Studi Penentuan Aliran Hidrologi Metode Steepest Slope dan Lowest Height dengan Aster GDEMV2 dan Alos Palsar (Studi Kasus: Gunung Kelud, Jawa Timur)

dokumen-dokumen yang mirip
Studi Penentuan Aliran Hidrologi Metode Steepest slope dan Lowest height dengan ASTER GDEMV2 dan ALOS PALSAR (Studi Kasus: Gunung Kelud, Jawa Timur)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM

Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

ANALISA BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DARI DATA ASTER GDEM TERHADAP DATA BPDAS (STUDI KASUS : SUB DAS BUNGBUNTU DAS TAROKAM)

PENGGUNAAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI UNTUK PEMBUATAN PETA DASAR SKALA 1:5.000 KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

Analisis Ketelitian Geometric Citra Pleiades 1B untuk Pembuatan Peta Desa (Studi Kasus: Kelurahan Wonorejo, Surabaya)

Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau)

Pemetaan Potensi Batuan Kapur Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 di Kabupaten Tuban

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

Analisis Ketelitian Geometric Citra Pleiades 1A untuk Pembuatan Peta Dasar Lahan Pertanian (Studi Kasus: Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

III. BAHAN DAN METODE

STUDI PEMBUATAN PETA BATAS DAERAH KABUPATEN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DENGAN DATA CITRA LANDSAT 7 ETM DAN DEM SRTM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. dalam pelaksanaan penelitian (Juliansyah Noor, 2011: 108). menggunakan metode penelitian sampling. Berdasarkan keterkaitan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE. Waktu dan Tempat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Abstrak PENDAHULUAN.

BAB I. yaitu lempeng Eurasia, lempeng Samudera Hindia- Benua Australia dan lempeng

Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur

STUDI PERKIRAAN JALUR ALIRAN AIR AKI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT LANDSAT DAN SRTM

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

STUDI PEMBUATAN PETA BATAS DAERAH KABUPATEN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DENGAN DATA CITRA LANDSAT 7 ETM DAN DEM SRTM

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perbandingan Peta Topografi

Gambar 7. Lokasi Penelitian

APLIKASI SIG DALAM MENENTUKAN LOKASI TPA DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

BAB IV METODE PENELITIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

STUDI TENTANG IDENTIFIKASI LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DAN ASTER (STUDI KASUS : KABUPATEN JEMBER)

ANALISA PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN WILAYAH SURABAYA BARAT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD TAHUN 2003 DAN 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara secara geografis terletak pada 1ºLintang Utara - 4º Lintang Utara dan 98 Bujur Timur Bujur

Penentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) A-572

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur.

Pemetaan Pola Hidrologi Pantai Surabaya-Sidoarjo Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu dan Peristiwa Lapindo Menggunakan Citra SPOT 4

Pengaruh Perubahan UU 32/2004 Menjadi UU 23/2014 Terhadap Luas Wilayah Bagi Hasil Kelautan Terminal Teluk Lamong antara

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

III. METODOLOGI PENELITIAN

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Kelud di Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang, Provinsi Jawa Timur.

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISA PETA LINGKUNGAN PANTAI INDONESIA (LPI) DITINJAU DARI ASPEK KARTOGRAFIS BERDASARKAN PADA SNI

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh: Aninda Nurry M.F ( ) Dosen Pembimbing : Ira Mutiara Anjasmara ST., M.Phil-Ph.D

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya)

Analisa Ketelitian Planimetris Citra Quickbird Guna Menunjang Kegiatan Administrasi Pertanahan (Studi Kasus: Kabupaten Gresik, 7 Desa Prona)

Evaluasi Kesesuaian Tutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Tahun 2009 Dengan Peta RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007

III. BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

NASKAH SEMINAR ANALISIS KARAKTERISTIK FISIK DAS DENGAN ASTER GDEM Versi 2.0 DI SUNGAI OPAK_OYO 1

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Indra Jaya Kusuma, Hepi Hapsari Handayani Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya,

PENDUGAAN DAERAH RAWAN BENCANA VULKANOLOGI DI SEKITAR GUNUNG SLAMET. Mahfuzh Al Ansori *) Hari Priyadi **)

