BAB I PENDAHULUAN. polusi udara atau sekitar 5% dari 55 juta orang yang meninggal setiap tahun di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tahunnya di dunia (Sugiato, 2006). Menurut Badan Kependudukan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. tahun di dunia. Angka morbiditas sebagai dampak dari polusi udara jauh lebih

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi lingkungan yang di bawah standar. (1)

BAB I PENDAHULUAN. memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. (occupational disease), penyakit akibat hubungan kerja (work related disease)

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga memberikan

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja yang buruk dapat mengakibatkan masalah bagi. kesehatan karyawan. Jenis bangunan, alat dan bahan, proses pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Argon 0,93% Ne, He, CH4, H2 1,04% Karbon Dioksida 0,03% Oksigen 20% Nitrogen 78% Udara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pemasaran (Manuaba, 1983). Aspek yang kurang diperhatikan bahkan

Studi Analisis Pengaruh Kondisi Lingkungan Kerja Terhadap Sick Building Syndrome (SBS) Pada Karyawan di Gedung Perkantoran Perusahaan Fabrikasi Pipa

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

KUALITAS UDARA BEBERAPA RUANG PERPUSTAKAAN DI UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO BERDASARKAN UJI KUALITAS FISIKA. Fransiska Lintong

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

Pathologi Bangunan dan Gas Radon Salah satu faktor paling populer penyebab terganggunya kesehatan manusia yang berdiam

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan

BAB 1 PENDAHULUAN. demikian upaya-upaya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan perlindungan tenaga

BAB 1 : PENDAHULUAN. kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek buruk pajanan hazard di

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperemia konjungtiva dan keluarnya discharge okular (Ilyas, 2013).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. dukung bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal (Depkes, 2010). Seiring

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUANG DENGAN KELUHAN PENGHUNI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. di dalam kehidupan makhluk hidup. Manusia memerlukan udara untuk bernafas

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Kiat Atasi Gangguan Pernapasan Akibat Polusi Udara

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 5,4 juta orang dibanding keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha dan dunia kerja, kesehatan kerja berkontribusi dalam

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura Di Ruang Inayah RS PKU Muhamadiyah Gombong.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

MARGA JALAN ACHMAD YANI NO. 90 DENPASAR TUGAS AKHIR. Oleh : A.A I. Agung Semarayanthi NIM: JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dan sarana informasi sejak abad ke-dua puluh

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI JURUSAN TEKNIK MESIN UNIVERSITAS GUNADARMA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan produksi pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data International Labour Organization (ILO) tahun 2012, angka

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan akibat lingkungan kerja. Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala. dibebankan padanya (Suma mur, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

RUMAH SEHAT DENGAN TANAMAN INDOOR Oleh: Budiwati Jurdik Biologi MIPA UNY

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

BAB I PENDAHULUAN. pekerja yang terganggu kesehatannya (Faris, 2009). masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan kehidupan.

commit to user BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Selama ribuan tahun telah disadari bahwa aktivitas manusia dan urbanisasi

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

BAB I PENDAHULUAN. Polusi atau pencemaran udara adalah proses masuknya polutan kedalam

Penyakit Akibat Kerja Kuliah 7

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut data WHO, setiap tahun sekitar tiga juta orang meninggal karena polusi udara atau sekitar 5% dari 55 juta orang yang meninggal setiap tahun di dunia. Seribu lima ratus juta orang yang meninggal sebelum waktunya terjadi di kota-kota Asia. Angka morbiditas (angka kesakitan) sebagai dampak dari polusi udara jauh lebih tinggi lagi. Kehidupan yang produktif diperpendek oleh masalah kesehatan yang disebabkan oleh menghirup udara yang kotor. Enam dari 15 kota yang paling terpolusi di dunia terdapat di Asia. Posisi yang paling tinggi adalah Katmandu (Nepal), diikuti New Delhi (India), dan pada posisi ketiga adalah Jakarta (Indonesia) bersama dengan Chongqing (China), kemudian Calcutta (India). Sepertiga dari pencemaran karbondioksida di dunia dikeluarkan di daerah ini (Sugiarto, 2006). Bank Dunia di Asia memperkirakan bahwa sejumlah besar masyarakat perkotaan di Asia Timur dan Pasifik kehilangan lebih dari 12 tahun yang produktif karena cacat disebabkan oleh polusi udara. WHO memperkirakan pengeluaran sekitar triliunan dolar untuk pengobatan medis demi menyembuhkan orang yang menderita penyakit yang disebabkan oleh polusi udara. The Clean Air Initiative for Asian Cities (CAI), suatu proyek yang dimulai pada 2001 oleh Asian Development Bank dan Bank Dunia menyadari bahwa kualitas udara di

