analisis komponen makna sebagai salah satu strategi model dalam menafsirkan makna afiks. Dosen menyampaikan teori tentang pendekatan analisis komponen makna, kemudian mahasiswa mendiskusikannya di kelas dengan dipandu oleh dosen. Sebelum siklus pertama dilaksanakan, dilakukan observasi dan tes. Siklus pertama ini dilaksanakan pada semester genap yaitu awal Juli 2006 sampai dengan akhir September 2006, yaitu sebanyak sembilan kali pertemuan. 2) Pemantauan dan Evaluasi Tim peneliti dan kolabolator melakukan pemantauan terhadap pemberian tindakan yang dirinci dalam proses dan produk tindakan, sebagai dikemukakan berikut ini. (a) Keberhasilan Proses Melalui pemantauan terhadap jalannya proses pembelajaran diperoleh masukan sebagai berikut. Pada mahasiswa menampakan keantusiasan dalam pembelajaran morfologi dengan pendekatan analisis komponen makna dan medan makna. Meskipun demikian, tampak pula para mahasiswa mengalaimi berbagai masalah. Masalah-masalah tersebut antara lain kesulitan membedakan makna afiks secara spesifik dan tepat. Rata-rata mahasiswa tidak memperhatikan dengan 5

detail konteks kalimatnya, sehingga penafsirannya terkesan kabur. Hal ini, bisa disebabkan karena minimnya pengetahuan mahasiswa terhadap konsep sintaksis (tata kalimat), karena memang mata kuliah sintaksis belum mereka dapatkan.untuk itu, dosen selalu menjelaskan dan memberi bimbingan kepada mahasiswa dalam menafsirkannnya. Selain itu, mereka juga mengalami kesulitan dalam mengikuti diskusi tentang pembahasan pendekatan analisis komponen makna dan penererapannya dalam pembelajaran morfologi. Dalam mengikuti diskusi, sebagian besar siswa bersikap pasif dan hanya beberapa siswa yang bersikap aktif. Sikap pasif tersebut, tampaknya disebabkan oleh belum dipahami konsep penafsiran makna afiks dan pendekatan analisis komponen makna. Permasalahan tersebut dapat diatasi setelah dosen memberikan penjelasan tentang pendekatan analisis komponen makna dan memberikan motivasi serta arahan bahwa diskusi dan hasilnya sangat menentukan keberhasilan mereka dalam penafsiran makna afiks. Tindakan tersebut teryata dapat memberikan keberhasilan yang cukup baik. Para mahasiswa akhirnya menyadari pentingnya bertukar pikiran dan pengalaman dalam penafsiran dan pemahaman makna afiks. (b) Keberhasilan Produk Keberhasilan pemantauan yang dilakukan peneliti di lapangan tampak bahwa sebagian besar mahasiswa dapat mengikuti dengan baik semua kegiatan yang diselenggarkan. Praktik penafsiran makna afiks dengan pendekatan analisis komponen makna dapat diikuti dengan baik oleh mahasiswa. Setelah dilakukan tindakan pada siklus pertama, walaupun belum maksimal, hasilnya menunjukan bahwa kompetensi mahasiswa mengalami peningkatan seperti dikemukakan berikut ini. (1) Setelah diberi tindakan pada siklus pertama, nilai rata-rata hasil tes tertulis mengalami peningkatan. Hal itu dapat dilihat dari rata-rata pencapaian skor hasil tes mereka, yaitu dari 12-13 sebelum siklus pertama menjadi-24-25setelah tindakan pada siklus pertama. (2) Dari dua puluh siswa yang mengikuti mata kuliah ini, tidak ada yang tidak mengalami kenaikan sekor. 6

(3) Sebelum diberi tindakan pertama, rata-rata sekor tesnya 12, dengan sekor terendah 6 dan sekor tertinggi 19. Setelah diberi tindakan, yaitu pada siklus I, rata-rata sekor mengalami peningkatan menjadi 25 dengan sekor terendah 15 dan sekor tertinggi 35 Lebih jelasnya, secara lengkap data skor tes tertulis mahasiswa pada kondisi sebelum dan sesudah pemberian tindakan (pada siklus 1) dapat dilihat pada tabel 1 berikut. Tabel 1 Daftar Skor Hasil Tes Sebelum dan Sesudah Siklus 1 No. Noor Subjek Sebelum Siklus 1 Sesudah Siklus 1 1. D.1 9 18 2. D.2 6 15 3. D.3 8 19 4. D.4 9 19 5. D.5 9 20 6. D.6 12 25 7. D.7 13 29 8. D.8 14 30 9. D.9 8 25 10. D.10 12 24 11. D.11 13 25 12. D.12 18 35 13. D.13 15 25 14. D.14 16 29 15. D.15 19 33 16. D.16 12 28 17. D.17 12 28 18. D.18 15 29 19. D.19 14 33 Rarata 12,32 25,74 b. Siklus 2 1) Implementasi Perencanaan Tindakan Pada siklus kedua, sehubungan dengan masih rendahnya peningkatan kompetensi mahasiswa dalam menafsirkan makna afiks, dosen (peneliti) memutuskan untuk meningkatkan kompetensi tersebut dengan memberikan 7