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

Sistem Informasi Pertanahan untuk Evaluasi Bidang Tanah (Studi Kasus : Perumahan Bumi Marina Emas Kelurahan Keputih Kecamatan Sukolilo Surabaya)

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

Analisa Perubahan Garis Pantai Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Analisis DEM SRTM untuk Penilaian Kesesuaian Lahan Kopi dan Kakao: Studi Kasus di Kabupaten Manggarai Timur. Ari Wahono 1)

III. METODE PENELITIAN

C I N I A. Pemetaan Kerentanan Tsunami Kabupaten Lumajang Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Dosen, FTSP, Teknik Geofisika, ITS 5

BAB IV METEDE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

REVIEW HASIL CEK LAPANGAN PEMETAAN RUPABUMI INDONESIA (RBI) SKALA 1:25

PERHITUNGAN VOLUME DAN SEBARAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN CITRA IKONOS MULTI TEMPORAL 2011

Transkripsi:

A443 Studi Penentuan Aliran Hidrologi Metode Steepest Slope dan Lowest Height dengan Aster GDEMV2 dan Alos Palsar (Studi Kasus: Gunung Kelud, Jawa Timur) Akhmad Sigit Arisandy, Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: bangunms@gmail.com Abstrak Gunung Kelud memiliki ketinggian 1.731 mdpl dengan kemiringan lebih dari 40º. Gunung Kelud di Kabupaten Kediri, Jawa Timur memiliki tipe erupsi stratovulkan dengan karakteristik letusan eksplosit. Mempunyai nilai volcanic explosive index 4, dengan durasi letusan ± 12 menit. Letusan Gunung Kelud salah satunya menghasilkan aliran hidrologi yaitu berupa lahar dan lava yang dapat memberikan ancaman tinggi bagi masyarakat sekitar. Data yang digunakan untuk penentuan aliran hidrologi (lahar dan lava) tersebut adalah DEM Aster GDEMV2 dan Alos Palsar. DEM memiliki informasi data ketinggian yang dapat digunakan untuk memodelkan penentuan arah aliran hidrologi. Hasil pemodelannya menyerupai bentuk di lapangan, sehingga dapat digunakan untuk mitigasi bencana. Teknik penentuan aliran hidrologi pada penelitian ini menggunakan metode steepest slope dan lowest height berdasarkan teori aliran hidrologi. Dari hasil arah pemodelan aliran metode steepest slope, arah aliran hidrologi yang dominan dari puncak Gunung Kelud adalah menuju ke arah barat (21%), utara (19%), dan selatan (16%). Sedangkan untuk Metode lowest height lebih dominan menuju ke arah barat (19%), barat laut (18%), dan barat laut (19%). dapat disimpulkan bahwa aliran dominan menuju arah barat, barat laut, barat daya, selatan dan utara. Sedangkan hasil perbandingan akumulasi aliran yang di-overlay dengan data BNPB, pada metode steepest slope dari data DEM Aster GDEMV2 memiliki kesalahan hasil aliran sebesar 9,81% sedangkan data DEM Alos Palsar 7,29%. Sedangkan metode lowest height dari data DEM Aster GDEMV2 memiliki kesalahan hasil aliran sebesar 12,18% sedangkan data DEM Alos Palsar 11,25%. Desa yang terdampak letusan Gunung Kelud yaitu untuk Kabupaten Kediri 29 desa, Blitar 26 desa dan Malang 2 desa. Kata Kunci aliran hidrologi, DEM, lowest heights, steepest slope I. PENDAHULUAN NDONESIA terletak pada pertemuan tiga lempeng benua, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Australia, konsekuensi dari tumbukan antar lempeng tersebut terbentuk I palung samudera, lipatan, punggungan, patahan di busur kepulauan dan sebaran gunung api. Indonesia memiliki 129 gunung api atau 14% dari gunung api aktif di dunia, yang tersebar dari ujung utara Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi Utara. Jawa Timur adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki 7 gunung api aktif, hal ini membuat Jawa Timur merupakan daerah yang memiliki tingkat ancaman bahaya gunung api yang tinggi. Tujuh gunung aktif di jawa timur tersebut salah satunya adalah Gunung Kelud dengan status waspada level II terhitung sejak 28 Februari 2014 [1]. Gunung Kelud memiliki tipe letusan berbentuk strato, secara administratif terletak di wilayah Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Secara geografis terletak pada posisi 7º56 00 LS, 112º18 30 BT dengan ketinggian puncak 1.731 meter di atas permukaan laut. Pemanfaatan data informasi geospasial untuk mendukung sistem peringatan dini bencana alam diyakini sebagai suatu teknik yang dapat memberi kontribusi sangat banyak. Kegiatan ini bertujuan untuk menentukan pola aliran hidrologi Gunung Kelud jika suatu saat terjadi letusan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dibuat peta aliran hidrologi yang diperlukan sebagai salah satu komponen sistem peringatan dini sebagai upaya untuk meminimalisir jumlah korban dan kerugian akibat bencana letusan gunung api. Proses penentuan aliran hidrologi ini berdasarkan teori aliran hidrologi, salah satu kunci untuk menurunkan karakteristik hidrologi permukaan adalah kemampuan untuk menentukan arah aliran (flow direction) dan akumulasi aliran (flow accumulation) dari setiap sel dalam data raster. Hal ini dilakukan dengan menggunakan data Digital Elevation Model (DEM) yaitu, ASTER GDEMV2 dan ALOS PALSAR karena data DEM memiliki data ketinggian yang baik untuk di dataran tinggi [3]. Data DEM dapat digunakan untuk mensimulasikan jalur aliran hidrologi berdasarkan nilai kemiringan terbesar dan kemiringan terkecil dengan metode steepest slope dan Lowest Hights. Hasil dengan metode steepest slope dan lowest height dari teori aliran hidrologi, dengan data DEM dapat digunakan sebagai dasar penentuan aliran hidrologi menurut [3]. II. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian tugas akhir adalah di Gunung Kelud yang terletak pada 7º56 00 LS, 112º18 30 BT. Sedangkan yang secara administratif termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.