Asia menjadi lebih buruk dalam tahun-tahun terakhir karena urbanisasi dan pencemaran yang meningkat di banyak kota. Di Indonesia, polusi udara mengakibatkan 16000 kematian dini setahun, 1 dari 10 orang menderita infeksi pernapasan, dan 1 dari 10 anak menderita astma (Sugiarto, 2006) Sekitar 70% dari polusi udara di Jakarta berasal dari bahan pencemar udara yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor, sedangkan sisanya 30% berasal dari pencemaran industri. Departemen Polisi Lalu lintas Jakarta memperkirakan kenaikan jumlah kendaraan sekitar 5% per bulan. Kendaraan ini memakai banyak bahan bakar diesel, bensin premium, minyak tanah dan gas. Seringkali diesel yang dijual di Jakarta memiliki kualitas yang rendah dan melepaskan banyak bahan belerang. Pemerintah sudah memperkenalkan bensin yang tidak mengandung timah untuk memperbaiki udara di Jakarta. Meskipun begitu menurut para ahli, udara kota masih mengandung substansi yang berbahaya ini, disebabkan oleh ribuan kendaraan dari luar kota yang menuju Jakarta setiap harinya dan melepaskan timah. Sebenarnya menghilangkan bensin yang mengandung timah tahap demi tahap adalah suatu prestasi yang bermanfaat yang perlu diteruskan. Pada waktu yang sama masyarakat harus diberitahukan bahwa timah diganti oleh substansi high octane mogas component (HOMC) yang mengandung olefin dan aromatic. Seperti timah, olefin dan aromatic adalah oktan yang kotor, yang bisa merusak mesin kendaraan dan kesehatan orang di Jakarta (Sugiarto, 2006). Kualitas udara luar akan mempengaruhi kualitas udara dalam ruang sehingga pencemaran yang terjadi di luar dapat mempengaruhi kualitas udara

dalam ruang. Manusia menghabiskan 90% waktunya dalam lingkungan konstruksi, baik di dalam bangunan kantor ataupun rumah (Kurniadi, 2007). Oleh karena itu sangat penting untuk memikirkan tentang kualitas udara yang dihirup setiap saat. EPA (Environmental Protection Agency of America) secara konsisten mengurutkan polusi dalam ruangan sebagai urutan lima (5) besar risiko lingkungan pada kesehatan umum. Kualitas udara dalam rumah 2-5 kali lebih buruk daripada udara di luar dan terkadang sampai 100 kali. Pergantian udara secara terus-menerus terjadi antara di dalam dan di luar ruangan. Bahkan bahan pencemar di dalam bisa menimbulkan penumpukkan bahan campuran yang jarang ditemukan di luar. Bahan-bahan yang paling berbahaya termasuk sulfurdioksida, karbondioksida, nitrogendioksida dan timah (pada negara berkembang). Bahan campuran ini dikeluarkan oleh tubuh manusia, pencemaran bahan pembangunan, alat-alat, pemakaian produk kosmetik, dan pestisida. Keracunan lain yang berhubungan dengan kelembaban, misalnya sistem air conditioning dapat menjadi alat pencemar jika tidak dipelihara dengan baik. Bakteri, jamur, dan virus adalah ancaman kesehatan serius yang perlu diukur kekuatannya dan harus disingkirkan sebanyak mungkin. Sejauh mana racun udara ini mempengaruhi kesehatan bervariasi sesuai dengan intensitas dan lamanya kedekatan (Sugiarto, 2006). WHO memperkirakan bahwa sekitar 400-500 juta orang, khususnya di negara-negara berkembang, dewasa ini berhadapan dengan masalah polusi udara di dalam ruangan (Aditama, 1995). Kualitas udara dalam ruangan yang baik didefinisikan sebagai udara yang bebas bahan pencemar penyebab iritasi, ketidaknyamanan atau terganggunya