kesempatan dan latihan lebih banyak dengan cara memberikan pembelajaran tertulis beberapa kata yang mengandung afiks dengan pendekatan analisis komponen makna dan medan makna pada siklus pertama. Untuk meningkatkan kompetensi penafsiran makna afiks dengan pendekatan analsis komponen makna dan medan makna, pada siklus kedua dilakukan kegiatan praktik pembelajaran berbentuk tes tertulis dan dibuat berdasarkan konteks kalimat untuk membedakan makna-makna afiks yang berdekatan. Kegiatan ini pada dasarnya pendalaman pembelajaran pada siklus pertama dan pendalaman analisis makna kata dengan pendekatan analisis komponen makna dan medan makna. Pada siklus kedua ini kegiatan langsung diarahkan pada pembelajaran pemahaman makna afiks dengan pendekatan analisis komponen makna dan medan makna melalui tahap-tahap yang ditentukan. Siklus kedua ini dilaksanakan pada akhir semester ganjil yaitu bulan Agustus 2006, sebanyak tujuh kali pertemuan. 2) Pamantauan dan Evaluasi Pada siklus kedua ini tim peneliti melakukan pemantauan terhadap pemberian tindakan yang juga dirinci dalam proses dan produk tindakan, sebagaimana dikemukakan sebagai berikut ini. (a) Keberhasilan Proses Melalui pemantauan terhadap jalannya proses pembelajaran diperoleh masukan sebagai berikut. Seperti pada siklus 1, mahasiswa menampakan keantusiasan dalam pembelajaran morfologi dengan pendekatan analisis komponen makna dan medan makna. Masalah yang dialami mahasiswa pada siklus ini antara lain masih mengalami kesulitan dalam membedakan makna afiks secara spesifik dan tepat. Namun hal itu terjadi secara terbatas pada jenis afiksasi tertentu. Hal itu disebabkan oleh masih rendahnya pengetahuan mahasiswa terhadap konsep sintaksis (tata kalimat), karena memang mata kuliah sintaksis belum mereka dapatkan. Untuk mengatasinya, dosen meningkatkan frekuensi pelatihan dan memperkaya contoh-contoh yang digunakan. 8

Pada saat mengikuti diskusi, sebagian besar siswa masih cenderung bersikap pasif dan hanya beberapa siswa yang bersikap aktif. Sikap pasif tersebut, tampaknya disebabkan oleh masih adanya keraguan dalam menerapkan konsep penafsiran makna afiks dan pendekatan analisis komponen makna. Namun demikian, setelah dosen memberikan penjelasan tentang pendekatan analisis komponen makna dan memberikan motivasi serta arahan bahwa diskusi dan hasilnya sangat menentukan keberhasilan mereka dalam penafsiran makna afiks, permasalahan tersebut dapat diatasi. Tindakan itu teryata dapat meningkatkan motivasi mahasiswa dalam berdiskusi atau berbagi pendapat. (b) Keberhasilan Produk Berdasarkan keberhasilan pemantauan yang dilakukan peneliti di lapangan tampak bahwa siklus kedua sebagian besar mahasiswa dapat mengikuti pembelajaran morfologi dengan pendekatan analisis komponen makna dan medan makna dengan baik. Setelah dilakukan tindakan pada siklus kedua, dapat diidentifikasikan bahwa para mahasiswa mengalami peningkatan kompetensi pemahaman makna afiks, seperti dikemukakan berikut ini. (1) Setelah diberi tindakan pada siklus pertama, nilai rata-rata hasil tes tertulis mengalami peningkatan. Hal itu dapat dilihat dari rata-rata pencapaian skor hasil tes mereka, yaitu dari 24-25 sebelum siklus kedua menjadi 36-37 setelah tindakan pada siklus kedua (2) Dari dua puluh siswa yang mengikuti mata kuliah ini, tidak ada yang tidak mengalami kenaikan sekor. (3) Sebelum diberi tindakan pertama, rata-rata sekor tesnya 24, dengan sekor terendah 15 dan sekor tertinggi 35. Setelah diberi tindakan, yaitu pada siklus II, rata-rata sekor mengalami peningkatan menjadi 37 dengan sekor terendah 30 dan sekor tertinggi 47 Lebih jelasnya, secara lengkap data skor tes tertulis mahasiswa pada kondisi sebelum dan sesudah pemberian tindakan (pada siklus II) dapat dilihat pada tabel 1 berikut. 9