A444 akan menampilkan data DEM lebih menarik. Setelah jalur aliran lava dibuat, kemudian dapat dihasilkan peta jalur aliran lava Gunung Semeru berdasarkan DEM Aster GDEMV2 dan Alos Palsar. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 1. Lokasi Penelitian B. Data dan Peralatan a. Data Data yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini yaitu: 1. Data Digital Elevation Model (DEM) Aster Global DEMV2 Wilayah Gunung Kelud tahun 2011. 2. Data DEM Alos Palsar Wilayah Gunung Kelud tahun 2010. 3. Peta Administrasi Jawa Timur (RBI) BAKOSURTANAL atau BIG tahun 2000 dengan skala 1:25.000. 4. Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) BNPB Gunung Kelud. 5. Citra Lansat tahun 2015 sesuai dengan daerah penelitian b. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini yaitu: 1. Perangkat Lunak (Software): i. Windows 8.1 ii. Microsoft Office 2013 iii. ArcGIS 10.2.2 2. Peralatan lain untuk survei lapangan : i. Kamera ii. GPS Handheld iii. Alat Tulis C. Tahap Pengolahan Data Pertama melakukan koreksi radiometrik dan atmospheric pada citra lansat 8 agar memiliki tampilan yang lebih bagus untuk base map dan klasifikasi supervised. Kemudian data DEM Aster GDEMV2 dan Alos Palsar di transformasikan ke dalam koordinat UTM Z 49S. Kemudian untuk menghilangkan depression atau sink pada DEM maka dilakukan proses fill sink. Kemudian cropping area penelitian yang mencakup tiga kabupaten yaitu Kab. Kediri, Kab. Blitar dan Kab. Malang. Pembuatan kemiringan lereng dari kedua DEM yang di bagi menjadi 7 kelas. Pengambilan sempel ketinggian yang di bandingkan dengan RBI dan data pengukuran GPS, kemudian dihitung Nilai RMSE dan korelasi. Setelah itu dengan metode steepest slope dan lowest height ditentukan arah aliran (flow direction) hidrologinya. Kemudian dilakukan pemodelan akumulasi alirannya (flow accumulation). Dari klasifikasi tupan lahan dapat di ketahui area luasan tutupan lahan yang terdampak. Hasil aliran di-overlay-kan dengan peta KRB dari BNPB dan diberi visualisasi data DEM dengan parameter hilshade. Kondisi ini A. Klasifikasi Supervised Hasil analisa tutupan lahan terdapat 10 kelas, namun hanya 8 kelas yang terdampak aliran hidrologi (lahar dan lava) yaitu alang-alang 698,49 ha, semak belukar 3497,16 ha, hutan 2553,34 ha, perkebunan 2110,4 ha, pemukiman 649,39 ha, Sawah 2301,01 ha, ladang 2076,1 ha, dan Sungai 408,3 ha, dengan luas keseluruhan tutupan lahan terdampak sebesar 14294,18 ha. B. Hasil Pengambilan Sempel Ketingian Untuk menguji hasil nilai Z dari kedua data DEM maka menghitung nilai RMSE (Root Mean Square Errors) dan Korelasi Pearson (r): RMSE = 1 n (y n i + y i) 2 i=1 r = (1) n X i X i X i Y i n X 2 i ( X i ) 2 n Y 2 i ( Y i ) 2 (2) Dari hasil pengambilan sempel Z sebanyak 39 titik, didapatkan bahwa nilai RMSE antara Aster GDEM dengan RBI memiliki nilai sebesar 3,074, nilai RMSE antara Alos dengan RBI memiliki nilai sebesar 2,781, sedangkan perbandingan nilai RMSE antara DEM Aster GDEMV2 dan Alos Palsar sebesar 4,183. Sedangkan perhitungan Nilai RMSE antara Aster GDEM dengan data GPS sebesar 3,83 dan Alos Palsar dengan data GPS memiliki nilai RMSE sebesar 3,25. Sesui Perka BIG no. 15 tahun 2014 bahwa pada kelas 1 untuk peta dengan skala 1:100.000 memiliki nilai RMSE vertical sebesar 20 m [4]. maka dapat digunakan untuk peta penentuan aliran hidrologi. Korelasi sederhana merupakan suatu teknik statistik yang dipergunakan untuk mengukur kekuatan hubungan 2 variabel dan juga untuk dapat mengetahui bentuk hubungan antara 2 variabel tersebut dengan hasil yang sifatnya kuantitatif. Dari perhitungan nilai korelasi (r) sehingga di dapatkan nilai korelasi antara Aster GDEMV2 dengan Alos Palsar 0,92, korelasi antara Aster dengan GPS 0,91 dan sedangkan korelasi antara Alos Palsar dengan GPS 0,94. Rentang nilai 0 0,5 menunjukkan korelasi lemah, 0,5-0,8 korelasi sedang dan 0,8-1 korelasi kuat [5]. C. Perbaikan DEM Untuk menghilangkan depression atau sink maka diperlukan fill sink pada DEM Aster dan Alos. Kesalahan yang dimiliki pada data DEM ini disebabkan oleh noise dari citra satelit itu sendiri, seperti kesalahan yang terjadi karena perbedaan sinyal yang diterima. Maka fill sink untuk menghilangkan depression pada data DEM.