kesehatan penghuni. Temperatur dan kelembaban ruangan juga mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan penghuni. Baku mutu bahan pencemar tertinggi yang diperkenankan dari beberapa bahan pencemar udara ruangan telah dideskripsikan dalam American Society of Health, Refrigerating, and Air Conditioning Engineers (ASHRAE) 62 tahun 1989. Sedangkan baku mutu tertinggi yang diperkenankan untuk kelompok bahan pencemar spesifik dan pedoman kenyamanan dalam ruangan untuk parameter fisik yang spesifik diuraikan dalam Guideline for good indoor Air Quality (Lily at al., 1998). Berdasarkan survei The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) AS, sumber utama kualitas udara dalam ruangan yang buruk adalah gangguan ventilasi (52%), pencemaran dari alat dalam gedung (17%), pencemaran dari luar gedung (11%), pencemaran mikroba (5%), pencemaran bahan bangunan (3%), dan sumber lain (12%) (Aditama, 1995). Bangunan mempunyai dampak yang sangat tinggi terhadap kesehatan sebab kemungkinan bahan pencemar yang dilepas di dalam ruangan 1000 kali lebih cepat untuk mencapai paru-paru manusia, daripada bahan pencemar yang dilepaskan di luar ruangan. Berdasarkan sebuah riset yang dilakukan oleh World Health Organization tahun 1984, hampir 30% dari tempat tinggal di seluruh dunia berkualitas udara buruk. Jadi apabila tempat tinggal atau tempat bekerja kita tidak 'sehat' maka ada kemungkinan kesehatan penghuninya juga terpengaruh karenanya. Sindrom Bangunan 'Sakit', dikenal sebagai "Sick Building Syndrome" di Amerika, disebabkan karena beberapa macam polusi seperti polusi biologi, pestisida, gas, metal, mineral, radiasi dan uap udara. Polusi-polusi tersebut sudah

tersinyalir sebagai penyebab penyakit ringan dari alergi, pusing-pusing, iritasi hidung, sampai penyakit berat seperti penyakit hati dan kanker. Bahkan, menurut artikel "Indoor Air Pollution in Massachusetts" tahun 1989, polusi bangunan merupakan penyebab dari 50% penyakit di Amerika. Penyakit-penyakit tersebut dapat berjangkit dalam waktu yang singkat maupun tahunan (Sukotjo, 2001). Apabila penghuni suatu ruangan lebih dari 20% sering mengalami gangguan kesehatan, tanpa diketahui sebab yang jelas dan gangguan tersebut hilang dalam beberapa saat setelah keluar dari ruangan, kejadian demikian disebut Sick Building Syndrome. Istilah Sick Building Syndrome pertama kali diperkenalkan oleh para ahli dari negara Skandinavia pada awal tahun 1980-an. Istilah ini kemudian dipakai secara luas dan kini telah tercatat berbagai laporan tentang terjadinya Sick Building Syndrome (Sindroma Gedung Sakit) dari berbagai negara di Eropa, Amerika dan bahkan dari negara Singapura. Keluhankeluhan kesehatan yang dapat digolongkan sebagai gejala Sick Building Syndrome adalah keluhan di hidung (tersumbat, gatal dan keluar cairan), keluhan di mata (keluar air mata, gatal dan iritasi), keluhan sakit kepala, badan lesu, sukar bernapas, dada sesak, bernapas dengan bersuara dan keluhan seperti demam, sakit otot dan sendi (Aditama, 1991). World Health Organization (WHO) telah menentukan beberapa ciri menonjol yang umumnya terdapat pada kasus Sick Building Syndrome, yaitu biasanya bangunan tersebut dilengkapi dengan sistem Air Conditioning (AC), menggunakan bahan finishing textiel di dalam gedung, gorden, karpet, dan dinding luar tertutup rapat (air tight). Kemungkinan terjadinya Sick Building