Tabel 2 Daftar Skor Hasil Tes Sesudah Siklus 1 dan Sesudah Siklus 2 No. Nomor Subjek Setelah Siklus 1 Setelah Siklus 2 1. D.1 18 30 2. D.2 15 32 3. D.3 19 32 4. D.4 19 32 5. D.5 20 34 6. D.6 25 35 7. D.7 29 45 8. D.8 30 44 9. D.9 25 38 10. D.10 24 36 11. D.11 25 40 12. D.12 35 45 13. D.13 25 38 14. D.14 29 39 15. D.15 33 42 16. D.16 28 36 17. D.17 28 35 18. D.18 29 35 19. D.19 33 44 Rerata 25,74 37,47 3) Refleksi Berdasarkan hasil pemantauan, dalam refleksi, peneliti dan kolabolator telah melakukan analisis, sintesis, dan memaknai hasil tindakan kedua. Pada umumnya mahasiswa mengalami peningkatan kompetensi pembelajaran morfologi, khususnya pemahaman makna afiks. Dengan demikian, dapat disimpulkan pembelajaran morfologi, khususnya pemahaman makna afiks dengan metode analisis komponen makna dan medan makna diterapkan pada pembelajaran morfologi mahasiswa PBSI baik reguler maupun nonreguler pada semester 3 dapat dikatakan berhasil meningkatkan kompetensi mahasiswa dalam memahami dan menganalisis makna kata. Hal ini bisa ditunjukan dalam bagan berikut. 10

Tabel 3 Daftar Skor Hasil Tes Sebelum Siklus 1, Sesudah Siklus 1, dan Sesudah Siklus 2 No. Nomor Subjek Sebelum Siklus 1 Sesudah Siklus 1 Sesudah Siklus 2 1. D.1 9 18 30 2. D.2 6 15 32 3. D.3 8 19 32 4. D.4 9 19 32 5. D.5 9 20 34 6. D.6 12 25 35 7. D.7 13 29 45 8. D.8 14 30 44 9. D.9 8 25 38 10. D.10 12 24 36 11. D.11 13 25 40 12. D.12 18 35 45 13. D.13 15 25 38 14. D.14 16 29 39 15. D.15 19 33 42 16. D.16 12 28 36 17. D.17 12 28 35 18. D.18 15 29 35 19. D.19 14 33 44 Rerata 12,32 25,74 37,47 B. Pembahasan Berdasarkan data-data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pemantauan selama proses pembelajaran morfologi berlangsung, dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan melibatkan mahasiswa secara aktif dan langsung dalam proses analisis dan melaui tahapan-tahapan yang ada dalam pendekatan analisis komponen dan medan makna, mahasiswa merasa lebih senang dan antusias. Hal ini terjadi karena dalam setiap tahap analisis, mereka dapat bertukar pikiran dengan teman lain maupun dengan dosen. Berikut ini akan disajikan dalam tabel perihal proses penelitian. No Aspek Pengamatan 1. Penerapan model analisi komponen dan Deskripsi Hasil Pengamatan Kondisi awal Siklus 1 Siklus 2 Belum diterapkan Diterapkan dengan Diterapkan baik, semua dengan baik dan langkah terlaksana alokasi waktu 11