A445 Gambar 2. Grafik Fill sink Aster GDEMV2 Dari hasil fill sink pada DEM alos palsar tidak mengalami perubahan antara sesudah dan sebelum dilakukan fill sink, namun pada DEM aster mengalami perbedaan setelah dilakukan fill sink sebesar 0,217 m. D. Kemiringan lereng (slope) Hasil dari penentuan kemiringan (Slope) yang diterapkan pada Kedua DEM menenjukan bahwa ada perbedaan antara ketinggian data DEM Aster GDEMV2 dan Alos Palsar. Gambar 4. Algoritma Metode Steepest Sloope Flow direction yaitu proses penentuan daerah aliran yang menghasilkan informasi arah aliran lereng pada setiap piksel atau Metode penentuan arah aliran sesuai dengan arah mata angin. Arah aliran ini meliputi N (North), E (East), W (West), S (South), NE (Northeast), NW (Northwest), SE (SouthEast), SW (Southwest) [3]. Tabel 1. Flow direction Metode steepest slope Aster Alos Code GDEM Palsar 1 Timur 13% 10% 2 Tenggara 9% 7% 4 Selatan 16% 14% 8 Barat Daya 12% 11% 16 Barat 17% 21% 32 Barat Laut 12% 12% 64 Utara 14% 19% 128 Timur Laut 8% 6% Jumlah Piksel(%) 100% 100% Hasil dari pengolahan tahap flow direction metode steepest slope, arah aliran hidrologi yang dominan dari puncak Gunung Kelud adalah menuju ke arah barat, utara, dan selatan. Ditunjukkan dengan presentasi arah aliran dari jumlah pixel. Sedangkan lowest height merupakan metode penentuan pola aliran hidrologi yang hanya mempertimbangkan delapan tetangga sekitar untuk menuju ke nilai piksel terendah [2]. Gambar 6. Algoritma Metode Lowest height Gambar 3. Kemiringan lereng Aster (atas), Alos (bawah) Pada gambar 3 dapat dilihat bahwa Gunung Kelud dari DEM Aster memiliki tinggi 1.711 mdpl, sedangkan DEM Alos memiliki tinggi 1.730 mdpl dan termasuk pegunungan dengan rentang nilai 55-140% yaitu yang artinya memiliki rentang ketinggian 1.500-3.000 mdpl. Hasil ini sesuai dengan data yang ada pada BNB bahwa puncak Gunung Kelud 1.731 mdpl [1]. E. Menentukan Arah Aliran (flow direction) Steepest Slope dan Lowes Height Steepest slope merupakan arah aliran menuju nilai piksel terendah dengan memperhitungkan delapan tetangga sekitar ditambah faktor kemiringan sudut tangensial yang terdapat pada ke empat pojok tetangganya [2]. Tabel 5. Flow direction Metode lowest height Aster Alos Code GDEMV2 Palsar 1 Timur 9% 10% 2 Tenggara 15% 10% 4 Selatan 9% 17% 8 Barat Daya 19% 14% 16 Barat 11% 19% 32 Barat Laut 18% 14% 64 Utara 8% 10% 128 Timur Laut 11% 6% Jumlah Piksel 100% 100% Hasil dari pengolahan tahap flow direction metode lowest height, arah aliran hidrologi yang dominan dari puncak Gunung Kelud adalah menuju ke arah barat, barat laut, dan barat daya. Ditunjukkan dengan presentasi arah aliran dari jumlah pixcel. F. Memodelkan Arah Akumulasi (flow accumulation) Steepest Slope dan Lowest Height Fungsi ini memodelkan mengenai jumlah akumulasi aliran air yang terjadi pada suatu wilayah tertentu. Sebagai hasil ukur akan terdapat nilai akumulasi air yang biasanya juga identik dengan aliran hidrologi yang sebenarnya di lapangan. Kemudian didapatkan hasil akumulasi aliran dalam bentuk 2 dimensi yang