Syndrome dapat juga disebabkan oleh polutan udara, seperti polutan kimia, debu dari luar dan dalam ruangan serta kontaminasi mikroorganisme, bau-bauan yang digunakan dalam ruangan, suplai udara segar yang kurang memadai, kelembaban nisbi yang terlalu rendah dan hal-hal yang bersifat psikologis (Moerdjoko, 2004). Di perkantoran, sebuah studi mengenai bangunan kantor modern di Singapura dilaporkan bahwa dari 312 responden ditemukan 33% mengalami gejala Sick Building Syndrome (SBS). Keluhan mereka umumnya cepat lelah 45%, hidung mampat 40%, sakit kepala 46%, kulit kemerahan 16%, tenggorokan kering 43%, iritasi mata 37%, lemah 31% (Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI, 2007). Pada tahun 1976, 29 peserta American Legion Convention meninggal oleh penyakit yang akhirnya disebut Legionnaries Disease dan kemudian diketahui bahwa penyebabnya adalah Sick Building Syndrome (SBS). Dari survei juga diketahui 8.000 sd 18.000 kasus Sick Building Syndrome terjadi setiap tahunnya di Amerika Serikat (Kurniadi, 2007). Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diselenggarakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.

Tingginya angka morbiditas Sick Building Syndrome (SBS) di negara lain yang tingkat polusinya jauh lebih rendah daripada Indonesia menimbulkan dugaan bahwa kondisi SBS di Indonesia juga sudah mengkhawatirkan, terutama di Jakarta yang tingkat polusinya sangat tinggi. Kantor pusat perusahaan jasa konstruksi X berlokasi di Jakarta Timur. Gedung kantor ini dianggap perlu diteliti karena lokasinya yang terletak di daerah dengan tingkat polusi cukup tinggi dan penggunaan sistem Air Conditioning yang berpotensi menimbulkan SBS. Gedung ini juga dapat merepresentasikan gedung pencakar langit yang juga dianggap salah satu penyebab SBS. Perusahaan ini telah mempunyai Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Sistem Manajemen Lingkungan yang telah tersertifikasi. Komitmennya terhadap kesehatan pekerja dan lingkungan menuntut perusahaan untuk memperhatikan kondisi lingkungan kerja yang aman bagi kesehatan pekerja. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah kualitas udara dalam ruang yang terkait dengan kejadian Sick Building Syndrome. Kasus SBS pada pekerja juga dapat menurunkan produktivitas yang dapat merugikan perusahaan. 1.2 Perumusan Masalah Tingginya tingkat polusi udara yang terjadi di Jakarta akan mempengaruhi kualitas udara dalam ruang. Gedung perkantoran yang mengandalkan AC sebagai pengatur sirkulasi udara mempunyai potensi lebih tinggi untuk menimbulkan kasus Sick Building Syndrome. AC juga akan mempengaruhi kualitas fisik udara

dalam ruang (suhu dan kelembaban) yang diduga menjadi faktor risiko dari kasus Sick Building Syndrome. Kantor pusat perusahaan jasa konstruksi X merupakan salah satu gedung perkantoran di Jakarta yang mengandalkan AC sebagai pengatur sirkulasi udara sehingga perlu diteliti lebih dalam pengaruh kualitas fisik udara dalam ruang yang dipengaruhi AC (suhu dan kelembaban) terhadap kejadian Sick Building Syndrome pada pegawai yang bekerja di dalam ruang. 1.3 Pertanyaan Penelitian Apakah ada hubungan antara kualitas fisik udara dalam ruang (suhu dan kelembaban) dengan kejadian Sick Building Syndrome pada pekerja yang bekerja di dalam gedung. 1.4 Tujuan 1.4.1 Tujuan Umum Diketahuinya hubungan antara kualitas fisik udara dalam ruang (suhu dan kelembaban) dengan kejadian Sick Building Syndrome pada pekerja yang bekerja di dalam gedung. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran kualitas fisik udara dalam ruang (suhu kelembaban) di kantor pusat perusahaan jasa konstruksi X di Jakarta Timur tahun 2008. 2. Diketahuinya gambaran kejadian Sick Building Syndrome pada pegawai kantor pusat perusahaan jasa konstruksi X di Jakarta Timur tahun 2008.