medan makna 2 Kondisi siswa dalam Proses Pembelajaran di Kelas Ramai, sebagian besar tidak perhatian, kurang terkontrol, asyik berbicara/bercanda sendiri, individual dalam dua kali pert. Tapi alokasi waktu belum baik Perhatian pada guru mesti tidak fokus, kadang ramai, belajar dalam kelompok dan terkontrol dosen mesti kurang maksimal, bebas posisi sudah semakin baik Perhatian terpusat pada dosen, ramainya berkurang, terkontrol baik 3 Kemampuan Siswa dalam Menulis 4 Kondisi Umum Kelas Ide belum berkembang, banyak salah tulis, kalimat kurang tertata, organisasi karangan kurang bagus Ramai tidak terkendali Ide mulai berkembang, analisis cukup baik, meski masih ada kesalahan, banyak kesalahan dalam identifikasi Kadang ramai tapi terkendali Ide makin berkembang, masih ada kesalahan sedikit Terkendali dan kondusif Dari tabel di atas dapat dilihat adanya perubahan hasil yang cukup menggembirakan dari kondisi awal hingga akhir penelitian (siklus 2). Adapun hasil yang berupa kemampuan menulis akan dideskripsikan sebagai berikut. Seperti tertera pada tabel 3 di atas, sebelum diberi tindakan rata-rata skor karangan tes mahasiswa 12-13 dengan skor terendah 6 dan sekor tertinggi 19 setelah diberi tindakan, yaitu pada siklus kedua, rata-rata skor mahasiswa mengalami peningkatan, yaitu 24 dengan skor terendah 15 dan skor tertinggi sebesar 37. Data-data tersebut mengandung makna bahwa kompetensi morfologi, khususnya dalam analisis makna kata telah mengalami peningkatan yang signifikan antara sebelum diberi tindakan dan sesudah diberi tindakan pertama atau kedua. Hal itu berarti bahwa penggunaan pendekatan analisis kmponen mkna dan medan makna pada siklus pertama dan kedua cukup memberikan peningkatan kompetensi orfologi mahasiswa. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa 12

penelitian tindakan ini telah mampu meningkatkan kompetensi analisis kata mahasiswa. Peningkatan skor kompetensi analisis kata pada mahasiswa yang menjadi subjek peneliti cukup besar apabila dilihat dari rata-rata peningkatan skor sebelum diberi tindakan, setelah diberi tindakan pada siklus pertama dan kedua. Dari kondisi sebelum diberi tindakan ke kondisi pemberian tindakan pada siklus pertama dapat dilihat dengan adanya peningkatan skor, yaitu dari (rata-rata) 12-13 menjadi (rata-rata) 24-25. dari kondisi pemberian tindakan pada siklus pertama ke kondisi pemberian tindakan pada siklus kedua dapat dilihat adanya peningkatan skor, yaitu dari 24-25 menjadi 37. Dengan demikian dapat diketahui dari kondisi sebelum pemberian tindakan ke kondisi setelah pemberian tindakan pada sikus pertama terjadi peningkatan sebesar 12 dan dari kondisi setelah pemberian tindakan pada siklus pertama ke kondisi setelah pemberian tindakan kedua terjadi peningkatan sebesar 12. Untuk lebih jelasnya perbandingan skor tes mahasiswa tersebut dan termasuk pula peningkatan pemerolehan skornya dapat dilihat pada tabel 3 di atas G. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, simpulan penelitian ini adalah sebagai berikut. Penerapan pendekatan analisis komponen makna dan medan makna pada pembelajaran morfologi, khususnya pemahaman makna kata yang mengandung afiks telah dapat meningkatkan efektifitas dan keterampilan mahasiswa dalam analisis makna kata. Indikasi keberhasilan ini terlihat dari meningkatnya kompetensi mahasiswa dalam analisis makna dan kesulitan mahasiswa dalam membedakan makna kata yang berdekatan dapat diatasi. Keberhasilan tersebut juga diindikasikan meningkatnya skor analisis makna kata pada mahasiswa morfologi sebelum diberi tindakan dengan setelah diberi tindakan pertama dan tidakan kedua. 13

DAFTAR PUSTAKA Allan, Keith. 1986. Linguistic Meaning. Vol. I. London: Routledge & Kegan Paul. Bauer, Laurie.1983. Introducing Linguistic Morphology. Edinburgh: Edinburgh University Press. Hockett, Charles A. 1958. A course in Modern Linguistics. New York: Macmillan. Kridalaksana, Harimurti. 1989. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia. Kridalaksana, Harimurti. 1994. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Lehrer, Adrienne. 1974. Semantic Fields and Lexical Structures. Amsterdam: North-Holland Publishing Company. Lyons, John. 1995. Linguistic Semantics: An Introduction. Cambridge: Cambridge University Press. Madya, S. (1994). Panduan Penelitian Tindakan. Yogyakarta: Lemlit IKIP Yogyakarta. Matthews, P.H. 1974. Morphology, an introduction to the theory of word structure. Cambridge: University Press. Nida, Eugene A. 1975. componential Analysis of Meaning: An Introduction to Semantic Structures. The Hague:Mouton. Ramlan, M. 1980. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif.Yogyakarta: U.P. Karyono. Subyakto-Nababan, Sri Utari. 1993. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sumardi, Muljanto. 1992. Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Ullmann, Stephen. 1972. Semantics: An Introduction to The Science of Meaning. Oxford: Basil Blackwell. 14

15