A446 di-overlay dengan citra Data DEM Aster GDEMV2 dan Alos Palsar. Gambar 6. Akumulasi aliran Metode steepes slope Hasil aliran yang dimodelkan dengan yang di-overlay dengan KRB dari BNPB bahwa metode steepest slop dari data DEM Aster GDEMV2 memiliki kesalahan hasil aliran sebesar 9,81% sedangkan data DEM Alos Palsar 7,29%. Dari flow accumulation metode lowest height menghasilkan 12 jalur aliran hidrologi dan kemudian hasilnya di-overlay dengan KRB. Adapun unsur-unsur yang terdapat pada peta ini antara lain: a. Jalur Aliran Lava dari Peta Rupa Bumi Indonesia (sumber: pemodelan hidrologi metode steepest slope dan lowest heights software ArcGIS 10.2.2.) b. Kawasan Rawan Bencana Lahar dan Lava Gunung Kelud (sumber: Peta Kawasan Rawan Bencana skala 1 : 60.000 terbitan Badan Nasional Penanggulangan Bencana) c. Batas Administrasi (tahun 2010) (sumber: InaGeoportal terbitan Badan Informasi Geospasial) d. Kontur (tahun 2000) (sumber: InaGeoportal terbitan Badan Informasi Geospasial) e. Sungai (sumber: InaGeoportal terbitan Badan Informasi Geospasial) f. Tutupan Lahan (sumber: InaGeoportal terbitan Badan Informasi Geospasial) g. Lansat 8 LO81180662015183RPI00 (sumber: USGS earth Explorer) h. DEM Aster GDEMV2 Tahun 2011 (sumber: gdem.ersdac.jspacesystems.or.jp) i. DEM Alos Palsar Tahun 2010 (sumber: Satelite Alaska Facility) j. Tampilan Hilshade dari DEM Alos Palsar dengan z limit 1,5. Gambar 7. Akumulasi aliran Metode lowest height Dari flow accumulation metode lowest height menghasilkan 12 jalur aliran hidrologi. Hasil aliran yang dimodelkan dengan yang di overlay dengan KRB dari BNPB bahwa metode lowest height dari data DEM Aster GDEMV2 memiliki kesalahan hasil aliran sebesar 12,18% sedangkan data DEM Alos Palsar 11,25%. G. Overlay Tahap Akhir (Overlay dan Pembuatan Peta Jalur Aliran Hidrologi (Lahar dan Lava) Gunung Kelud) data-data yang sudah diolah kemudian di-overlay-kan menggunakan software ArcGIS 10.2.2 dengan syarat sistem proyeksi dari peta-peta yang akan di-overlay-kan harus sama. Data tersebut meliputi vektor peta tutupan lahan, DEM Aster GDEMV2 dan Alos Palsar, vektor layer-layer terpilih dari peta Peta Kawasan Rawan Bencana (radius dan aliran lahar). Proyeksi yang digunakan dalam peta ini sesuai dengan peta dasarnya yaitu sistem proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) Zona 49 S dengan datum WGS 1984. Skala peta yang digunakan yaitu 1:100.000. Gambar 8. Peta aliran hidrologi (lahar dan lava) gunung Kelud