3. Diketahuinya hubungan antara kualitas fisik udara dalam ruang (suhu dan kelembaban) dengan kejadian Sick Building Syndrome pada pegawai kantor pusat perusahaan jasa konstruksi X di Jakarta Timur tahun 2008. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Perusahaan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data kualitas fisik udara dalam ruang gedung kantor pusat perusahaan dan data kasus Sick Building Syndrome pada pegawai kantor pusat sehingga dapat dibuat program intervensi dan kebijakan terkait masalah kualitas udara dalam ruang. 1.5.2 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Penelitian dapat digunakan dan dikembangkan sebagai bahan penelitian lebih lanjut dan sebagai dokumentasi data penelitian mengenai Sick Building Syndrome. 1.5.3 Bagi Peneliti Dapat menyajikan suatu studi di bidang kesehatan masyarakat dengan menggunakan kaidah ilmiah sebagai upaya membuka wacana khususnya di kesehatan lingkungan serta penerapan disiplin ilmu dalam bentuk tulisan ilmiah.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di kantor pusat perusahaan jasa konstruksi X yang berlokasi di daerah Jakarta Timur. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni 2008. Sasaran penelitian adalah pegawai kantor pusat perusahaan jasa konstruksi X yang sehari-hari bekerja di dalam ruang. Adapun yang diteliti adalah hubungan antara kualitas fisik udara dalam ruang dengan kejadian Sick Building Syndrome pada pegawai kantor pusat perusahaan jasa konstruksi X di Jakarta Timur. Penelitian ini dilakukan dengan cara analisis data primer yang dikumpulkan dengan observasi dan wawancara. Disain studi dalam penelitian ini adalah cross sectional. 1.7 Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini hanya dilakukan penelitian terhadap kualitas fisik udara dalam ruang, sehingga perlu diteliti kualitas kimia dan biologi udara dalam ruang untuk menguatkan hasil penelitian ini. Penelitian terhadap kualitas fisik udara dalam ruang hanya berupa pengukuran suhu udara dan kelembaban relatif udara, sehingga masih banyak variabel parameter kualitas fisik udara lain yang perlu diteliti untuk mendukung penelitian ini. Pengukuran suhu udara dan kelembaban relatif udara dalam ruang hanya dilakukan sewaktu, tanpa memperhatikan perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu (dianggap sama).

Pengukuran suhu udara dan kelembaban relatif udara dalam ruang hanya dilakukan di 1-2 titik di setiap ruang (dianggap distribusi suhu dan kelembaban dalam satu ruang relatif sama; suhu dan kelembaban relatif dalm suatu ruang dianggap homogen). Pengukuran suhu udara dalam ruang hanya mengukur suhu bola kering menggunakan termometer ruang. Seharusnya dilakukan pengukuran suhu bola basah dan suhu bola kering untuk mendapatkan suhu efektif/ effective temperature. Penentuan kasus Sick Building Syndrome sangat tergantung pada persepsi subjektif yang dirasakan responden melalui pengisian kuisioner, tanpa diagnosis dari dokter. Penentuan riwayat penyakit alergi dingin yang diderita responden hanya berdasarkan pengakuan responden, tanpa ada uji klinis dan pembuktian dari dokter yang bersangkutan. Jumlah pegawai per ruangan diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, angka yang ada bersifat tidak pasti (kira-kira), karena banyak pegawai yang tidak selalu bekerja di ruangan tersebut (lebih sering tugas di luar kantor)