A447 IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari Penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Dari hasil penentuan aliran hidrologi menggunakan metode steepest slope dan lowest height, didapatkan nilai arah aliran utara 19%, barat laut 18%, barat 21%, barat daya 19% dan Selatan 17%. Nilai ini sesuai dengan bentuk Gunung Kelud yang berbukit di sebelah timur, sedangkan dibagian barat, utara dan selatan berbentuk lereng. Sehingga aliran (lahar dan lava) yang terbentuk menuju ke arah barat, utara dan selatan. b. Dari hasil analisa aliran metode steepest slope memiliki akurasi yang baik dibandingkan dengan metode lowest height, dapat dilihat dari hasil alian akumulasi (flow accumulation) yang di-overlay menunjukkan hasil bahwa aliran yang dimodelkan dengan metode steepest slope dari data DEM Aster GDEMV2 memiliki kesalahan hasil aliran sebesar 9,81% sedangkan data DEM Alos Palsar 7,29%. Sedangkan metode lowest height dari data DEM Aster GDEMV2 memiliki kesalahan hasil aliran sebesar 12,18% sedangkan data DEM Alos Palsar 11,25%. Hasil analisa tutupan lahan terdapat 10 kelas, namun hanya 8 kelas yang terdampak aliran hidrologi (lahar dan lava) yang paling besar semak belukar 3.497,16 ha, dan area yang paling kecil area sungai 408,3 ha, dan dengan luas keseluruhan tutupan Lahan terdampak sebesar 14.294,18 ha. Kemudian saran untuk rekomendasi penelitian selanjutnya mengingat pentingnya mitigasi bencana dari letusan gunung api maka penelitian ini dapat dikembangkan lagi untuk memodelkan jalur aliran hidrologi (lahar dan lava) yang lebih akurat, untuk mendukung mitigasi bencana perlu adanya citra resolusi tinggi seperti citra ikonos, quickbird atau Pleiades. PENUTUP Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun isi dari paper ini, karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna perbaikan kelak. Akhir kata, penulis menyampaikan banyak terima kasih semoga Penelitian Tugas Akhir ini dapat bermanfaat untuk mahasiswa Teknik Geomatika FTSP-ITS. DAFTAR PUSTAKA [1] Buku Kelud Seri Letusan 2007, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2007. [2] Ilwis. (2009). Hydrologi, New York. [3] Julzarika, A. I. (2010). Pemanfaatan DEM ALOS Palsar, DEM SRTM dan Citra Landsat untuk Mengetahui Potensi Longsor (Studi Kasus : Kabupaten Purworejo - Provinsi Jawa Tengah). INDRAJA LAPAN VOL I, NO 1, 6-12. [4] PERKA BIG, no 15 tahun 2014. [5] Sujana, (2002). Korelari Pearson.